BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
2) Nadi
Denyut nadi nadi normal 60-100x/menit. Setelah melahirkan
biasanya denyut nadi akan lebih cepat.
3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Tekanan darah menjadi
turun setelah melahirkan karena ada perdarahan dan tekanan
darah akan tinggi pada postpartum dapat menandakan pre
eklamsia.
4) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal
pernafasan juga akan mengikuti kecuali ada gangguan
pernafasan.
f. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Kardiac output meningkat selama persalinan dan berlangsung
sampai kala III ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan
terjadi pada beberapa hari pertama post partum dan akan kembali
normal pada akhir minggu ke tiga post partum.
g. Perubahan Hematologi
Terjadi peningkatan sel darah putih berkisar antara 15.000-30.000
merupakan adanya infeksi pada persalinan. Pada hari 2-3 post
partum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih.
h. Perubahan sistem muskuluskeletal
Ligamen fasia dan diagfragma pelvis yang meregang pada waktu
kehamilan dan persalinan beangsur-angsur pulih kembali seperti
sediakala. Setelah persalinan tidak jarang ligamen rotundum
mengendur. Fasia jaringan penunjang alat genetalia yang
mengendur dapat diatasi dengan latihan tertentu. Mobilitas sendi
yang berkurang dan posisi lordosis akan kembali secara perlahan.
13
c. Fase letting go
Pada fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu
mengambil tanggung jawab dalam merawat bayinya. Ibu harus
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
5. Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas
Menurut Maritalia (2012:54), kebutuhan dasar ibu masa nifas adalah:
a. Nutrisi dan cairan
Nutisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk
keperluan metabolisme. Kebutuhan gizi pada masa nifas
meningkat 25% karena berguna untuk proses kesembuhan karena
setelah melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup
untuk bayi.
b. Ambulansi
Ambulansi dini disebut juga early ambulation adalah kebijakan
untuk secepat mungkin membimbing klien keluar dari tempat
tidurnya dan membimbing klien secepat mungkin untuk berjalan.
Klien sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur setelah 24-48
jam setelah melahirkan. Kontra indikasi ambulansi dini yaitu pada
klien dengan penyulit misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit
paru dll. Keuntungannya ambulansi dini adalah:
1) Klien merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat.
2) Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
3) Dapat lebih cepat untuk mengajari ibu untuk merawat bayinya
c. Eliminasi
1) Miksi
Buang air kecil normal apabila setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan
untuk buang air kecil sendiri, bila tidak bisa dilakukan
tindakan:
a) Dirangsang dengan air mengalir di dekatkan ke klien
15
kira-kira 2 jam dan malam hari 7-8 jam. Kurang istirahat pada ibu
nifas dapat mengakibatkan kurangnya produksi ASI,
memperlambat involusi, yang berakhirnya bisa menyebabkan
perdarahan serta depresi
f. Seksual
Apabila perdarahan telah berhenti dan epsiotomi sudah sembuh
maka coitus bisa dilakukan pada 3-4 minggu setelah melahirkan.
Hasrat seksual pada bulan pertama akan berkurang baik
kecepatanya maupun lamanya, juga orgasme pun akan menurun.
Ada juga yang berpendapat bahwa coitus dapat dilakukan setelah
masa nifas berdasarkan teori proses penyembuhan luka post
partum sampai dengan 6 minggu. Secara fisik aman untuk memulai
hubungan suami istri begitu darah merah berhenti.
6. Komplikasi
a. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam yang melibihi 500 ml setelah bersalin
didefinisikan sebagai perdarahan pasca persalinan.
b. Infeksi masa nifas
Beberapa bakteri menyebabkan infeksi setelah persalinan. Infeksi
masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi AKI. Infeksi alat
genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas ke
saluran urinaria, payudara dan pembedahan merupakan penyebab
terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari
temperature atau suhu pembengkakan takikardi dan malaise.
Sedangkan gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan,
dan rasa nyeri pada payudara atau adanya disuria. Ibu beresiko
terjadi infeksi post partum karena adanya luka pada bekas
pelepasan plasenta, laserasi pada saluran genital termasuk
episiotomi pada perineum, dinding vagina dan serviks, infeksi post
17
b) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum
matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur
lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan
dalam masa nifas.
c) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdo’a.
d) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan keperawatan dan untuk
mengetahui sejauh mana intelektualnya, sehingga Perawat
dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
f) Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut.
g) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
2) Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang di hadapi yang berkaitan
dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit pada
jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum.
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti: Jantung,
20
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Diagnosa
keperawatan terdiri dari 3 komponen yaitu respon, faktor
berhubungan, tanda dan gejala (Setiadi, 2012:30).
Menurut Nanda (2015:55), Diagnosa keperawatan yang dapat
muncul pada klien dengan postpartum normal adalah:
1) Nyeri berhubungan agen cidera fisik.
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan edema jaringan.
3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.
4) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan.
23
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahakan
tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan maslah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses
perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan,
penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat dan rasional
dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawat (Hidayat,
2008:22).
Kriteria hasil adalah batasan karakteristik atau indicator
keberhasilan dari tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menentukan
kriteria hasil berorientasi pada SMART yaitu Spesifik, berfokus pada
pasien, singkat dan jelas, M: Measurable, dapat diukur,
A: Achieveble, realistis, R: Reasonable, ditentukan oleh perawat dan
klien, Time: Kontrak waktu (Rohmah & Walid, 2012:29).
Menurut NANDA (2015:51), intervensi keperawatan sesuai
dengan diagnosa diatas yaitu:
1) Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan masalah
nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan Nursing
Outcome Classification (NOC):
a. Mampu mengontrol nyeri.
b. Melaporkan nyeri berkurang dengan manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri.
d. Tanda- tanda vital dalam batas normal Tekanan darah
110/70-120/80 mmhg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan
16-20 kali permenit, suhu 36, 5-37, 50C Intervensi NIC:
24
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencanan tindakan disusun dan ditunjukkan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan
(Nursalam, 2008:32).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010:44), komponen
tahap implementasi terdiri dari:
1) Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan tanpa instruksi
dari dokter
2) Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar
praktik American Nurses Association: undang-undang praktik
keperawatan negara bagian dan kebijakan institusi perawatan
kesehatan.
3) Tindakan keperawatan kolaboratif.
Tindakan keperawatan kolaboratif di lakukan apabila perawat
bekerja dengan anggota tim perawat kesehatan yang lain dalam
membantu keputusan bersama yang bersetujuan untuk
mengatasi masalah-masalah klien.
4) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan.
5) Frekuensi dokumentasi terganung pada kondisi klien dan
terapi yang diberikan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir dari proses
keperawatan yang menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh
intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan hasil
yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Hidayat, 2008:72). Pada evaluasi klien dengan post
partum normal kriteria evaluasi adalah sebagai berikut:
31
2. Manfaat Ambulasi
Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah
flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus,
mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena
jika pasien membatasi pergerakannya ditempat tidur dan sama sekali tidak
melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan
(Kozier, 2010:120).
3. Tujuan Ambulasi
a. Untuk memenuhi kebutuan aktivitas.
b. Memenuhi kebutuhan ambulasi.
c. Mempertahankan kenyamanan.
d. Mempertahankan toleransi terhadap aktivitas.
e. Mempertahankan control diri pasien.
f. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan.
33
D. Konsep Konstipasi
Konstipasi berkaitan dengan penurunan atau tidak adanya frekuensi
defeksasi, konsistensi feses yang keras dan kering, serta perlunya ekstra
mengejan saat defeksasi. Teori konstipasi yang akan dibahas berikut ini
meliputi pengertian konstipasi, faktor-faktor penyebab konstipasi dan cara
penanganan.
1. Pengertian Konstipasi
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa
berkurangnya frekuensi defeksasi, sensasi tidak puas atau tidak
lampiasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau
feses yang keras. Proses defeksasi dapat terjadi kurang dari 3 kali
seminggu atau lebih dari 3 hari tidak defeksasi. Penderita konstipasi
biasanya juga perlu mengejan secara berlebihan sewaktu defeksasi (Farida,
Lindawati: 2008).
Kemudian menurut Aziz (2011) yang dikutip dari
http://anysws.blogspot.co.id/2016/05/konstipasi-pada-ibu-nifas.html,
menjelaskan bahwa: konstipasi merupakan keadaan individu yang
mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga
menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras atau keluarnya tinja terlalu
kering dan keras. Sedangkan menurut Rizky,dkk (2015), konstipasi adalah
persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang
air besar kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besar atau
buang air besar diperlukan mengejan secara berlebihan.
36
E. Konsep Intervensi
Konstipasi merupakan salah satu masalah pada masa nifas awal yang
erat kaitannya dengan ambulasi dini. Setelah persalinan ibu postpartum
harus menghadapi masalah. Salah satunya masalah pencernan yang harus
dihasapi adalah kesulitan buang air besar (Saleha, 2009). Untuk membantu
pengeluaran BAB dapat dilakukan dengan ambulasi dini. Karena
kurangnya ambulasi dini atau akibat terbaring yang terlalu lama
mengakibatkan konstipasi (pola eliminasi) dan otot sangat lemah sehingga
proses penyembuhan terganggu. Namun, pada kenyataannya, sekarang
dimasyarakat masih banyak ibu postpartum yang belum melakukan
ambulasi dini, hal ini dikarenakan ibu masih mengalami nyeri pada luka
jahitan sehingga dapat mengakibatkan ibu merasa takut dalam melakukan
ambulasi dini.
39