Anda di halaman 1dari 5

AKUNTANSI DANA KAPITASI

26 Jun, 2018 in Artikel (updated on 4 July 2018)

Catatan Dr. Jan Hoesada

Ringkasan eksekutif

PP71/2010 cq PSAP BLU digunakan untuk akuntansi dana kapitasi. Pengelolaan dan
Pemanfatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah
Daerah yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD), sesuai Pasal 2 Perpres tersebut.

BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran Dana Kapitasi kepada FKTP milik Pemerintah
Daerah, sesuai jumlah yang terdaftar di FKTP sesuai data dari BPJS Kesehatan.

PENDAHULUAN

Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar di muka kepada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama berdasar jumlah peserta terdaftar. Pengelolaan Dana Kapitasi adalah tatacara
penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban dana kapitasi yang diterima
FKPT dan BPJS Kesehatan.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKPT) adalah bagian organisasi SKPD Dinas Kesehatan,
karena itu entitas bukan badan hukum, adalah fasilitas kesehatan yang melakukan layanan
kesehatan nonspesialis bagi individu. FKPT mempunyai Bendahara pada FKPT adalah PNS
yang ditugasi menerima pembayaran BPJS Kesehatan, menyimpan, membayarkan, menata
usahakan, mempertanggungjawabkannya.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum penyelenggara
program jaminan kesehatan.

Berbagai hal penting yang perlu diperhatikan adalah :

1. Format baku penganggaran dan laporan realisasi JKN cq Pengelolaan Dana Kapitasi pada
APBN dan APBD, antara lain Perubahan APBD terkait JKN cq Dana Kapitasi.
2. Pembangunan misi-tupoksi dan struktur organisasi BPJS.
3. Pembangunan misi-tupoksi dan struktur organisasi BLUD Penyedia Barang/Jasa
pelayanan Kesehatan.
4. Pembangunanmisi-tupoksi &organisasi FKPT, sistem tatacara kerja dan pelaporan
Laporan Keuangan FKTP yang berlaku nasional.
5. Pembangunan sistem anggaran & sistem keuangan/perbendaharaan
6. Pembangunan sistem anggaran & sistem keuangan/perbendaharaan PPKD selaku BUD,
SKPD Dinas Kesehatan & FKPT, Kebijakan nasional tentang penentuan Rekening
Kapitasi JKN, sistem prosedur, pencatatan & pelaporan penerimaan & penggunaan dana
kapitasi, Surat Pernyataan Tanggung-jawab kepala Unit Kerja FKTP, Laporan Realisasi
% besaran jasa pelayanan terhadap total penerimaan dana JKN dan lain-lain.
7. Pembangunan sistem pembayaran langsung BPJS kepada FKPT yang berlaku secara
nasional.
8. Penetapan format baku & spesifikasi wajib Rencana Pendapatan & Belanja Kapitasi JKN
FKPT yang disampaikan FKPT kepada Kepala SKPD Dinas Kesehatan.
9. Penetapan format baku & spesifikasi wajib Rencana Pendapatan & Belanja Kapitasi JKN
FKPT oleh SKPD Dinas Kesehatan.
10. Penetapan batas waktu pelaksanaan & pelaporan setiap tahap penting proses JKN bagi
BPJS, SKPD Dinas kesehatan dan FKPT, terkait sistem pembayaran kapitasi dari BPJS
kepada FKPTP.

SEJARAH AWAL BPJS

BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan, menggunakan sistem pembiayaan


Kapitasi di faskes tingkat pertama (primer) dan INA CBG’s untuk faskes tingkat lanjutan. Sistem
pembayaran kapitasi adalah sistem pembayaran yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan
tingkat pertama khususnya pelayanan Rawat jalan Tingkat Pertama yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan yang didasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di faskes tersebut dikalikan
dengan besaran kapitasi per jiwa. Sistem pembayaran ini adalah pembayaran di muka atau
prospektif dengan konsekuensi pelayanan kesehatan dilakukan secara pra upaya atau sebelum
peserta BPJS jatuh sakit. Sistem ini mendorong Faskes Tingkat Pertama untuk bertindak secara
efektif dan efisien serta mengutamakan kegiatan promotif dan preventif. BPJS Kesehatan sesuai
ketentuan, wajib membayarkan kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama paling
lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan. Sesuai dengan Pasal 38 Peraturan Presiden
Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan PerPres 12 Tahun 2013, BPJS Kesehatan wajib
membayarkan kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama paling lambat tanggal 15
(lima belas) setiap bulan berjalan. Pelayanan Kesehatan yang termasuk di dalam cakupan
pembayaran kapitasi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam Pasal 16 Permenkes 71
Tahun 2013 Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan pelayanan kesehatan non
spesialistik yang meliputi administrasi pelayanan, pelayanan promotif dan preventif;
pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik, baik operatif
maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, pemeriksaan penunjang
diagnostik laboratorium tingkat pratama.
Dalam Pasal 17 Permenkes 71 Tahun 2013, Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 untuk pelayanan medis mencakupi:
Kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
a. kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan;
b. kasus medis rujuk balik;
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat pertama;
d. Rehabilitasi medik dasar.

AKUNTANSI SKPD DINAS KESEHATAN UNTUK DANA KAPITASI

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi (besaran pembayaran per bulan yang dibayar
dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis
dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan) Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Milik Pemerintah. Peraturan Presiden ini ditandatangani
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 April 2014 mengatur mengenai Pengelolaan
dan Pemanfatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah
Daerah yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD), sesuai Pasal 2 Perpres tersebut. BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran Dana
Kapitasi kepada FKTP milik Pemerintah Daerah, sesuai jumlah yang terdaftar di FKTP sesuai
data dari BPJS Kesehatan. Dana Kapitasi sebagaimana dimaksud dibayarkan langsung oleh BPJS
Kesehatan kepada Bendaharawan Dana Kapitasi JKN pada FKTP. Guna mendapatkan Dana
Kapitasi dimaksud, Kepala FKTP menyampaikan rencana pendapatan dan belanja dana kapitasi
JKN tahun berjalan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat, dengan mengacu pada jumlah
peserta yang terdaftar di FKTP dan besaran JKN sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.Rencana pendapatan dan belanja dana kapitasi JKN sebagaimana dimaksud,
menurut Perpres ini, dianggarkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan dan harus dicatat sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan vide PP 71/2010. Bendahara Dana Kapitasi JKN pada masing-masing FKTP
ditetapkan oleh Kepala Daerah atas usul Kepala SKPD Dinas Kesehatan melalui Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Bendahara Dana Kapitasi JKN pada FKTP sebagaimana
dimaksud membuka Rekening Dana Kapitasi JKN. Pembayaran dana kapitasi dari BPJS
Kesehatan dilakukan melalui Rekening Dana Kapitasi JKN pada FKTP, dan diakui sebagai
pendapatan, sesuai Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 itu. Pendapatan
sebagaimana dimaksud digunakan langsung untuk pelayanan kesehatan peserta JKN pada FKTP.
Dalam hal pendapatan kapitasi tidak digunakan seluruhnya pada tahun anggaran berkenaan, dana
kapitasi tersebut dapat digunakan untuk tahun anggaran berikutnya.Kepala SKPD Dinas
Kesehatan dan Kepala FKTP melakukan pengawasan secara berjenjang terhadap penerimaan dan
pemanfaatan dana kapitasi oleh Bendahara Dana Kapitasi JKN pada FKTP. Akuntansi mencatat
pengeluaran kas FKTP untuk beban operasional (maksimum 40%) dan biaya jasa layanan
kesehatan (minimum 60%), sesuai Pasal 12 Ayat 4.

AKUNTANSI BIAYA OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan pelayanan kesehatan non spesialistik yang
meliputi administrasi pelayanan, pelayanan promotif dan preventif; pemeriksaan, pengobatan,
dan konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif,
pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pratama.
Permenkes 21/2016 Menteri Nila Farid Moeloek menegaskan akuntabilitas dana kapitasi melalui
sistem anggaran dan akuntansi pemerintahan. Setinggi tingginya empat puluh persen dana
tersedia wajib digunakan untuk biaya obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, dan
biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya , dukungan biaya operasional untuk belanja
barang operasional aktivitas di dalam dan diluar gedung, termasuk biaya puskesmas keliling ,
bahan cetak atau alat tulis kantor, administrasi, koordinasi program,dan sistem informasi,
peningkatan kapasitas SDM kesehatan, beban pemeliharaan dan operasional sarana dan
prasarana, obat tradisional, obat herbal berstandar Depkes dan fitofarmaka secara terbatas,
dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

AKUNTANSI SiLPA

Pendapatan Dana Kapitasi yang tidak digunakan seluruhnya pada tahun anggaran berkenaan, sisa
Dana Kapitasi dimanfaatkan untuk tahun anggaran berikutnya. Dalam hal sisa Dana Kapitasi
sebagaimana dimaksud berasal dari dana dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan maka
pemanfatannya hanya dapat digunakan untuk dukungan

biaya operasional pelayanan kesehatan. Dalam hal sisa Dana Kapitasi berasal dari dana jasa
pelayanan kesehatan , maka pemanfatannya hanya dapat digunakan untuk jasa pelayanan
kesehatan. Dalam APBD dan akuntansi, pemanfaatan sisa Dana Kapitasi dimasukkan dalam
rencana pendapatan dan belanja Dana Kapitasi JKN yang dianggarkan dalam Rencana Kerja
dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

PENUTUP

Wilayah rawan KKN adalah perizinan Puskesmas, bukti pembelian obat obatan dan sarana
kesehatan dipalsukan. Alokasi anggaran 60% minimum juga rawan KKN. Seperti pemegang
kartu KJP untuk fasilitas pendidikan, pemegang kartu BPJS perlu di periksa berkala, agar benar
benar digunakan hanya oleh penduduk yang perlu bantuan kesehatan dari APBN dan Dana
Kapitasi.

Mempersempit peluang terjadinya tipikor pada tata kepemerintahan dan masyarakat menyangkut
pelayanan publik maupun penanganan perkara yang bersih dari korupsi.
Tantangan kedepan adalah:

1. Belum tuntasnya reformasi birokrasi yang menyeluruh. Hal ini ditunjukkan antara lain
oleh: belum memadainya mekanisme pemberian reward and punishment bagi pelayanan
publik, antara lain Pengelola BPJS, minimnya integritas, sistem karir dan penggajian
yang belum sepenuhnya berbasis kinerja, serta belum tersusunnya manajemen kinerja dan
standar pelayanan minimal;
2. Masih minimumnya badan publik seperti Pengelola BPJS yang menerapkan keterbukaan
informasi menyangkut administrasi dan pelayanan publik, termasuk penanganan perkara,
kendati UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah diberlakukan;
3. Layanan terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah oleh badan publik seperti
Pengelola BPJS masih belum sepenuhnya menerapkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, termasuk belum diterapkannya e-
procurement secara menyeluruh;
4. Rendahnya penanganan pengaduan masyarakat dan pelaporan (whistleblowing) terhadap
layanan Puskesmas yang ditindaklanjuti akibat belum optimalnya mekanisme dan
infrastruktur pengaduan publik;
5. Proses perizinan Puskesmas yang masih tertutup dengan banyak human interaction yang
dapat membuka ruang korupsi, menimbulkan berbagai kasus KKN tingkat Kabupaten.

Anda mungkin juga menyukai