Anda di halaman 1dari 34

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Post Partum


1. Pengertian
Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta serta selaput, yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Rukiyah, 2010:72).
Postpartum adalah masa yang dimulai setelah partus selesai dan
berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih
kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan. Batasan waktu
nifas yang paling singkat tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam
waktu relatif pendek darah sudah keluar sedangkan batasan maksimumnya
adalah 40 hari (Anggraini, 2010).
Postpartum (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Wanita
melalui puerperium disebut peurpura. Puerperium (nifas) berlangsung
selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk
pulihnya alat kandungan pada keadaan normal (Ambarawati, 2010:80).
Jadi masa postpartum (puerperium) adalah masa setelah keluarnya
plecenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan
secara normal masa nifas berlangsumg selama 6 minggu atau 40 hari.
Asuhan masa nifas dipelukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama.
2. Tahapan Post Partum
Menurut Ambarwati (2010:82), postpartum dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
1) Puerperium dini

6
7

Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu diperbolehkan untuk


berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan pervaginam tanpa
komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan untuk
mobilisasi segera.
2) Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi berangsur-
angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung
selama kurang lebih 6 minggu atau 42 hari.
3) Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan
mengalami komplikasi. Rentang remote puerperium berbeda untuk
setiap ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi yang dialami
selama hamil atau persalinan.
3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Menurut Wulandari dan Handayani (2011:40), perubahan fisiologis
yang terjadi pada masa nifas meliputi:
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Uterus
Pangerutan uterus atau involusi merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat
sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir
akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
2) Bekas implantasi plasenta
a) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir
seluas 12x5 cm, permukaan kasar, dimana pembuluh darah
besar bermuara.
b) Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis
disamping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot
Rahim.
8

c) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu


ke 2 sebesar 6-8cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan
nekrosis bersama dengan lochea.
e) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena
pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan
lapisan basalis endometrium.
f) Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu post partum.
3) Lochea
Lochea adalah sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
selama masa nifas. Proses keluarnya lochea terdiri dari 4
tahapan:
a) Lochea rubra (cruenta)
Lochea ini muncul pada hari ke 1-4 masa post partum.
Berisi darah segar sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo (rambut bayi) dan meconium.
b) Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning merah kecoklatan dan berlendir.
Berlangsung selama hari ke 4-7 pasca persalinan.
c) Lochea serosa
Berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,
leukosit dan robekan atau laserasi plasenta. Muncul pada
hari ke 7-14 pasca persalinan.
d) Lochea alba
Mengandung leukosit sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks dan serabut jaringan yang mati. Berlangsung selama
2-6 minggu pasca persalinan.
4) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus.
Warna serviks sendiri merah kehitaman karena penuh
pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang
9

terdapat laserasi (perlukaan kecil). Karena robekan kecil yang


terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada
keadaan sebelum hamil.
Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri
yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi terdapat perbatasan antara korpus uteri dan serviks
berbentuk cincin.
Muara serviks yang berdilatasi 10cm pada waktu persalinan,
menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa
masuk rongga Rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari dan
pada minggu ke 6 pasca persalinan serviks menutup.
5) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara
bertahap dalam waktu 6-8 minggu postpartum. Penurunan
hormon estrogen pada masa pasca persalinan berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan
terlihat kembali sekitar minggu ke 4.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi penurunan produksi
progesteron. Sehingga hal ini dapat menyebabkan heartburn dan
konstipasi terutama pada hari pertama. Hal ini terjadi karena
inaktifitas motilitas usus menyebabkan kurangnya keseimbangan
cairan selama persalinan dan adanya refleks hambatan defekasi
akibat rasa nyeri pada perineum karena pasca episiotomi,
pengeluaran cairan yang berlebihan waktu persalinan (dehidrasi),
kurang makan, hemoroid. Supaya buang air besar kembali teratur
dapat diberikan makanan yang mengandung serat dan pemberian
cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2-3
hari dapat dibantu dengan pemberian huknah atau spuit gliserin
atau pemberian obat laksatif atau pencahar.
10

c. Perubahan Sistem Perkemihan


Deuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari pasca persalinan. Hal ini
merupakan salah satu pengaruh selama kehamilan dimana saluran
urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal
setelah 4 minggu postpartum. Pada awal pasca persalinan kandung
kemih akan mengalami edema, kongesti dan hipotonik. Hal ini
disebabkan karena adanya overdistensi pada saat kala II persalinan
dan pengeluiaran urin yang tertahan selama proses persalinan.
Sumbatan pada uretra disebabkan karena adanya trauma saat
persalinan yang berlangsung dan trauma ini dapat berkurang
setelah 24 jam pasca persalinan.
d. Perubahan Sistem Endokrin
Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar Hormon Chrinonis
Gonadotropin (HCG), Human Plasental Lactogen (HPL), secara
berangsur menurun dan normal setelah 7 hari postpartum.
1) Hormone plasenta
Selama periode pasca persalinan terjadi perubahan hormon
yang signifikan. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan
signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh plasenta.
Penurunan hormon human plasental lactogen (HPL), estrogen
dan progesteron serta plsenta enzyme insulinase membalik efek
diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun.
Human Chrinonis Gonadotropin (HCG) menurun dan menetap
sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke 7 pasca persalinan
dan sebagai pemenuhan mamae pada hari ketiga pasca
persalinan
2) Hormone pituary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Follicle
Stimulating Hormone (FSH) dan Leutinizing Hormone (LH)
meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke 3
11

dan Leutinizing Hormon (LH) tetap rendah hingga ovulasi


terjadi.
3) Hormon oksitoksin
Oksitoksin di keluarkan dari kelenjar bawah otak bagian
belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan
payudara. Selama tahap ke tiga persalinan, oksitoksin
menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya
bertindak otot yang menahan kontraksi, mengurangi tempat
plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih
menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang keluarnya
oksitoksin lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk
normal dan pengeluaran air susu.
4) Hormone pituitary ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali
menstruasi pertama bersifat anovulasi yang dikarenakan
rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita
laktasi sekitar15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu
dan 45% setelah 12 minggu. Di antara wanita yang tidak laktasi
40% menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan
90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi
pertama anvolusi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50%
siklus pertama menstruasi.
e. Perubahan Tanda-tanda Vital
1) Suhu badan
Selama 24 jam post partum suhu badan akan naik (37,5 -
38°C.) karena kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan
dan kelelahan. Pada hari ke 3 suhu badan akan naik lagi karena
ada pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak.
12

2) Nadi
Denyut nadi nadi normal 60-100x/menit. Setelah melahirkan
biasanya denyut nadi akan lebih cepat.
3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Tekanan darah menjadi
turun setelah melahirkan karena ada perdarahan dan tekanan
darah akan tinggi pada postpartum dapat menandakan pre
eklamsia.
4) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal
pernafasan juga akan mengikuti kecuali ada gangguan
pernafasan.
f. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Kardiac output meningkat selama persalinan dan berlangsung
sampai kala III ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan
terjadi pada beberapa hari pertama post partum dan akan kembali
normal pada akhir minggu ke tiga post partum.
g. Perubahan Hematologi
Terjadi peningkatan sel darah putih berkisar antara 15.000-30.000
merupakan adanya infeksi pada persalinan. Pada hari 2-3 post
partum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih.
h. Perubahan sistem muskuluskeletal
Ligamen fasia dan diagfragma pelvis yang meregang pada waktu
kehamilan dan persalinan beangsur-angsur pulih kembali seperti
sediakala. Setelah persalinan tidak jarang ligamen rotundum
mengendur. Fasia jaringan penunjang alat genetalia yang
mengendur dapat diatasi dengan latihan tertentu. Mobilitas sendi
yang berkurang dan posisi lordosis akan kembali secara perlahan.
13

i. Perubahan Pada Payudara


Selama kehamilan, hormone prolaktin dari plasenta meningkat
tetapi ASI belum keluar karena masih dihambat oleh hormon
esterogen yang tinggi. Pada hari kedua sampai hari ketiga pasca
persalinan, kadar esterogen dan progesteron menurun sehingga
hormone prolactin meningkat pada saat inilah terjadi sekresi ASI.
Dengan menyusukan lebih dini perangsangan puting susu,
terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga ASI semakin lancar.
Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi
yaitu refleks prolactin dan refleks aliran timbul akibat
perangasangan putting oleh hisapan bayi.

4. Tahap Adaptasi Psikologis Ibu Masa Post Partum


Menurut Ambarwati (2010:88), tahap adaptasi psikologis yang terjadi
pada ibu masa nifas yaitu:
a. Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari
hari 1-2 setelah melahirkan. Fokus perhatian ibu terutama pada
dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering
berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat
untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung.
b. Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Wanita
post partum ini berpusat pada kemampuan dalam mengontrol diri,
fungsi tubuh. Berusaha untuk menguasai kemampuan merawat
bayinya, menimang, menyusui dan mengganti popok. Ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya
merawat bayinya. Selain itu sangat sensitif sehingga mudah
tersinggung.
14

c. Fase letting go
Pada fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu
mengambil tanggung jawab dalam merawat bayinya. Ibu harus
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
5. Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas
Menurut Maritalia (2012:54), kebutuhan dasar ibu masa nifas adalah:
a. Nutrisi dan cairan
Nutisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk
keperluan metabolisme. Kebutuhan gizi pada masa nifas
meningkat 25% karena berguna untuk proses kesembuhan karena
setelah melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup
untuk bayi.
b. Ambulansi
Ambulansi dini disebut juga early ambulation adalah kebijakan
untuk secepat mungkin membimbing klien keluar dari tempat
tidurnya dan membimbing klien secepat mungkin untuk berjalan.
Klien sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur setelah 24-48
jam setelah melahirkan. Kontra indikasi ambulansi dini yaitu pada
klien dengan penyulit misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit
paru dll. Keuntungannya ambulansi dini adalah:
1) Klien merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat.
2) Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
3) Dapat lebih cepat untuk mengajari ibu untuk merawat bayinya
c. Eliminasi
1) Miksi
Buang air kecil normal apabila setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan
untuk buang air kecil sendiri, bila tidak bisa dilakukan
tindakan:
a) Dirangsang dengan air mengalir di dekatkan ke klien
15

b) Mengompres air hangat diatas simpisis pubis. Apabila tidak


behasil bisa dilakukan pemasangan kateter.
2) Defekasi
Biasanya 2-3 hari setelah melahirkan masih sulit utuk buang air
besar. Jika pasien pada hari ke 3 belum buang air besar maka
diberikan laksan supositoria dan minum air hangat. Agar bisa
buang air besar teratur maka perlu dilakukan diet, pemberian
cairan, serta olahraga.
d. Kebersihan diri
1) Perawatan perineum
Apabila setelah buang air besar atau buang air kecil perineum
dibersihkan secara rutin. Caranya dibersihkan dengan air sabun
yang lembut minimal sekali sehari. Dimulai dari simphisis
sampai anus sehingga tidak terjadi infeksi. Ibu juga diberi tahu
untuk mengganti pembalut minimal 4 kali sehari.
2) Perawatan payudara
a) Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting
susu dengan menggunakan BH menyokong payudara.
b) Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang
keluar pada sekitar puting susu setiap kali menyusui.
Menyusui tetap di lakukan di mulai dari puting yang tidak
lecet.
c) Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24
jam, ASI dikeluarkan dan di minumkan dengan sendok.
d) Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat di berikan tablet
analgetik 4-6 jam.
e. Istirahat
Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi
kelelahan, istirahat selagi bayi masih tidur, kembali ke kegiatan
rumah tangga secara perlahan-lahan, mengatur kegiatan rumahnya
sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada siang hari
16

kira-kira 2 jam dan malam hari 7-8 jam. Kurang istirahat pada ibu
nifas dapat mengakibatkan kurangnya produksi ASI,
memperlambat involusi, yang berakhirnya bisa menyebabkan
perdarahan serta depresi
f. Seksual
Apabila perdarahan telah berhenti dan epsiotomi sudah sembuh
maka coitus bisa dilakukan pada 3-4 minggu setelah melahirkan.
Hasrat seksual pada bulan pertama akan berkurang baik
kecepatanya maupun lamanya, juga orgasme pun akan menurun.
Ada juga yang berpendapat bahwa coitus dapat dilakukan setelah
masa nifas berdasarkan teori proses penyembuhan luka post
partum sampai dengan 6 minggu. Secara fisik aman untuk memulai
hubungan suami istri begitu darah merah berhenti.

6. Komplikasi
a. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam yang melibihi 500 ml setelah bersalin
didefinisikan sebagai perdarahan pasca persalinan.
b. Infeksi masa nifas
Beberapa bakteri menyebabkan infeksi setelah persalinan. Infeksi
masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi AKI. Infeksi alat
genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas ke
saluran urinaria, payudara dan pembedahan merupakan penyebab
terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari
temperature atau suhu pembengkakan takikardi dan malaise.
Sedangkan gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan,
dan rasa nyeri pada payudara atau adanya disuria. Ibu beresiko
terjadi infeksi post partum karena adanya luka pada bekas
pelepasan plasenta, laserasi pada saluran genital termasuk
episiotomi pada perineum, dinding vagina dan serviks, infeksi post
17

SC yang mungkin terjadi. Penyebab infeksi bakteri endogen dan


bakteri eksogen.
c. Demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih
Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari
flora normal perineum. Sekarang terdapat bukti bahwa beberapa
galur E. Coli memiliki pili yang meningkatkan virulensinya. Pada
masa nifas dini, sensitivitas, kandung kemih terhadap tegangan air
kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan
serta analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung
kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman yang
ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi periuretra atau
hematoma dinding vagina. Setelah melahirkan terutama saat infus
oksitosin di hentikan terjadi diuresis yang di sertai peningkatan
produksi urine dan distensi kandung kemih. Overdistensi yang di
sertai kateterisasi untuk mengeluarkan air yang sering
menyebabkan infeksi saluran kemih.
d. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit
Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat dapat
menyebabkan payudara menjadi merah, panas, terasa sakit,
akhirnya terjadi mastitis. Puting lecet akan memudahkan masuknya
kuman dan terjadinya payudara bengkak. BH yang terlalu ketat,
mengakibatkan segmental engorgement.ibu yang diit jelek, kurang
istirahat, anemia akan mudah terkena infeksi.
e. Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di kaki
Selama masa nifas dapat terbentuk trhombus sementara pada vena-
vena manapun di pelvis yang mengalami dilatasi dan mungkin
lebih sering mengalaminya.
18

B. Askep Pada Ibu Post Partum


Asuhan keperawatan merupakan bentuk pelayanan keperawatan
professional kepada klien dengan menggunakan metodelogi proses
keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan dasar klien pada semua tingkatan usia dan tingkatan fokus.
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah sistematik yang
digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien guna
mencapai dan mempertahankan keadaan bio-sosio-spiritual yang optimal
(Asmadi, 2008:62).
Proses keperawatan adalah tindakan yang berurutan yang dilakukan
secara sistemik untuk menentukan masalah klien. Tahapan yang dilakukan
antara lain:
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada
tahap ini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
kesehatan klien. Pengkajian yang akurat serta sesuai dengan kenyataan,
dengan kebenaran data yang akurat nantinya akan memebrikan diagnosa
keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan
respon individu sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik
keperawatan dari ANA (American Nurses Association) (Handayaningsih,
2007 dalam Aziz, 2017:16). Pengumpulan data klien meliputi anamnesis
riwayat penyakit, pengkajian psikososial, pemeriksaan diagnostic, dan
pemeriksaan fisik (Muttaqin, 2008:338-342).
a. Anamnesis, dilakukan untuk mengkaji:
1) Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa
yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan.
a) Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama paggilan sehari-
hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.
19

b) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum
matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur
lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan
dalam masa nifas.
c) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdo’a.
d) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan keperawatan dan untuk
mengetahui sejauh mana intelektualnya, sehingga Perawat
dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
f) Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut.
g) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
2) Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang di hadapi yang berkaitan
dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit pada
jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum.
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti: Jantung,
20

DM, Hipertensi, Asma yang dapat memepengaruhi pada


masa nifas ini.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada
hubungannya dengan masa nifas dan bayinya.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gengguan
kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit
keluarga yang menyertainya.
4) Riwayat Perkawinan
Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah
sah atau tidak, karena bila melahirkan tanpa status yang jelas
akan berkaitan dengan psikologisnya singga akan
mempengaruhi proses nifas.
5) Riwayat Obstetrik
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
6) Pemeriksaan fisik
a) Rambut
Kaji kekuatan rambut klien karena sebab diet yang baik
selama masa hamil mempunyai rambut yang kuat dan
segar.
b) Muka
Kaji adanya edema pada muka yang di manifestasikan
dengan kelopak mata yang bengkak atau lipatan kelopak
mata bawah menonjol.
c) Mata
Kaji warna konjungtiva bila berwarna merah dan basah
berarti normal, sedangkan bila berwarna pucat berarti ibu
21

mengalami anemia, dan jika konjungtiva kering maka ibu


mengalami dehidrasi.
d) Payudara
Kaji pembesaran, ukuran, bentuk, konsistensi, warna
payudara, dan kaji kondisi puting, kebersihan puting, dan
adanya ASI.
e) Uterus
Inspeksi bentuk perut ibu menegtahui adanya distensi pada
perut, palpasi juga tinggi fundus uterus, konsistensi serta
kontraksi uterus.
Normal: kokoh, berkontraksi baik, tidak berada di atas
ketinggian fundal saat masa nifas segera.
Abnormal: lembek, di atas ketinggian fundal saat masa
post partum segera.
f) Lochea
Kaji lochea yang meliputi karakter, jumlah warna, bekuan
darah yang keluar, dan baunya.
Normal: merah hitam (lochea rubra), bau biasa, tidak ada
bekuan darah atau butir-butir dsrah beku, jumlah
perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu
mengganti pembalut 3-5 jam). Abnormal: merah terang,
bau busuk, mengeluarkan darah beku
g) Sistem perkemihan
Kaji kandung kemih dengan palpasi dan perkusi untuk
menentukan adanya distensi pada kandung kemih yang
dilakukan pada abdomen bagian bawah.
h) Perineum
Pengkajian dilakukan pada ibu dengan menempatkan ibu
pada posisi sinus inspeksi adanya tanda-tanda
“REEDA”(Rednes atau kemerahan, Eclymosis atau
perdarahan bawah kulit, Edema atau bengkak, Discharge
22

atau perubahan lochea, approximation atau pertautan


jaringan), bekas luka episiotomi/robekan, heacting.
i) Ekstremitas atas dan bawah. Ektremitas atas dan bawah
dapat bergerak bebas, kadang ditemukan edema, varises
pada tungkai kaki, ada atau tidaknya tromboflebitis karena
penurunan aktivitas dan refleks patella baik.
j) Tanda-tanda vital
Kaji tanda-tanda vital meliputi suhu, nadi, pernapasan, dan
tekanan darah selama 24 jam pertama masa nifas atau post
partum.
7) Uji laboraturium dan pemeriksaan diagnostic.
Pemeriksaan darah lengkap, hemoglobin, hematokrit:
mengkaji kehilangan darah selama persalinan.
Urinalis: kultur urine, darah, vaginal, dan lokea: pemeriksaan
tambahan didasarkan pada kebutuhan individu.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Diagnosa
keperawatan terdiri dari 3 komponen yaitu respon, faktor
berhubungan, tanda dan gejala (Setiadi, 2012:30).
Menurut Nanda (2015:55), Diagnosa keperawatan yang dapat
muncul pada klien dengan postpartum normal adalah:
1) Nyeri berhubungan agen cidera fisik.
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan edema jaringan.
3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.
4) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan.
23

5) Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan kegagalan


miometrium dan mekanisme homeostatic.
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahakan
tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan maslah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses
perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan,
penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat dan rasional
dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawat (Hidayat,
2008:22).
Kriteria hasil adalah batasan karakteristik atau indicator
keberhasilan dari tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menentukan
kriteria hasil berorientasi pada SMART yaitu Spesifik, berfokus pada
pasien, singkat dan jelas, M: Measurable, dapat diukur,
A: Achieveble, realistis, R: Reasonable, ditentukan oleh perawat dan
klien, Time: Kontrak waktu (Rohmah & Walid, 2012:29).
Menurut NANDA (2015:51), intervensi keperawatan sesuai
dengan diagnosa diatas yaitu:
1) Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan masalah
nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan Nursing
Outcome Classification (NOC):
a. Mampu mengontrol nyeri.
b. Melaporkan nyeri berkurang dengan manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri.
d. Tanda- tanda vital dalam batas normal Tekanan darah
110/70-120/80 mmhg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan
16-20 kali permenit, suhu 36, 5-37, 50C Intervensi NIC:
24

a) Kaji skala nyeri (PQRST) pasien.


Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri.
b) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum klien dan
merencanakan intervensi selanjutnya.
c) Berikan posisi nyaman.
Rasional: Memberikan posisi nyaman untuk menurunkan
spasme otot.
d) Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan kenyamanan pasien.
e) Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional: Membantu pasien meningkatkan kemampuan
koping dalam manajemen nyeri.
f) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional: Menurunkan atau menghilangkan nyeri
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan edema
jaringan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan Nursing
Outcome Classification (NOC) yaitu:
a. Kandung kemih kosong.
b. Intake cairan dalam rentang normal 1-2 liter/hari.
c. Bebas infeksi saluran kemih.
d. Berkemih > 150 cc setiap kali.
e. Klien mampu berkemih secara mandiri
Intervensi NIC:
a) Pantau eliminasi urin meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
volume dan warna urin.
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya gangguan
pada sistem perekemihan.
b) Palpasi kandung kemih.
25

Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya distensi kandung


kemih.
c) Bantu pasien untuk berkemih secara berkala 6-8 jam post
partum.
Rasional: untuk merangsang atau memudahkan berkemih.
d) Ajarkan pasien untuk mengetahui tanda dan gejala infeksi
saluran kemih.
Rasional: untuk meningkatkan kemampuan pasien untuk
mengetahui tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
e) Anjurkan klien untuk minum 6-8 gelas perhari.
Rasional: mencegah dehidrasi dan mengganti cairan yang
hilang waktu melahirkan.
f) Kolaborasi dengan dokter pemasangan kateter
Rasional: untuk mengurangi distensi kandung,
memungkinkan involusi uteri, dan mencegah atonia kandung
kemih secara berlebihan.
3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas saluran
gastrointestinal.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan masalah
konstipasi dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan
Nursing Outcome Classification (NOC) yaitu:
a. Pola eliminasi dalam rentang normal, feses lembut dan
berbentuk.
b. Klien mampu mengeluarkan feses tanpa bantuan.
c. Tidak terjadi penyalahgunaan alat bantu.
d. Bising usus dalam batas normal 5-35 x/menit.
e. Mengintesti cairan dan serat dengan adekuat
Intervensi NIC:
a) Kaji warna, konsistensi dan ferkuensi feses pasca post
partum.
26

Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya gangguan dari


pencernaan klien.
b) Auskultasi adanya bising usus.
Rasional: untuk mengevaluasi fungsi usus.
c) Berikan informasi diet yang tepat tentang peningkatan makan
dan cairan dan upaya untuk membuat pola pengosongan
normal.
Rasional: peningkatan makanan dan cairan akan merangsang
defekasi.
d) Anjurkan klien untuk meningkatkan aktivitas dan ambulansi.
Rasional: membantu meningkatkan peristaltik
gastrointestinal.
e) Kolaborasi dengam dokter pemberian laksatif
Rasional: untuk meningkatkan kebiasaan defekasi normal dan
mencegah mengejan.
f) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan masalah ketidakefektifan pemberian ASI teratasi
dengan kriteria hasil:
a) Ibu dan bayi mengalami pemberian ASI yang efektif yang
ditunjukkan dengan pengetahuan menyusui, mempertahankan
menyusui, dan penyapihan menyusui.
b) Bayi menunjukkan kemantapan menyusui ditandai dengan
sikap dan penempelan sesuai, menghisap dan menempatkan
lidah yang benar, mencengkram aerola dengan tepat, menelan
dapat didengar, minimal menyusui 8 kali sehari.
c) Mengenali isyarat lapar dari bayi dengan segera.
d) Mengindikasikan kepuasaan terhadap menyusui.
e) Tidak mengalami nyeri tekan pada payudara
Intervensi NIC :
27

a) Pantau keterampilan ibu dalam menempelkan bayi pada


putting Rasional: Posisi dan perlekatan yang tidak benar pada
payudara dapat menyebabkan lecet pada putting susu.
b) Pantau integritas kulit putting
Rasional: mengetahui apakah ada mastitis,putting susu lecet,
putting susu terbenam, dan payudara bengkak yang
merupakan masalah dalam pemeberian ASI.
c) Demonstrasikan perawatan payudara sesuai dengan
kebutuhan Rasional: dengan melakukan perawatan payudara,
payudara menjadi bersih, melancarkan sirkulasi darah serta
mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar
pengeluaran ASI.
d) Instruksikan kepada ibu tentang teknik memompa payudara
Rasional: memudahkan pemberian ASI apabila ibu bekerja di
luar. Dengan penegluaran ASI membuat ibu merasa nyaman
dan mengurangi ASI menetes.
e) Ajarkan teknik menyusui yang meningkatkan keterampilan
dalam menyusui bayinya.
Rasional: teknik menyusui yang benar dengan adanya isapan
bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya
oksitoksin oleh kelenjar hipofise. Oksitoksin membantu
involusi uterus dan mencegah perdarahn pasca persalinan.
4) Risiko tinggi perdarahan berhubungan dengan kegagalan
miometrium dan mekanisme homeostatic.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
resiko tinggi perdarahan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a. Kehilangan darah selama post partum kurang dari 500 cc.
b. Kandung kemih kosong.
c. Kontraksi uterus baik.
d. Klien tidak pucat.
e. Kadar hemoglobin dan hematokit dalam batas normal.
28

f. Tanda- tanda vital dalam batas normal Tekanan darah110/70-


120/80 mmhg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20
kali permenit, suhu 36,5-37,50C Intervensi:
a) Kaji jumlah lokea pasca persalinan.
Rasional: untuk mengukur kehilangan darah pasca
persalinan.
b) Kaji kepenuhan kandung kemih dan kebersihan perineu.
Rasional: kandung kemih yang penuh akan mengganggu
kontraksi uterus dan untuk mengetahui episiotomi dan
kebersihan perineum.
c) Pantau tanda-tanda vital pasien.
Rasional: untuk mengetahui keadaan umum pasien dan
menentukan intervensi selanjutnya.
d) Kaji kadar hemoglobin dan hematokrit klien.
Rasional: hemoglobin dan hematokrit turun menendakan
pasien kehilangan pasien.
e) Catat tinggi fundus uterus dan kontraksi uterus.
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya kontraksi uterus.
f) Lakukan masase uterus.
Rasional: mempercepat penurunan fundus uterus.
g) Berikan cairan intravena jenis isotonic.
Rasional: untuk mencegah kekurangan cairan dan
meningkatkan volume darah.
h) Kolaborasi dengan dokter mengganti kehilangan darah.
Rasional: pengganti cairan yang hilang diperlukan untuk
meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah syok.
5) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma mekanis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
resiko tinggi infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil
berdasrkan NOC:
29

a. Tidak ada tanda-tanda infeksi.


b. Leukosit dalam batas normal (3,6-11 10ˆ3/uL).
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal tekanan darah 110/70-
120/80 mmhg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20
kali permenit, suhu 36, 5-37, 50C.
d. Pasien mampu mengetahui tanda-tanda infeksi
Intervensi NIC:
a) Kaji tanda infeksi.
Rasional: dugaan adanya infeksi.
b) Kaji leukosit pasien.
Rasional: leukosit meningkat menandakan terjadi infeksi.
c) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui keaadaan umum klien dan
merencanakan intervensi selanjutnya.
d) Lakukan perawatan luka dengan vulva hygiene.
Rasional: mencegah terjadinya infeksi.
e) Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda
infeksi.
Rasional: meningkatkan kemampuan pasien untuk
mengetahui tanda-tanda infeksi.
f) Ajarkan pasien untuk mencegah infeksi.
Rasional: meningkatkan kemampuan pasien untuk mencegah
agar tidak terjadi infeksi.
g) Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotic.
Rasional: menurunkan mikroorganisme didalam tubuh
h) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet.
Rasional: untuk menjaga daya tahan tubuh dan mempercepat
penyembuhan luka.
30

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencanan tindakan disusun dan ditunjukkan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan
(Nursalam, 2008:32).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010:44), komponen
tahap implementasi terdiri dari:
1) Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan tanpa instruksi
dari dokter
2) Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar
praktik American Nurses Association: undang-undang praktik
keperawatan negara bagian dan kebijakan institusi perawatan
kesehatan.
3) Tindakan keperawatan kolaboratif.
Tindakan keperawatan kolaboratif di lakukan apabila perawat
bekerja dengan anggota tim perawat kesehatan yang lain dalam
membantu keputusan bersama yang bersetujuan untuk
mengatasi masalah-masalah klien.
4) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan.
5) Frekuensi dokumentasi terganung pada kondisi klien dan
terapi yang diberikan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir dari proses
keperawatan yang menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh
intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan hasil
yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Hidayat, 2008:72). Pada evaluasi klien dengan post
partum normal kriteria evaluasi adalah sebagai berikut:
31

1) Mampu mengontrol nyeri, melaporkan nyeri berkurang dengan


manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri, tanda- tanda vital
dalam batas normal tekanan darah110/70-120/80 mmhg,
nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20 kali permenit,
suhu 36,5- 37,50C.
2) Kandung kemih kosong, intake cairan dalam rentang normal 1-
2 liter/hari, Bebas infeksi saluran kemih, Balance cairan
seimbang
3) Bising usus dalam batas normal 5-35 x/menit, tidak ada
hemoroid, klien mampu defekasi.
4) Kehilangan darah selama post partum kurang dari 500 cc,
kandungkemih kosong, Kontraksi uterus baik, klien tidak
pucat, kadar hemoglobin dan hematokit dalam batas normal,
tanda- tanda vital dalam batas normal tekanan darah 110/70-
120/80 mmhg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20
kali permenit, suhu 36,5- 37,50C. Tidak ada tanda-tanda
infeksi, Leukosit dalam batas normal (3,6-11 10ˆ3/uL), tanda-
tanda vital dalam batas normal tekanan darah110/70-120/80
mmhg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20 kali
permenit, suhu 36,5-37, 50C, pasien mampu mengetahui
tanda-tanda infeksi, pasien mampu melaporkan rasa nyaman.

C. Konsep Ambulasi Dini


Ambulasi dini berkaitan dengan tahapan kegiatan yang dilakukan
segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai
pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat
sesuai dengan kondisi pasien. Teori ambulasi dini yang akan dibahas
berikut ini meliputi pengertian ambulasi dini, manfaat ambulasi dini,
tujuan ambulasi dini, macam-macam tindakan ambulasi dini, alat-alat
yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi dini dan faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam pelaksanaan ambulasi.
32

1. Pengertian Ambulasi Dini


Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada
pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun
dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan
kondisi pasien (Asmadi, 2008:11).
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk
semua pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibitas.
Keuntungan dari latihan berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring
dengan pengkajian data pasien menunjukan tanda peningkatan toleransi
aktivitas.

2. Manfaat Ambulasi
Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah
flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus,
mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena
jika pasien membatasi pergerakannya ditempat tidur dan sama sekali tidak
melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan
(Kozier, 2010:120).

3. Tujuan Ambulasi
a. Untuk memenuhi kebutuan aktivitas.
b. Memenuhi kebutuhan ambulasi.
c. Mempertahankan kenyamanan.
d. Mempertahankan toleransi terhadap aktivitas.
e. Mempertahankan control diri pasien.
f. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan.
33

4. Ciri-ciri Tindakan Ambulasi


a. Duduk diatas tempat tidur.
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan.
2) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan disamping badannya.
3) Berdirilah di samping tempat tidur, kemudian meletakkan
tangan pada bahu pasien.
4) Bantu pasien untuk duduk dan diberi penopang atau bantal.
b. Turun dan berdiri dari tempat tidur.
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan.
2) Fleksikan lutut dan pinggang anda.
3) Letakkan kedua tangan pasien di bahu anda dan letakkan kedua
tangan anda di samping kanan kiri pinggang pasien.
4) Ketika pasien melakukan ke lantai, tahan lutut anda pada lutut
pasien.
5) Bantu berdiri tegak dan jalan sampai ke kursi.
6) Bantu pasien duduk di kursi dengan posisi yang nyaman.
c. Bantu berjalan.
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan.
2) Letakkan tangan pasien di samping badan atau memegang
telapak tangan anda.
3) Berdiri di samping pasien serta pegang telapak dan lengan
tangan pada bahu pasien.
4) Bantu pasien untuk berjalan perlahan-lahan.
d. Memindahkan pasien dari tempat tidu ke brankar.
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan.
2) Atur brankar dengan posisi terkunci.
3) Bantu pasien dengan dua sampai tiga orang dengan berdiri
menghadap pasien.
4) Silangkan tangan pasien di depan dada.
5) Tekuk lutut anda kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh
pasien.
34

6) Orang pertama meletakkan tangan di bawah leher, orang kedua


meletakkan tangan di bawah pinggang dan panggul dan orang
ketiga meletakkan tangan di bagian kaki
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke brankar.
8) Atur posisi pasien di brankar yang nyaman.

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi


Menurut Kozier (2010:127) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan ambulasi, diantaranya:
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik
dan lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi
musculokeletal.
b. Tingkat kesadaran
Pasien dengan kondisi disorientasi, bingung atau mengalami
perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi
dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami antropi otot,
penurunan jaringan subkutan yang serius dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga akan mengalami
defisiensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya
asupan vitamin C.
d. Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan
pada diri sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan
prosedur ambulasi.
e. Tingkat pendidikan
Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual,
mengarahkan pada keterampilan yang lebih baik dalam
mengevaluasi informasi. Pendidikan dapat meningkatkan
35

kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk


mematuhi saran-saran kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh
pengetahuan.

D. Konsep Konstipasi
Konstipasi berkaitan dengan penurunan atau tidak adanya frekuensi
defeksasi, konsistensi feses yang keras dan kering, serta perlunya ekstra
mengejan saat defeksasi. Teori konstipasi yang akan dibahas berikut ini
meliputi pengertian konstipasi, faktor-faktor penyebab konstipasi dan cara
penanganan.
1. Pengertian Konstipasi
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa
berkurangnya frekuensi defeksasi, sensasi tidak puas atau tidak
lampiasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau
feses yang keras. Proses defeksasi dapat terjadi kurang dari 3 kali
seminggu atau lebih dari 3 hari tidak defeksasi. Penderita konstipasi
biasanya juga perlu mengejan secara berlebihan sewaktu defeksasi (Farida,
Lindawati: 2008).
Kemudian menurut Aziz (2011) yang dikutip dari
http://anysws.blogspot.co.id/2016/05/konstipasi-pada-ibu-nifas.html,
menjelaskan bahwa: konstipasi merupakan keadaan individu yang
mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga
menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras atau keluarnya tinja terlalu
kering dan keras. Sedangkan menurut Rizky,dkk (2015), konstipasi adalah
persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang
air besar kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besar atau
buang air besar diperlukan mengejan secara berlebihan.
36

Dapat disimpulkan bahwa konstipasi adalah gangguan buang air besar


yang dialami individu karena berkurangnya frekuensi buang air besar
sehingga menimbulkan eliminasi atau keluarnya tinja terlalu kering dan
keras.
Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem
pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan)
mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit
untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang
hebat pada penderitanya. Konstipasi yang cukup hebat disebut juga dengan
obstipasi.
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah
penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang
lama atau keras dan kering. Konstipasi adalah penurunan frekunsi
defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan
kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang
terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa
feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan
air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk
melunakkan dan melumasi feses.
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot
usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum,
diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau
dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri
yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid.
Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus
kembali normal. Kebiasaan mengosongkan usus secara regular perlu
dilatih kembali untuk merangsang pengosongan usus.
Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang
berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan
seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk
37

defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas


dalam minggu pertama. Suppositoria dibutuhkan untuk membantu
eliminasi pada ibu nifas. Akan tetapi proses konstipasi juga dapat
dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya
akan terbuka bila ibu buang air besar.
Pada umumnya, sebagian besar wanita akan defekasi dalam waktu 3
hari pertama setelah persalinan, kemudian akan kembali ke kebiasaan
semula. Namun ada sebagian wanita yang mungkin meneumui masalah
konstipasi setelah melahirkan. Hal ini karena motilitas ususnya berkurang
selama persalinan dan sementara waktunya setelahnya. Obat anestesi
selama persalinan dapat mengurangi motilitas usus. Akan tetapi, dapat
juga karena rasa takut sakit dan merusak atau merobek jahitan.

2. Faktor-faktor Penyebab Konstipasi


a. Gangguan fungsi yang meliputi: kelemahan otot abdomen,
pengingkaran kabiasaan/mengabaikan keinginan untuk defeksasi,
ketidakadekuatan defeksasi (misalnya: tanpa waktu, posisi saat
defeksasi, dan privasi), kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan
defeksasi tidak teratur, dan perubahan lingkungan yang baru terjadi
(LeMone & Burke, 2008:447).
b. Psikologis/psikogenik yang meliputi: depresi, stres emosional, dan
konfuisi mental.
c. Farmakologis: penggunaan antasida (kalsium dan alumunium),
antidepresan, antikoligenrik, antipsikotik, antihipertensi, barium
sulfat, suplemen zat besi, dan penyalahgunaan laksatif.
d. Mekanis: ketidak seimbangann elektrolit, hemoroid, megakolon
(penyakit hirschprung), gangguan neurologis, obesitas, obstruksi
pasca operasi, kehamilan, pembesaran prostat, abses rektal atau
ulkus, fisura anal rektal, stiruktur anal rektal, porlaps rektal, retokel
dan tumor.
38

e. Fisiologis: perubahan pola makan dan makanan yang biasa


dikondumsi, penurunan motilitas saluran gastrointesnial, dehidrasi,
insufiensi asupan serat, infusiensi asupan cairan, pola makan
buruk.

3. Cara Penanganan Konstipasi


Makan makanan dengan cukup kandungan serat dan minum cukup
banyak cairan adalah kunci dalam penanganan konstipasi. Dengan minum
cukup air dan makanan berserat akan membantu pergerakan feses dan
membuat feses menjadi lebih lunak. Peningkatan aktifitas fisik juga akan
membantu dalam mengatasi konstipasi.
Biasanya ibu nifas yang sulit buang air besar. Jika klien pada hari
ketiga belum juga buang air besar maka akan diberikan Laksan supositoria
dan minum air hangat. Agar dapat buang air besar secara teratur dapat
dilakukan dengan diet teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan
cukup serat, olahraga.

E. Konsep Intervensi
Konstipasi merupakan salah satu masalah pada masa nifas awal yang
erat kaitannya dengan ambulasi dini. Setelah persalinan ibu postpartum
harus menghadapi masalah. Salah satunya masalah pencernan yang harus
dihasapi adalah kesulitan buang air besar (Saleha, 2009). Untuk membantu
pengeluaran BAB dapat dilakukan dengan ambulasi dini. Karena
kurangnya ambulasi dini atau akibat terbaring yang terlalu lama
mengakibatkan konstipasi (pola eliminasi) dan otot sangat lemah sehingga
proses penyembuhan terganggu. Namun, pada kenyataannya, sekarang
dimasyarakat masih banyak ibu postpartum yang belum melakukan
ambulasi dini, hal ini dikarenakan ibu masih mengalami nyeri pada luka
jahitan sehingga dapat mengakibatkan ibu merasa takut dalam melakukan
ambulasi dini.
39

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rizki (2017)


yang berjudul “Pengaruh ambulasi dini terhadap kejadian konstipasi pada
ibu postpartum” mengungkapkan bahwa tidak ada pengaruh ambulasi dini
terhadap kejadian konstipasi pada ibu postpartum. Hal demikian terjadi
karena petugas kesehatan tidak memberikan konseling untuk mencegah
terjadinya konstipasi pada ibu postpartum.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Agustina et.al (2013) yang
berjudul “Efektivitas ambulasi dini pada percepatan pola buang air besar
pada ibu nifas di ruang sakura RSUD dr. Soedomo Trenggalek”
mengatakan bahwa pada kelompok eksperimen hampir setengahnya ibu
nifas bisa melakukan buang air besar pada hari ke 3 yaitu 9 orang (45%).
Sedangkan pada kelompok kontrol ibu nifas mampu buang air besar pada
hari ke 5 yaitu sejumlah 10 orang (50%). Dengan demikian ambulasi dini
efektif terhadap percepatan pola buang air besar.

Anda mungkin juga menyukai