Anda di halaman 1dari 34

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NHT (NUMBERED HEAD

TOGETHER) MELALUI PENDEKATAN GUIDED DISCOVERY


LEARNING DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI LINGKARAN

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH
DESY OCTAVIANTI AMIN
NIM 160311600230

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
Maret 2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI ............................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................1

B. Rumusan Masalah .......................................................................4

C. Tujuan Penelitian .........................................................................4

D. Manfaat Penelitian.......................................................................4

E. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah .........................................5

F. Definisi Operasional ....................................................................6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Kooperatif .................................................7

B. Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together) .............9

C. Pendekatan GDL (Guided Discovery Learning) .......................15

D. Hasil Belajar ..............................................................................19

E. Materi Pembelajaran ..................................................................21

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...............................................24

B. Subjek Penelitian .......................................................................25

C. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................25

E. Prosedur Penelitian ....................................................................26

F. Teknik Pengumpulan Data .........................................................28

H. Teknik Analisis Data .................................................................29

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................30

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses


pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan
dan cara mendidik. Bukit, dkk (2017:1) mengungkapkan bahwa pendidikan dapat
dikatakan sebagai suatu proses dalam cara-cara tertentu sehingga individu
mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan perilaku yang patut. Seperti yang
diutarakan oleh Afthina, dkk (2017:1) bahwa di Indonesia, pendidikan bertujuan
untuk meningkatkan potensi siswa untuk menjadi manusia yang memiliki
keyakinan dan menjadi hati-hati (waspada), moral, kemampuan, kreatif, berjiwa
bebas, dan menjadi masyarakat yang demokratis dan bertanggung jawab.

Maka, berdasarkan beberapa paparan di atas dapat dikatakan bahwa


pendidikan adalah upaya nyata dalam menjadikan atau menciptakan individu yang
berkualitas, karena melalui pendidikan inilah individu dapat menggali segala
potensi yang ada di dalam dirinya. Manusia terdidik merupakan kunci dari
kemajuan bangsa, sebab melalui pendidikan diharapkan individu menyadari akan
pentingnya masyarakat yang maju dan sejahtera. Setiap manusia memiliki hak
yang sama dalam pendidikan tanpa terkecuali, sehingga pendidikan pun tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

Pendidikan berkaitan erat dengan pembelajaran, seperti yang diutarakan oleh


Sari dan Surya (2017: 312) bahwa melalui pembelajaran, setiap individu akan
mengalami perubahan dan berkembang lebih baik daripada makhluk lainnya, dan
dapat menopang kehidupannya dalam perkembangan era yang semakin maju dan
persaingan yang semakin sengit seperti hari ini. Pembelajaran ini merupakan salah
satu cara atau alternatif untuk mencapai tujuan dari pendidikan, karena siswa akan
mendapatkan berbagai pengetahuan baru. Melalui proses pembelajaran, siswa
akan memahami berbagai pengetahuan baru tersebut dan setelah itu, akan terjadi
perubahan pada diri setiap siswa yakni menjadi individu yang lebih baik lagi.

1
Guru atau tenaga didik harus memahami tentang pembelajaran dengan baik,
agar pembelajaran dapat menarik perhatian dan minat siswa. Sehingga siswa
memiliki keinginan dan semangat dalam mempelajari maupun memahami setiap
materi pembelajaran yang diberikan oleh guru. Pada akhirnya, diharapkan bahwa
akan terjadi peningkatan pada capaian hasil belajar siswa, terutama untuk
pelajaran matematika yang masih saja menjadi suatu hal yang ditakuti oleh siswa.
Masih ada beberapa siswa yang malas untuk belajar matematika dan memilih
untuk menghindar, karena mereka merasa bahwa matematika itu sulit untuk
dipelajari maupun dipahami. Sunismi (2015: 334) menyatakan bahwa masih
banyak siswa yang menganggap bahwa matematika tidak lebih dari sekedar
menghitung dan bermain dengan rumus serta angka. Kenyataannya, matematika
diajarkan karena dapat melatih siswa untuk berpikir dan berargumentasi, tidak
hanya melatih otak kiri (berpikir secara logis, analitis, kritis, rinci, dan sistematis),
namun juga meatih otak kanan (berpikir secara alternatif, eksploratif, dan kreatif),
dan mengembangkan kemampuan dalam merancang dan mengoptimalisasi.

Sehingga sangat penting bagi guru untuk mulai membiasakan siswa belajar
secara aktif dan mandiri. Namun, saat ini masih banyak sekolah atau lembaga
pendidikan dimana pembelajaran yang digunakan belum maksimal dalam
mengoptimalkan keaktifan siswa. Siswa belum bisa mandiri dalam memahami
setiap materi pembelajaran, dikarenakan peran guru yang masih terlalu aktif,
sehingga siswa hanya bertugas mendengarkan, mencatat, dan mengikuti prosedur
atau langkah penyelesaian sama persis seperti yang diberikan oleh guru. Siswa
hanya mencoba menghapal, namun belum tahu apakah siswa benar-benar sudah
memahami materi atau belum, terutama untuk permasalahan yang ada pada materi
dengan bervariasi jenis soalnya. Terlebih lagi untuk pelajaran matematika yang
sangat menuntut keaktifan siswa, agar mereka bisa memahami setiap materi
dengan baik.

Siswa dapat menjadi aktif, apabila guru menerapkan pembelajaran yang aktif
di dalam kelas. Guru harus cermat dalam memikirkan model pembelajaran seperti
apa yang akan membuat siswanya menjadi aktif, sehingga dapat mencapai tujuan
utama pembelajaran yaitu meningkatkan dan mengoptimalkan kemampuan serta

2
capaian hasil belajar siswa tersebut. Afthina, dkk (2017: 182) mengatakan bahwa
satu cara untuk meningkatkan pencapaian matematika adalah dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang


berpusat pada siswa, dan siswa dilatih untuk mampu dan memiliki keinginan
untuk bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang sama
sehingga pembelajaran menjadi berarti dan siswa dapat memahami materi
pembelajaran. Banyak jenis model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan
oleh guru dalam proses pembelajaran, seperti model pembelajaran NHT
(Numbered Head Together). Sari dan Surya (2017: 313) menyebutkan bahwa
model pembelajaran NHT menurut Istarani (2012: 58) adalah serangkaian
penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai suatu wadah dalam
menyatukan persepsi-persepsi dan pemikiran-pemikiran para siswa terhadap
pertanyaan yang mereka tanyakan atau ditanyakan oleh guru. Maka, persepsi atau
pemikiran tersebut akan dijelaskan oleh masing-masing siswa sesuai dengan
nomor yang diminta oleh guru pada tiap kelompok.

Selanjutnya, siswa yang mandiri dalam pembelajaran tidak selalu berarti


mereka belajar dengan sendiri tanpa bantuan. Guru tetap memiliki peran yang
penting dan berpengaruh, karena guru akan menjadi fasilitator ketika siswa
menghadapi kesulitan maupun hal yang membingungkan. Saat siswa mengalami
kebingungan, guru diharapkan tidak langsung memberikan jawabannya, tetapi
mengembalikan pertanyaan mereka dengan rangsangan-rangsangan seperti
pertanyaan-pertanyaan atau hal lainnya yang menuntun mereka untuk menemukan
jawaban atas kebingungannya itu. Pada jurnal Tasari, dkk (2016: 2) yang
mengatakan bahwa siswa berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran
dengan mencoba dan melatih apa yang sedang mereka pelajari. Dalam hal ini,
peran guru adalah menciptakan atmosfer atau suasana yang mengembangkan
kemampuan siswa secara optimal dengan memberikan mereka kesempatan untuk
mengidentifikasi dan menghubungkan konsep-konsep yang ada berdasarkan
pengalaman belajar mereka. Guru dapat menerapkan pendekatan pembelajaran
guided discovery learning dimana siswa akan terlibat secara langsung dalam

3
menemukan konsep pada materi pembelajaran yang diberikan, serta guru akan
menjadi pendamping, tentor, dan fasilitator selama pembelajaran berlangsung.

Tasari, dkk (2016: 3) menyebutkan bahwa menurut Prince dan Felder (2016)
guided discovery learning berhubungan dengan teori konstruktivisme. Guided
discovery learning secara bebas membiarkan siswa melakukan percobaan dan
menggambarkan kesimpulan, pendapat, dan intuisi. Siswa dipersilahkan untuk
melakukan proses coba-coba. Peran guru adalah sebagai fasilitator yang
membantu siswa dalam proses pembelajaran ketika dibutuhkan. Siswa dituntut
untuk menemukan ide, konsep, dan kemampuan dengan sendirinya. Guru
membimbing siswa sehingga proses pembelajaran akan menuntun mereka pada
pemahaman yang mendalam.

Berdasarkan uraian tersebut, maka fokus penelitian ini adalah penerapan


model pembelajaran NHT (Numbered Head Together) melalui pendekatan guided
discovery learning dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa SMP kelas VIII
pada materi lingkaran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini


adalah bagaimana penerapan model pembelajaran NHT (Numbered Head
Together) melalui pendekatan guided discovery learning dalam upaya
meningkatkan hasil belajar siswa SMP kelas VIII pada materi lingkaran?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan bagaimana langkah-langkah penerapan model
pembelajaran NHT (Numbered Head Together) melalui pendekatan guided
discovery learning dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa SMP kelas VIII
pada materi lingkaran.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

4
1. Bagi Siswa
Agar siswa menjadi tertarik, memiliki keinginan, dan semangat dalam
mempelajari maupun memahami materi pembelajaran yang diberikan oleh
guru. Siswa tidak lagi menganggap bahwa matematika itu suatu hal yang sulit
dan menakutkan, sehingga siswa tidak akan malas dan menghindar dari
mempelajari matematika terutama pada materi lingkaran. Siswa menjadi lebih
aktif dan mandiri dalam memahami pelajaran dan menemukan konsep,
sehingga siswa tidak lagi sekedar menghapal melainkan dapat memahami
materi dengan sangat baik. Pada akhirnya, akan terjadi peningkatan pada
capaian hasil belajar siswa.

2. Bagi Guru
Guru dapat mempertimbangkan model pembelajaran berserta pendekatannya
ini dalam menciptakan suasana belajar yang menarik dan tidak membosankan,
serta dapat melibatkan siswa secara aktif dengan seoptimal mungkin. Guru
dapat membantu siswa untuk belajar melalui pemahaman dan penemuan
mereka sendiri mengenai materi lingkaran dengan guru yang hanya berperan
sebagai pembimbing dan fasilitator.

3. Bagi Peneliti
Peneliti dapat menjadikan penelitian ini sebagai salah satu referensi untuk
bahan penelitian yang berhubungan dengan penerapan model pembelajaran
NHT (Numbered Head Together) melalui pendekatan guided discovery
learning dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada materi lingkaran.

E. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Untuk menghindari terlalu luasnya masalah yang dibahas dan


kesalahpahaman maksud, maka peneliti membuat batasan-batasan sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilaksananakan di SMP/MTs Malang kelas VIII pada semester
ganjil tahun pelajaran 2019/2020.
2. Pokok bahasan materi lingkaran yang akan menerapan model pembelajaran
NHT (Numbered Head Together) melalui pendekatan guided discovery
learning adalah panjang busur lingkaran dan luas juring lingkaran.

5
3. Penelitian ini difokuskan pada deskripsi penerapan model pembelajaran NHT
(Numbered Head Together) melalui pendekatan guided discovery learning
yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi panjang busur
lingkaran dan luas juring lingkaran.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penelitian, maka terdapat


beberapa penegasan definisi atau istilah, yaitu sebagai berikut:
1. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
berpusat pada siswa dan mengasah keaktifan siswa serta kerjasama siswa
dalam sistem pengelompokkan atau tim kecil yang terdiri dari tiga sampai
lima orang.
2. Pembelajaran NHT (Numbered Head Together) merupakan model
pembelajaran kooperatif yang melatih siswa untuk mampu belajar secara aktif
bersama kelompoknya, saling berbagi ide dan pemikiran, kemudian
menyatukan berbagai ide dan pemikiran ini melalui diskusi dan tanya jawab
dengan cara guru menunjuk nomor yang ada pada tiap kelompok.
3. Pendekatan pembelajaran guided discovery learning merupakan seperangkat
asumsi atau aplikasi suatu cara pandang dalam komponen pembelajaran yang
akan digunakan pada suatu model pembelajaran dengan cara melatih siswa
untuk belajar menemukan konsep-konsep dari materi pembelajaran secara
mandiri, tidak sepenuhnya bergantung pada guru.
4. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dicapai oleh siswa setelah
melakukan suatu proses pembelajaran. Penelitian ini melihat hasil belajar
siswa melalui ranah kognitif siswa yakni perbandingan antara hasil skor tes
siswa sebelum mendapatkan model pembelajaran NHT (Numbered Head
Together) melalui pendekatan guided discovery learning dengan hasil skor tes
siswa setelah mendapatkannya.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Kooperatif

Terdapat beragam pandangan atau pendapat mengenai apa itu model


pembelajaran kooperatif. Slavin (1995) mengungkapkan bahwa model
pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa bekerja pada
tugas bersama untuk saling membantu satu sama lain dalam satu kelompok (Sari
dan Surya, 2017: 312). Pendapat lainnya yaitu Abdul Majid (2013: 174),
mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran (Untari, 2017:
54). Sedangkan, menurut Tanujaya dan Mumu (2016), pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model pembelajaran dimana para siswa dikondisikan untuk
bekerja bersama-sama di dalam suatu kelompok yang dibentuk (Fatubun dan
Purwati, 2018: 36), serta Dimyanti dan mudjiono (2013: 51) mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok belajar yang
melibatkan siswa secara aktif secara fisik, intelektual dan emosional (Ario, dkk,
2016: 4).

Pada jurnal Alimuddin dan Sunarti (2016: 256), menyatakan bahwa (Trianto,
2009:41) mengeluarkan pendapatnya mengenai pengertian pembelajaran
kooperatif, yaitu adalah pembelajaran yang muncul dari konsep bahwa siswa akan
lebih mudah menemukam dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya, serta Slavin (2010: 5) juga ikut mengeluarkan
pendapatnya, yakni pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik
untuk mencapai tumbuhnya kesadaran bahwa siswa perlu belajar untuk berpikir,
menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan
dan pengetahuan mereka.

Dari berbagai macam pendapat mengenai pengertian model pembelajaran


kooperatif tersebut, dapat kita simpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang ciri utamanya adalah belajar secara
berkelompok dengan pemberian tugas yang harus diselesaikan secara bersama dan

7
serta hasil dari diskusi kelompok tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Hal
ini akan membuat siswa akan sungguh-sungguh dalam berdiskusi, mereka akan
berusaha untuk mengajukan pertanyaan, memberikan ide, menjawab pertanyaan
temannya, sehingga bisa memahami pelajaran dengan baik. Tanggung jawab
bersama, artinya siswa akan sadar bahwa apabila ada teman di dalam
kelompoknya yang belum memahami pembelajaran, mereka akan berusaha untuk
membantu dan menjelaskan pelajaran tersebut kepada temannya.

Berikut ini adalah beberapa kelebihan atau keuntungan apabila siswa


mendapatkan model pembelajaraan kooperatif, antara lain

1. Siswa dapat bekerja pada tugas bersama sehingga melatih untuk saling
membantu satu sama lain (Sari dan Surya, 2017: 312)
2. Menurut Nursyamsi dan Aloysius (2016: 50) siswa dapat meningkatkan
kemampuan kognitif dan afektif (Sari dan Surya, 2017: 312)
3. Siswa dapat mengolah kemampuan bekerja sama dan berpikir kritis (Sari
dan Surya, 2017: 312)
4. Siswa akan melatih rasa tanggung jawab tidak hanya untuk dirinya sendiri,
tetapi juga untuk kelompoknya, sehingga tiap siswa bertanggung jawab
dalam membantu satu sama lain mencapai tujuan pembelajaran dan lebih
memotivasi siswa untuk meningkatkan konsep pengendalian (Rusmini dan
Surya, 2017: 3438)
5. Meningkatnya keinginan untuk bekerjasama yang akan melatih
kemampuan siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga siswa
menjadi lebih aktif (Rusmini dan Surya, 2017: 3438)

Sedangkan kekurangan atau kelemahan dari model pembelajaran kooperatif


ini adalah,

1. Suasana kelas dapat menjadi ribut dan ricuh


2. Siswa yang sangat pendiam akan sulit untuk berani mengeluarkan atau
mengungkapkan pemikirannya kepada teman-temannya saat diskusi
kelompok berlangsung

8
3. Terkadang siswa akan tidak setuju dengan anggota yang ada di
kelompoknya

B. Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)

Murwaningsih, dkk (2018: 118) menyebutkan bahwa model pembelajaran


NHT adalah aktivitas pembelajaran berkelompok dengan saling berbagi alasan
(ide atau pemikiran), kemudian mempertimbangkan jawaban yang tepat untuk
menyelesaikan masalah. Lalu, Sari dan Surya, (2017: 313) mengatakan bahwa
model pembelajaran NHT ini adalah serangkaian penyampaian materi dengan
menggunakan kelompok sebagai wadah dalam menyatukan persepsi-persepsi dan
pemikiran-pemikiran siswa terhadap pertanyaan yang mereka ajukan atau
pertanyaan dari guru. Lalu, persepsi atau pemikiran tersebut akan dijelaskan oleh
siswa sesuai dengan nomor yang diminta oleh guru dari tiap kelompok.
Sedangkan menurut Huda (2014), Model pembelajaran NHT merupakan model
pembelajaran yang memberikan siswa kesempatan untuk berbagi pendapat dalam
suatu kelompok kecil dimana tiap anggota kelompok mendapatkan nomor yang
berbeda (Haryadi, dkk, 2019: 233).

Menurut Kagan,S. dalam Anita Lie (2008), Numbered Heads Together


(NHT) adalah salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan sintaks:
pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu,
berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap
siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama
mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok
dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi
diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan
hasil kuis dan beri reward (Untari, 2017: 59).

Jika dipandang dalam kehidupan, model pembelajaran kooperatif tipe NHT


merupakan model pembelajaran yang sangat efektif untuk meningkatkan interaksi
antara siswa yang berbeda agama, latar belakang, suku dan budaya, siswa lebih
aktif dalam belajar, siswa lebih merasa bertanggung jawab dengan penomoran
yang sudah diberikan (Fatubun dan Purwati, 2018: 35). Menurut Lie (2010:59)

9
pengertian Numbered Head Together (NHT) atau kepala bernomor adalah suatu
tipe dari pengajaran cooperatif pendekatan yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk saling membagikan ide – ide dan mempertimbangkan jawaban yang
paling tepat. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini
yakni salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan
saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang
maksimal (Nasution, 2011: 66).

Sehingga, dapat kita simpulkan bahwa model pembelajaran Numbered Head


Together (NHT) ini merupakan salah satu jenis model pembelajaran kooperatif
dimana tiap siswa akan mendapatkan nomor kepala di mana selama tahap setelah
diskusi kelompok, akan ada tahap satu siswa dari perwakilan tiap kelompok akan
maju untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Nomor kepala
mereka akan maju secara bergiliran, sehingga semua siswa memiliki kesempatan
yang sama untuk maju sebagai perwakilan kelompok mereka.

Murwaningsih, dkk (2018: 114) menyatakan bahwa menurut Firda (2016),


sintaks dari model pembelajaran NHT ada 4, yaitu penomoran, menanyakan
pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab pertanyaan.

1. Penomoran (guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan


menandakan nomor atau angka yang berbeda pada satu kelompok)
Penomoran dilakukan setelah kelompok terbentuk dan berikan pada tiap
anggota grup. Pembentukan kelompok dilakukan oleh guru karena untuk
membentuk kelompok heterogen. Siswa tidak diberi kebebasan untuk
membentuk grupnya sendiri, karena dikhawatirkan mereka akan
cenderung memilih teman yang disukai. Nomor bekerja ketika guru
memanggil kelompok yang akan mewakilkan presentasi hasil diskusi
kelompok. Guru tidak menunjuk siswa tertentu yang cerdas atau kurang,
karena dimaksudkan untuk melibatkan semua siswa dalam pembelajaran.
2. Menanyakan pertanyaan (guru memberikan pertanyaan kepada siswa
untuk didiskusikan dengan kelompoknya)
Tahap pemberian pertanyaan kepada siswa dilakukan pada kegiatan ini,
seperti setelah siswa menerima dan mempelajari materi pelajaran dari

10
guru. Pertanyaan dibuat dalam bentuk lembar kerja kelompok. Dalam
tahap ini siswa tidak tahu nomor apa yang akan disebutkan oleh siswa
untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Proses ini dapat
membuat siswa bertanggungjawab untuk memahami jawaban dari hasil
diskusi kelompok.
3. Berpikir bersama (ketika siswa berdiskusi dengan kelompoknya)
Guru menyiapkan kesempatan bagi kelompok untuk bekerja bersama
menyelesaikan permasalahan yang ada di LKK. Proses ini mengizinkan
tiap kelompok untuk menyatukan kepala (tahap ini dapat disebut kepala
bersama) atau berdiskusi untuk memikirkan jawaban yang dirasa paling
tepat. Tiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama, karena
dalam menguasai jawaban, siswa juga harus memastikan semua anggota
kelompok dapat menjawab pertanyaan dari guru. Siswa diwajibkan untuk
tidak egois dengan anggota kelompoknya, siswa yang memiliki
kemampuan tinggi harus mengajarkan siswa dengan kemampuan rendah.
4. Menjawab pertanyaan (ketika guru secara acak memanggil satu nomor
untuk tampil di depan kelas
Setelah siswa berpikir bersama dengan kelompok, siswa yang nomornya
dipanggil maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya, sementara siswa lainnya memperhatikan temannya yang
sedang presentasi, lalu dipersilahkan untuk memberikan tanggapan. Semua
siswa memiliki kesempatan untuk mempresentasikan jawaban
kelompoknya. Proses ini secara bersamaan melatih siswa untuk
menyatakan pendapatnya, dan berkomunikasi dengan kelompok lain,
sebagai tambahan proses ini mengindikasikan bahwa semua anggota
kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
dalam belajar. Selanjutnya, guru memberikan penghargaan kepada
kelompok terbaik, dan membimbing siswa untuk menyimpulkan materi
pelajaran.

Menurut Fatubun dan Purwati (2018: 37 – 38), terdapat beberapa langkah


dalam pelaksanaan model Kooperatif tipe NHT

11
1. Pertama-tama, guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS)
yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2. Pada tahap kedua, dilakukan pembentukan kelompok. Pembentukan
kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang siswa yang heterogen. Guru memberi nomor
kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang
berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang
ditinjau dari latar belakang sosial, suku dan budaya, jenis kelamin dan
kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok
digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan
masing-masing kelompok.
3. Tahap selanjutnya, setiap kelompok harus memiliki buku paket atau
buku panduan. Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus
memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa
dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
4. Pada tahap ke empat, dilakukan diskusi tentang permasalahan
pembelajaran. Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada
setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja
kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan
yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai
yang bersifat umum.
5. Pada tahap terakhir, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari
tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan
menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Nomor yang sudah
ditunjuk oleh guru akan menjelaskan hasil diskusi kelompoknya dan
kemuadian nomor yang sama dari masing-masing kelompok akan
menanggapi terlebih dahulu. Akhirnya guru bersama siswa

12
menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan

Sehingga, secara umum, langkah-langkah NHT adalah sebagai berikut:

1. Guru membagi siswa ke dalam kelompok atau regu yang mengumpulkan


tiga hingga lima orang dan memberikan mereka nomor-nomor yang
berbeda sehingga tiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang
berbeda
2. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan-
pertanyaan dapat bervariasi dari khusus ke umum
3. Siswa berpikir bersama untuk mendeskripsikan dan meyakinkan bahwa
setiap orang mengetahui jawabannya
4. Guru memanggil nomor tertentu, kemudian siswa-siswa tersebut dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengacungkan tangannya dan
menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas
5. Setelah itu, siswa dari kelompok lainnya memberikan tanggapan terhadap
presentasi temannya tersebut. Setelah selesai, nomor kepala lainnya akan
ditunjuk lagi untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka
pula. Begitu terus secara bergantian, sehingga semua siswa sudah
mendapatkan kesempatan untuk ditunjuk oleh guru.
6. Guru dan siswa pun bersama-sama membuat kesimpulan dan kesepakatan
mengenai materi melalui hasil presentasi dan tanggapan para siswa
tersebut.

Selanjutnya, menurut beberapa pendapat dari para peneliti yang telah melakukan
penelitian sebelumnya menyatakan beberapa kelebihan dari model pembelajaran
NHT ini, antara lain sebagai berikut.

1. Siswa menjadi siap, berdiskusi secara serius, dan murid yang lebih cerdas
dapat membantu siswa lain yang mengalami kesulitan (Murwaningsih, dkk
2018: 114). Siswa mendapat kesempatan untuk membangun ide, berbagi
informasi, mendengarkan secara hati-hati, mempertimbangkan jawaban
yang tepat sehingga siswa menjadi lebih produktif dalam pembelajaran

13
(Murwaningsih, dkk 2018: 118). Menurut Agustin (2013), siswa dapat
melatih jiwa kepemimpinannya dalam membuat keputusan
(Murwaningsih, dkk 2018: 116)
2. Lalu, menurut Agustin (2013), siswa mampu meningkatkan karakter
tanggung jawabnya dalam pembelajaran (Murwaningsih, dkk 2018: 116),
karena tiap kelompok diberikan tugas yang berbeda untuk didiskusikan
(Rusmini dan Surya, 2017: 3435)Siswa mampu untuk meningkatkan
penguasaan konsep materi pembelajaran, seperti matematika dan
sebagainya (Rusmini dan Surya, 2017: 3438). Siswa mampu untuk
menyatukan pemikiran, karena NHT mengajak siswa untuk
mengintegrasikan persepsi dalam suatu kelompok, serta siswa dapat
belajar untuk menghargai pendapat lainnya, karena hasil dari diskusi
mendorong adanya respon atau tanggapan dari partisipan lainnnya
(Rusmini dan Surya, 2017: 3435)
3. Siswa dapat meningkatkan semangat kerjasama sesama temannya (Sari
dan Surya, 2017: 313), karena dalam pembelajaran siswa ditempatkan
dalam suatu diskusi kelompok (Rusmini dan Surya, 2017: 3435)
4. Dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman dan hasil belajar,
selain itu Kreatifitas murid termotivasi dan wawasan murid berkembang,
karena mereka harus mencari informasi dari berbagai sumber (Fatubun dan
Purwati, 2018: 38)
5. Siswa dapat melatih rasa percaya diri yang tinggi dan yakin bahwa mereka
dapat menyelesaikan semua permasalahan yang diberikan oleh guru
dengan baik, ketika diskusi berlangsung (Ario, dkk, 2016: 2)

Selanjutnya, menurut Rusmini dan Surya (2017: 3435), kelemahan dari NHT
yaitu antara lain,

1. Sulit untuk menyatukan pikiran siswa dalam suatu kelompok


2. Perdebatan sering kurang bermanfaat
3. Siswa yang pendiam akan sulit untuk berdiskusi
4. Diskusi sering menghabiskan waktu yang cukup lama

14
C. Pendekatan GDL (Guided Discovery Learning)

Putriani dan Rahayu (2018: 23) menyatakan bahwa menurut Rizta (2016,
p.15), Guided Discovery Learning merupakan metode pembelajaran yang lebih
menekankan pada penemuan konsep atau prinsip yang belum diketahui
sebelumnya. Lalu, menurut Suprianto (2014, p.19), Guided Discovery Learning
merupakan metode pengajaran yang mengatur pengajaran dengan cara siswa
mendapatkan pengetahuan yang belum mereka ketahui sebelumnya tanpa
pemberian secara langsung, mereka menemukan keseluruhan ataupun sebagian
dengan cara mereka sendiri. Selain itu, Aswardi, 2017: 86 menyatakan bahwa
Richard (in Roestiyah, 2008) berpendapat bahwa discovery learning meripakan
“suatu cara pengajaran yang melibatkan siswa pada proses aktivitas mental
melalui pertukaran pemikiran, diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba
sendiri, sehingga anak-anak dapat belajar melalui caranya sendiri”, serta Sudjana
(2011) berpendapat bahwa pembelajaran jenis ini merupakan pembelajaran
dimana peran dari guru yaitu lebih menempatkan diri sebagai mentor atau
pemimpin pembelajaran dan fasilitator pembelajaran.

Sedangkan Khasanah, (2017: 4) mengatakan bahwa menurut Prince and


Felder (2006) suatu Guided Discovery Learning bekaitan dengan teori
konstruktivisme (222), dimana konstruktivisme merupakan suatu teori yang
menyarankan para pengajar untuk membangun pengetahuan dari pengalaman
mereka yang mana dikaitkan dengan pendekatan pedagogis yang mendoron
pembelajaran melalui pengerjaan atau pembelajaran aktif. Saab et al. (2005;
Hosnan, 2014) berpendapat bahwa Discovery Learning merupakan pembelajaran
yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan berbagai informasi
tanpa bantuan dari guru. Klahr dan Nigam (2004) berkata bahwa pembelajaran ini
dikenal sebagai metode guided discovery, dimana siswa dibimbing untuk
menemukan solusi permasalahan (In’am dan Hajar, 2017: 57)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Guided Discovery Learning atau yang


dapat diingkat sebagai GDL, merupakan pembelajaran yang mengutamakan
bagaimana cara siswa untuk menemukan konsep tentang suatu materi
pembelajaran, melalui ide-ide, pengamatan, dan pengalaman yang mereka alami

15
sendiri. Sehingga melalui kegiatan yang membuat siswa terlibat secara langsung
ini, diharapkan bahwa siswa akan benar-benar memahami materi dengan sangat
baik, tidak hanya sekedar menghapal, namun sungguh-sungguh memahaminya.
Apabila siswa dihadapkan dengan permasalahan atau soal lainnya dengan bentuk
yang tidak biasa, mereka dapat menyelesaikannya, karena kunci utama yaitu
konsepnya telah mereka pegang.

Aswardi, (2017: 86) mengatakan bahwa menurut Hosnan (2013) ciri-ciri utama
dari belajar penemuan, yaitu

1. Mengeksplorasi dan menyelesaikan masalah untuk menciptakan dan


mengkombinasikan, serta mengeneralisasi pengetahuan
2. Terpusat pada siswa
3. Kegiatannya yaitu menggabungkan atau menyatukan pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang sudah ada

Secara umum, ciri-ciri dari pembelajaran Guided Discovery learning (GDL)


ini antara lain,

1. Pembelajaran ini secara bebas membiarkan siswa melakukan percobaan


dan menggambarkan kesimpulan, pendapat, intuisi. Serta membiarkan
siswa melakukan coba-coba.
2. Peran guru adalah fasilitator yang akan membantu siswa dalam proses
pembelajaran hanya bisa diperlukan.
3. Siswa dituntut untuk menemukan ide, konsep, dan kemampuan melalui
dirinya sendiri.
4. Guru membimbing siswa agar proses pembelajaran mereka akan
menuntun mereka pada pemahaman yang mendalam, dan pemahaman ini
akan digunakan untuk menambah pemahaman tentang konsep baru
selanjutnya. Seberapa jauh guru membimbing siswa, tergantung pada
tingkat kerumitan materi.

Beberapa peneliti seperti Aswardi maupun Tasari, dkk, menyatakan beberapa


langkah atau proses dalam pembelajaran GDL ini, yaitu

16
1. Menurut Aswardi (2017: 86 – 87) langkah-langkah yang diterapkan
pada kegiatan pembelajaran guided discovery, yaitu
(a) Stimulus, pada tahap ini guru memberikan suatu stimulus atau
ransangan kepada siswa dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau
menuntut siswa untuk mengamati gambar dan membaca buku
mengenai materi tersebut.
(b) Pernyataan permasalahan, tahap ini menyediakan suatu kesempatan
bagi para siswa untuk mengidentifikasi banyak isu atau kasus yang
berhubungan dengan materi-materi pengajaran dan kemudian
merumuskannya dalam bentuk hipotesis
(c) Pengumpulan data, pada tahap ini guru menyediakan suatu
kesempatan bagi siswa untuk mengumpulkan informasi
(d) Memproses data, pada tahap ini aka nada tahap memproses data
yang telah diperoleh oleh para siswa secara hati-hati.
(e) Memverifikasi (pengesahan), melakukan pemeriksaan atau
pengujian yang cermat dan teliti untuk membuktikan kevalidatan
data yang diperoleh oleh siswa di bawah bimbingan guru.
(f) Generalisasi, guru dengan siswa berpegang atau berpedoman pada
suatu kesimpulan yang sama dan memperoleh penemuan
2. Menurut Tasari, dkk (2017: 3) Guided Discovery Learning fokus pada
instruksi antara guru, siswa, dan materi atau bahan pembelajaran.
Based Markaban (2008), interaksi-interaksi yang terjadi antara guru,
siswa, dan materi atau bahan pembelajaran yang semuanya saling
mempengaruhi satu sama lain seperti berikut ini,

17
(a) Proses (1) dan (2), terjadi saat ada interaksi antara guru dengan
siswa tertentu, beberapa siswa, atau seluruh siswa di kelas secara
langsung
(b) Proses (3), terjadi saat ada interaksi antara siswa dengan siswa
lainnya secara langung
(c) Proses (4) dan (5), terjadi saat ada interaksi antara siswa dengan
bahan ajar secara langsung
(d) Proses 4 – 5 – 3, yaitu interaksi antara siswa dengan siswa lainnya
melalui bahan ajar sebagai perantara
(e) Proses 4 – 6 – 1 dan 5 – 6 – 2, yaitu interaksi antara siswa dengan
guru melalui bahan ajar sebagai perantara

Selanjutnya, beberapa kelebihan dari pembelajaran GDL ini, antara lain

1. Menurut Aswardi, (2017: 86) yaitu siswa dapat mengambil peran aktif
dalam proses pembelajaran, kebebasan, dan terlibat secara langsung dalam
penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pembelajaran. Lalu, Aswardi
juga mengatakan bahwa menurut Suprihatiningrum (2012) manfaat dari
GDL ini adalah
(a) Membangun potensi intelektual
(b) Membantu siswa untuk lebih bebas, mampu untuk mengorientasikan
diri mereka dan mengambil tanggung jawab terhadap pembelajaran
mereka sendiri.
(c) Siswa dapat terlibat secara aktif dalam mendengarkan, berbicara,
membaca, melihat, dan berpikir.
(d) Menyimpan memori
2. Menurut Khasanah, (2017: 3 – 4) yaitu siswa mendapatkan dampak positif
seperti berpikir secara kritis, kreativitas, menyelesaikan permasalahan, dan
termotivasi dalam pembelajaran selama melalui kegiatan mengatakan.
Lalu, Khasanah juga mengatakan bahwa menurut Mayer (20014), GDL
dapat membantu siswa bertemu dengan dua kriteria penting untuk
pembelajaran efektif

18
(a) Pertama, mengaktifkan atau membangun pengetahuan yang tepat
untuk digunakan dalam menerima informasi baru yang masuk
(b) Kedua, Mengintegrasikan informasi yang baru datang dengan
pengetahuan yang tepat
3. Proses pembelajaran guided discovery learning dimulai untuk lebih terarah
dengan bimbingan guru seperti guru memberikan suatu permasalahan
kepada siswa, dengan bantuan guru, siswa membuat hipotesis, kemudian
guru memberikan lembar kerja dan mengarahkan kepada siswa bahwa
lembar kegiatan sebagai suatu referensi dalam melakukan percobaan.
Lebih lanjut lagi, siswa memproses data dari hasil percobaan, menggambar
kesimpulan, dan membuat sejenis laporan berdasarkan hasil kegiatan,
tentu dengan bimbingan guru (A’ari, dkk, 2018: 2)
4. Siswa tidak hanya mengingat bentuk atau konsep, tetapi juga membangun
pemahaman konsep mereka sendiri
5. Siswa memahami materi pembelajaran yang sebenarnya, karena siswa
memiliki pengalaman dalam proses penemuan

Namun, GDL ini juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain

1. Siswa diharuskan memiliki kesiapan secara mental untuk mulai melakukan


pembelajaran ini.
2. Siswa yang lamban mungkin akan bingung dalam usahanya
mengembangkan pikirannya, jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak,
atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk
tertulis.
3. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan
menimbulkan frustasi, karena kemungkinan siswa lainnya hanya
bergantung pada siswa yang lebih pandai ini.

D. Hasil Belajar

Untari, 2017: 55 berpendapat bahwa prestasi belajar adalah kemampuan-


kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Prestasi belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa,

19
baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil
kegiatan belajar.

Sehingga dapat dikatakn bahwa hasil belajar merupakan perubahan sikap dan
tingkah laku siswa terhadap kemampuan mereka terhadap materi yang dipelajari.
Hasil belajar yang diharapkan adalah meningkat, yaitu setelah diberikan perlakuan
pada pembelajaran siswa misalnya seperti model atau metode maupun strategi
pembelajaran, nilai hasil belajar seperti ujian mereka akan meningkatkan. Salah
satunya adalah seperti membandingkan hasil pretest mereka sebelum mendapat
perlakuan dengan hasil posttest mereka setelah mendapatkan perlakuan tersebut.
Maka, akan terlihat apakah terjadi hasil belajar yang lebih baik atau sama seperti
sebelumnya.

Menurut Deni Darmawan dan Permasih (2011 : 140) dalam jurnal (Untari,
2017: 55), secara umum prestasi belajar dipengaruhi oleh factor internal, yaitu
factor-faktor yang ada dalam diri siswa dan faktor eksternal, yaitu faktor-faktor
yang berada di luar diri siswa.

1. Faktor-faktor internal yaitu yang ada dalam individu yang sedang belajar.
Faktor internal ini meliputi:
(a) faktor jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh)
(b) faktor psikologis (intelegensia, perhatian, minat, sikap, bakat,
motivasi, kematangan, kesiapan)
(c) faktor kelelahan.
2. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang
belajar. Faktor eksternal meliputi:
(a) Faktor keluarga
(b) Faktor sekolah
(c) Faktor masyarakat

20
E. Materi Pembelajaran

 Sudut pusat adalah sudut yang dibentuk oleh dua jari-jari yang
berpotongan pada pusat lingkaran.

 Panjang busur merupakan jarak terpendek dari satu titik pada lingkaran
menuju terhadap titik lainnya yang berada pada lingkaran pula. Kedua
titik ini membentuk suatu busur lingkaran

Rasio sudut Rasio Panjang


pusat 𝜶 busur terhadap
No Gambar terhadap 𝟑𝟔𝟎° keliling lingkaran
𝜶 𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒖𝒔𝒖𝒓
𝟑𝟔𝟎° 𝒌𝒆𝒍𝒊𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒍𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒓𝒂𝒏
1

360° 1
360° 1

270° 6
360° 8

21
3

180° 4
360° 8

90° 2
360° 8

 Sehingga untuk mencari panjang busur lingkaran adalah


(𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡)
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 = × 𝑘𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛
(𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ)

 Juring lingkaran merupakan suatu daerah pada lingkaran yang dibatasi


oleh dua jari-jari lingkaran, satu busur lingkarannya, dan satu sudut
dengan titik sudutnya merupakan titik pusta lingkaran

 Panjang busur merupakan jarak terpendek dari satu titik pada lingkaran
menuju terhadap titik lainnya yang berada pada lingkaran pula. Kedua
titik ini membentuk suatu busur lingkaran

22
Rasio (perbandingan Rumus Luas Juring
sudut pusat 𝜶 (Daerah yang
Gambar Busur terhadap 𝟑𝟔𝟎° Berwarna)
𝜶 𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒋𝒖𝒓𝒊𝒏𝒈
°
𝟑𝟔𝟎 𝒍𝒖𝒂𝒔 𝒍𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒓𝒂𝒏

270° 3
360° 4

120° 2
360° 6

90° 1
360° 4

60° 1
360° 6

 Sehingga untuk mencari panjang busur lingkaran adalah


(𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡)
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐽𝑢𝑟𝑖𝑛𝑔 = × 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛
(𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ)

23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis PTK (Penelitian Tindakan


Kelas). Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang bertujuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu teori dan praktik suatu pembelajaran
yang dilakukan di kelas (Tanujaya dan Mumu, 2016). Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok
bahasan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat dengan melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hasil belajar merupakan nilai
berupa hasil tes siswa yang dilakukan di tiap siklus. Hasil belajar adalah
ekspresi kemampuan kognitif sebagai respon terhadap permasalahan tertulis
atau tidak tertulis (DePorter dan Hernacki, 1999).

Dalam penelitian ini, peneliti memilih model penelitian tindakan yang


dikembangkan oleh KemmisTaggart, karena dalam pengambilan data,
tindakan (acting) dan pengamatan (observing) dilakukan secara bersamaan.
Adapun langkah-langkah model Kemmis dan Mc Taggart yang dilakukan
dalam penelitian ini meliputi:

24
(1) Perencanaan. Pada tahap perencanaan yang perlu dilaksanakan terlebih
dahulu adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
mempersiapkan fasilitas dari sarana pendukung yang diperlukan pada saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung, mempersiapkan instrumen untuk
mendokumentasikan dan menganalisis data mengenai proses dan hasil
belajar.
(2) Tindakan dan Pengamatan. Pada tahap ini peneliti melakukan tindakan
yang telah dirumuskan dalam RPP dalam situasi yang aktual, yang
meliputi kegiatan awal, inti, dan penutup. Tindakan yang dilakukan guna
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada saat
tindakan dilakukan, secara bersamaan guru/peneliti melakukan kegiatan
observasi. Observasi yang harus dilakukan adalah mengamati perilaku
siswa yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar, memantau
kegiatan diskusi atau kerja sama antara kelompok dan mengamati
pemahaman masing-masing siswa dalam penguasaan materi pembelajaran
dengan menggunakan instrumen berupa lembar observasi.
(3) Refleksi. Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengevaluasi hasil
observasi, menganalisis hasil pembelajaran, dan mencatat kelemahan-
kelemahan yang ada pada kegiatan belajar mengajar untuk dijadikan bahan
penyusunan rancangan siklus berikutnya sampai tujuan PTK tercapai.

B. Subjek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan adalah siswa-siswa Sekolah Menengah


Pertama atau Madrasah Tsanawiyah di salah satu sekolah di Malang,
khususnya siswa kelas VIII yang sedang ataupun sudah melaksanakan
pelajaran mengenai panjang busur dan luas juring lingkaran.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Salah satu Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah di


Malang yang masih menggunakan model pembelajaran secara langsung
dengan siswa yang masih kurang pemahamannya terhadap panjang busur dan

25
luas juring lingkaran, seperti mereka hanya menghapal rumus. Waktu
penelitiannya yaitu pada semester genap tahun ajaran 2019/2020.

D. Prosedur Observasi

SIKLUS I

1. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti akan berkonsultasi dengan guru kelas mengenai
tindakan kelas yang akan dilakukan oleh peneliti, sehingga guru dapat
bekerjasama dengan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini.
Pada tahap ini, aktivitas yang dilakukan yaitu:
(a) Mempersiapkan rencana tindakan kelas untuk tiap sesi
(b) Mempersiapkan bahan dan media pembelajaran
(c) Mempersiapkan nomor kepala untuk masing-masing siswa
(d) Membentuk kelompok secara heterogen (melalui data hasil ujian
terakhir siswa mengenai panjang busur dan luas juring lingkaran
milik guru kelas)
(e) Guru mempersiapkan masalah yang akan diberikan kepada siswa
berdasarkan kompetensi siswa untuk dipelajari
(f) Mempersiapkan lembar observasi yang akan digunakan untuk
menentukan perkembangan siswa selama kegiatan pembelajaran
dan pengajaran
2. Tindakan
Kegiatan pada tahap ini adalah untuk melakukan tindakan
pembelajaran sesuai dengan scenario pembelajaran yang telah
disiapkan, antara lain:
(a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh
siswa
(b) Guru menyajikan materi sesuai dengan kompetensi-kompetensi
yang ingin dicapai
(c) Guru memberikan kuis sebagai pretest mereka untuk menguji
seberapa baik pemahaman mereka

26
(d) Guru membagi siswa menjadi 3 hingga 5 siswa dan grup
dinamakan sebagai kelompok 1 hingga 5
(e) Guru memberikan permasalahan yang akan diselesaikan oleh
siswa, seperti lembar kegiatan siswa secara berkelompok
(f) Siswa berdiskusi untuk menjawab partanyaan-pertanyaan yang ada
dan memastikan bahwa tiap anggota kelompoknya mengetahui
jawabannya
(g) Setelah diskusi selesai, guru akan memanggil satu nomor yang
sama untuk tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil
pengerjaan dan diskusi kelompoknya
(h) Kelompok lainnya memperhatikan dan memberikan tanggapan
atau saran
(i) Menyimpulkan bahan ajar bersama siswa
(j) Memberikan lembar kuis kepada siswa untuk penilaian hasil
posttest mereka
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan untuk mengamati kegiatan siswa selama
pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah untuk menentukan
kesesuaian tindakan yang dapat menghasilkan perubahan seperti yang
diinginkan. Setelah tindakan kelas dilaksanakan, kuis atau tes tadi
adalah untuk menunjukkan kesuksesan tindakan kelas menggunakan
model NHT dengan pendekatan GDL tersebut.
4. Refleksi
Kegiatan refleksi adalah untuk mempertimbangkan pedoman
pengajaran yang dilakukan, untuk melihat kesesuaian apa yang dicapai
dengan apa yang diinginkan dalam pembelajaran. Hasil tindakan dan
pengamatan digunakan untuk pembuktian pada siklus selanjutnya yaitu
siklus ke II.

SIKLUS II

1. Tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan serta refleksi pada siklus


II sama dengan tahap tahap yang telah dilakuakn pada siklus I, hanya

27
saja pada tahap II sudah dilakukan perbaikan berdasarkan hasil
evaluasi atau refleksi yang telah dilaksanakan pada siklus I.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik dan instrumen pengumpulan data yang


digunakan adalah tes, observasi, dan wawancara. Tes dalam penelitian ini
dilakukan di setiap siklus pada akhir pembelajaran yang bertujuan untuk
mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan dengan
menggunakan model koperatif tipe NHT. Observasi dilakukan selama proses
pembelajaran, baik itu siswa maupun guru, sedangkan wawancara dilakukan
untuk menguatkan kesimpulan berdasarkan hasil tes dan observasi. Serta
dokumentasi sebagai bahan pertimbangan penelitian.

Tes ialah seperangkat stimulus yang diberikan kepada seseorang dengan


maksud untuk mendapatkan jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi
penetapan skor angka. Tes diberikan kepada siswa pada awal tindakan
(prestest) dan akhir tindakan (posttest). Tes berupa pertanyaan essay sekitar 2
hingga 3 soal mengenai materi panjang busur dan luas juring lingkaran.

Selanjutnya obervasi dilakukan menggunakan lembar observasi aktivitas


siswa, berupa lembar pengamatan aktivitas siswa selama pembelajaran
berlangsung. Lembar observasi aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar
yang juga digunakan untuk melihat aktivitas yang dilakukan guru selama
kegiatan belajar mengajar.

Wawancara dilakukan pada guru untuk mengetahui bagaimana proses


pembelajaran matematika mengenai materi lingkaran khususnya panjang
busur dan luas juring selama ini berlangsung didalam kelas, metode-metode
apa sajakah yang digunakan serta bagaimana prestasi siswa pada mata
pelajaran ini.

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekolah, siswa, dan guru


sebagai bahan pertimbangan penelitian.

28
F. Teknik Analisis Data
1. Reduksi Data
Reduksi data yaitu kegiatan menyeleksi data sesuai dengan focus
masalah. Pada tahap ini guru atau peneliti mengumpulkan semua
instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data kemudian
dikelompokkan berdasarkan focus masalah atau hipotesis.
2. Penyajian Data
Dengan menyajikan data maka memudahkan untuk memenuhi tentang
apa yang terjadi, merencanakan kegiatan selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut. Mendeskripsikan data dilakukan dalam
bentuk naratid, membuat grafik atau menyusunnya kedalam bentuk
tabel.
3. Kesimpulan
(a) Penilaian Tes
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 = × 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Jika, persentase hasil dilambangkan dengan PH
Maka, kriteria ketuntasan siswa adalah
0 ≤ 𝑃𝐻 < 70, belum tuntas belajar
70 ≤ 𝑃𝐻 ≤ 100, telah tuntas belajar
(b) Untuk mengetahui nilai rata-rata siswa secara klasikal dengan
rumus,
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐾𝑙𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100%
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛
Jika, persentasi klasikal dilambangkan dengan PK
Maka, kriteria ketuntasan kelas adalah jika 𝑃𝐾 ≥ 75
(c) Untuk menganalisa hasil observasi guru dan siswa dengan rumus,
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = × 100
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑚𝑝𝑢𝑟𝑛𝑎

29
DAFTAR RUJUKAN

Alimuddin dan Sunarti. 2016. Comparison Between The Problem Based Learning
with Cooperative Learning Numbered Head Together (NHT) Seen from
Mathematical Power of Students in Science Class X of SMAN 1 Lappariaja.
Program Studi Pendidikan Matematika PPs Universitas Negeri Makassar.
Jurnal Daya Matematis (Vol. 4, P. 256)
Ario, M., dkk. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis
Siswa Kelas VII SMPN 3 Ujungbatu. Program Studi Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian. (P. 2
– 4)
Aswardi. 2017. The implementation of guided discovery learning method to
improve student learning outcomes at electromagnetic control system and
operation course. Universitas Negeri Padang. The International Journal of
Counseling and Education (Vol.1, P. 86 – 87)
Bukit, N., dkk. 2017. The Effect of Discovery Learning Model on Student’s
Critical Thinking and Cognitive Ability in Junior High School. Universitas
Negeri Medan. IOSR Journal of Research & Method in Education (Vol.7,
P.1)
Fatubun, R. dan Purwati. 2018. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT). Universitas Papua. Journal of Honai Math (Vol.1, P. 35 –
38)
Haryadi, dkk. 2019. The Effect of Numbered Heads Together (NHT) Model
Assisted with Audio Visual Media On The Learning Outcomes of Identifying
Story Elements of Students Grade V. Universitas Negeri Semarang. Journal
of Primary Education (P. 233)
In’am, Akhsanul. 2017. Learning Geometry through Discovery Learning Using a
Scientific Approach. Fakultas Matematika Universitas Muhammadiyah
Malang. International Journal of Instruction (Vol.10, P. 57)

30
Khasanah, V. N., dkk. 2017. Guided discovery learning in geometry learning.
Universitas Sebelas Maret. International Conference on Mathematics,
Science and Education 2017 (P. 3 – 4)
Murwaningsih, Tri, dkk. 2018. Developing Students’ Responsibility Through
Numbered Head Together Model In Social Science Learning At Elementary
School. Universitas Sebelas Maret. International Journal of Indonesian
Education and Teaching (P. 114 – 118)
Nasution, U. H. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together pada Mata
Pelajaran Matematika di Kelas IV SD. Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP
UNIMED (P. 66)
Putriani, D. dan Rahayu, C. 2018. The Effect of Discovery Learning Model Using
Sunflowers in Circles on Mathematics Learning Outcomes. STKIP
Muhammadiyah Pagaralam. International Journal of Trends in Mathematics
Education Research (Vol.2, P. 23)
Rusmini dan Surya. E. 2017. The Effect of Numbered Heads Together Model
Against Students’ Mathematical Concept Mastery in SMP Negeri 8 Medan.
Universitas Negeri Medan. International Journal Of Advance Research And
Innovative Ideas In Education (Vol. 3, P. 3435 – 3438)
Sari, M. dan Surya, E. 2017. Improving the Learning Outcomes of Students using
Numbered Heads Together Model in the Subjects of Mathematics.
Universitas Negeri Medan. International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR) (P. 312 – 313)
Sunismi. 2015. Developing Guided Discovery Learning Materials Using
Mathematics Mobile Learning Application As An Alternative Media For The
Students Calculus II. Universitas Islam Malang, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (P. 334)
Tasari, dkk. 2016. The Effectiveness Of Guided Discovery Learning To Teach
Integral Calculus For The Mathematics Students Of Mathematics Education
Widya Dharma University. Universitas Widya Dharma. Journal of
Mathematics Education (Vol.6, P. 2 – 3)

31
Untari, Erny. 2017. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Head Together (NHT) dan Jigsaw pada Prestasi Belajar Matematika
Ditinjau dari Sikap Percaya Diri. Media Prestasi (Vol. XVII, P. 54 – 59)

32

Anda mungkin juga menyukai