PRAKTIKUM BIOKIMIA
ACARA 4
PENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU
Oleh :
Anisa A. Suparyadi
2604011713009
IK-C/2/8
Asisten:
Alfianisa Permata Sari
26020115120028
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
[Type here]
Mengetahui,
Koordinator Asisten
I. PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan tanaman laut yang cukup penting sebagai sumber
pendapatan nelayan, sumber bahan makanan, penyerapan tenaga kerja, maupun
sebagai sumber devisa negara. Pemeliharaan rumput laut di indonesia hingga
sekarang masih menggunakan cara yang paling sederhana dalam
membudidayakannya. Keberhasilan budidayanya sebagaian besar masih
dipengaruhi oleh pengaruh alam. Di pasar internasional terdapat tiga rumput laut
yang diminati oleh para pedagang ataupun pabrik pengolah yakni Euchema sp,
Gracilaria sp dan Sargassum sp. Sargassum sp adalah jenis rumput laut yang
menghasilkan alginate yang cukup tinggi, dibandingkan dengan dua jenis rumput
laut lainnya.
Kadar air dalam suatu bahan pangan sangat penting untuk diketahui, hal
ini dikarenakan dengan mengetahui kadar air dalam suatu bahan pangan dapat
memberikan banyak informasi produk. Penentuan kadar air dapat dilakukan
dengan metode langsung, distilasi azeotropik, karl fischer, dan masih banyak lagi.
Kadar abu dapat dijadikan sebagai parameter kualitas suatu produk pangan.
Penentuan kadar abu dapat memberikan informasi tentang cara pengolahan bahan,
nilai gizi produk dan masih banyak lagi. Kadar abu dapat dicari dengan metode
langsung maupun metode tidak langsung.
Praktikum ini dilakukan dikarenakan ingin mengukur kadar air dan kadar
abu pada Sargassum sp. karena dengan mengukur adar air dan abu pada rumput
laut tersebut dapat mengetahui kandungan dan kualitas dari rumput laut tersebut.
Hal ini karena Sargassum sp. biasanya akan diolah kembali menjadi produk yang
lebih bermanfaat lagi. Dikarenakan alasan diatas maka praktikum pengukuran
kadar air dan kadar abu ini dilaksanakan.
1.2. Tujuan
Rumput laut, dikenal juga sebagai makroalga adalah salah satu produsen
utama yang paling penting. Mereka adalah produsen utama, tempat penampungan,
pembibitan dasar dan sumber makanan untuk organisme laut. Rumput laut tidak
hanya memiliki nilai ekologi tinggi, tapi juga sangat penting pada sektor
perekonomian. Senyawa rumput laut yang telah diekstrak dapat digunakan
sebagai stabilisator dan pengeras di industri makanan, kosmetik, industri farmasi,
dan bioteknologi. Karena habitat mereka, rumput laut relatif lebih mudah diamati,
dimanipulasi dan diukur (Domettila et al., 2013).
Menurut Abowei dan Ezekiel (2013), rumput laut merupakan istilah yang
mencakup ganggang laut makroskopis, multiseluler, dan bentik. Istilah ini
mencakup beberapa anggota ganggang merah, coklat dan hijau. Rumput laut juga
bisa diklasifikasikan karena kegunaannya (seperti makanan, obat-obatan, pupuk,
industri, dll). Rumput laut dapat digolongkan pada kelompok alga multisel:
ganggang merah, ganggang hijau, dan alga coklat. Beberapa alga bluegreen
membentuk batang (Cyanobacteria) yang kadang-kadang dianggap sebagai
rumput laut. Pada awal tahun 2011, Indonesia menghasilkan 3 juta ton rumput laut
dan melampaui Filipina sebagai penghasil rumput laut terbesar di dunia.
Sargassum sp. merupakan salah satu jenis rumput laut coklat yang belum
dimanfaatkan dengan maksimal. Sargassum sp. dapat dikembangkan pada bidang
pangan seperti alginat, makanan ternak serta pupuk. Antioksidan yang ada
didalam alga cokelat Sargassum sp. juga mampu menghambat kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas pada produk minyak ikan. Alga cokelat Sargassum
sp. juga mengandung florotanin yang merupakan senyawa fenolik yang berperan
sebagai sumber antioksidan (Prabowo et al., 2013).
Menurut Alamsah dan Sabdono (2014), Sargassum sp. adalah salah satu
jenis rumput laut yang banyak ditemukan di Indonesia. Keberadaannya saat ini
masih belum mendapat perhatian khusus jika dibandingkan dengan rumput laut
komersial seperti Glacillaria sp. dan Eucheuma sp. Beberapa negara di Eropa
menyebutkan jika Sargassum sp. adalah spesies invasif yang bisa berkembang
dengan cepat sehingga dapat bersaing dengan spesies asli dan dapat mengubah
komposisi komunitas dan dinamika ekosistem. Meskipun keberadaan Sargassum
sp. sering dianggap sebagai sampah, nelayan tradisional tak sedikit juga yang
memanfaatkannya sebagai pakan ternak, pupuk cair maupun bahan makanan.
Selain itu Sargassum sp. juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan, bahan
bakar, kosmetik, obat-obatan , serta bahan makanan tambahan (suplement).
Kadar air merupakan persentase kandungan air dalam suatu bahan yang
dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat
kering (dry basis). Kadar air akan sangat berpengaruh pada terjadinya perubahan
dan penguraiaan bahan-bahan organik. Penentuan kadar air dapat menunjukkan
banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Kadar air juga dapat digunakan
untuk mengetahui bahan yang digunakan pada suatu produk maupun cara
pengolahan produk tersebut (Widarti et al.,2015).
Penentuan kadar air merupakan analisis paling penting dan paling luas
dilakukan dalam pengolahan dan pengujian pangan. Kadar air berpengaruh secara
langsung terhadap stabilitas dan kualitas pangan. Pada pengukuran kadar air,
semakin tinggi suhunya maka kandungan airnya akan semakin rendah. Sealin itu,
pada bahan pangan kadar air juga akan berkurang jika telah melewati proses
pemasakan. Kadar air dapat diukur dengan menggunakan metode gravitmetri dan
metode lainnya (Sundari et al., 2015).
Menurut Legowo et al., (2007), air dalam bahan pangan terdapat tiga
bentuk yaitu :
Air Bebas
Air bebas ditemukan diruang antar sel, pori-pori bahan atau
bahkan dipermukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai
aktivitas air (Activity water). Disebut begitu karena air bebas
mampu membantu pertumbuhan mikroba pada bahan tersebut.
Didalam air bebas terdapat nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh
mikroba untuk tumbuh dan berkembang.
Air Teradsorbsi
Air terikat kuat ini juga sering disebut sebagai air hidrat,
hal ini disebabkan karena air trsebut membentuk hidrat dengan
beberapa molekul lain dengan ikatan yang bersifat ionik.
Menurut Sudarmadji (1989), kadar air pada suatu bahan pangan dapat
ditentukan dengan beberapa metode seperti metode pengeringan, metode destilasi,
metode khemis, metode fisis dan metode khusus seperti misalnya dengan metode
kromatografi. Metode pengeringan merupakan metode yang mengunakan prisip
dengan menghilangkan berat suatu bahan dengan menguapkan air yang
terkandung pada bahan tersebut. Air tersebut akan meguap bila dipanaskan pada
suhu 105℃.
Menurut Legowo et al., (2007), metode ini digunakan untuk produk yang
mengandung komponen yang dapat terdekomposisi pada suhu 100℃, atau relatif
[Type here]
Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu pada
suatu bahan pangan menunjukkan terdapatnya kandungan mineral anorganik pada
bahan pangan tersebut. Kadar abu digunakan untuk menentukan suatu kompisisi
dari bahan pangan seperti protein. Kadar abu merupakan material yang tertinggal
bila suatu bahan makanan dipijarkan atau dibakar pada suhu yang berkisar 500⁰ -
800⁰C (Sundari et al., 2015).
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu bahan pangan dan komposisinya tergantung pada macam bahan
dan cara pengabuannya. Abu ini memiliki bentuk yang padat jadi tidak
memungkinkan adanya abu cair. Abu ini memiliki massa jenis yang kecil
sehingga akan mudah terbang terbawa angin (Sundari et al., 2015).
Abu adalah zat anorganik sisa suatu pembakaran zat organik dalam bahan
pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan
sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Kadar abu ditentukan dengan tujuan
untuk menentukan baik tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang
digunakan, dan penentu suatu parameter gizi (Amelia et al., 2014).
diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu dan beratnya
konstan (Amelia et al., 2014).
Menurut Kantun et al.,(2015), kadar air pada suatu bahan pangan dapat
dipengaruhi oleh suhu. Ketika suhu udara disekitar semakin panas maka
kandungan air dalam suatu bahan panganpun akan ikut berkurang. Hal ini terjadi
akibat kandungan air dalam suatu bahan pangan menguap seiring dengan
berjalannya waktu. Ketika suhu semakin dingin maka kandungan air pada bahan
pangan akan lebih mudah untuk membeku di dalam bahan pangan tersebut.
Menurut Jamilatun dan Setyawan (2014), kadar air juga dapat dipengaruhi
oleh luas penampang dari suatu bahan tersebut. Hal ini dapat dijelaskan ketika
luas permukaan suatu bahan semakin luas maka bahan pangan tersebut akan lebih
mudah menyerap air. Namun ketika luas permukaan yang kecil makan bahan
pangan tersebut akan lebih sedikit menyerap air dari lingkungan sekitar.
Kadar abu adalah penunjuk suatu kadar mineral yang ada pada suatu
bahan. Tiap bahan makanan kadar abu dan airnya berbeda-beda. Kadar air dan
kadar abu harus memenuhi SNI 01-2973-1992 yaitu, kadar air maksimum 5 %,
dan kadar abu maksimum 1,6 % (Kusumaningrum, 2014).
7 Kamera HP Mendokumentasikan.
3.3. Metode
Mulai
Selesai
[Type here]
Mulai
Selesai
𝑊−(𝑊1 −𝑊2 )
Kadar Air = 𝑋 100%
𝑊1 −𝑊2
1,03−(12,18−9,91)
= 𝑋 100%
12,18−9,91
1,03−2,27
= 𝑋 100%
2,27
−1,24
= 𝑋 100%
2,27
= -0,54%
C1+C2+C3
Crata-rata= 3
10,21+10,21+10,21
= 3
30,36
= = 10,21 gr
3
C−a
Kadar Abu = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙x100%
10,21−8,72
= x100%
1,01
1,48
=1,01x100%
= 1,48%
[Type here]
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
Pada modul 4 praktikum kali ini adalah penentuan kadar air dan kadar abu.
Pada praktikum ini sampel yang akan diuji untuk menentukan kadar air dan kadar
abunya adalah Rumput laut. Rumput laut yang dipilih adalah rumput laut
Sargassum sp. Kenapa kita menggunakan Sargassum sp. Hal ini dikarekan ketika
sampel yang sudah dipakai dan sudah kering kondisi fisiknya akan berubah dan
tidak terstruktur lagi. Sargassum sp. merupakan keluarga dari kelas Phaeophyta.
Phaeophyta merupakan kelas yang memiliki alginat sebagai hasil yang
dimanfaatkan.
Metode yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah metode oven.
Metode pengovenan digunakan untuk menentukan kadar air karena metode oven
merupakan metode yang mudah dan tidak terlalu memakan banyak waktu. Prinsip
kerja dari metode pengovenan ini adalah mengurangi bobot daripada Sargassum
sp. dengan menguapkan kandungan air yang terkandung dalam tumbuhan
tersebut.
Penentuan kadar abu dalam praktikum kali ini menggunakan metode tanur
atau biasa disebut dengan metode furnace. Keunggulan dari metode tanur dalam
praktikum kali ini karena furnace dapat menghasilkan suhu yang sangat tinggi dan
dapat meng-abu-kan Sargassum sp.. Dalam penentuan kadar abu kali ini
menggunakan metode langsung karena tidak menggunakan reagen apapun.
Namun dalam metode tidak langsung akan digunakan reagen berupa gliserol
[Type here]
alkohol. Alat lain yang digunakan adalah Desikator, desikator berfungsi untuk
mempercepat pendinginan pada sampel yang telah dimasukkan dalam oven
ataupun furnace. Hal ini dikarenakan silica gel pada desikator berfungsi untuk
mengatur kelembapan didalam desikator. Fungsi lain dari silica gel adalah
mempermudah dalam penyerapan air dan ada katup yang diguakan untuk
mengeluarkan uap.
Banyak manfaat yang didapat dari penetuan kadar air dan kadar abu pada
rumput laut Sargassum sp. Dengan melakukan pengukuran kadar air maka dapat
diketahui kadar air pada Sargassum sp., dengan mengetahu hal itu maka dapat
mengetahui juga kualitas dari tumbuhan itu. Sedangkan kadar abu diukur untuk
bisa mengetahui jumlah mineral yang terkandung di dalam Sargassum sp. Kadar
abu ini sangat penting untuk diukur karena terdapat baku mutu yang harus di ikuti
untuk mendapatkan kriteria yang baik dari Sargassum sp.
Hasil yang didapat oleh kelompok … kadar air sebesar …. dan kadar abu
sebesar ….. Kadar air memliki ini didapat … perbedaan hasil dengan baku
standard kadar rumput laut kering ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satunya adalah human error, faktor ini terjadi akibat dati kesalahan dari praktikan
dalam melakukan metode yang telah ditentukan. Bisa jadi juga pada saat
pengovenan yang tidak sesuai dengan ketentuan karena pada saat itu terdapat juga
percobaan yang dilakukan yang dioven pada oven yang sama.
Menurut Kumesan et al., (2017), nilai standar kadar air rumput laut kering
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 2354-2-2015) adalah maksimal
50% dan minimal 30%. Pada percobaan yang dilakukan oleh kelompok C hasil
dari kadar airnya …, hal ini terbilang sangat buruk.
Hasil ini didapat bisa berbeda antar kelompok, karena berat Sargassum sp.
yang digunakan setiap kelompok berbeda. Selain itu cawan yang digunakan juga
berbeda karena hal itu hasil yang didapat bisa berbeda. Lamanya sampel di
desikator bisa juga menyebabkan perbedaan hasil pada kadar abu.
[Type here]
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pada praktikum kali ini dapat berupa
suhu, suhu yang terlalu tinggi pada saat pengoven dapat membuat hasil kadar air
berbeda, karena semakin tinngi suhu maka air akan lebih banyak menguap. Waktu
pemanggangan juga dapat mempengaruhi kadar abu, saat melakukan pengabuan
rumput laut yang jumlahnya lebih sedikit akan lebih mudah menjadi abu.
[Type here]
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Kadar air yang diperoleh pada pentuan kadar air Sargassum sp. sebesar
....
2. Kadar air dan kadar abu yang diperoleh pada praktikum dengan sampel
....Sargassum sp. sebesar …. dan ,,,,
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abowei, J.F.N., dan Ezekiel, E.N. 2013. The Potentials and Utilization of
Seaweed. Scientia agriculture. Vol. 4 (2).
Amelia, M.R., Dwinova, N., Azharman, T., S. Wittresna., Nurhalimah F.R., dan
Hariyanti, A.Y. 2014. Penetapan Kadar Abu (AOAC 2005). Fakultas
Ekologi Manusia.
Kantun, W., Andi, A.M., dan Harianti. 2015. KELAYAKAN LIMBAH PADAT
TUNA LOIN MADIDIHANG Thunnus albacares UNTUK BAHAN
BAKU PRODUK DIVERSIFIKASI. JPHPI. Vol. 18 (3).
Kumesan, E., Engel,V.P., dan Helen, J.L. 2017. ANALISA TOTAL BAKTERI,
KADAR AIR DAN pH PADA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii)
DENGAN DUA METODE PENGERINGAN. Jurnal Media Teknologi
Hasil Perikanan. Vol. 5 (1).
[Type here]
Legowo, A.M., Nurwantoro., dan Sutaryo. 2007. Buku Ajar Analisis Pangan.
Unversitas Diponegoro.
Prabowo, A., Siti, A.B., dan Amir,H. 2013. EKSTRAK Sargassum sp.
SEBAGAI ANTIOKSIDAN DALAM SISTEM EMULSI MINYAK
IKAN SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR. JPB
Perikanan. Vol. 8 (1).
Sudarmadji. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Lappo
Yooko. Jakrta.
Widarti, B.N., Wardah, K.W., dan Edhi, S. 2015. PENGARUH RASIO C/N
BAHAN BAKU PADA PEMBUATAN KOMPOS DARI KUBIS DAN
KULIT PISANG. Jurnal Integrasi proses. Vol. 5 (2).
LAMPIRAN
[Type here]
Dokumentasi