GENERASI MUDA
Abstrak.: Jangan tanyakan kepada negara, apa yang dapat diberikannya kepada kita,
melainkan tanyakanlah kepada diri kita apa yang dapat kita dharma baktikan bagi negara
kita, demikian John F. Kennedy yang menjadi Presiden Amerika Serikat tahun 1961-
1963.Pendapat Kennedy di atas masih relevan untuk kita percakapkan ketika Banyak kalangan yang melihat
perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan,
kekuatiran itu menjadi semakin nyata ketika mengamati pada apa yang dialami oleh setiap warganegara, yakni
memudarnya wawasan kebangsaan. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah adanya kecenderungan
kita kehilangan wawasan tentang makna hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong terjadinya
dis-orientasi dan perpecahan.
Key Words: Generasi Muda, Wawasan Kebangsaan.
A. Pengantar
Bangsa Indonesia yang menghuni Negara Kesatuan Republik Indonesia ini adalah sebuah bangsa yang
besar. Negara dengan jumlah penduduk ± 212.000.000 orang ini merupakan negara kepulauan yang terbesar di
dunia. Keadaan tanahnya yang subur dan terletak diantara dua benua serta dua samudra besar membuat posisi
geografis Indonesia sangat strategis menyebabkan banyak bangsa-bangsa lain di dunia sejak dulu ingin
menguasai bumi Nusantara ini. Kondisi geografis yang sangat menguntungkan bangsa ini diperindah lagi
dengan keanekaragaman suku, etnis, agama, bahasa dan adat istiadat, namun sangat rentan terhadap perpecahan
jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu dalam pengelolaan sebuah "negara bangsa" diperlukan suatu
cara pandang atau wawasan yang berorientasi nasional (Wawasan Nasional) dan merupakan suatu kesepakatan
bangsa Indonesia yang dikenal dengan "Wawasan Nusantara".
Banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia sudah sangat
memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu menjadi semakin nyata ketika mengamati pada apa yang dialami oleh
setiap warganegara, yakni memudarnya wawasan kebangsaan.
Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah adanya kecenderungan kita kehilangan wawasan tentang makna
hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong terjadinya dis-orientasi dan perpecahan.
Pandangan di atas sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia ini menjadi
sangat multi dimensional yang saling mengait. Krisis ekonomi yang tidak kunjung henti berdampak pada krisis
sosial dan politik, yang pada perkembangannya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik
horizontal dan vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial merupakan salah satu akibat dari semua krisis yang
terjadi, yang tentu akan melahirkan ancaman dis-integrasi bangsa. Apalagi bila melihat bahwa bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya suku, budaya daerah, agama, dan berbagai aspek politik
lainnya, serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar. Semua ini mengandung potensi konflik (latent
sosial conflict) yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
Dewasa ini, dampak krisis multi-dimensional ini telah memperlihatkan tanda-tanda awal munculnya krisis
kepercayaan diri (self-confidence crisis) dan rasa hormat diri (self-esteem crisis) sebagai bangsa. Krisis
kepercayaan sebagai bangsa dapat berupa keraguan terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi
persoalan-persoalan mendasar yang terus-menerus datang, seolah-olah tidak ada habis-habisnya mendera
Indonesia. Aspirasi politik untuk merdeka di berbagai daerah, misalnya, adalah salah satu manifestasi wujud
krisis kepercayaan diri sebagai satu bangsa, satu “nation”.
Apabila krisis politik dan krisis ekonomi sudah sampai pada krisis kepercayaan diri, maka
eksistensi Indonesia sebagai bangsa (nation) sedang dipertaruhkan. Maka, sekarang ini adalah
saat yang tepat untuk melakukan reevaluasi terhadap proses terbentuknya “nation and
character building” kita selama ini, karena mungkin saja persoalan-persoalan yang kita
hadapi saat ini berawal dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan konsep awal
“kebangsaan” yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an. Kesalahan inilah yang dapat
menjerumuskan Indonesia, seperti yang ditakutkan Sukarno, “menjadi bangsa kuli dan kuli di
antara bangsa-bangsa.” Bahkan, mungkin yang lebih buruk lagi dari kekuatiran Sukarno,
“menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara bangsa-bangsa”.
Di samping itu, timbul pertanyaan mengapa akhir-akhir ini wawasan kebangsaan menjadi
banyak dipersoalkan. Apabila kita coba mendalaminya, menangkap berbagai ungkapan
masyarakat, terutama dari kalangan cendekiawan dan pemuka masyarakat, memang mungkin
ada hal yang menjadi keprihatinan. Pertama, ada kesan seakan-akan semangat kebangsaan
telah menjadi dangkal atau tererosi terutama di kalangan generasi muda–seringkali disebut
bahwa sifat materialistik mengubah idealisme yang merupakan jiwa kebangsaan. Kedua, ada
kekuatiran ancaman disintegrasi bangsa, dengan melihat gejala yang terjadi di berbagai
daerah, terutama yang amat mencekam adalah pertikaian yang terjadi di Ambon, Aceh, Papua
dan Poso, dimana terdapat kecenderungan paham kebangsaan merosot menjadi paham
kesukuan atau keagamaan. Ketiga, ada keprihatinan tentang adanya upaya untuk melarutkan
pandangan hidup bangsa ke dalam pola pikir yang asing untuk bangsa ini.
Melihat perkembangan wawasan kebangsaan yang dimiliki anak-anak bangsa seperti itu,
apabila dibiarkan dapat dipastikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kita
cintai ini akan terpecah-pecah, dan pada gilirannya akan memudahkan kekuatan asing masuk
ke wilayah kita seperti terjadi pada jaman penjajahan Belanda dahulu. Ketika itu bangsa
Indonesia ditindas, diperas dan dibelenggu kebebasan hak-haknya oleh Belanda. Dengan
semangat persatuan Indonesia bangsa ini kemudian bangkit bersatu padu mengusir penjajah.
Untuk diketahui bahwa, sebenarnya Wawasan Kebangsaan Indonesia sudah dicetuskan oleh
seluruh Pemuda Indonesia dalam suatu tekad pada tahun 1928 yang dikenal dengan sebutan
"Sumpah Pemuda" yang intinya bertekad untuk bersatu dan merdeka (satoe Noesa, Satoe
Bangsa, Satoe Bahasa) dalam wadah sebuah "Negara Kesatuan Republik Indonesia". Untuk
itu seharusnya dalam menghadapi keadaan negara yang serba sulit seperti sekarang ini kita
bangsa Indonesia harus bangkit bersatu dan bergandengan tangan mengatasi masalah bangsa.
E. Penutup.
Wawasan kebangsaan adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh kita semua sebagai anak
bangsa terutama Generasi Muda yang merupakan generasi penerus bangsa, yang bertugas
meneruskan perjuangan-perjuangan para pahlawan dalam rangka membangun suatu Bangsa
dan Negara menjadi Bangsa dan Negara yang maju, sejahtera, dan tentram-damai, serta untuk
menjaga dan melestarikan kultur bangsa di era globalisasi ini, agar kultur bangsa kita menjadi
kultur bangsa asli dan tidak tercampur dengan kultur bangsa luar yang dapat menghilangkan
jati diri bangsa. Untuk itu perlu diperhatian: Pertama, tumbuh kembangkan terus
pemahaman tentang Wawasan Kebangsaan sebagai alat pemersatu bangsa dalam kehidupan
sehari-hari di tengah-tengah rakyat, walaupun latar belakang suku, agama, ras dan adat
istiadat yang berbeda; Kedua, hayati dan pahami secara utuh tentang butir-butir dari
Wawasan Kebangsaan yaitu; rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan
yang merupakan jiwa bangsa Indonesia dan pendorong tercapainya cita-cita bangsa;
dan Ketiga, bina terus semangat kebangsaan, di lingkungan kita sebagai anak bangsa dalam
upaya mewujudkan Persatuan dan kesatuan bangsa.
DAFTAR BACAAN.
Hadi H. Otho.,Nation and Character Building.,Internet.
RC. Ryamizard.,Wawasan Kebanagsaan.,Internet
Setiawan Henoch.,Bagaimana Membimbing anak memiliki Wawasan Kebangsaan.,Internet.
Wahyudi Agus.,Kita adalah Penerus.,Internet.
Yudhoyono Susilo Bambang (Presiden RI).,2006.,Menata Kembali Kehidupan Bernegara berdasarkan
Pancasila (Pidato dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila).,Jakarta Convention
Center.