PROPOSAL SKRIPSI
OLEH
DESY OCTAVIANTI AMIN
NIM 160311600230
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
D. Manfaat Penelitian.......................................................................4
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Guru atau tenaga didik harus memahami tentang pembelajaran dengan baik,
agar pembelajaran dapat menarik perhatian dan minat siswa. Sehingga siswa
memiliki keinginan dan semangat dalam mempelajari maupun memahami setiap
materi pembelajaran yang diberikan oleh guru. Pada akhirnya, diharapkan bahwa
akan terjadi peningkatan pada capaian hasil belajar siswa, terutama untuk
pelajaran matematika yang masih saja menjadi suatu hal yang ditakuti oleh siswa.
Masih ada beberapa siswa yang malas untuk belajar matematika dan memilih
untuk menghindar, karena mereka merasa bahwa matematika itu sulit untuk
dipelajari maupun dipahami. Sunismi (2015: 334) menyatakan bahwa masih
banyak siswa yang menganggap bahwa matematika tidak lebih dari sekedar
menghitung dan bermain dengan rumus serta angka. Kenyataannya, matematika
diajarkan karena dapat melatih siswa untuk berpikir dan berargumentasi, tidak
hanya melatih otak kiri (berpikir secara logis, analitis, kritis, rinci, dan sistematis),
namun juga meatih otak kanan (berpikir secara alternatif, eksploratif, dan kreatif),
dan mengembangkan kemampuan dalam merancang dan mengoptimalisasi.
Sehingga sangat penting bagi guru untuk mulai membiasakan siswa belajar
secara aktif dan mandiri. Namun, saat ini masih banyak sekolah atau lembaga
pendidikan dimana pembelajaran yang digunakan belum maksimal dalam
mengoptimalkan keaktifan siswa. Siswa belum bisa mandiri dalam memahami
setiap materi pembelajaran, dikarenakan peran guru yang masih terlalu aktif,
sehingga siswa hanya bertugas mendengarkan, mencatat, dan mengikuti prosedur
atau langkah penyelesaian sama persis seperti yang diberikan oleh guru. Siswa
hanya mencoba menghapal, namun belum tahu apakah siswa benar-benar sudah
memahami materi atau belum, terutama untuk permasalahan yang ada pada materi
dengan bervariasi jenis soalnya. Terlebih lagi untuk pelajaran matematika yang
sangat menuntut keaktifan siswa, agar mereka bisa memahami setiap materi
dengan baik.
Siswa dapat menjadi aktif, apabila guru menerapkan pembelajaran yang aktif
di dalam kelas. Guru harus cermat dalam memikirkan model pembelajaran seperti
apa yang akan membuat siswanya menjadi aktif, sehingga dapat mencapai tujuan
utama pembelajaran yaitu meningkatkan dan mengoptimalkan kemampuan serta
2
capaian hasil belajar siswa tersebut. Afthina, dkk (2017: 182) mengatakan bahwa
satu cara untuk meningkatkan pencapaian matematika adalah dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif.
3
menemukan konsep pada materi pembelajaran yang diberikan, serta guru akan
menjadi pendamping, tentor, dan fasilitator selama pembelajaran berlangsung.
Tasari, dkk (2016: 3) menyebutkan bahwa menurut Prince dan Felder (2016)
guided discovery learning berhubungan dengan teori konstruktivisme. Guided
discovery learning secara bebas membiarkan siswa melakukan percobaan dan
menggambarkan kesimpulan, pendapat, dan intuisi. Siswa dipersilahkan untuk
melakukan proses coba-coba. Peran guru adalah sebagai fasilitator yang
membantu siswa dalam proses pembelajaran ketika dibutuhkan. Siswa dituntut
untuk menemukan ide, konsep, dan kemampuan dengan sendirinya. Guru
membimbing siswa sehingga proses pembelajaran akan menuntun mereka pada
pemahaman yang mendalam.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan bagaimana langkah-langkah penerapan model
pembelajaran NHT (Numbered Head Together) melalui pendekatan guided
discovery learning dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa SMP kelas VIII
pada materi lingkaran.
D. Manfaat Penelitian
4
1. Bagi Siswa
Agar siswa menjadi tertarik, memiliki keinginan, dan semangat dalam
mempelajari maupun memahami materi pembelajaran yang diberikan oleh
guru. Siswa tidak lagi menganggap bahwa matematika itu suatu hal yang sulit
dan menakutkan, sehingga siswa tidak akan malas dan menghindar dari
mempelajari matematika terutama pada materi lingkaran. Siswa menjadi lebih
aktif dan mandiri dalam memahami pelajaran dan menemukan konsep,
sehingga siswa tidak lagi sekedar menghapal melainkan dapat memahami
materi dengan sangat baik. Pada akhirnya, akan terjadi peningkatan pada
capaian hasil belajar siswa.
2. Bagi Guru
Guru dapat mempertimbangkan model pembelajaran berserta pendekatannya
ini dalam menciptakan suasana belajar yang menarik dan tidak membosankan,
serta dapat melibatkan siswa secara aktif dengan seoptimal mungkin. Guru
dapat membantu siswa untuk belajar melalui pemahaman dan penemuan
mereka sendiri mengenai materi lingkaran dengan guru yang hanya berperan
sebagai pembimbing dan fasilitator.
3. Bagi Peneliti
Peneliti dapat menjadikan penelitian ini sebagai salah satu referensi untuk
bahan penelitian yang berhubungan dengan penerapan model pembelajaran
NHT (Numbered Head Together) melalui pendekatan guided discovery
learning dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada materi lingkaran.
5
3. Penelitian ini difokuskan pada deskripsi penerapan model pembelajaran NHT
(Numbered Head Together) melalui pendekatan guided discovery learning
yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi panjang busur
lingkaran dan luas juring lingkaran.
F. Definisi Operasional
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada jurnal Alimuddin dan Sunarti (2016: 256), menyatakan bahwa (Trianto,
2009:41) mengeluarkan pendapatnya mengenai pengertian pembelajaran
kooperatif, yaitu adalah pembelajaran yang muncul dari konsep bahwa siswa akan
lebih mudah menemukam dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya, serta Slavin (2010: 5) juga ikut mengeluarkan
pendapatnya, yakni pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik
untuk mencapai tumbuhnya kesadaran bahwa siswa perlu belajar untuk berpikir,
menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan
dan pengetahuan mereka.
7
serta hasil dari diskusi kelompok tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Hal
ini akan membuat siswa akan sungguh-sungguh dalam berdiskusi, mereka akan
berusaha untuk mengajukan pertanyaan, memberikan ide, menjawab pertanyaan
temannya, sehingga bisa memahami pelajaran dengan baik. Tanggung jawab
bersama, artinya siswa akan sadar bahwa apabila ada teman di dalam
kelompoknya yang belum memahami pembelajaran, mereka akan berusaha untuk
membantu dan menjelaskan pelajaran tersebut kepada temannya.
1. Siswa dapat bekerja pada tugas bersama sehingga melatih untuk saling
membantu satu sama lain (Sari dan Surya, 2017: 312)
2. Menurut Nursyamsi dan Aloysius (2016: 50) siswa dapat meningkatkan
kemampuan kognitif dan afektif (Sari dan Surya, 2017: 312)
3. Siswa dapat mengolah kemampuan bekerja sama dan berpikir kritis (Sari
dan Surya, 2017: 312)
4. Siswa akan melatih rasa tanggung jawab tidak hanya untuk dirinya sendiri,
tetapi juga untuk kelompoknya, sehingga tiap siswa bertanggung jawab
dalam membantu satu sama lain mencapai tujuan pembelajaran dan lebih
memotivasi siswa untuk meningkatkan konsep pengendalian (Rusmini dan
Surya, 2017: 3438)
5. Meningkatnya keinginan untuk bekerjasama yang akan melatih
kemampuan siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga siswa
menjadi lebih aktif (Rusmini dan Surya, 2017: 3438)
8
3. Terkadang siswa akan tidak setuju dengan anggota yang ada di
kelompoknya
9
pengertian Numbered Head Together (NHT) atau kepala bernomor adalah suatu
tipe dari pengajaran cooperatif pendekatan yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk saling membagikan ide – ide dan mempertimbangkan jawaban yang
paling tepat. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini
yakni salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan
saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang
maksimal (Nasution, 2011: 66).
10
guru. Pertanyaan dibuat dalam bentuk lembar kerja kelompok. Dalam
tahap ini siswa tidak tahu nomor apa yang akan disebutkan oleh siswa
untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Proses ini dapat
membuat siswa bertanggungjawab untuk memahami jawaban dari hasil
diskusi kelompok.
3. Berpikir bersama (ketika siswa berdiskusi dengan kelompoknya)
Guru menyiapkan kesempatan bagi kelompok untuk bekerja bersama
menyelesaikan permasalahan yang ada di LKK. Proses ini mengizinkan
tiap kelompok untuk menyatukan kepala (tahap ini dapat disebut kepala
bersama) atau berdiskusi untuk memikirkan jawaban yang dirasa paling
tepat. Tiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama, karena
dalam menguasai jawaban, siswa juga harus memastikan semua anggota
kelompok dapat menjawab pertanyaan dari guru. Siswa diwajibkan untuk
tidak egois dengan anggota kelompoknya, siswa yang memiliki
kemampuan tinggi harus mengajarkan siswa dengan kemampuan rendah.
4. Menjawab pertanyaan (ketika guru secara acak memanggil satu nomor
untuk tampil di depan kelas
Setelah siswa berpikir bersama dengan kelompok, siswa yang nomornya
dipanggil maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya, sementara siswa lainnya memperhatikan temannya yang
sedang presentasi, lalu dipersilahkan untuk memberikan tanggapan. Semua
siswa memiliki kesempatan untuk mempresentasikan jawaban
kelompoknya. Proses ini secara bersamaan melatih siswa untuk
menyatakan pendapatnya, dan berkomunikasi dengan kelompok lain,
sebagai tambahan proses ini mengindikasikan bahwa semua anggota
kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
dalam belajar. Selanjutnya, guru memberikan penghargaan kepada
kelompok terbaik, dan membimbing siswa untuk menyimpulkan materi
pelajaran.
11
1. Pertama-tama, guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS)
yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2. Pada tahap kedua, dilakukan pembentukan kelompok. Pembentukan
kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang siswa yang heterogen. Guru memberi nomor
kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang
berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang
ditinjau dari latar belakang sosial, suku dan budaya, jenis kelamin dan
kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok
digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan
masing-masing kelompok.
3. Tahap selanjutnya, setiap kelompok harus memiliki buku paket atau
buku panduan. Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus
memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa
dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
4. Pada tahap ke empat, dilakukan diskusi tentang permasalahan
pembelajaran. Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada
setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja
kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan
yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai
yang bersifat umum.
5. Pada tahap terakhir, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari
tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan
menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Nomor yang sudah
ditunjuk oleh guru akan menjelaskan hasil diskusi kelompoknya dan
kemuadian nomor yang sama dari masing-masing kelompok akan
menanggapi terlebih dahulu. Akhirnya guru bersama siswa
12
menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan
Selanjutnya, menurut beberapa pendapat dari para peneliti yang telah melakukan
penelitian sebelumnya menyatakan beberapa kelebihan dari model pembelajaran
NHT ini, antara lain sebagai berikut.
1. Siswa menjadi siap, berdiskusi secara serius, dan murid yang lebih cerdas
dapat membantu siswa lain yang mengalami kesulitan (Murwaningsih, dkk
2018: 114). Siswa mendapat kesempatan untuk membangun ide, berbagi
informasi, mendengarkan secara hati-hati, mempertimbangkan jawaban
yang tepat sehingga siswa menjadi lebih produktif dalam pembelajaran
13
(Murwaningsih, dkk 2018: 118). Menurut Agustin (2013), siswa dapat
melatih jiwa kepemimpinannya dalam membuat keputusan
(Murwaningsih, dkk 2018: 116)
2. Lalu, menurut Agustin (2013), siswa mampu meningkatkan karakter
tanggung jawabnya dalam pembelajaran (Murwaningsih, dkk 2018: 116),
karena tiap kelompok diberikan tugas yang berbeda untuk didiskusikan
(Rusmini dan Surya, 2017: 3435)Siswa mampu untuk meningkatkan
penguasaan konsep materi pembelajaran, seperti matematika dan
sebagainya (Rusmini dan Surya, 2017: 3438). Siswa mampu untuk
menyatukan pemikiran, karena NHT mengajak siswa untuk
mengintegrasikan persepsi dalam suatu kelompok, serta siswa dapat
belajar untuk menghargai pendapat lainnya, karena hasil dari diskusi
mendorong adanya respon atau tanggapan dari partisipan lainnnya
(Rusmini dan Surya, 2017: 3435)
3. Siswa dapat meningkatkan semangat kerjasama sesama temannya (Sari
dan Surya, 2017: 313), karena dalam pembelajaran siswa ditempatkan
dalam suatu diskusi kelompok (Rusmini dan Surya, 2017: 3435)
4. Dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman dan hasil belajar,
selain itu Kreatifitas murid termotivasi dan wawasan murid berkembang,
karena mereka harus mencari informasi dari berbagai sumber (Fatubun dan
Purwati, 2018: 38)
5. Siswa dapat melatih rasa percaya diri yang tinggi dan yakin bahwa mereka
dapat menyelesaikan semua permasalahan yang diberikan oleh guru
dengan baik, ketika diskusi berlangsung (Ario, dkk, 2016: 2)
Selanjutnya, menurut Rusmini dan Surya (2017: 3435), kelemahan dari NHT
yaitu antara lain,
14
C. Pendekatan GDL (Guided Discovery Learning)
Putriani dan Rahayu (2018: 23) menyatakan bahwa menurut Rizta (2016,
p.15), Guided Discovery Learning merupakan metode pembelajaran yang lebih
menekankan pada penemuan konsep atau prinsip yang belum diketahui
sebelumnya. Lalu, menurut Suprianto (2014, p.19), Guided Discovery Learning
merupakan metode pengajaran yang mengatur pengajaran dengan cara siswa
mendapatkan pengetahuan yang belum mereka ketahui sebelumnya tanpa
pemberian secara langsung, mereka menemukan keseluruhan ataupun sebagian
dengan cara mereka sendiri. Selain itu, Aswardi, 2017: 86 menyatakan bahwa
Richard (in Roestiyah, 2008) berpendapat bahwa discovery learning meripakan
“suatu cara pengajaran yang melibatkan siswa pada proses aktivitas mental
melalui pertukaran pemikiran, diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba
sendiri, sehingga anak-anak dapat belajar melalui caranya sendiri”, serta Sudjana
(2011) berpendapat bahwa pembelajaran jenis ini merupakan pembelajaran
dimana peran dari guru yaitu lebih menempatkan diri sebagai mentor atau
pemimpin pembelajaran dan fasilitator pembelajaran.
15
sendiri. Sehingga melalui kegiatan yang membuat siswa terlibat secara langsung
ini, diharapkan bahwa siswa akan benar-benar memahami materi dengan sangat
baik, tidak hanya sekedar menghapal, namun sungguh-sungguh memahaminya.
Apabila siswa dihadapkan dengan permasalahan atau soal lainnya dengan bentuk
yang tidak biasa, mereka dapat menyelesaikannya, karena kunci utama yaitu
konsepnya telah mereka pegang.
Aswardi, (2017: 86) mengatakan bahwa menurut Hosnan (2013) ciri-ciri utama
dari belajar penemuan, yaitu
16
1. Menurut Aswardi (2017: 86 – 87) langkah-langkah yang diterapkan
pada kegiatan pembelajaran guided discovery, yaitu
(a) Stimulus, pada tahap ini guru memberikan suatu stimulus atau
ransangan kepada siswa dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau
menuntut siswa untuk mengamati gambar dan membaca buku
mengenai materi tersebut.
(b) Pernyataan permasalahan, tahap ini menyediakan suatu kesempatan
bagi para siswa untuk mengidentifikasi banyak isu atau kasus yang
berhubungan dengan materi-materi pengajaran dan kemudian
merumuskannya dalam bentuk hipotesis
(c) Pengumpulan data, pada tahap ini guru menyediakan suatu
kesempatan bagi siswa untuk mengumpulkan informasi
(d) Memproses data, pada tahap ini aka nada tahap memproses data
yang telah diperoleh oleh para siswa secara hati-hati.
(e) Memverifikasi (pengesahan), melakukan pemeriksaan atau
pengujian yang cermat dan teliti untuk membuktikan kevalidatan
data yang diperoleh oleh siswa di bawah bimbingan guru.
(f) Generalisasi, guru dengan siswa berpegang atau berpedoman pada
suatu kesimpulan yang sama dan memperoleh penemuan
2. Menurut Tasari, dkk (2017: 3) Guided Discovery Learning fokus pada
instruksi antara guru, siswa, dan materi atau bahan pembelajaran.
Based Markaban (2008), interaksi-interaksi yang terjadi antara guru,
siswa, dan materi atau bahan pembelajaran yang semuanya saling
mempengaruhi satu sama lain seperti berikut ini,
17
(a) Proses (1) dan (2), terjadi saat ada interaksi antara guru dengan
siswa tertentu, beberapa siswa, atau seluruh siswa di kelas secara
langsung
(b) Proses (3), terjadi saat ada interaksi antara siswa dengan siswa
lainnya secara langung
(c) Proses (4) dan (5), terjadi saat ada interaksi antara siswa dengan
bahan ajar secara langsung
(d) Proses 4 – 5 – 3, yaitu interaksi antara siswa dengan siswa lainnya
melalui bahan ajar sebagai perantara
(e) Proses 4 – 6 – 1 dan 5 – 6 – 2, yaitu interaksi antara siswa dengan
guru melalui bahan ajar sebagai perantara
1. Menurut Aswardi, (2017: 86) yaitu siswa dapat mengambil peran aktif
dalam proses pembelajaran, kebebasan, dan terlibat secara langsung dalam
penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pembelajaran. Lalu, Aswardi
juga mengatakan bahwa menurut Suprihatiningrum (2012) manfaat dari
GDL ini adalah
(a) Membangun potensi intelektual
(b) Membantu siswa untuk lebih bebas, mampu untuk mengorientasikan
diri mereka dan mengambil tanggung jawab terhadap pembelajaran
mereka sendiri.
(c) Siswa dapat terlibat secara aktif dalam mendengarkan, berbicara,
membaca, melihat, dan berpikir.
(d) Menyimpan memori
2. Menurut Khasanah, (2017: 3 – 4) yaitu siswa mendapatkan dampak positif
seperti berpikir secara kritis, kreativitas, menyelesaikan permasalahan, dan
termotivasi dalam pembelajaran selama melalui kegiatan mengatakan.
Lalu, Khasanah juga mengatakan bahwa menurut Mayer (20014), GDL
dapat membantu siswa bertemu dengan dua kriteria penting untuk
pembelajaran efektif
18
(a) Pertama, mengaktifkan atau membangun pengetahuan yang tepat
untuk digunakan dalam menerima informasi baru yang masuk
(b) Kedua, Mengintegrasikan informasi yang baru datang dengan
pengetahuan yang tepat
3. Proses pembelajaran guided discovery learning dimulai untuk lebih terarah
dengan bimbingan guru seperti guru memberikan suatu permasalahan
kepada siswa, dengan bantuan guru, siswa membuat hipotesis, kemudian
guru memberikan lembar kerja dan mengarahkan kepada siswa bahwa
lembar kegiatan sebagai suatu referensi dalam melakukan percobaan.
Lebih lanjut lagi, siswa memproses data dari hasil percobaan, menggambar
kesimpulan, dan membuat sejenis laporan berdasarkan hasil kegiatan,
tentu dengan bimbingan guru (A’ari, dkk, 2018: 2)
4. Siswa tidak hanya mengingat bentuk atau konsep, tetapi juga membangun
pemahaman konsep mereka sendiri
5. Siswa memahami materi pembelajaran yang sebenarnya, karena siswa
memiliki pengalaman dalam proses penemuan
D. Hasil Belajar
19
baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil
kegiatan belajar.
Sehingga dapat dikatakn bahwa hasil belajar merupakan perubahan sikap dan
tingkah laku siswa terhadap kemampuan mereka terhadap materi yang dipelajari.
Hasil belajar yang diharapkan adalah meningkat, yaitu setelah diberikan perlakuan
pada pembelajaran siswa misalnya seperti model atau metode maupun strategi
pembelajaran, nilai hasil belajar seperti ujian mereka akan meningkatkan. Salah
satunya adalah seperti membandingkan hasil pretest mereka sebelum mendapat
perlakuan dengan hasil posttest mereka setelah mendapatkan perlakuan tersebut.
Maka, akan terlihat apakah terjadi hasil belajar yang lebih baik atau sama seperti
sebelumnya.
Menurut Deni Darmawan dan Permasih (2011 : 140) dalam jurnal (Untari,
2017: 55), secara umum prestasi belajar dipengaruhi oleh factor internal, yaitu
factor-faktor yang ada dalam diri siswa dan faktor eksternal, yaitu faktor-faktor
yang berada di luar diri siswa.
1. Faktor-faktor internal yaitu yang ada dalam individu yang sedang belajar.
Faktor internal ini meliputi:
(a) faktor jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh)
(b) faktor psikologis (intelegensia, perhatian, minat, sikap, bakat,
motivasi, kematangan, kesiapan)
(c) faktor kelelahan.
2. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang
belajar. Faktor eksternal meliputi:
(a) Faktor keluarga
(b) Faktor sekolah
(c) Faktor masyarakat
20
E. Materi Pembelajaran
Sudut pusat adalah sudut yang dibentuk oleh dua jari-jari yang
berpotongan pada pusat lingkaran.
Panjang busur merupakan jarak terpendek dari satu titik pada lingkaran
menuju terhadap titik lainnya yang berada pada lingkaran pula. Kedua
titik ini membentuk suatu busur lingkaran
360° 1
360° 1
270° 6
360° 8
21
3
180° 4
360° 8
90° 2
360° 8
Panjang busur merupakan jarak terpendek dari satu titik pada lingkaran
menuju terhadap titik lainnya yang berada pada lingkaran pula. Kedua
titik ini membentuk suatu busur lingkaran
22
Rasio (perbandingan Rumus Luas Juring
sudut pusat 𝜶 (Daerah yang
Gambar Busur terhadap 𝟑𝟔𝟎° Berwarna)
𝜶 𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒋𝒖𝒓𝒊𝒏𝒈
°
𝟑𝟔𝟎 𝒍𝒖𝒂𝒔 𝒍𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒓𝒂𝒏
270° 3
360° 4
120° 2
360° 6
90° 1
360° 4
60° 1
360° 6
23
BAB III
METODE PENELITIAN
24
(1) Perencanaan. Pada tahap perencanaan yang perlu dilaksanakan terlebih
dahulu adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
mempersiapkan fasilitas dari sarana pendukung yang diperlukan pada saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung, mempersiapkan instrumen untuk
mendokumentasikan dan menganalisis data mengenai proses dan hasil
belajar.
(2) Tindakan dan Pengamatan. Pada tahap ini peneliti melakukan tindakan
yang telah dirumuskan dalam RPP dalam situasi yang aktual, yang
meliputi kegiatan awal, inti, dan penutup. Tindakan yang dilakukan guna
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada saat
tindakan dilakukan, secara bersamaan guru/peneliti melakukan kegiatan
observasi. Observasi yang harus dilakukan adalah mengamati perilaku
siswa yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar, memantau
kegiatan diskusi atau kerja sama antara kelompok dan mengamati
pemahaman masing-masing siswa dalam penguasaan materi pembelajaran
dengan menggunakan instrumen berupa lembar observasi.
(3) Refleksi. Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengevaluasi hasil
observasi, menganalisis hasil pembelajaran, dan mencatat kelemahan-
kelemahan yang ada pada kegiatan belajar mengajar untuk dijadikan bahan
penyusunan rancangan siklus berikutnya sampai tujuan PTK tercapai.
B. Subjek Penelitian
25
luas juring lingkaran, seperti mereka hanya menghapal rumus. Waktu
penelitiannya yaitu pada semester genap tahun ajaran 2019/2020.
D. Prosedur Observasi
SIKLUS I
1. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti akan berkonsultasi dengan guru kelas mengenai
tindakan kelas yang akan dilakukan oleh peneliti, sehingga guru dapat
bekerjasama dengan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini.
Pada tahap ini, aktivitas yang dilakukan yaitu:
(a) Mempersiapkan rencana tindakan kelas untuk tiap sesi
(b) Mempersiapkan bahan dan media pembelajaran
(c) Mempersiapkan nomor kepala untuk masing-masing siswa
(d) Membentuk kelompok secara heterogen (melalui data hasil ujian
terakhir siswa mengenai panjang busur dan luas juring lingkaran
milik guru kelas)
(e) Guru mempersiapkan masalah yang akan diberikan kepada siswa
berdasarkan kompetensi siswa untuk dipelajari
(f) Mempersiapkan lembar observasi yang akan digunakan untuk
menentukan perkembangan siswa selama kegiatan pembelajaran
dan pengajaran
2. Tindakan
Kegiatan pada tahap ini adalah untuk melakukan tindakan
pembelajaran sesuai dengan scenario pembelajaran yang telah
disiapkan, antara lain:
(a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh
siswa
(b) Guru menyajikan materi sesuai dengan kompetensi-kompetensi
yang ingin dicapai
(c) Guru memberikan kuis sebagai pretest mereka untuk menguji
seberapa baik pemahaman mereka
26
(d) Guru membagi siswa menjadi 3 hingga 5 siswa dan grup
dinamakan sebagai kelompok 1 hingga 5
(e) Guru memberikan permasalahan yang akan diselesaikan oleh
siswa, seperti lembar kegiatan siswa secara berkelompok
(f) Siswa berdiskusi untuk menjawab partanyaan-pertanyaan yang ada
dan memastikan bahwa tiap anggota kelompoknya mengetahui
jawabannya
(g) Setelah diskusi selesai, guru akan memanggil satu nomor yang
sama untuk tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil
pengerjaan dan diskusi kelompoknya
(h) Kelompok lainnya memperhatikan dan memberikan tanggapan
atau saran
(i) Menyimpulkan bahan ajar bersama siswa
(j) Memberikan lembar kuis kepada siswa untuk penilaian hasil
posttest mereka
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan untuk mengamati kegiatan siswa selama
pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah untuk menentukan
kesesuaian tindakan yang dapat menghasilkan perubahan seperti yang
diinginkan. Setelah tindakan kelas dilaksanakan, kuis atau tes tadi
adalah untuk menunjukkan kesuksesan tindakan kelas menggunakan
model NHT dengan pendekatan GDL tersebut.
4. Refleksi
Kegiatan refleksi adalah untuk mempertimbangkan pedoman
pengajaran yang dilakukan, untuk melihat kesesuaian apa yang dicapai
dengan apa yang diinginkan dalam pembelajaran. Hasil tindakan dan
pengamatan digunakan untuk pembuktian pada siklus selanjutnya yaitu
siklus ke II.
SIKLUS II
27
saja pada tahap II sudah dilakukan perbaikan berdasarkan hasil
evaluasi atau refleksi yang telah dilaksanakan pada siklus I.
28
F. Teknik Analisis Data
1. Reduksi Data
Reduksi data yaitu kegiatan menyeleksi data sesuai dengan focus
masalah. Pada tahap ini guru atau peneliti mengumpulkan semua
instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data kemudian
dikelompokkan berdasarkan focus masalah atau hipotesis.
2. Penyajian Data
Dengan menyajikan data maka memudahkan untuk memenuhi tentang
apa yang terjadi, merencanakan kegiatan selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut. Mendeskripsikan data dilakukan dalam
bentuk naratid, membuat grafik atau menyusunnya kedalam bentuk
tabel.
3. Kesimpulan
(a) Penilaian Tes
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 = × 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Jika, persentase hasil dilambangkan dengan PH
Maka, kriteria ketuntasan siswa adalah
0 ≤ 𝑃𝐻 < 70, belum tuntas belajar
70 ≤ 𝑃𝐻 ≤ 100, telah tuntas belajar
(b) Untuk mengetahui nilai rata-rata siswa secara klasikal dengan
rumus,
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐾𝑙𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑙 = × 100%
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛
Jika, persentasi klasikal dilambangkan dengan PK
Maka, kriteria ketuntasan kelas adalah jika 𝑃𝐾 ≥ 75
(c) Untuk menganalisa hasil observasi guru dan siswa dengan rumus,
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = × 100
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑚𝑝𝑢𝑟𝑛𝑎
29
DAFTAR RUJUKAN
Alimuddin dan Sunarti. 2016. Comparison Between The Problem Based Learning
with Cooperative Learning Numbered Head Together (NHT) Seen from
Mathematical Power of Students in Science Class X of SMAN 1 Lappariaja.
Program Studi Pendidikan Matematika PPs Universitas Negeri Makassar.
Jurnal Daya Matematis (Vol. 4, P. 256)
Ario, M., dkk. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis
Siswa Kelas VII SMPN 3 Ujungbatu. Program Studi Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian. (P. 2
– 4)
Aswardi. 2017. The implementation of guided discovery learning method to
improve student learning outcomes at electromagnetic control system and
operation course. Universitas Negeri Padang. The International Journal of
Counseling and Education (Vol.1, P. 86 – 87)
Bukit, N., dkk. 2017. The Effect of Discovery Learning Model on Student’s
Critical Thinking and Cognitive Ability in Junior High School. Universitas
Negeri Medan. IOSR Journal of Research & Method in Education (Vol.7,
P.1)
Fatubun, R. dan Purwati. 2018. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT). Universitas Papua. Journal of Honai Math (Vol.1, P. 35 –
38)
Haryadi, dkk. 2019. The Effect of Numbered Heads Together (NHT) Model
Assisted with Audio Visual Media On The Learning Outcomes of Identifying
Story Elements of Students Grade V. Universitas Negeri Semarang. Journal
of Primary Education (P. 233)
In’am, Akhsanul. 2017. Learning Geometry through Discovery Learning Using a
Scientific Approach. Fakultas Matematika Universitas Muhammadiyah
Malang. International Journal of Instruction (Vol.10, P. 57)
30
Khasanah, V. N., dkk. 2017. Guided discovery learning in geometry learning.
Universitas Sebelas Maret. International Conference on Mathematics,
Science and Education 2017 (P. 3 – 4)
Murwaningsih, Tri, dkk. 2018. Developing Students’ Responsibility Through
Numbered Head Together Model In Social Science Learning At Elementary
School. Universitas Sebelas Maret. International Journal of Indonesian
Education and Teaching (P. 114 – 118)
Nasution, U. H. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together pada Mata
Pelajaran Matematika di Kelas IV SD. Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP
UNIMED (P. 66)
Putriani, D. dan Rahayu, C. 2018. The Effect of Discovery Learning Model Using
Sunflowers in Circles on Mathematics Learning Outcomes. STKIP
Muhammadiyah Pagaralam. International Journal of Trends in Mathematics
Education Research (Vol.2, P. 23)
Rusmini dan Surya. E. 2017. The Effect of Numbered Heads Together Model
Against Students’ Mathematical Concept Mastery in SMP Negeri 8 Medan.
Universitas Negeri Medan. International Journal Of Advance Research And
Innovative Ideas In Education (Vol. 3, P. 3435 – 3438)
Sari, M. dan Surya, E. 2017. Improving the Learning Outcomes of Students using
Numbered Heads Together Model in the Subjects of Mathematics.
Universitas Negeri Medan. International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR) (P. 312 – 313)
Sunismi. 2015. Developing Guided Discovery Learning Materials Using
Mathematics Mobile Learning Application As An Alternative Media For The
Students Calculus II. Universitas Islam Malang, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (P. 334)
Tasari, dkk. 2016. The Effectiveness Of Guided Discovery Learning To Teach
Integral Calculus For The Mathematics Students Of Mathematics Education
Widya Dharma University. Universitas Widya Dharma. Journal of
Mathematics Education (Vol.6, P. 2 – 3)
31
Untari, Erny. 2017. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Head Together (NHT) dan Jigsaw pada Prestasi Belajar Matematika
Ditinjau dari Sikap Percaya Diri. Media Prestasi (Vol. XVII, P. 54 – 59)
32