Anda di halaman 1dari 25

Nama : Friska Ningtyas Oktaviany

NIM : 201610110311303
Kelas : Perkembangan Kejahatan (A)

Perbandingan Pengaturan European Covention On Cyber Crime Tahun


2001 Dengan Pengaturan Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Serta Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Budapest Convention of Cybercrime merupakan Konvensi yang dirumuskan di Kota
Budapest, Hungaria ini digagas oleh Uni Eropa yang berjumlahkan 35 negara Eropa, ditambah
dengan Australia, Republik Dominician, Jepang, dan Amerika Serikat. Konvensi yang
dilaksanakan pada tanggal 23 November 2001 ini dikenal dengan Convention on Cybercrime
(CoC). konvensi ini mengatur kebijakan kriminal dan merumuskan tindak pidana untuk
meningkatkan kerjasama antar Negara dalam menangani cybercrime. Konvensi ini selain
diperuntukkan untuk Negara Eropa juga terbuka bagi Negara Non-Eropa
Beberapa macam ketentuan dari Convention of Cybercrime tersebut yang saling berkaitan
dengan Pengaturan Hukum yang ada di Indonesia yaitu Undang-Undang ITE :
A. Illegal Akses (Akses Ilegal)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Illegal Akses (Akses Ilegal) dalam European Convention On Cyber Crime
Tahun 2001 ada dalam Pasal 2, yang berbunyi :
“Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when committed
intentionally, the access to the whole or any part of a computer system without right.
A Party may require that the offence be committed by infringing security measures,
with the intent of obtaining computer data or other dishonest intent, or in relation
to a computer system that is connected to another computer system.”
Artinya :
“Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang diperlukan
untuk menetapkan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum nasionalnya, ketika
dilakukan dengan sengaja, akses ke keseluruhan atau bagian manapun dari
sistem komputer tanpa hak. Suatu Pihak dapat mewajibkan pelanggaran dilakukan
dengan cara melanggar langkah-langkah keamanan, dengan maksud
memperoleh data komputer atau maksud tidak jujur lainnya, atau dalam
kaitannya dengan sistem komputer yang terhubung ke sistem komputer lain.”
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
Illegal Akses (Akses Ilegal) dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 30 Ayat (1), (2) dan
(3), yang berbunyi :
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain
dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa
pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa
pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
pengamanan.
B. Illegal Interception (Penyadapan Ilegal)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Illegal Interception (Penyadapan Ilegal) dalam European Convention On Cyber
Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 3, yang berbunyi :
“Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when committed
intentionally, the interception without right, made by technical means, of non-
public transmissions of computer data to, from or within a computer system,
including electromagnetic emissions from a computer system carrying such
computer data. A Party may require that the offence be committed with dishonest
intent, or in relation to a computer system that is connected to another computer
system.”
Artinya :
“Setiap Pihak harus mengadopsi langkah-langkah legislatif dan lainnya yang
mungkin diperlukan untuk menetapkan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum
nasionalnya, ketika dilakukan dengan sengaja, intersepsi tanpa hak, dibuat
dengan cara teknis, dari transmisi data komputer non-publik ke, dari atau dalam
sistem komputer, termasuk emisi elektromagnetik dari sistem komputer yang
membawa data komputer tersebut. Suatu Pihak dapat mewajibkan bahwa
pelanggaran dilakukan dengan niat tidak jujur, atau sehubungan dengan sistem
komputer yang terhubung ke sistem komputer lain. ”
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Illegal Interception (Penyadapan Ilegal) dalam Undang-Undang ITE ada dalam
Pasal 31 Ayat (1), (2), (3) dan (4), yang berbunyi :
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik
tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer
dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya
perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang
kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan undang-undang.”
C. Data Interference (Gangguan Data)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Data Interference (Gangguan Data) dalam European Convention On Cyber
Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 4, yang berbunyi :
(1) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when
committed intentionally, the damaging, deletion, deterioration, alteration or
suppression of computer data without right.
(2) A Party may reserve the right to require that the conduct described in
paragraph 1 result in serious harm.
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus mengambil langkah-langkah legislatif dan lainnya yang
mungkin diperlukan untuk menetapkan sebagai tindak pidana berdasarkan
hukum nasionalnya, ketika dilakukan dengan sengaja, merusak,
menghapus, memburuk, mengubah atau menekan data komputer tanpa
hak.
(2) Suatu Pihak dapat mencadangkan hak untuk mensyaratkan bahwa perilaku
yang diuraikan dalam paragraf 1 mengakibatkan kerugian yang serius.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
Data Interference (Gangguan Data) dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 32 Ayat (1), (2)
dan (3), yang berbunyi :
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan
suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang
lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik
Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh
publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
D. System Interference (Gangguan Sistem)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
System Interference (Gangguan Sistem) dalam European Convention On Cyber
Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 5, yang berbunyi :
“Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when committed
intentionally, the serious hindering without right of the functioning of a computer
system by inputting, transmitting, damaging, deleting, deteriorating, altering or
suppressing computer data.”
Artinya :
“Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang mungkin
perlu ditetapkan sebagai tindak pidana menurut hukum nasionalnya, ketika
dilakukan dengan sengaja, yang serius menghalangi tanpa hak dari fungsi sistem
komputer dengan memasukkan, mentransmisikan, merusak, menghapus,
memburuk, mengubah atau menekan data komputer.”
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
System Interference (Ganggung Sistem) dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 33 , yang
berbunyi :
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik
dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana
mestinya.”
E. Misuse of Device (Penyalagunaan Perangkat)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Misuse of Device (Penyalagunaan Perangkat) dalam European Convention On
Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 6, yang berbunyi :
(1) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when
committed intentionally and without right:
a. the production, sale, procurement for use, import, distribution or otherwise
making available of:
I. a device, including a computer program, designed or adapted
primarily for the purpose of committing any of the offences
established in accordance with Articles 2 through 5;
II. a computer password, access code, or similar data by which the
whole or any part of a computer system is capable of being
accessed,
with intent that it be used for the purpose of committing any of the
offences established in Articles 2 through 5;
b. and the possession of an item referred to in paragraphs a.i or ii above, with
intent that it be used for the purpose of committing any of the offences
established in Articles 2 through 5. A Party may require by law that a
number of such items be possessed before criminal liability attaches.
(2) This article shall not be interpreted as imposing criminal liability where the
production, sale, procurement for use, import, distribution or otherwise making
available or possession referred to in paragraph 1 of this article is not for the
purpose of committing an offence established in accordance with Articles 2
through 5 of this Convention, such as for the authorised testing or protection
of a computer system.
(3) Each Party may reserve the right not to apply paragraph 1 of this article,
provided that the reservation does not concern the sale, distribution or
otherwise making available of the items referred to in paragraph 1 a.ii of this
article.
Artinya:
(1) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang mungkin
perlu ditetapkan sebagai tindak pidana menurut hukum nasionalnya, ketika
dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak:
a. produksi, penjualan, pengadaan untuk digunakan, impor, distribusi atau
pembuatan lainnya tersedia dari:
I. perangkat, termasuk program komputer, yang dirancang atau
diadaptasi terutama untuk tujuan melakukan salah satu
pelanggaran yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 2 sampai 5;
II. kata sandi komputer, kode akses, atau data serupa yang digunakan
oleh seluruh atau sebagian dari sistem komputer yang dapat
diakses,
Dengan maksud bahwa itu digunakan untuk tujuan melakukan salah
satu pelanggaran yang didirikan di Artikel 2 hingga 5; dan
b. kepemilikan barang yang disebut dalam paragraf a.i atau ii di atas, dengan
maksud bahwa itu digunakan untuk tujuan melakukan salah satu
pelanggaran yang ditetapkan dalam Pasal 2 melalui 5. Suatu Pihak dapat
mensyaratkan secara hukum bahwa sejumlah barang-barang tersebut
dimiliki sebelumnya tanggung jawab pidana melekat
(2) Artikel ini tidak akan ditafsirkan sebagai pembebanan tanggung jawab pidana
di mana produksi, penjualan, pengadaan untuk digunakan, diimpor,
didistribusikan atau tersedia atau kepemilikannya dirujuk dalam ayat 1 artikel
ini bukan untuk tujuan melakukan pelanggaran yang dilakukan di sesuai
dengan Pasal 2 hingga 5 Konvensi ini, seperti untuk pengujian resmi atau
perlindungan sistem komputer.
(3) Setiap Pihak berhak untuk tidak menerapkan paragraf 1 dari artikel ini,
dengan ketentuan bahwa reservasi tidak berkaitan dengan penjualan,
distribusi atau sebaliknya menyediakan barang-barang sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 a.ii artikel ini.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
System Interference (Ganggung Sistem) dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 34 , yang
berbunyi :
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,
mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau
secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang
ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika
ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik,
untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan
hukum.
F. Computer-related forgery (Pemalsuan yang berhubungan dengan Komputer)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Computer-related forgery (Pemalsuan yang berhubungan dengan Komputer)
dalam European Convention On Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 7, yang
berbunyi :
“Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when committed
intentionally and without right, the input, alteration, deletion, or suppression of
computer data, resulting in inauthentic data with the intent that it be considered or
acted upon for legal purposes as if it were authentic, regardless whether or not the
data is directly readable and intelligible. A Party may require an intent to defraud,
or similar dishonest intent, before criminal liability attaches.”
Artinya:
“Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang mungkin
perlu ditetapkan sebagai tindak pidana menurut hukum nasionalnya, ketika
dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak, input, perubahan, penghapusan, atau
penindasan data komputer, menghasilkan data tidak autentik dengan maksud
bahwa itu dianggap atau ditindaklanjuti untuk tujuan hukum seolah-olah itu
asli, tanpa menghiraukan apakah data dapat langsung terbaca dan dimengerti.
Suatu Pihak dapat meminta suatu niat untuk menipu, atau maksud tidak jujur
yang serupa, sebelum tanggung jawab pidana melekat.”
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
Computer-related forgery (Pemalsuan yang berhubungan dengan Komputer)
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik ada dalam Pasal 35 , yang berbunyi :
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data
yang otentik.”
G. Computer-related fraud ( Penipuan yang berhubungan dengan Komputer)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Computer-related fraud ( Penipuan yang berhubungan dengan Komputer)
dalam European Convention On Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 8, yang
berbunyi :
“Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when committed
intentionally and without right, the causing of a loss of property to another person
by:
a. any input, alteration, deletion or suppression of computer data,
b. any interference with the functioning of a computer system,
with fraudulent or dishonest intent of procuring, without right, an economic benefit
for oneself or for another person.”
Artinya:
“Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang
mungkin perlu ditetapkan sebagai tindak pidana menurut hukum nasionalnya,
ketika dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak, penyebab hilangnya properti
kepada orang lain dengan:
a. setiap masukan, perubahan, penghapusan atau penindasan data
komputer,
b. gangguan apa pun dengan fungsi sistem komputer,
Dengan niat curang atau tidak jujur dalam pengadaan, tanpa hak, keuntungan
ekonomi bagi diri sendiri atau untuk orang lain.”
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
Computer-related fraud ( Penipuan yang berhubungan dengan Komputer)
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik ada dalam Pasal 35 , yang berbunyi :
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data
yang otentik.”
H. Offences related to child pornography ( Pelanggaran terkait pornografi anak )
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Offences related to child pornography dalam European Convention On
Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 9, yang berbunyi :
(1) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be necessary
to establish as criminal offences under its domestic law, when committed
intentionally and without right, the following conduct:
a. producing child pornography for the purpose of its distribution through a
computer system;
b. offering or making available child pornography through a computer system;
c. distributing or transmitting child pornography through a computer system;
d. procuring child pornography through a computer system for oneself or for
another person;
e. possessing child pornography in a computer system or on a computer-data
storage medium
(2) For the purpose of paragraph 1 above, the term "child pornography" shall
include pornographic material that visually depicts:
a. minor engaged in sexually explicit conduct;
b. person appearing to be a minor engaged in sexually explicit conduct;
c. realistic images representing a minor engaged in sexually explicit conduct.
(3) For the purpose of paragraph 2 above, the term "minor" shall include all
persons under 18 years of age. A Party may, however, require a lowerage-limit,
which shall be not less than 16 years.
(4) Each Party may reserve the right not to apply, in whole or in part, paragraphs
1, sub-paragraphs d and e, and 2, sub-paragraphs b and c.
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang mungkin
diperlukan untuk menetapkan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum
nasionalnya, ketika dilakukan secara sengaja dan tanpa hak, perilaku
berikut:
a. Sebuah. memproduksi pornografi anak untuk tujuan distribusinya
melalui sistem komputer;
b. menawarkan atau menyediakan pornografi anak melalui sistem
komputer;
c. mendistribusikan atau mentransmisikan pornografi anak melalui sistem
komputer;
d. mendapatkan pornografi anak melalui sistem komputer untuk diri
sendiri atau orang lain;
e. memiliki pornografi anak dalam sistem komputer atau pada media
penyimpanan data computer.
(2) Untuk tujuan ayat 1 di atas, istilah "pornografi anak" harus mencakup
materi pornografi yang secara visual menggambarkan:
Seorang.
a. anak di bawah umur terlibat dalam perilaku seksual eksplisit;
b. orang yang tampak sebagai anak di bawah umur terlibat dalam perilaku
seksual eksplisit;
c. gambar realistis yang mewakili anak di bawah umur terlibat dalam
perilaku seksual eksplisit.
(3) Untuk tujuan ayat 2 di atas, istilah "minor" harus mencakup semua orang di
bawah 18 tahun. Suatu Pihak dapat, bagaimanapun, membutuhkan batas
bawah, yang harus tidak kurang dari 16 tahun.
(4) Setiap Pihak dapat mencadangkan hak untuk tidak berlaku, secara keseluruhan
atau sebagian, paragraf 1, sub-paragraf d dan e, dan 2, sub-paragraf b dan c.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
Offences related to child pornography ( Pelanggaran terkait pornografi anak)
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik ada dalam Pasal 27 Ayat (1) , yang berbunyi :
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.
Namun dalam Pasal 27 Ayat 1 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik masih bersifat umum dan tidak
dipertegas tentang pornografi anak, tetapi di Indonesia sendiri memiliki Undang-
Undang lain yang berkaitan dengan pornografi anak yaitu Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
I. Offences related to infringements of copyright and related rights ( Pelanggaran terkait
pelanggaran hak cipta dan hak terkait ).
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Offences related to infringements of copyright and related rights dalam
European Convention On Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 10, yang
berbunyi :
(1) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law the
infringement of copyright, as defined under the law of that Party, pursuant
to the obligations it has undertaken under the Paris Act of 24 July 1971
revising the Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic
Works, the Agreementon Trade-Related Aspects of Intellectual Property
Rights and the WIPO Copyright Treaty, with the exception of any moral
rights conferred by such conventions, where such acts are committed
wilfully, on a commercial scale and by means of a computer system.
(2) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law the
infringement of related rights, as defined under the law of that Party,
pursuant to the obligations it has undertaken under the International
Convention for the Protection of Performers, Producers of Phonograms and
Broadcasting Organisations (Rome Convention), the Agreement on Trade-
Related Aspects of Intellectual Property Rights and the WIPO Performances
and Phonograms Treaty, with the exception of any moral rights conferred
by such conventions, where such acts are committed wilfully, on a
commercial scale and by means of a computer system.
(3) A Party may reserve the right not to impose criminal liability under
paragraphs 1 and 2 of this article in limited circumstances, provided that
other effective remedies are available and that such reservation does not
derogate from the Party’s international obligations set forth in the
international instruments referred to in paragraphs 1 and 2 of this article.
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan langkah-langkah lain
yang mungkin diperlukan untuk menetapkan sebagai tindak pidana menurut
hukum nasionalnya, pelanggaran hak cipta, sebagaimana didefinisikan
menurut hukum Pihak tersebut, sesuai dengan kewajiban yang telah
dilakukan berdasarkan Undang-Undang Paris tentang 24 Juli 1971 merevisi
Konvensi Bern untuk Perlindungan Karya Sastra dan Artistik, Perjanjian
tentang Aspek Terkait Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual dan
Perjanjian Hak Cipta WIPO, dengan pengecualian dari setiap hak moral
yang diberikan oleh konvensi tersebut, di mana tindakan tersebut dilakukan
dengan sengaja. , pada skala komersial dan dengan menggunakan sistem
komputer.
(2) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang mungkin
diperlukan untuk menetapkan sebagai tindak pidana menurut hukum
nasionalnya pelanggaran hak terkait, sebagaimana didefinisikan
berdasarkan hukum Pihak tersebut, sesuai dengan kewajiban yang telah
dilakukan berdasarkan Konvensi Internasional. untuk Perlindungan Pelaku,
Penghasil Rekaman dan Organisasi Penyiaran (Konvensi Roma), Perjanjian
tentang Aspek Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual dan Pertunjukan
WIPO dan Perjanjian Rekamograms, dengan pengecualian dari setiap hak
moral yang diberikan oleh konvensi tersebut, di mana tindakan dilakukan
dengan sengaja, dalam skala komersial dan dengan menggunakan sistem
komputer.
(3) Suatu Pihak dapat mencadangkan hak untuk tidak menjatuhkan tanggung
jawab pidana berdasarkan ayat 1 dan 2 pasal ini dalam keadaan terbatas,
dengan ketentuan bahwa ganti rugi efektif lainnya tersedia dan bahwa reservasi
tersebut tidak merendahkan dari kewajiban internasional Pihak yang
ditetapkan dalam instrumen internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 dan 2 artikel ini.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Offences related to infringements of copyright and related rights ( Pelanggaran
terkait pelanggaran hak cipta dan hak terkait ). dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 23-25
dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ada
dalam Pasal 26, yang berbunyi :
Pasal 23
(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat
berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip
persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang
dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang
lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.
Pasal 24
(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh
masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan
Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama
Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 25
“Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi
karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya
dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.”
Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan
setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi
seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan
Undang-Undang ini.
(3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di
bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan
penetapan pengadilan.
(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme
penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
diatur dalam peraturan pemerintah.
Yang dimaksud dengan “melanggar hak Orang lain”, misalnya melanggar
merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama
sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.
J. Attempt and aiding or abetting (Mencoba dan membantu atau bersekongkol)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Attempt and aiding or abetting (Mencoba dan membantu atau bersekongkol)
dalam European Convention On Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 11, yang
berbunyi :
(1) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when
committed intentionally, aiding or abetting the commission of any of the
offences established in accordance with Articles 2 through 10 of the present
Convention with intent that such offence be committed.
(2) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when
committed intentionally, an attempt to commit any of the offences
established in accordance with Articles 3 through 5, 7, 8, and 9.1.a and c.
of this Convention.
(3) Each Party may reserve the right not to apply, in whole or in part,
paragraph 2 of this article
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus mengadopsi langkah-langkah legislatif dan lainnya
yang mungkin diperlukan untuk menetapkan sebagai tindak pidana
menurut hukum nasionalnya, ketika dilakukan dengan sengaja, membantu
atau bersekongkol dengan komisi dari setiap pelanggaran yang
ditetapkan sesuai dengan Pasal 2 sampai 10 dari menyampaikan
Konvensi dengan maksud bahwa pelanggaran tersebut harus dilakukan.
(2) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang
mungkin diperlukan untuk menetapkan sebagai tindak pidana menurut
hukum nasionalnya, ketika dilakukan dengan sengaja, upaya untuk
melakukan salah satu kejahatan yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 3
sampai 5, 7, 8 , dan 9.1.a dan c. dari Konvensi ini.
(3) Setiap Pihak dapat mencadangkan hak untuk tidak berlaku, secara
keseluruhan atau sebagian, ayat 2 pasal ini
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
Attempt and aiding or abetting (Mencoba dan membantu atau bersekongkol)
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Elektronik
ada dalam Pasal 34, yang berbunyi :
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,
mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau
secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu
yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan
tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika
ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem
Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan
tidak melawan hukum.
Dimana dalam hal menfasilitasi pada Pasal 34 sama seperti membantu dalam
menyediakan tool unutk melakukan kejahatan terkait.
K. Anctions and Measures (Sanksi dan tindakan)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Anctions and Measures (Sanksi dan tindakan) dalam European Convention On
Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 13, yang berbunyi :
(1) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to ensure that the criminal offences established in accordance
with Articles 2 through 11 are punishable by effective, proportionate and
dissuasive sanctions, which include deprivation of liberty.
(2) Each Party shall ensure that legal persons held liable in accordance with
Article 12 shall be subject to effective, proportionate and dissuasive
criminal or non-criminal sanctions or measures, including monetary
sanctions.
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus mengadopsi langkah-langkah legislatif dan lainnya
yang diperlukan untuk memastikan bahwa pelanggaran pidana yang
ditetapkan sesuai dengan Pasal 2 hingga 11 dapat dihukum dengan sanksi
yang efektif, proporsional dan tidak memenuhi syarat, yang mencakup
perampasan kemerdekaan.
(2) Setiap Pihak harus memastikan bahwa orang-orang hukum yang dimintai
pertanggungjawaban sesuai dengan Pasal 12 akan dikenakan sanksi atau
tindakan pidana atau non-pidana yang efektif, proporsional, termasuk
sanksi moneter.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Anctions and Measures (Sanksi dan tindakan) dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 46-
52 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ada
dalam Pasal 45, 45a, 45b, yang berbunyi :
Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah).
Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan
pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai
dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik
serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah
dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana
pokok ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai
dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik
serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah
dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga
pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional,
otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana
pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok
ditambah dua pertiga.
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh
ratus lima puluh juta rupiah).
(4) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan delik aduan.
Pasal 45A
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 45B
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan
atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).
Dalam hal ini, pidana penjara dan pidana denda tersebut termasuk dari salah
satu sanksi atau tindakan yang diberikan kepada pihak yang melanggar ketentuan
sebagaimana yang dimaksud dalam aturan tersebut.
L. Scope of procedural provisions (Lingkup ketentuan prosedural)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Scope of procedural provisions (Lingkup ketentuan prosedural)dalam European
Convention On Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 14, yang berbunyi :
(1) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish the powers and procedures provided for in this
section for the purpose of specific criminal investigations or proceedings.
(2) Except as specifically provided otherwise in Article 21, each Party shall
apply the powers and procedures referred to in paragraph 1 of this article
to:
a. the criminal offences established in accordance with Articles 2 through
11 of this Convention;
b. other criminal offences committed by means of a computer system; and
c. the collection of evidence in electronic form of a criminal offence.
(3) a. Each Party may reserve the right to apply the measures referred to in
Article 20 only to offences or categories of offences specified in the
reservation, provided that the range of such offences or categories of
offences is not more restricted than the range of offences to which it
applies the measures referred to in Article 21.Each Party shall consider
restricting such a reservation to enable the broadest application of the
measure referred to in Article 20.
b. Where a Party, due to limitations in its legislation in force at the time of
the adoption of the present Convention, is not able to apply the measures
referred to in Articles 20 and 21 to communications being transmitted
within a computer system of a service provider, which system:
I. is being operated for the benefit of a closed group of users, and
II. does not employ public communications networks and is not
connected with another computer system, whether public or private,
that Party may reserve the right not to apply these measures to such
communications. Each Party shall consider restricting such a reservation to
enable the broadest application of the measures referred to in Articles 20 and
21.
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang
diperlukan untuk menetapkan kekuatan dan prosedur yang disediakan
dalam bagian ini untuk tujuan penyelidikan atau tindakan pidana
tertentu.
(2) Kecuali secara khusus ditentukan lain dalam Pasal 21, masing-masing
Pihak harus menerapkan kekuatan dan prosedur sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 artikel ini kepada:
a. tindak pidana yang didirikan sesuai dengan Pasal 2 hingga 11
Konvensi ini;
b. pelanggaran pidana lainnya yang dilakukan dengan menggunakan
sistem komputer; dan
c. pengumpulan bukti dalam bentuk elektronik dari tindak pidana.
(3) a. Masing-masing Pihak berhak untuk menerapkan langkah-langkah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 hanya untuk pelanggaran atau
kategori pelanggaran yang ditentukan dalam reservasi, dengan
ketentuan bahwa kisaran pelanggaran atau kategori pelanggaran
tersebut tidak lebih terbatas daripada berbagai pelanggaran yang
menerapkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Setiap
Pihak harus mempertimbangkan membatasi reservasi semacam itu untuk
memungkinkan penerapan tindakan yang paling luas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20.
b. Dimana suatu Pihak, karena keterbatasan dalam perundang-
undangannya yang berlaku pada saat diadopsinya Konvensi ini, tidak
dapat menerapkan tindakan-tindakan yang dirujuk dalam Pasal 20 dan
21 untuk komunikasi yang ditransmisikan dalam suatu sistem komputer
dari suatu penyedia layanan, sistem mana:
I. sedang dioperasikan untuk kepentingan sekelompok pengguna
yang tertutup, dan
II. tidak menggunakan jaringan komunikasi publik dan tidak
terhubung dengan sistem komputer lain, baik publik atau
swasta,
Pihak tersebut berhak untuk tidak menerapkan langkah-langkah ini
pada komunikasi tersebut. Setiap Pihak harus mempertimbangkan membatasi
reservasi semacam itu untuk memungkinkan penerapan tindakan yang paling
luas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan 21.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Scope of procedural provisions (Lingkup ketentuan prosedural) dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ada
dalam Pasal 17 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik ada dalam Pasal 43 Ayat 5 Huruf H, yang berbunyi :
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup
publik ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau
pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama
transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 43
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang: h. membuat suatu data dan/atau Sistem Elektronik yang
terkait tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik agar tidak dapat diakses;
M. Conditions and safeguards (Kondisi dan pengamanan)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Conditions and safeguards (Kondisi dan pengamanan)dalam European
Convention On Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 15, yang berbunyi :
(1) Each Party shall ensure that the establishment, implementation and
application of the powers and procedures provided for in this Section are
subject to conditions and safeguards provided for under its domestic law,
which shall provide for the adequate protection of human rights and
liberties, including rights arising pursuant to obligations it has undertaken
under the 1950 Council of Europe Convention for the Protection of Human
Rights and Fundamental Freedoms, the 1966 United Nations International
Covenant on Civil and Political Rights, and other applicable international
human rights instruments, and which shall incorporate the principle of
proportionality.
(2) Such conditions and safeguards shall, as appropriate in view of the nature
of the procedure or power concerned, inter alia, include judicial or other
independent supervision, grounds justifying application, and limitation of
the scope and the duration of such power or procedure.
(3) To the extent that it is consistent with the public interest, in particular the
sound administration of justice, each Party shall consider the impact of the
powers and procedures in this section upon the rights, responsibilities and
legitimate interests of third parties
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus memastikan bahwa pembentukan, penerapan, dan
penerapan wewenang dan prosedur yang diatur dalam Bagian ini tunduk
pada ketentuan dan perlindungan yang ditetapkan berdasarkan hukum
nasionalnya, yang harus menyediakan perlindungan yang memadai
terhadap hak asasi manusia dan kebebasan, termasuk hak yang timbul
sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan di bawah Konvensi Dewan
Eropa 1950 untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan
Fundamental, Perjanjian Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966
tentang Hak Sipil dan Politik, dan instrumen hak asasi manusia
internasional lainnya yang berlaku, dan yang harus menggabungkan
prinsip proporsionalitas.
(2) Kondisi dan perlindungan tersebut harus, sebagaimana layak mengingat
sifat prosedur atau kekuasaan yang bersangkutan, antara lain, termasuk
pengawasan yudisial atau independen lainnya, alasan yang
membenarkan penerapan, dan pembatasan ruang lingkup dan durasi
kekuasaan atau prosedur tersebut. .
(3) Sejauh konsisten dengan kepentingan publik, khususnya administrasi suara
yang baik, masing-masing Pihak harus mempertimbangkan dampak
kekuasaan dan prosedur dalam bagian ini pada hak, tanggung jawab dan
kepentingan sah dari pihak ketiga.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
Conditions and safeguards (Kondisi dan pengamanan) dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ada dalam
Pasal 12 Ayat (1), (2) dan (3), yang berbunyi :
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban
memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang
digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehatihatian untuk
menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait
pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara
yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun
cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan
kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai
Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda
Tangan Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan
risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan
Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda
Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan
keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik
tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan
konsekuensi hukum yang timbul.
N. Search and Seizure Of Stored Computer Data (Mencari dan penyitaan data komputer
yang tersimpan).
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Search and Seizure Of Stored Computer Data (Mencari dan penyitaan data
komputer yang tersimpan) dalam European Convention On Cyber Crime Tahun
2001 ada dalam Pasal 19, yang berbunyi :
(1) Each Party shall adopt legislative and other measures as may be necessary
to empower its competent authorities to search or similarly access:
a. computer system or part of it and computer data stored therein; and
b. computer-data storage medium in which computer data may be storedin
its territory.
(2) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to search for specific computer systems or part of it, pursuant to
paragraph 1.a, and have grounds to believe that the data sought is stored
in another computer system or part of it in its territory, and such data is
lawfully accessible from or available to the initial system, the authorities
shall be able to expeditiously extend the search or similar access to the other
system.
(3) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to empower its competent authorities to seize or similarly secure
computer data accessed according to paragraphs 1 or 2. These measures
shall include the power to:
a. seize or similarly secure a computer system or part of it or a computer-
datastorage medium;
b. make and retain a copy of those computer data;
c. maintain the integrity of the relevant stored computer data;
d. rendering inaccessible or remove those computer data in the accessed
computersystem.
(4) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to empower its competent authorities to order any person who
has knowledge about the functioning of the computer system or measures
applied to protect the computer data therein to provide, as is reasonable,
the necessary information, to enable the undertaking of the measures
referred to in paragraphs 1 and 2.
(5) The powers and procedures referred to in this article shall be subject to
Articles 14 and 15.
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus mengadopsi tindakan legislatif dan lainnya yang
mungkin diperlukan untuk memberdayakan otoritas yang kompeten untuk
mencari atau mengaksesnya dengan cara serupa:
a. sistem komputer atau sebagian dari itu dan data komputer yang
disimpan di dalamnya; dan
b. media penyimpanan data komputer di mana data komputer dapat
disimpan di wilayahnya.
(2) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan tindakan lainnya
yang mungkin diperlukan untuk mencari sistem komputer tertentu atau
bagian dari itu, sesuai dengan paragraf 1.a, dan memiliki alasan untuk
percaya bahwa data yang dicari adalah disimpan dalam sistem komputer
lain atau bagian dari itu di wilayahnya, dan data tersebut sah menurut
hukum dapat diakses dari atau tersedia untuk sistem awal, yang
berwenang dapat secara cepat memperluas pencarian atau akses serupa
ke sistem lain.
(3) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan tindakan lainnya
yang mungkin diperlukan untuk memberdayakan otoritas kompetennya
untuk merebut atau mengamankan data komputer yang diakses menurut
paragraf 1 atau 2. Langkah-langkah ini harus mencakup kekuatan untuk:
a. menangkap atau mengamankan sistem komputer atau sebagian dari itu
atau data komputer media penyimpanan;
b. membuat dan menyimpan salinan data komputer tersebut;
c. menjaga integritas data komputer yang tersimpan;
d. rendering tidak dapat diakses atau menghapus data komputer tersebut
di komputer yang diakses sistem.
(4) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan tindakan lainnya
yang mungkin diperlukan untuk memberdayakan otoritas yang kompeten
untuk memesan siapa saja yang memiliki pengetahuan tentang berfungsi
dari sistem komputer atau tindakan yang diterapkan untuk melindungi data
komputer di dalamnya untuk menyediakan, sebagaimana wajar, informasi
yang diperlukan, untuk memungkinkan usaha tersebut langkah-langkah
yang disebutkan dalam paragraf 1 dan 2.
(5) Kekuasaan dan prosedur yang dimaksud dalam pasal ini harus tunduk pada
Pasal 14 dan 15.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Search and Seizure Of Stored Computer Data (Mencari dan penyitaan data
komputer yang tersimpan) dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 44 dan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 43, yang
berbunyi :
Pasal 44 :
“Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan;
dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Pasal 43 :
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik.
(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik,
dan integritas atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait
dengan dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya
kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya
dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang
patut diduga melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan
dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk
melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga
digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan/atau sarana
kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara
menyimpang dari ketentuan peraturan perundangundangan;
h. membuat suatu data dan/atau Sistem Elektronik yang terkait tindak
pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik agar
tidak dapat diakses;
i. meminta informasi yang terdapat di dalam Sistem Elektronik atau
informasi yang dihasilkan oleh Sistem Elektronik kepada
Penyelenggara Sistem Elektronik yang terkait dengan tindak pidana di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
j. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
dan/atau
k. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan hukum
acara pidana.
(6) Penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum acara pidana.
(7) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalam melaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan
kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
(7a) Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil
Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya
kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik, penyidik dapat bekerja sama dengan penyidik negara
lain untuk berbagi informasi dan alat bukti sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”
O. Interception of content data (intersepsi data konten)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Interception of content data (intersepsi data konten) dalam European
Convention On Cyber Crime Tahun 2001 ada dalam Pasal 21, yang berbunyi :
(1) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary, in relation to a range of serious offences to be determined by
domestic law, to empower its competent authorities to:
a. collect or record through the application of technical means on the
territory of that Party, and
b. compel a service provider, within its existing technical capability:
i. to collect or record through the application of technical means
on the territory of that Party, or
ii. to co-operate and assist the competent authorities in the
collection or recording of, content data, in real-time, of specified
communications in its territory transmitted by means of a
computer system.
(2) Where a Party, due to the established principles of its domestic legal system,
cannot adopt the measures referred to in paragraph 1.a, it may instead
adopt legislative and other measures as may be necessary to ensure the real-
time collection or recording of content data on specified communications in
its territory through the application of technical means on that territory.
(3) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to oblige a service provider to keep confidential the fact of the
execution of any power provided for in this article and any information
relating to it.
(4) The powers and procedures referred to in this article shall be subject to
Articles 14 and 15.
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus mengadopsi langkah-langkah legislatif dan lainnya
yang mungkin diperlukan, dalam kaitannya dengan berbagai pelanggaran
serius yang akan ditentukan oleh hukum domestik, untuk memberdayakan
otoritas yang kompeten untuk:
a. Sebuah. mengumpulkan atau merekam melalui penerapan sarana teknis
di wilayah Pihak tersebut, dan
b. memaksa penyedia layanan, dengan kemampuan teknis yang ada:
i. untuk mengumpulkan atau merekam melalui penerapan sarana
teknis di wilayah Pihak tersebut, atau
ii. untuk bekerja sama dan membantu pihak yang berwenang dalam
pengumpulan atau pencatatan, data konten, secara waktu nyata,
komunikasi tertentu di wilayahnya yang dikirimkan melalui
sistem komputer.
(2) Jika suatu Pihak, karena prinsip-prinsip yang ditetapkan dari sistem hukum
domestiknya, tidak dapat mengadopsi langkah-langkah yang disebutkan
dalam paragraf 1.a, ia dapat mengambil tindakan legislatif dan langkah-
langkah lain yang mungkin diperlukan untuk memastikan pengumpulan
real-time atau pencatatan data konten tentang komunikasi tertentu di
wilayahnya melalui penerapan sarana teknis di wilayah itu.
(3) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang
diperlukan untuk mewajibkan penyedia layanan untuk merahasiakan
fakta pelaksanaan kekuasaan apa pun yang diatur dalam pasal ini dan
informasi apa pun yang berkaitan dengannya.
(4) Kekuasaan dan prosedur yang dimaksud dalam pasal ini tunduk pada Pasal
14 dan 15.
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Interception of content data (intersepsi data konten) dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 31, yang
berbunyi :
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam
suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain,
baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka
penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi
lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan undang-undang.”
P. Jurisdiction (Yuridiksi)
1. European Convention On Cyber Crime Tahun 2001
Jurisdiction (Yuridiksi) dalam European Convention On Cyber Crime Tahun
2001 ada dalam Pasal 22, yang berbunyi :
(1) Each Party shall adopt such legislative and other measures as may be
necessary to establish jurisdiction over any offence established in
accordance with Articles 2 through 11 of this Convention, when the offence
is committed:
a. in its territory; or
b. on board a ship flying the flag of that Party; or
c. on board an aircraft registered under the laws of that Party; or
d. by one of its nationals, if the offence is punishable under criminal law
where it was committed or if the offence is committed outside the
territorial jurisdiction of any State.
(2) Each Party may reserve the right not to apply or to apply only in specific
cases or conditions the jurisdiction rules laid down in paragraphs 1.b
through 1.d of this article or any part thereof.
(3) Each Party shall adopt such measures as may be necessary to establish
jurisdiction over the offences referred to in Article 24, paragraph 1, of this
Convention, in cases where an alleged offender is present in its territory
and it does not extradite him or her to another Party, solely on the basis of
his or her nationality, after a request for extradition.
(4) This Convention does not exclude any criminal jurisdiction exercised by a
Party in accordance with its domestic law.
(5) When more than one Party claims jurisdiction over an alleged offence
established in accordance with this Convention, the Parties involved shall,
where appropriate, consult with a view to determining the most appropriate
jurisdiction for prosecution.
Artinya :
(1) Setiap Pihak harus mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang
diperlukan untuk menetapkan yurisdiksi atas setiap pelanggaran yang
ditetapkan sesuai dengan Pasal 2 hingga 11 Konvensi ini, ketika
pelanggaran dilakukan:
a. di wilayahnya; atau
b. di atas kapal yang mengibarkan bendera Partai itu; atau
c. di atas pesawat udara yang terdaftar berdasarkan hukum dari Pihak
tersebut; atau
d. oleh salah satu warga negaranya, jika pelanggaran itu dapat dihukum
di bawah hukum pidana di mana itu dilakukan atau jika pelanggaran
itu dilakukan di luar yurisdiksi teritorial Negara manapun.
(2) Setiap Pihak dapat mencadangkan hak untuk tidak menerapkan atau hanya
berlaku dalam kasus atau kondisi tertentu dari aturan yurisdiksi yang
ditetapkan dalam paragraf 1.b hingga 1.d artikel ini atau bagian apa pun
darinya.
(3) Setiap Pihak harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
menetapkan yurisdiksi atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24, ayat 1 Konvensi ini, dalam kasus-kasus di mana pelaku yang
diduga hadir di wilayahnya dan tidak mengekstradisi dia atau dia ke
Partai lain, semata-mata atas dasar kebangsaannya, setelah permintaan
untuk ekstradisi.
(4) Konvensi ini tidak mengecualikan yurisdiksi pidana yang dilakukan oleh
suatu Pihak sesuai dengan hukum nasionalnya.
(5) Ketika lebih dari satu Pihak mengklaim yurisdiksi atas dugaan
pelanggaran yang ditetapkan sesuai dengan Konvensi ini, Para Pihak
yang terlibat harus, jika perlu, berkonsultasi dengan pandangan untuk
menentukan yurisdiksi yang paling tepat untuk penuntutan.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik
Jurisdiction (Yuridiksi) dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik ada dalam Pasal 12, yang berbunyi :
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban
memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang
digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehatihatian untuk
menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait
pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara
yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun
cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan
kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai
Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda
Tangan Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan
risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan
Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda
Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan
keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik
tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan
konsekuensi hukum yang timbul.

DAFTAR ACUAN
Council of Europe (2001). Convention on Cybercrime. European Treaty Series No. 185.
Budapest.
Kurniadin Abd. Latif. “Keterkaitan Budapest Convention On CyberCrime dengan Hukum di
Indonesia.” https://salama13.wordpress.com. Tanggal Akses 23 Oktober 2018.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Anda mungkin juga menyukai