Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada

kesejahtraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun

yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang mengatur

hubungan antara perawat pasien adalah etika. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk

juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar

praktek profesional (Doheny et all, 1982).

Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku

seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang

dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral (Nila Ismani, 2001).

Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam

suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu

kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

Berkembang di dalam masyarakat dalam kehendak, merupakan sistem peraturan, sistem asas-

asas, mengandung pesan kultural karena tumbuh dan berkembang bersama masyarakat

(Mertkusumo S).

Tujuan adanya etika dan hukum keperawatan adalah untuk memberikan gambaran

kepada penulis tentang etika dan hukum keperawatan dan cara penanganannya menurut

konsep ilmu. Etika dan hukum keperawatan memberikan gambaran tentang apa yang harus

dilakukan dan kesulitan – kesulitan yang akan dihadapi saat penulisan makalah. Dengan etika

dan hukum keperawatan, seorang penulis mampu mengambil sikap dan keputusan yang tepat
dalam mengatasi masalah penulisan makalah. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas

tentang etika dan hukum keperawatan.

Berdasarkan ketertarikan penulis terhadap etika dan hukum keperawatan, maka

lahirlah makalah yang berjudul “ Etika dan Hukum Keperawatan “.

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah :
1. Mengetahui tujuan etika keperawatan.

2. Mengetahui masalah etika dalam praktik keperawatan.

3. Mengetahui prinsip-prinsip etika keperawatan.

4. Mengetahui pengertian hokum kesehatan dan keperawatan.

5. Mengetahui fungsi hokum dalam pelayanan keperawatan.

6. Mengetahui PPNI dan Pengesahan Undang-undang praktik keperawatan.

7. Mengetahui Undang-undang praktik keperawatan dinegara tetangga.

8.Mengetahui Undang-undang dalam praktik keperawatan.

9. Mengetahui tujuan undang-undang praktik keperawatan.

10. Mengetahui masalah hukum dalam praktik keperawatan.

11. Mengetahui mencegah masalah hukum dan etika yang terkait dengan pelayanan

keperawatan.

C. Manfaat Penulisan

Hasil pelaksanaan penulisan makalah ini akan memberi manfaat yang berarti bagi

mahasiswa dan instansi, diantaranya adalah :

1. Bagi Mahasiswa

Penulisan makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam memberikan informasi

kepada mahasiswa yang belum mengetahui tentang etika dan hukum keperawatan.
2. Bagi Instansi

Dengan penulisan makalah ini, akan memberikan manfaat bagi instansi sebagai media

informasi pembelajaran yang dapat membantu dalam proses belajar mengajar serta penambah

wawasan informasi dalam materi pembelajaran blok II.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tujuan Etika Keperawatan

Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam

keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik

sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat.

Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika keperawatan

adalah mampu :

1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur norma dalam praktek keperawatan.

2. Membentuk strategi atau cara dan menganalisis masalah norma yang terjadi dalam praktek

keperawatan.

3. Menghubungakn prinsip moral atau pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan

pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaan.

Perawat membutuhkan kemampuan untuk menghubungkan dan mempertimbangkan

peran prinsipmoralitas, yaitu keyakinannya terhadap tindakan yang dihubungkan ajaran

agama dan perintah tuhan dalam :

1. Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok profesi, perawat sendiri,

maupun masyarakat.

2. Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan (hal yang

dianggap benar). Menurut veatch, yang mengambil keputusan tentang etika profesi

keperawatan adalah perawat sendiri, tenaga kesehatan lainya; dan etika yang berhubungan

dengan pelayanan keperawatan ialah masyarakat/orang awam yang menggunakan ukuran dan

nilai umum sesuai dengan tuntutan masyarakat.

Menurut nasional league for nursing (NLN [pusat pendidikan keperawatan milik

perhimpunan perawat amerika] ),pendidikan keperawatan bertujuan:


1. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antarprofesi kesehatan lain dan

mengerti tentang peran dan fungsi anggota tim kesehatan tersebut

2. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang bersifat moralitas, keputusan

tentang baik dan buruk yang akan pertanggung jawabkan kepada tuhan sesuai dengan

kepercayaannya.

3. Mengembangkan sifat pribadi dan sikap prefesional peserta didik.

4. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk dasar praktik

keperawatan prefesional. Diakui bahwa pengembangan keterampilan ini dilema etika, artinya

konflik yang dialami, yang memerlukan pengambilan keputusan yang baik dan benar

dipandang dari sudut profesi, kemanusiaan, kemasyarakatan, kesehatan dan keperawatan.

5. Memberi kesempatan kepada peserta didik menerapkan ilmu dan prinsip etika keperawatan

dan dalam situasi nyata.

Pendidikan etika sangat penting dalam pendidikan keperawatan yang berfungsi untuk

meningkatkan kemampuan peserta didik tentang perbedaan nilai, norma yang timbul dalam

keputusan keperawatan. Namun, etika keperawatan tidak cukup hanya diajarkan, tetapi harus

ditanamkan dan diyakinin oleh peserta didik melalui pembinaan, tidak saja dipendidikan,

tetapi dalam lingkungan pekerjaan dan lingkungan profesi.

B. Masalah Etika dalam Praktik Keperawatan

Pada bagian ini masalah etika keperawatan lebih khusus yang dapat ditemui dalam

praktik keperawatan, sesuai dengan yang diuraikan oleh Elis, Hartley (1980), yang meliputi

self-evaluation (evaluasi diri), evaluasi kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan

barang, merekomendasikan klien pada dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk,

serta masalah peran merawat dan mengobati (Sciortino, 1991).

Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak

jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan


cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung

berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab

terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi

asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).

Disini akan dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang

berkaitan langsung pada praktik keperawatan, yaitu :

1. Konflik Etik antara Teman Sejawat

Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan

pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu

mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya

untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering kali menimbulkan

konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat.

Dilain pihak perawat harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman

sejawat yang melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan

dengan bijaksana.

2. Menghadapi Penolakan Pasien terhadap Tindakan Keperawatan

Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk

pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan

orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan

dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk

dapat sembuh cepat, keuangan, social dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan

asuhan keperawatan merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien

berhak memilih, menolak segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan
dirinnya, yang perlu dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak

terjadi konflik sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.

3. Masalah antara peran merawat dan mengobati

Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah

memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini

menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang

memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan

banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas)

sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa pertentangan antara peran

formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering timbul dan ini bukan saja masalah

Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di Negara-negara lain.Walaupun tidak

diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi besar. Antara pengetahuan

perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-

aturan yang jelas sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal

inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.

4. Berkata Jujur atau Tidak jujur

Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa

bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah benar

(jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan.

Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien

berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu

akan baik, suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien karena

tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang

diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat
berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak

jujur, perawat melanggar hak pasien.

5. Tanggung Jawab Terhadap Peralatan dan Barang

Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri

barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah

pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien,

perawat dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam

inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien.

Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada artinya

bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga kemungkinan hal itu

lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan informai yang jelas terhadap

keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat penting, Karena

walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil.

Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain bahwa

menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak dibenarkan karena setiap

tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang ditempat kerja.

C. Prinsip-prinsip Etika Keperawatan

1. Otonomi

Prinsip otonomi merupakan bentuk resfek terhadap seseorang atau dipandang sebagai

persetujuan tanpa paksaan dan bertindak secara rasional.

Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan

diri.

2. Berbuat Baik

Berbuat baik berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan memerlukan

pencegahan kesalahan atau kejahatan, dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
3. Keadilan

Keadilan dibutuhkan demi tercapainya derajat dan keadilan terhadap orang

lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.

4. Tidak Merugikan

Prinsip tidak merugikan ini mengandung arti tidak meninbulkan bahasa fisik

dan psikologis pada klien.

5. Kejujuran

Prinsip kejujuran artinya penuh kebenaran yang berhubungan dengan

kemampuan seseorang mengatakan kebenaran.

6. Menepati Janji

Prinsip menepati janji dibutuhkan individuuntuk menghargai janji dan

komitmennya terhadap orang lain.

7. Kerahasiaan

Prinsip kerahasiaan adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga

sunguh-sunguh sebab merupakan sesuatu yang privasi.

8. Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan standar pasti bahwa tindakan seseorang yang

profesional harus dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

D. Pengertian Hukum Kesehatan dan Keperawatan


Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada

pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum

pidana (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992).

Hukum kesehatan adalah kumpulan peraturan yang berkaitan langsung dengan

pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan

hukum administrasi (Prot. Van der Miju).


E. Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan
1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawata

2. Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain

3. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi

perawat memiliki akuntabilitas di bawah hokum

F. PPNI dan Pengesahan Undang- Undang praktik Keperawatan.

Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei, Persatuan

Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik

Keperawatan. Hal ini karena:

1) Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan

(body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam

tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di

Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan

bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai

karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan

kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang beriorientasi

pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,kelompok dan komunitas).

2) Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari

dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat

untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang

dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai

standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi

yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi

masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia

yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan
fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian

kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai

pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini

akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan

mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.

3) Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan.

Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah

dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian

tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum,

bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap

rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil,

berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini

memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama

berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan

yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal,

keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).

4) Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan

semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan

kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan

pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai

informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat

membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang

bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum

kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.


G. Undang- Undang praktik Keperawatan di Negara Tetangga

Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah

memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun

yang lalu. Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi

globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain.

Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi

Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil

Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat derajad bangsa ini

dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan kesehatan.

Perawat telah memberi konstribusi yang cukup besar dalam pemberian pelayanan

kesehatan, akan tetapi belum mendapat pengimbangan dari perlindungan hukum, bahkan

sering menjadi objek dalam masalah hukum. Dan yang menjadi pertanyaan ”kemana hak dan

jasa untuk profesi keperawatan?“.

Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini

masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan

masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan

partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun

1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat

salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah

kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian

cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat –termasuk perawat spesialis

komunitas— perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar program-program tersebut

dapat dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan.

Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali
adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di

masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam

masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada

keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001).

Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki

tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota

masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam

konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-

resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan

bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.

H. Undang-undang dalam Praktik Keperawatan

1. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan

UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan. Bab II (Tugas Pemerintah),

pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang

dan kesanggupan hukum.

2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.

UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana

meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan

sarjana, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah

pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga

pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya

tanpa pengawasan langsung.

3. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan


UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat

(3)dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib

menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.


Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai

tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis, sehingga dari aspek

profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap

pelayanannya sendiri.

4. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan


SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979. Membedakan paramedis menjadi dua

golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan.

Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah

tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.

5. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan


Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980. Pemerintah membuat suatu

pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya

dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi

tidak diijinkan. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi

keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta.

6. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan


SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4

November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.

Dalam sistem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau

naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Sistem ini

menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada

pangkat/golongan atasannya

7. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan


1. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi

perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan

tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi

profesi kesehatan termasuk keperawatan.


2. Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan

pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :

3. Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak

pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

4. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau

melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya

5. Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga

kesehatan. Namun kenyataannya sampai sekarang UU praktek keperawatan belum juga

disahkan.

I. Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :

1. Tujuan utama

Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik

masyarakat maupun perawa

2. Tujuan Khusus

a. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang

diberikan oleh perawat.

b. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.

c. Menetapkan standar pelayanan keperawatan

d. Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan

e. Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan

f. Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi

pelayanan.

J. Masalah Hukum dalam Praktik Keperawatan

Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh

para ahli. Beberapa masalah yang dibahas secara singkat disini meliputi :
1. Menandatangani Pernyataan Hukum

Perawat seringkali diminta menandatangi atau diminta untuk sebagai saksi.

Dalam hal ini perawat hendaknya tidak membuat pernyataan yang dapat diinterprestasikan

menghilangkan pengaruh. Dalam kaitan dengan kesaksian perawat disarankan mengacu pada

kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari atasan.

2. Format Persetujuan (Consent)

Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan dalam bentuk

yang cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit memberikan format persetujuan pada awal

pasien masuk rumah sakit yang mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk dirawat

dan menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format persetujuan operasi.

Perawat dalam proses persetujuan ini biasanya berperan sebagai saksi. Sebelum informasi

dari dokter ahli bedah atau perawat tentang tindakan yang akan dilakukan beserta resikonya.

3. Report

Setiap kali perawat menemukan suatu kecelakaan baik yang mengenai pasien,

pengunjung maupun petugas kesehatan, perawat harus segera membuat suatu laporan tertulis

yang disebut incident report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering terjadi misalnya pasien

jatuh dari kamar mandi, jarinya terpotong oleh alat sewaktu melakuakan pengobatan,

kesalahan memberikan obat dan lain-lain.

Dalam setiap kecelakaan, maka dokter harus segera diberi tahu.

Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk keperluan ini. Bila format tidak ada

maka kejadian dapat ditulis tanpa menggunakan format buku. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam pencatatan incident report antara lain :

a. tulis kejadian sesuai apa adanya

b. tulis tindakan yang anda lakukan

c. tulis nama dan tanda tangan anda dengan jelas


d. sebutkan waktu kejadian ditemukan

4. Pencatatan

Pencatatan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak lepas dari asuhan

keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Pencatatan merupakan salah satu komponen yang

penting yang memberikan sumber kesaksian hukum. Betapapun mahirnya keterampilan anda

dalam memberikan perawatan, jika tidak dicatat atau dicatat tetapi tida lengkap, tidak dapat

membantu dalam persidangan. Setiap selesai melakukan suatu tindakan maka perawat harus

segera mencatat secara jelas tindkan yang dilakukan dan respon pasien terhadap tindakan

serta mencantumkan waktu tindakan diberikan dan tanda tangan yang memberikan tindakan.

5. Pengawasan Penggunaan Obat

Pemerintah Indonesia telah mengatur pengedaran dan penggunaan obat. Obat

ada yang dapat dibeli secara bebas dan ada pula yang dibeli harus dengan resep dokter. Obat-

obat tersebut misalnya narkotik disimpan disimpan ditempat yang aman dan terkunci dan

hanya oprang-orang yang berwenang yang dapat mengeluarkannya. Untuk secara hukum

hanya dapat diterima dalam pengeluaran dan penggunaan obat golongan nartkotik ini,

perawat harus selalu memperhatikan prosedur dan pncatatan yang benar.

6. Abortus Dan Kehamilan Diluar Secara Alami

Abortus merupakan pengeluaran awal fetus pada periode gestasi sehingga

fetus tidak mempunya kekuatan untuk bertahan hidup. Abortus merupakan tindakan

pemusnahan yang melanggar hukum, atau menyebabkan lahir prematur fetus manusia

sebelum masa lahir secara alami.

Abortus telah menjadi masalah internasional dan berbagai pendapat telah

diajukan baik yang menyetujui maupun yang menentang. Factor-faktor yang mendorong

abortus antara lain karena :

a. Pemerkosaan
b. Pria tidak bertanggung jawab

c. Demi kesehatan mental

d. Kesehatan tubuh

e. Tidak mampu merawat bayi

f. Usia remaja

g. Masih sekolah

h. Ekonomi

(KR, 1994)

Yang dimaksud dengan kelahiran yang diluar secara alami meliputi kelahiran

yang diperoleh dengan tidak melalui hubungan intim suami istri sebagai mana mestinya.

Misalnya melalui fertilisasi invirto (bayi tabung).

7. Kontroversi Aborsi

Aborsi di Indonesia masih merupakan perbuatan yang secara jelas dilarang,

terkecuali jika ada indikasi medis tertentu yang mengakibatkan terancamnya hidup dari sang

Ibu. Di dunia Internasional sendiri dikenal dua kelompok besar yaitu pro life (yang

menentang aborsi) dan pro choice (yang tidak menentang aborsi) berikut dengan berbagai

argumentasi yang melatarbelakanginya.

Di Indonesia sendiri, meski aborsi dilarang, namun tetap banyak perempuan-

perempuan yang melakukan aborsi. Baik dilakukan berdasarkan indikasi medis tertentu

maupun indikasi non medis.

Dalam aborsi, kami cenderung melihatnya dari sisi non moral, karena problem

moral haruslah diletakkan dalam koridor moral semata dan tentu bukan dalam koridor moral

yang dimasukkan unsur-unsur hukum. Beberapa contoh bagaimana terkadang moral dan

hukum, dalam pandangannya, tidak mampu untuk menjawab persoalan persoalan ini.
Contoh A: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan

kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam

terminologi adanya kekuatan yang melakukan pembersihan etnis dimana dia adalah salah

satu etnis yang hendak disapu bersih.

Contoh B: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan

kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam

konteks kejahatan dalam keluarga.

Contoh C: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan

kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam

konteks kejahatan di lingkungan kerja. Dia sendiri sudah bersuami dan memiliki anak-anak

yang baik dan lucu-lucu

Contoh D: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan

kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam

konteks kejahatan biasa. Dia diperkosa karena ada perampok yang memasuki rumahnya.

Contoh E: Seorang perempuan yang hendak melangsungkan perkawinan,

ternyata telah hamil sebelum perkawinannya berlangsung. Sementara calon suaminya sendiri

kabur entah kemana dan tak dapat dilacak kembali

Jika perempuan-perempuan ini diharuskan memelihara kehamilannya, kami yakin dia akan

menanggung beban psikologis yang berat dan melahirkan anak yang tidak diinginkan akan

merupakan beban dan pukulan kedua yang berat bagi mereka. Dan bisa jadi anak yang

dilahirkannya malah tidak diurus dengan baik, baik oleh dirinya maupun keluarganya. Kalau

sudah begini terjadi lingkaran kekerasan yang tak ada habisnya

8. Kematian dan Masalah yang Terkait


Masalah hukum yang berkaitan denagn kematian antara lain meliputi

pernyataan kematian, bedah mayat/otopsi dan donor organ. Kematian dinyatakan oleh dokter

dan ditulis secara sah dalam surat pernyataan kematian.

Surat pernyataan ini biasanya dibuat beberapa rangkap dan keluarga mendapat

satu lembar untuk digunakan sebagai dasar pemberitahuan kepada kerabat serta keperluan

ansuransi. Pada keadaan tertentu misalnya untuk keperluan keperluan peradilan, dapat

dilakukan bedah mayat pada orang yang telah meninggal.

K. Mencegah Masalah Hukum dan Etika yang Terkait dengan Pelayanan

Keperawatan

1. Strategi Penyelesaian Masalah Hukum

Malpraktik masih menjadi topik dalam dunia kesehatan. Berbagai praktik

kesehatan termasuk keperawatan ini sudah diarahkan untuk mencegah terjadinya malpraktik.

Berbagai UU praktik kesehatan telah mulai diupayakan untuk memberikan arahan bagi

praktik professional dan perlindungan bagi praktik kesehatan. Peradilan profesi semakin

banyak dibicarakan bagi pemikir hukum kesehatan (misalnya PERHUKI dan pemerintah)

yang nantinya dapat memberikan pengayoman hukum bagi tenaga kesehatan dan bagi

masyarakat.

Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena menyangkut nasib manusia.

Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama “mencegah lebih baik dari pada mengobati”.

Kiranya mencegah masalah hukum lebih baik dari pada memberikan sanksi hukum. Untuk ini

sebagai perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam mencegah hukum.

2. Strategi Penyelesaian Masalah Etik

Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan

dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat

menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada


pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988)Salah satu cara menyelesaikan permasalahan

etis adalah dengan melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan

dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk

melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etis.

3. Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik

Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu

masalah yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau

suatu situasi dimana alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam

dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis, seseorang

harus bergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka pemecahan

dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya menggunakan kerangka

proses keperawatan dengan pemecahan masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier,

erb, 1991).

Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya

dalam membuat keputusan termasuk agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang

menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang membuat

keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada pula yang

membuat keputusan berdasarkan pengalamannya (Ellis, Hartley, 1980).

1. Teori dasar pembuatan keputusan Etis

a. Teleologi

Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleo¬logi

dan utilitarianisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi me¬rupakan suatu doktrin

yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat

terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The end justifies the means atau

makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan
pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi

manusia (Kelly, 1987). Teori teleologi atau utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule

utili¬tarianisme dan act utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau

nilai suatu tindakan tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan

atau kebahagiaan pada manusia. Act utilita¬rianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan

aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan pertimbangan

terhadap tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya atau

ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh penerapan teori ini misalny a bayi-bayi

yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di

masyarakat.

b. Deontologi (Formalisme)

Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada

aksi atau tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau

konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini

perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat

memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah.

Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus

bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia

secara rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat universal, tidak

kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant meliputi: pertama,

manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat

menjadi suatu hukum moral universal. Kedua, manusia harus tidak memperlakukan orang

lain secara sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu sebagai hasil akhir terhadap dirinya

sendiri. Contoh penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus

diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat
menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus

karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.

Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak menggunakan

pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyela-matkan nyawa

ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi) merupakan

tindakan yang secara moral buruk. Secara lebih luas, teori deontologi dikembangkan menjadi

lima prinsip penting; kemurahan hati, keadilan, otonomi, kejujuran, dan ketaatan.

2. Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.

Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi

perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan

etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan,

konsep moral perawatan dan prinsip-prinsip etis.

Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembang¬kan dengan mengacu

pada kerangka pembuatan keputusan etika medis.

Beberapa kerangka disusun berda¬sarkan posisi falsafah praktik keperawatan,

sementara model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti

yang diajarkan di pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang

dikembangkan oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton. Metode Jameton

dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan

dengan asuhan keperawatan pasien. Ke¬rangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991),

terdiri dari lima tahap:

a. Identifikasi masalah.

b. Perawat harus mengumpulkan data tambahan.

c. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.

d. Pembuat keputusan harus membuat keputusan.


e. Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.

Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb

(1989), adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan

informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan

yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.

2) Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut

3) Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan

mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut

4) Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan

yang tepat

5) Mendefinisikan kewajiban perawat

6) Membuat keputusan.
BAB III

KASUS PEMICU

A. Aplikasi Konsep Etika dan Hukum Keperawatan dalam Praktik Keperawatan

dengan kasus HIV / AIDS

Tn. F dibawa oleh keluarganya ke RSUD Raden Mattaher dengan gejalandemam dan

diare kurang lebih selama 6 hari. Berdasarkan hasil pengkajian diruang IGD Tn F menderita

sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-

angsur. Berat badab Tn F sebelum sakit 50 kg selam 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan

telah turun 10 kg dari berat badan semula. Tn F bekerja sebagai sopir truk yang sering pergi

keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali

bahkan sebulan sekali.

Dari hasil pengkajian tersebut Tn F diberikan terapi pemasagan infus oleh dokter,

kemudian Tn F disuruh dirawat diruangan penyakit dalam karena kondisi Tn F yang sudah

sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn F melakukan visit kepada Tn

F,dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium

dengan mengambil sampel darahnya. Tn F ingin tahu sekali tentang penyakitnya setelah

didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah
diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasil mengatakan bahwa Tn

F positif terjangkit penyakit HIV/AIDS.

Kemudian perawat tesebut memanggil keluarga Tn F untuk menghadap dokter yang

menangani Tn F. Bersama dokter dan ijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang

kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta

kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakit ini kepada Tn F.

Keluarga Tn F prustasi, dan tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.

Perawat tersebut mengalami dilemma etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan

keluarga namun disisi lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh

Tn F Karena itu hak pasien untuk mendapatkan informasi.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Nama : Tn F

Umur : 38 th

Suku bangsa : kulit putih

Agama : islam

Jenis kelamin : laki-laki

Pekerjaan : sopir truk

S. perkawinan : kawin

B. Diagnosa Data

Gejala : demam dan dieare kurang lebih selama 6 hari.

Keluhan : sariawan 3 bulan tidak sembuh-sembuh, berat badan turun berangsur-

angsur.

Pemeriksaan diagnosa :

1. Tes antiibodi serum : skrining HIV.

2. Sel T-limfosit : penurunan jumlah total.


3. Kadar Ig : umumnya meningkat,terutama IgG dan IgA yang normal ataupun mendekati

normal.

4. Tes PHS : pembungkusan hepatitis B dan inti antibody, sifilis, CMV mungkin positif.

5. Budaya : histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feses, cariran spinal, luka, sputum,

dan sekresi mungkin dilakukan untuk mengidentifikasikan infeksi.

6. Pemeriksaan neurologis : mis, EEG, MRI, skan CT otak.

7. Sinar x dada : mungkin normal pada awAlnya atau menyatakan perkembangan infiltrasi

intrestisial dari PCP.

8. Tes fungsi fulmunal : deteksi awal pada pneumonomia intrestisial.

9. Scan gallium : pengambilan difusi polmonal terjadi pada PCP dan bentuk-bentuk

pneumonia lainnya.

C. Tujuan dan Rencana Pemecahan

1. Mencegah atau memperkecil infeksi

2. Mempertahankan homoestatis

3. Mengusahakan kenyamanan

4. Memberikan penyesuaian psikososial

5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan keperawatan.

D. Prinsip-prinsip etik keperawatan

1. Memberikan penjelasan yang respek kepada pasien dan tidak menyinggung pasien.

2. Memberikan informasi kepada paien tentang apa yang dialami pasien.

3. Meemberikan keadilan kepada pasien.

4. Tidak merugikan pasien tidak menimbulkan bahasa fisikdan psikologis pada klien.

E. Evaluasi

AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrome (AIDS) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang dan merusak system
imun / kekebalan tubuh manusia. Sejak penyakit ini pertama kali di akui di wilayah Afrika

oleh Gottlieb pada tahun 1981, penyakit mematikan ini terus menyebar ke hampir seluruh

dunia. Berdasarkan laporan WHO (2009), menyebutkan peningkatan jumlah penderita HIV/

AIDS sebanyak 33,4 juta orang dengan estimasi 31,1-35,8 juta mengidap HIV/AIDS,

munculnya infeksi baru 2,7 juta orang dengan estimasi 2,4-3,0 juta orang dan kejadian

kematian berjumlah 2 juta orang dengan estimasi 1,7-2,4 juta orang. Penyebaran kejadian,

97% berada diwilayah miskin yang didominasi oleh Negara Afrika, Asia, dan wilayah Asi,

amerika latin dan Negara- Negara berkembang dan Negara miskin lainnya termasuklah

Indonesia.

Etika adalah aturan bertindak atau berperilaku dalam suatu masyarkat tertentu atau

dalam komunitas. Aturan ini biasanya bersifat turun temurun dari generasi ke generasi serta

tidak tertulis. Sedangkan hukum adalah aturan berperilaku dalam masyarakat atau Negara

yang ditentukan atau dibuat oleh para pemegang otoritas atau oleh pemerintah Negara dan

tertulis.Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat akan terikat pada etika dan hukum,

atau etika dan hukum kesehatan. Petugas kesehatan harus tunduk dan patuh pada etika profesi

( kode etik profesi) dan juga tunduk kepada ketentuan hokum, peraturan, dan perundang-

undangan yang berlaku. Apabila melanggar etika maka akan mendapat sanksi berupa sanksi

“etike/ moral”, tetapi apabila melanggar hokum maka pelaku akan mendapat sanksi hokum (

pidana atau perdata ). Kode etik profesi tersebut dibuat untuk mengatur kewajiban dan hak

dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberi asuhan keperawatan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam

keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik

sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat.

Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata

tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan

dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung

berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab

terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi

asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).

Prinsip-prinsip Etika Keperawatan terdiri dari 8 aspek, yaitu otonom, berbuat baik,

keadilan, tidak merugikan, kejujuran, menepati janji, kerahasiaan, dan akuntabilitas. Berbagai

masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh para ahli meliputi :

menandatangani pernyataan hukum, format persetujuan (Consent), report, pencatatan,

pengawasan penggunaan obat, abortus dan kehamilan diluar secara alami, kontraversi aborsi,

dan kematian dan masalah yang terkait.


Mencegah masalah hukum dan etika yang terkait dengan pelayanan keperawatan

meliputi 3 strategi, yaitu strategi penyelesaian masalah hukum, strategi penyelesaian masalah

etik, dan pembuatan keputusan dalam dilemma etik.

B. Saran

Mengingat pelaksanaan penulisan makalah ini baru berjalan sepekan sehingga hasil

yang diperoleh belum maksimal. Oleh karena itu, disarankan kepada penulis untuk dapat

melengkapi informasi tentang etika dan hokum keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Wulan, kencana dan Hastuti.2011. Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta: PT.Prestasi

pustakaraya.

Mimin, Suhaimin. 2003. Etika Keperawatan dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Ismani, N. 2001. Etika keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Potter, P. A., Buku Ajar Fundamental: Konsep Proses dan Praktik. Alih Bahasa, Yasmin

Asih, Edisi 4, Jakarta, EGC, 2005.

Kusnanto. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta, 2003.

Ali. 2004. Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika.

Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Anda mungkin juga menyukai