OLEH
KELOMPOK 2:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2016
Konsep Bermain
1. Definisi Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, anak belajar
berbagai hal. Bermain merupakan bagian yang amat penting dalam tumbuh
kembang anak untuk menjadi manusia seutuhnya. Bermain bagi anak adalah salah
satu hak anak yang paling hakiki. Melalui kegiatan bermain ini, anak bisa
mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan social (Prasetyono, 2007).
Masa anak-anak sangat identik dengan masa bermain, karena
perkembangan anak mulai diasah sesuai kebutuhannya disaat tumbuh kembang.
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak-anak dapat melakukan atau
mempraktikan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz, 2005).
Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan
media yang baik untuk belajar, karena dengan bermain anak-anak akan berkata-
kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan
apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak, sertasuara (Wong,
2000).
Bagi anak-anak, bermain adalah “pekerjaan” mereka. Bermain membantu
anak memahami ketegangan dan tekanan, mengembangkan kapasitas mereka, dan
menguatkan pertahanan mereka, sehingga bermain tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan anak baik sehat maupun sakit (Potter & Perry,2005).
Bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik sehingga
ketegangan mengendur dan anak tersebut dapat menghadapi masalah kehidupan.
Permainan memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan
melepaskan emosi yang tertahan, yang meningkatkan kemampuan si anak untuk
menghadapi masalah (Santrock, 2007)
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dunia anak adalah
dunia bermain dan bermain adalah hak anak yang paling hakiki. Melalui kegiatan
bermain ini, anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan
sosial.
Perkembangan secara fisik dapat dilihat saat bermain, perkembangan
intelektual bisa dilihat dari kemampuannya menggunakan atau memanfaatkan
lingkungan, perkembangan emosi dapat dilihat ketika anak merasa senang, tidak
senang, marah, menang dan kalah dan perkembangan sosial bisa dilihat dari
hubungannya dengan teman sebayanya, menolong dan memperhatikan
kepentingan orang lain.
2. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-
motorik, membantu perkembangan kognitif/intelektual, perkembangan sosial,
perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral,
dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).
a. Perkembangan Sensorik-Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensorikmotorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot, sehingga kemampuan penginderaan anak mulai
meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti:
stimulasi visual (penglihatan), stimulasi audio (pendengaran), stimulasi taktil
(sentuhan) dan stimulasi kinetik.
c. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan anak mampu berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak mengembangkan
hubungan sosial, belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Contoh
pada anak-anak usia todler yang bermain dengan teman sebayanya dan bentuk
permainannya adalah bermain peran seperti menjadi guru, menjadi ayah atau ibu,
menjadi anak dan lain-lain. Ini merupakan tahap awal bagi anak usia todler dan
prasekolah untuk meluaskan aktivitas sosialnya diluar lingkungankeluarga.
d. Perkembangan Kreativitas
Bermain dapat meningkatkan kreativitas yaitu anak mulai menciptakan
sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya, misalnya dengan membongkar dan memasang satu alat
permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
f. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari
orang tua dan guru. Anak yang melakukan aktivitas bermain, akan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan kelompok yang ada
dalam lingkungannya.
Bermain juga dapat membantu anak belajar mengenai nilai moral dan
etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah serta belajar
bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya. Permainan adalah
media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan
memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengawasi
anak saat anak melakukan aktivitas bermain dengan mengajarkan nilai moral,
seperti baik atau buruk, benar atau salah.
4. Klasifikasi Bermain
Sifat bermain pada anak yang kita tahu ada dua yaitu bersifat aktif dan
bersifat pasif. Sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda,
dikatakan bermain aktif jika anak berperan aktif dalam permainan, selalu
memberikan rangsangan dan melaksanakannya, sedangkan bermain pasif adalah
anak memberikan respon secara pasif terhadap permainan dan orang atau
lingkungan yang memberikan respon secara aktif. Melihat sifat tersebut, kita
dapat mengenal macam-macamdari permainan.
Ada beberapa jenis permainan, ditinjau dari isi permainan dan karakter
sosialnya. Berdasarkan isi permainan ada Social affective play, sense pleasure
play, skill play, games, unoccupied behavior dan dramatic play. Ditinjau dari
karakter permainan, terdapat jenis social onlooker play, solitary play dan
parallel play (Aziz, 2005).
6) Unoccupied Behavior
Unoccupied behavior bukanlah permainan yang umumnya kita pahami.
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada disekelilingnya, Jadi sebenarnya
anak tidak memainkan alat permainan tertentu. Situasi dan objek disekelilingnya
yang digunakan sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik
dengan situasi serta lingkungan tersebut.
b. Berdasarkan Karakter Sosial
Berdasarkan karakter sosialnya, ada lima jenis permainan, yaitu onlooker play,
solitary play, parallel play, associative play dan cooperative play.
1) Onlooker play (Bermain Onlooker)
Jenis permainan ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh anak
lain yang sedang bermain tetapi tidak berusaha untuk bermain. Anak tersebut
bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang
dilakukan temannya.
2. Tahap Permainan
Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai
puncaknya pada usia antara 5 dan 6 tahun. Anak semula hanya mengeksplorasi
mainannya. Usia antara 2 dan 3 tahun, mereka membayangkan bahwa mainannya
mempunyai sifat hidup dapat bergerak, berbicara dan merasakan, dengan semakin
berkembangnya kecerdasan anak, mereka tidak lagi menganggap benda mati
sebagai sesuatu yang hidup dan hal ini mengurangi minatnya pada barang mainan.
Faktor lain yang mendorong penyusutan minat dengan barang mainan ini adalah
bahwa permainan ini sifatnya menyendiri sedangkan mereka menginginkan
teman. Tahapan usia masuk sekolah, kebanyakan anakmenganggap bermain
barang mainan sebagai “permainan bayi”.
3. Tahap Bermain
Tahapan usia masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam,
semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila
sendirian, selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olah raga, hobi dan
bentuk permainan matang lainnya.
4. Tahap Melamun
Mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat dalam permainan
yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktunya dengan
melamun. Melamun yang merupakan ciri khas anak remaja adalah saat berkorban,
saat mereka menganggap dirinya tidak diperlukan dengan baik dan tidak
dimengerti oleh siapapun.
Peneliti melihat bahwa macam permainan anak yang dapat dilakukan anak
di rumah sakit menurut Yusuf adalah permainan fiksi seperti dokter-dokteran,
robot-robotan, tembaktembakan. Permainan reseptif atau apresiatif seperti
mendengarkan cerita atau dongeng, melihat gambar, melihat orang melukis dan
permainan membentuk (konstruksi) seperti puzzle. Bentuk permainan ini dapat
dilakukan oleh anak-anak yang sakit karena sesuai dengan keterbatasan fisiknya.
SATUAN ACARA PELAKSANAAN (SAP)
TERAPI BERMAIN
A. Strategi Pelaksanaan
B. Strategi Komunikasi
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien yang ada
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum, Selamat pagi adik-adik! Perkenalkan.. kakak – kakak
ini adalah mahasiswi Keperawatan UNAND yang sedang praktek di
ruangan ini. Perkenalkan nama kakak, kakak hayati , kakak faradina,
kakak astri, kakak rahmi, kakak qori .
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana kabarnya pagi ini?”
“Bagaimana tidurnya semalam? nyenyak atau tidak?”
c. Kontrak
“Adik-adik,sesuai janji kita kemaren bahwa hari ini kita akan membuat
origami atau seni melipat kertas. Setelah itu, nanti origaminya kita gantung
di dekat tempat tidur adik-adik ya. Kita akan melakukannya di ruangan ini
selama ± 40 menit. Tujuan dari permainan ini adalah agar adik-adik bisa
merasa senang dan cepat sembuh. Apakah adik-adik setuju?”
3. Tahap Kerja
Terlampir
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
“Nah.. sekarang, bagaimana perasaan kalian setelah membuat origami
tadi?”
“Apakah semuanya senang?”
“Baiklah.. kalian semua sangat hebat karena bisa membuat origami yang
cantik dan menggantungnya sehingga terlihat indah..”
“Tepuk tangan buat semuanya…”
b. Tindak lanjut
“Adik-adik, setelah ini, adik-adik bisa membuat bentuk origami yang lain
dan menggantungnya juga seperti yang kita lakukan tadi. dan kakak
berpesan bermain lah mainan yang dapat mengembangkan kreatifitas adik
– adik semua.”
c. Kontrak yang akan datang
“Baiklah adik-adik sampai disini permainan kita kali ini. Selanjutnya, kita
akan melakukan hal yang tidak kalah menyenangkan juga, yaitu mewarnai.
Jadi, saat kita bertemu nanti kakak ingin lihat hasil origami adik-adik yang
lainnya ya.
“Baiklah adik-adik, sekarang kakak disini mau keruangan perawat dulu
ya..selamat beristirahat semuanya..besok kita ketemu lagi..”
TAHAP KERJA
2. Maka akan terlihat seperti segitiga. Lalu kamu harus melipat segitiga tadi,
menjadi segitiga lagi dalam ukuran lebih kecil.
3. Makan akan terlihat seperti gambar di atas, buatlah posisi kertas tadi yang
bertanda kuning ada di bagian atas seperti gambar di atas dengan cara
dilipat secara terbalik.
8. Setelah sisi kiri dan kanannya di lipat kepalanya juga harus dilipat seperti
gambar di atas.
9. Setelah semua sisinya di lipat, sehingga tampak kertas seperti gambar di
atas.
10. Langkah berikutnya kamu haru membuka bagian yang terbuka lalu pada
sisi kanan nya kamu harus memasukkan ujung sisi bagian kanan ke dalam,
begitu pula bagian kirinya.
11. Setelah kamu lipat kedalam maka akan terlihat seperti gambar di atas.
12. Lalu kamu harus membuat lipat kecil lagi pada bagian sisi kiri dan
kanannya.
13. Maka jadilah seperti gambar di atas.
14. Bukalah salah satu bagiannya lalu tarik ke luar hingga tampak seperti
gambar di atas.
15. Tarik ke atas untuk bagian runcingnnya bagian depan dan belakangnya,
untuk membuat kepala dan ekornya.
16. Setelah ini kamu harus menarik bagian ujung depan untuk membuat
kepalanya dan bagian belakang untuk bagian ekornya, untuk bagian kepala
kamu harus melekukkannya kedepan.
17. Tada, origami burung bangaunya sudah jadi.
MATERI PEMBAHASAN DALAM SAP
A. Definisi
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik,
intelektual, emosional, dan sosial.
C. Tujuan bermain :
1. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal,
2. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi,
3. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman bermain yang
tepat,
4. Agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena sakit.
5. Saat bermain origami Anak akan terbiasa Belajar mengikuti instruksi yang
runut dan sistematis.
10. Memperkuat ikatan emosi antara orang tua dan anak, bermain origami
disertai komunikasi yang menyenangkan ini akan membangun ikatan yang
sungguh baik antara anak dan orang tua atau guru pendidik dan anak didik.
1. Anak lelah,
2. Anak bosan,
3. Anak merasa takut dengan lingkungan,
4. Saat bermain anak mendapat program pengobatan,
5. Kecemasan pada orang tua.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2005. Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang Tua.
Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20921/4/Chapter%20II.pdf di akses 26
april 2016 20;06 wib