Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOKIMIA
ACARA 4
PENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU

Oleh :
Anisa A. Suparyadi
2604011713009
IK-C/2/8

Asisten:
Alfianisa Permata Sari
26020115120028

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2018
[Type here]

LEMBAR PENILAIAN DAN PENGESAHAN

No. Materi Nilai


1 Pendahuluan
2 Tinjauan Pustaka
3 Materi dan Metode
4 Hasil
5 Pembahasan
6 Penutup
7 Daftar Pustaka
8 Lampiran
TOTAL

Semarang, 7 Maret 2018

Asisten Praktikum Praktikan

Nama Anisa A. Suparyadi


NIM 2604011713009

Mengetahui,
Koordinator Asisten

Nada Kristiani Ginting


[Type here]

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumput laut merupakan tanaman laut yang cukup penting sebagai sumber
pendapatan nelayan, sumber bahan makanan, penyerapan tenaga kerja, maupun
sebagai sumber devisa negara. Pemeliharaan rumput laut di indonesia hingga
sekarang masih menggunakan cara yang paling sederhana dalam
membudidayakannya. Keberhasilan budidayanya sebagaian besar masih
dipengaruhi oleh pengaruh alam. Di pasar internasional terdapat tiga rumput laut
yang diminati oleh para pedagang ataupun pabrik pengolah yakni Euchema sp,
Gracilaria sp dan Sargassum sp. Sargassum sp adalah jenis rumput laut yang
menghasilkan alginate yang cukup tinggi, dibandingkan dengan dua jenis rumput
laut lainnya.

Kadar air dalam suatu bahan pangan sangat penting untuk diketahui, hal
ini dikarenakan dengan mengetahui kadar air dalam suatu bahan pangan dapat
memberikan banyak informasi produk. Penentuan kadar air dapat dilakukan
dengan metode langsung, distilasi azeotropik, karl fischer, dan masih banyak lagi.
Kadar abu dapat dijadikan sebagai parameter kualitas suatu produk pangan.
Penentuan kadar abu dapat memberikan informasi tentang cara pengolahan bahan,
nilai gizi produk dan masih banyak lagi. Kadar abu dapat dicari dengan metode
langsung maupun metode tidak langsung.

Praktikum ini dilakukan dikarenakan ingin mengukur kadar air dan kadar
abu pada Sargassum sp. karena dengan mengukur adar air dan abu pada rumput
laut tersebut dapat mengetahui kandungan dan kualitas dari rumput laut tersebut.
Hal ini karena Sargassum sp. biasanya akan diolah kembali menjadi produk yang
lebih bermanfaat lagi. Dikarenakan alasan diatas maka praktikum pengukuran
kadar air dan kadar abu ini dilaksanakan.

1.2. Tujuan

1. Menentukan kadar air pada rumput laut Sargassum sp.


2. Menentukan kadar abu pada rumput laut Sargassum sp.
[Type here]

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut

Menurut Kumaresan et al. (2015), rumput laut merupakan ganggang laut


makroskopik, multiseluler yang habitatnya di dekat dasar laut. Istilah ini
mencakup beberapa anggota ganggang merah, coklat, dan hijau. Rumput laut juga
bisa diklasifikasikan karena kegunaannya. Kata rumput laut merupakan istilah
yang sering disebutkan pada alga laut yang lebih besar dan lebih kompleks, yang
bisa disebut sebagai makroalga. Rumput laut dibagi menjadi tiga kelompok utama
yaitu, ganggang hijau, ganggang merah dan ganggang coklat.

Rumput laut, dikenal juga sebagai makroalga adalah salah satu produsen
utama yang paling penting. Mereka adalah produsen utama, tempat penampungan,
pembibitan dasar dan sumber makanan untuk organisme laut. Rumput laut tidak
hanya memiliki nilai ekologi tinggi, tapi juga sangat penting pada sektor
perekonomian. Senyawa rumput laut yang telah diekstrak dapat digunakan
sebagai stabilisator dan pengeras di industri makanan, kosmetik, industri farmasi,
dan bioteknologi. Karena habitat mereka, rumput laut relatif lebih mudah diamati,
dimanipulasi dan diukur (Domettila et al., 2013).

Menurut Abowei dan Ezekiel (2013), rumput laut merupakan istilah yang
mencakup ganggang laut makroskopis, multiseluler, dan bentik. Istilah ini
mencakup beberapa anggota ganggang merah, coklat dan hijau. Rumput laut juga
bisa diklasifikasikan karena kegunaannya (seperti makanan, obat-obatan, pupuk,
industri, dll). Rumput laut dapat digolongkan pada kelompok alga multisel:
ganggang merah, ganggang hijau, dan alga coklat. Beberapa alga bluegreen
membentuk batang (Cyanobacteria) yang kadang-kadang dianggap sebagai
rumput laut. Pada awal tahun 2011, Indonesia menghasilkan 3 juta ton rumput laut
dan melampaui Filipina sebagai penghasil rumput laut terbesar di dunia.

2.2 Sargassum sp.


[Type here]

Sargassum sp. merupakan salah satu jenis rumput laut coklat yang belum
dimanfaatkan dengan maksimal. Sargassum sp. dapat dikembangkan pada bidang
pangan seperti alginat, makanan ternak serta pupuk. Antioksidan yang ada
didalam alga cokelat Sargassum sp. juga mampu menghambat kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas pada produk minyak ikan. Alga cokelat Sargassum
sp. juga mengandung florotanin yang merupakan senyawa fenolik yang berperan
sebagai sumber antioksidan (Prabowo et al., 2013).

Sargassum sp. merupakan rumput laut coklat yang persebarannya hampir


diseluruh pantai di Indonesia dan pada saat “bloming” setelah musim ombak,
pertumbuhan Sargassum sp. dapat membentuk suatu padang rumput laut coklat
yang cukup luas terutama pada pantai yang memiliki banyak karang yang sudah
mati. Sargassum sp. belum banyak dimanfaatkan, bahkan seringkali hanya
dianggap sampah yang berserakan dan pengganggu bagi pelayaran kapal nelayan,
namun Sargassum sp. dapat dimanfaatkan sebagai sumber alginat ataupun produk
minuman kesehatan karena kandungan komponen bioaktifnya yang tinggi.
Sargassum sp. mengandung fucoidan, dan komponen fenolik. Jenis komponen
fenolik yang banyak dijumpai pada rumput laut coklat adalah phlorotanin yang
berkisar antara 0,74% sampai 5,06% (Septiana dan Asnani, 2012).

Menurut Alamsah dan Sabdono (2014), Sargassum sp. adalah salah satu
jenis rumput laut yang banyak ditemukan di Indonesia. Keberadaannya saat ini
masih belum mendapat perhatian khusus jika dibandingkan dengan rumput laut
komersial seperti Glacillaria sp. dan Eucheuma sp. Beberapa negara di Eropa
menyebutkan jika Sargassum sp. adalah spesies invasif yang bisa berkembang
dengan cepat sehingga dapat bersaing dengan spesies asli dan dapat mengubah
komposisi komunitas dan dinamika ekosistem. Meskipun keberadaan Sargassum
sp. sering dianggap sebagai sampah, nelayan tradisional tak sedikit juga yang
memanfaatkannya sebagai pakan ternak, pupuk cair maupun bahan makanan.
Selain itu Sargassum sp. juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan, bahan
bakar, kosmetik, obat-obatan , serta bahan makanan tambahan (suplement).

2.3 Kadar Air


[Type here]

Kadar air merupakan persentase kandungan air dalam suatu bahan yang
dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat
kering (dry basis). Kadar air akan sangat berpengaruh pada terjadinya perubahan
dan penguraiaan bahan-bahan organik. Penentuan kadar air dapat menunjukkan
banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Kadar air juga dapat digunakan
untuk mengetahui bahan yang digunakan pada suatu produk maupun cara
pengolahan produk tersebut (Widarti et al.,2015).

Penentuan kadar air merupakan analisis paling penting dan paling luas
dilakukan dalam pengolahan dan pengujian pangan. Kadar air berpengaruh secara
langsung terhadap stabilitas dan kualitas pangan. Pada pengukuran kadar air,
semakin tinggi suhunya maka kandungan airnya akan semakin rendah. Sealin itu,
pada bahan pangan kadar air juga akan berkurang jika telah melewati proses
pemasakan. Kadar air dapat diukur dengan menggunakan metode gravitmetri dan
metode lainnya (Sundari et al., 2015).

Menurut Sudarmadji (1989), kadar air merupakan perbedaan antar berat


sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan ketika diletakkan pada
udara terbuka maka kadar airnya akan mencapai pada titik keseimbangan dengan
kelembaban udara disekitar. Kadar air pada bahan ini disebut dengan kadar air
seimbang. Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan banyak
metode.

2.3.1 Pengertian Air

Air merupakan komponen yang penting dalam suatu bahan makanan


karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan lain sebagainya. Pada
beberapa bahan makanan, ada yang memiliki jumlah kandungan air yang relatif
besar seperti pada buah-buahan. Air sendiri merupakan unsur yang sangat penting
bagi berlangsungnya suatu kehidupan. Pada makanan kering, kandungan air harus
diperhatikan dengan baik, karena dengan penambahan sedikit saja dapat merusak
produk (Sundari et al., 2015).
[Type here]

Menurut Legowo et al., (2007), air dalam bahan pangan terdapat tiga
bentuk yaitu :

 Air Bebas
Air bebas ditemukan diruang antar sel, pori-pori bahan atau
bahkan dipermukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai
aktivitas air (Activity water). Disebut begitu karena air bebas
mampu membantu pertumbuhan mikroba pada bahan tersebut.
Didalam air bebas terdapat nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh
mikroba untuk tumbuh dan berkembang.

 Air Teradsorbsi

Air teradsorbsi ini merupakan air yang terikat lemah di


permukaan koloid makromolekul. Air teradsorbsi juga terdispersi
diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat tersebut.

 Air Terikat Kuat

Air terikat kuat ini juga sering disebut sebagai air hidrat,
hal ini disebabkan karena air trsebut membentuk hidrat dengan
beberapa molekul lain dengan ikatan yang bersifat ionik.

2.4 Metode Penentuan Kadar Air

Menurut Sudarmadji (1989), kadar air pada suatu bahan pangan dapat
ditentukan dengan beberapa metode seperti metode pengeringan, metode destilasi,
metode khemis, metode fisis dan metode khusus seperti misalnya dengan metode
kromatografi. Metode pengeringan merupakan metode yang mengunakan prisip
dengan menghilangkan berat suatu bahan dengan menguapkan air yang
terkandung pada bahan tersebut. Air tersebut akan meguap bila dipanaskan pada
suhu 105℃.

Menurut Legowo et al., (2007), metode ini digunakan untuk produk yang
mengandung komponen yang dapat terdekomposisi pada suhu 100℃, atau relatif
[Type here]

banyak mengandung senyawa “volatil”. Prinsip metode oven vakum adalah


mengeringkan produk yang mudah trdekomposisi pada suhu 100℃ didalam suatu
tempat yang dapat dikurangi tekanan udaranya atau “vakum” kan. Dengan
demikian proses pengeringan dapat berlangsung pada suhu tekanan rendah.
Prosedur dan perhitungan kadar air metode oven vakum adalah sama dengan
metode oven yang sudah dijelaskan di atas. Namun penggunaan oven vakum
relatif sedikit mahal jika dibandingkan dengan metode oven biasa.

Menurut Yenrina (2015), penetapan kadar air dengan menggunakan


metode ini dilakukan untuk bahan yang mengandung lemak dan komponen-
komponen volatil. Sampel yang akan dianalisa kadar airnya didestilasi dalam
pelarut yang bersifat immiscible (tidak bercampur dengan air), mempunyai titik
didih lebih tinggi

2.5 Kadar Abu

Kadar abu merupakan jumlah ukuran total mineral yang terkandung


dalam suatu bahan pangan. Kadar abu pada yang terlalu tinggi menunjukkan jika
bahan pangan tersebut telah tercemar oleh berbagai macam zat misalnya tanah,
pasir, dan lain-lain. Karena hal itu ahli gizi perlu melakukan analisis kadar abu
pada suatu bahan pangan. Hal tersebut sangat penting dilakukan karena dengan
melakukan analisis ini kita akan mengetahui kandungan mineral yang ada dalam
suatu bahan pangan. Kadar abu dianalisis dengan membakar bahan pangan pada
suhu yang sangat tinggi (Amelia et al., 2014).

Menurut Kusumaningrum (2014), kadar abu dari bahan dapat


menunjukkan kadar mineral, kemurnian dan kebersihan suatu bahan pangan yang
dihasilkan. Prinsip dari penetuan kadar abu ini ialah dengan menimbang sisa
mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550℃. Bahan-bahan
organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya
tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Kadar abu diukur bertujuan untuk
mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam makanan.
Kandungan kadar abu juga berhubungan dengan kemurnian serta kebersihan suatu
bahan yang dihasilkan.
[Type here]

Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu pada
suatu bahan pangan menunjukkan terdapatnya kandungan mineral anorganik pada
bahan pangan tersebut. Kadar abu digunakan untuk menentukan suatu kompisisi
dari bahan pangan seperti protein. Kadar abu merupakan material yang tertinggal
bila suatu bahan makanan dipijarkan atau dibakar pada suhu yang berkisar 500⁰ -
800⁰C (Sundari et al., 2015).

2.5.1 Pengertian Abu

Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu bahan pangan dan komposisinya tergantung pada macam bahan
dan cara pengabuannya. Abu ini memiliki bentuk yang padat jadi tidak
memungkinkan adanya abu cair. Abu ini memiliki massa jenis yang kecil
sehingga akan mudah terbang terbawa angin (Sundari et al., 2015).

Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan


komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Abu dalam bahan pangan
dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak larut. Abu dapat
didefinisikan sebagai oksida logam dan bahan-bahan lain yang tidak dapat
dibakar. Kadar abu dianalisis dengan membakar bahan pangan atau
mengabukannya dalam suhu yang sangat tinggi (Kantun et al., 2015).

Abu adalah zat anorganik sisa suatu pembakaran zat organik dalam bahan
pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan
sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Kadar abu ditentukan dengan tujuan
untuk menentukan baik tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang
digunakan, dan penentu suatu parameter gizi (Amelia et al., 2014).

2.6 Metode Penentuan Kadar Abu

Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu


yang tinggi,yaitu berkisar 500 - 600°C dan melakukan penimbangan zat yang
tinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda –
beda dan berkisar antara 2 - 8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan
yaitu adalah tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan diangap selesai apa bila
[Type here]

diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu dan beratnya
konstan (Amelia et al., 2014).

Menurut Kartika et al.,(2014), kadar abu dapat dientukan dengan


menggunakan metode gravimetri. Metode ini dilakukan dengan mengendapkan
zat-zat yang pada akhirnya ditimbang, dituliskan dalam daftar. Sebagai tambahan
dari zat-zat anorganik, senyawa-senyawa organik telah dianalisa dengan teknik
gravimetri. Cara gravimetri dapat dibandingkan terhadap terhadap tehnik lain
secara menguntungkan dipandang dari ketelitiannya yang dapat dicapai.

Menurut Kusumaningrum (2014), Analisis gravimetri adalah proses isolasi


dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari
penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur ke senyawa murni
yang stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang
dengan teliti. Berat unsur dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom
unsur-unsur yang menyusunnya. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang
dikandung dilakukan dengan beberapa cara, seperti metode pengendapan, metode
penguapan, metode elektroanalisis, atau berbagai macam metode lainnya.

2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Abu dan Air

Menurut Kantun et al.,(2015), kadar air pada suatu bahan pangan dapat
dipengaruhi oleh suhu. Ketika suhu udara disekitar semakin panas maka
kandungan air dalam suatu bahan panganpun akan ikut berkurang. Hal ini terjadi
akibat kandungan air dalam suatu bahan pangan menguap seiring dengan
berjalannya waktu. Ketika suhu semakin dingin maka kandungan air pada bahan
pangan akan lebih mudah untuk membeku di dalam bahan pangan tersebut.

Menurut Jamilatun dan Setyawan (2014), kadar air juga dapat dipengaruhi
oleh luas penampang dari suatu bahan tersebut. Hal ini dapat dijelaskan ketika
luas permukaan suatu bahan semakin luas maka bahan pangan tersebut akan lebih
mudah menyerap air. Namun ketika luas permukaan yang kecil makan bahan
pangan tersebut akan lebih sedikit menyerap air dari lingkungan sekitar.

2.8 Standart Baku Mutu Kadar Air dan Abu


[Type here]

Kadar abu adalah penunjuk suatu kadar mineral yang ada pada suatu
bahan. Tiap bahan makanan kadar abu dan airnya berbeda-beda. Kadar air dan
kadar abu harus memenuhi SNI 01-2973-1992 yaitu, kadar air maksimum 5 %,
dan kadar abu maksimum 1,6 % (Kusumaningrum, 2014).

Menurut Manoi (2012), Kadar abu terendah 7,63% terdapat pada


perlakuan cara pengeringan kombinasi matahari dan blower berbeda nyata dengan
perlakuan cara pengeringan matahari saja, blower saja dan kering angin. Kadar
abu tertinggi 8,90% terdapat pada perlakuan cara pengeringan kering angin.
Dilihat dari standar mutu semua perlakuan masih memenuhi standar mutu
Materia Medika Indonesia (MMI) yaitu di bawah 12,00%.
[Type here]

III. Materi dan Metode

3.1. Waktu dan Tempat

3.1.1 Penentuan Kadar Air

Hari,Taggal : Kamis, 1 Maret 2018

Waktu : 13.00-14.40 WIB

Tempat : Laboratorium Geologi Laut, Gedung E Lantai 1, Fakultas


..Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.

3.1.2 Penentuan Kadar Abu

Hari,Taggal : Jumat, 2 Maret 2018

Waktu : 08.00-12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Geologi Laut, Gedung E Lantai 1, Fakultas


..........................Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Praktikum

Tabel 1. Alat praktikum

No. Nama Alat Gambar Fungsi

1 Oven Mengeringkan Sargassum sp.


Dan mensterilkan cawan.
[Type here]

2 Furnace Memanaskan Sargassum sp.

3 Penjepit Mengambil cawan dari oven.

4 Cawan Wadah Sargassum sp.

5 Desikator Mendinginkan cawan dan


menghilangkan air Sargassum
sp.

6 Neraca Digital Menimbang.


[Type here]

7 Kamera HP Mendokumentasikan.

8 Stopwatch Menghitung waktu.

9 Gunting Memotong alumunium dan


Sargassum sp.

10 Alat tulis Mencatat hasil data.

3.2.2 Bahan Praktikum

Tabel 2. Bahan praktikum

No Nama Bahan Gambar Fungsi


[Type here]

1 Sargassum sp. Bahan yang


diuji.

2 Alumunium foil Mewadai


Sargassum sp.

3 Tabel nama Menandai.

3.3. Metode

3.3.1 Penentuan Kadar Air


1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Alumunium foil dipotong menggunakan gunting sebagai wadah
Sargassum sp.
3. Sargassum sp. Ditimbang sebesar 1 gram sebanyak 2 lalu dipotong
ekcil-kecil.
4. Cawan disterilkan selama 10 menit menggunakan oven dengan suhu
105℃.
5. Cawan dipindahkan kedalam desikator untuk mendinginkan cawan
selama 5 menit dihitung menggunakan stopwatch.
[Type here]

6. Cawan ditimbang menggunakan neraca digital untuk mngetahui berat


cawan kosong.
7. Sargassum sp. Dimasukkan kedalam cawan lalu cawan diberi tanda
sebagai pembeda cawan kadar abu dan kadar air.
8. Cawan untuk kadar air dimasukkan kedalam oven bersuhu 105℃
selama 40 menit.
9. Setelah dipanaskan cawan dimasukkan kedalam desikator untuk
didinginkan.
10. Cawan berisi Sargassum sp. ditimbang kemudian dihitung konsentrasi
airnya.
3.3.2 Pennetta Kadar Abu
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Alumunium foil dipotong menggunakan gunting sebagai wadah
Sargassum sp.
3. Sargassum sp. Ditimbang sebesar 1 gram sebanyak 2 lalu dipotong
ekcil-kecil.
4. Cawan disterilkan selama 10 menit menggunakan oven dengan suhu
105℃.
5. Cawan dipindahkan kedalam desikator untuk mendinginkan cawan
selama 5 menit dihitung menggunakan stopwatch.
6. Cawan ditimbang menggunakan neraca digital untuk mngetahui berat
cawan kosong.
7. Sargassum sp. Dimasukkan kedalam cawan lalu cawan diberi tanda
sebagai pembeda cawan kadar abu dan kadar air.
8. Cawan kadar abu dimasukkan kedalam furnace, amati perubahan suhu
setiap 15 menit. Apabila suhu sudah mencapai 500℃ tunggu selama 4
jam.
9. Cawan kadar abu diletakkan dalam desikator selama 10 menit.
10. Cawan kadar abu ditimbang, lalu dihitung kadar abunya.
[Type here]

3.4 Diagram Alir

3.4.1 Penentuan Kadar Air

Mulai

Rumput laut diambil sebanyak 1 gram.

Cawan ditimbang pada neraca digital

Cawan dimasukkan ke oven selama 10 menit lalu di keluarkan

Cawa dimasukkan kedalam desikator selama 5 menit

Rumput laut kering dipotong kecil-kecil

Rumput laut ditimbang sebesar 1 gram

Cawan diambil dari desikator lalu ditimbang

Sampel diletakan pada cawan dan dimasukkan ke oven selama 30 menit

Sampel diambil dan dimasukkan pada desikator selama 10 menit

Sampel diambil dan diukur beratnya

Selesai
[Type here]

Gambar 1. Diagram alir penentuan kadar air

3.4.2 Penentuan Kadar Abu

Mulai

Alumunium foil dipotong dan digunakan sebagai wadah Sargassum sp.

Rumput laut ditimbang seberat 1 gram

Cawan dimasukkan ke oven selama 10 menit agar steril

Cawa dimasukkan kedalam desikator selama 5 menit

Rumput laut kering dipotong kecil-kecil

Cawan diambil dari desikator lalu ditimbang

Rumput laut diletakkan pada cawan dan ditimbang

Masukkan sampel kedalam desikator

Sampel dimasukkan kedalam furnace selama 4 jam pada suhu 20℃-500℃

Sampel diambil dan diukur beratnya

Selesai

Gambar 2. Diagram alir penentuan kadar abu


[Type here]

3.5 Rumus Perhitungan

3.5.1 Perhitungan Kadar Air

𝑊−(𝑊1 −𝑊2 )
Kadar Air = 𝑋 100%
𝑊1 −𝑊2

1,03−(12,18−9,91)
= 𝑋 100%
12,18−9,91

1,03−2,27
= 𝑋 100%
2,27

−1,24
= 𝑋 100%
2,27

= -0,54%

3.5.2 Perhitungan Kadar Abu

C1+C2+C3
Crata-rata= 3

10,21+10,21+10,21
= 3

30,36
= = 10,21 gr
3

C−a
Kadar Abu = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙x100%

10,21−8,72
= x100%
1,01

1,48
=1,01x100%

= 1,48%
[Type here]

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1 Hasil Kadar Air

Kadar Air kelompok C sebesar

4.1.2 Hasil Kadar Abu

Kadar abu kelompok C sebesar

4.2. Pembahasan

Pada modul 4 praktikum kali ini adalah penentuan kadar air dan kadar abu.
Pada praktikum ini sampel yang akan diuji untuk menentukan kadar air dan kadar
abunya adalah Rumput laut. Rumput laut yang dipilih adalah rumput laut
Sargassum sp. Kenapa kita menggunakan Sargassum sp. Hal ini dikarekan ketika
sampel yang sudah dipakai dan sudah kering kondisi fisiknya akan berubah dan
tidak terstruktur lagi. Sargassum sp. merupakan keluarga dari kelas Phaeophyta.
Phaeophyta merupakan kelas yang memiliki alginat sebagai hasil yang
dimanfaatkan.

Metode yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah metode oven.
Metode pengovenan digunakan untuk menentukan kadar air karena metode oven
merupakan metode yang mudah dan tidak terlalu memakan banyak waktu. Prinsip
kerja dari metode pengovenan ini adalah mengurangi bobot daripada Sargassum
sp. dengan menguapkan kandungan air yang terkandung dalam tumbuhan
tersebut.

Penentuan kadar abu dalam praktikum kali ini menggunakan metode tanur
atau biasa disebut dengan metode furnace. Keunggulan dari metode tanur dalam
praktikum kali ini karena furnace dapat menghasilkan suhu yang sangat tinggi dan
dapat meng-abu-kan Sargassum sp.. Dalam penentuan kadar abu kali ini
menggunakan metode langsung karena tidak menggunakan reagen apapun.
Namun dalam metode tidak langsung akan digunakan reagen berupa gliserol
[Type here]

alkohol. Alat lain yang digunakan adalah Desikator, desikator berfungsi untuk
mempercepat pendinginan pada sampel yang telah dimasukkan dalam oven
ataupun furnace. Hal ini dikarenakan silica gel pada desikator berfungsi untuk
mengatur kelembapan didalam desikator. Fungsi lain dari silica gel adalah
mempermudah dalam penyerapan air dan ada katup yang diguakan untuk
mengeluarkan uap.

Banyak manfaat yang didapat dari penetuan kadar air dan kadar abu pada
rumput laut Sargassum sp. Dengan melakukan pengukuran kadar air maka dapat
diketahui kadar air pada Sargassum sp., dengan mengetahu hal itu maka dapat
mengetahui juga kualitas dari tumbuhan itu. Sedangkan kadar abu diukur untuk
bisa mengetahui jumlah mineral yang terkandung di dalam Sargassum sp. Kadar
abu ini sangat penting untuk diukur karena terdapat baku mutu yang harus di ikuti
untuk mendapatkan kriteria yang baik dari Sargassum sp.

Hasil yang didapat oleh kelompok … kadar air sebesar …. dan kadar abu
sebesar ….. Kadar air memliki ini didapat … perbedaan hasil dengan baku
standard kadar rumput laut kering ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satunya adalah human error, faktor ini terjadi akibat dati kesalahan dari praktikan
dalam melakukan metode yang telah ditentukan. Bisa jadi juga pada saat
pengovenan yang tidak sesuai dengan ketentuan karena pada saat itu terdapat juga
percobaan yang dilakukan yang dioven pada oven yang sama.

Menurut Kumesan et al., (2017), nilai standar kadar air rumput laut kering
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 2354-2-2015) adalah maksimal
50% dan minimal 30%. Pada percobaan yang dilakukan oleh kelompok C hasil
dari kadar airnya …, hal ini terbilang sangat buruk.

Hasil ini didapat bisa berbeda antar kelompok, karena berat Sargassum sp.
yang digunakan setiap kelompok berbeda. Selain itu cawan yang digunakan juga
berbeda karena hal itu hasil yang didapat bisa berbeda. Lamanya sampel di
desikator bisa juga menyebabkan perbedaan hasil pada kadar abu.
[Type here]

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pada praktikum kali ini dapat berupa
suhu, suhu yang terlalu tinggi pada saat pengoven dapat membuat hasil kadar air
berbeda, karena semakin tinngi suhu maka air akan lebih banyak menguap. Waktu
pemanggangan juga dapat mempengaruhi kadar abu, saat melakukan pengabuan
rumput laut yang jumlahnya lebih sedikit akan lebih mudah menjadi abu.
[Type here]

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Kadar air yang diperoleh pada pentuan kadar air Sargassum sp. sebesar
....

2. Kadar air dan kadar abu yang diperoleh pada praktikum dengan sampel
....Sargassum sp. sebesar …. dan ,,,,

5.2. Saran

• Praktikan lebih berhati dan lebih menjada ketengan saat praktikum.

• Praktikan harus mengikuti perintah dan instruksi dari asisten praktikum,


...praktikan jangan melakukan hal-hal diluar praktikum

• Penambahan waktu atau durasi untuk modul yang memang mebutuhkan


...waktu yang banyak.
[Type here]

DAFTAR PUSTAKA

Abowei, J.F.N., dan Ezekiel, E.N. 2013. The Potentials and Utilization of
Seaweed. Scientia agriculture. Vol. 4 (2).

Alamsyah, H.K., Ita,W., dan Agus, S. 2014. AKTIVITAS ANTIBAKTERI


EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum cinereum (J.G. Agardh) DARI
PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA TERHADAP BAKTERI
Escherichia coli DAN Staphylococcus epidermidis . Journal Of Marinr
Research. Vol.3 (2).

Amelia, M.R., Dwinova, N., Azharman, T., S. Wittresna., Nurhalimah F.R., dan
Hariyanti, A.Y. 2014. Penetapan Kadar Abu (AOAC 2005). Fakultas
Ekologi Manusia.

Domettia, C., Thankappan, S.S., Selvamony,S., dan Solomon. 2013. Diversity


And Distribution Of Seaweed In The Muttom Coastal Waters,South-West
Coats Of India. Biodiversity Journal.Vol. 4 (1).

Jamilatun, S. dan Setyawan, M. 2014. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung


Kelapa dan Aplikasinya untuk Penjernihan Asap Cair . Spektrum Industri.
Vol. 12(1).

Kantun, W., Andi, A.M., dan Harianti. 2015. KELAYAKAN LIMBAH PADAT
TUNA LOIN MADIDIHANG Thunnus albacares UNTUK BAHAN
BAKU PRODUK DIVERSIFIKASI. JPHPI. Vol. 18 (3).

Kumaresan, R, Krishnan, V., dan Kattari, K. 2015. Scientometric Analysis of


Seaweed research With Reference To Web of scientic. University of
Nebraska.

Kumesan, E., Engel,V.P., dan Helen, J.L. 2017. ANALISA TOTAL BAKTERI,
KADAR AIR DAN pH PADA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii)
DENGAN DUA METODE PENGERINGAN. Jurnal Media Teknologi
Hasil Perikanan. Vol. 5 (1).
[Type here]

Kusumaningrum, W. 2014. Penentuan Kadar Air dan Abu dalam Biskuit.


Universits Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Legowo, A.M., Nurwantoro., dan Sutaryo. 2007. Buku Ajar Analisis Pangan.
Unversitas Diponegoro.

Manoi, F. 2012. PENGARUH CARA PENGERINGAN TERHADAP MUTU


SIMPLISIA SAMBILOTO. Bul. Littro. Vol. 17 (1).

Prabowo, A., Siti, A.B., dan Amir,H. 2013. EKSTRAK Sargassum sp.
SEBAGAI ANTIOKSIDAN DALAM SISTEM EMULSI MINYAK
IKAN SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR. JPB
Perikanan. Vol. 8 (1).

Septiana, A.T., dan Asnani, A. 2012. KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA EKSTRAK


RUMPUT LAUT COKLAT SARGASSUM DUPLICATUM
MENGGUNAKAN BERBAGAI PELARUT DAN METODE
EKSTRAKSI. AGROINTEK Vol. 6 (1).

Sudarmadji. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Lappo
Yooko. Jakrta.

Sundari, D., Almasyhuri., dan Astuti, L. 2015. PENGARUH PROSES


PEMASAKAN TERHADAP KOMPOSISI ZAT GIZI BAHAN PANGAN
SUMBER PROTEIN. Media Litbangkes. Vol. 25 (4).

Widarti, B.N., Wardah, K.W., dan Edhi, S. 2015. PENGARUH RASIO C/N
BAHAN BAKU PADA PEMBUATAN KOMPOS DARI KUBIS DAN
KULIT PISANG. Jurnal Integrasi proses. Vol. 5 (2).

Yenrina, R. 2015. Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif.


Andalas University Press. Padang.
[Type here]

LAMPIRAN
[Type here]

Dokumentasi

Gambar 2. Saat memotong Sargassum Gambar 3. Mengukur cawan dengan


sp. menjadi kecil-kecil. neraca digital

Gambar 4. Saat memasukkan cawan Gambar 5. Cawan yang berisi


kedalam oven. Sargassum sp. didalam desikator.

Gambar 7. Saat memasukan sampel ke Gambar 8. Saat menimbang kadar abu.


dalam furnace.

Anda mungkin juga menyukai