Anda di halaman 1dari 27

Banyak diekspor, cadangan

batubara RI terancam habis


Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : Merdeka.com. Kamis 24 Agustus 2017

General Manager Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati Jepara, Jateng Ari
Basuki. Parwito ©2017 Merdeka.com

Merdeka.com - General Manager Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung


Jati Jepara, Jateng Ari Basuki meminta pemerintah untuk tegas mengatur ekspor
batubara. Sebab, saat ini batubara yang banyak digunakan untuk pembangkit listrik
milik PT PLN (Persero) marak diekspor ke negara lain.
Menurutnya, mayoritas batubara berasal dari Kalimantan dan Sumatera yang
dimanfaatkan untuk menekan biaya produksi sebagai program efisiensi dari
pemerintah untuk 50 tahun ke depan terancam habis. Sebab, praktik ekspor
batubara sampai hari ini masih marak berlangsung di empat negara lain.

"Indonesia soal bahan baku cadangan nomor 5 sampai 6, bukan the big five. Tapi
kita eksportir (batubara) terbesar," tegas Ari Basuki kepada merdeka.com di Jepara,
Kamis (24/8).
Ari mengungkapkan, keempat negara yang menerima ekspor batubara dari
Indonesia adalah Amerika Serikat, Australia, India dan China. Padahal pasokan
batubara milik ke empat negara itu masih cukup banyak dan sengaja mereka simpan
sebagai tambang batubara cadangan.

"Mereka simpan. Andai, umpama penjualan luar distop maka (ketersediaan


batubara) bisa lebih panjang. Misalnya India, China, Australi, Amerika padahal
cadangan lebih besar tapi yang diekspor lebih sedikit," ungkapnya.

Ari berharap, pemerintah membuat kebijakan agar persediaan batubara sebagai


bahan baku dari beberapa PLTU yang berada di Indonesia tidak terancam habis dan
punah. Kebijakan yang membatasi ekspor atau tambang batubara hanya digunakan
untuk kepentingan dalam negeri (domestic) saja.

"Mungkin kalau ada policy lain dari pemerintah jadi lain. Nih nambah, sebetulnya
tidak nambah, proses untuk menjadi batubara kan jutaan tahun kan. Ini memang
tergantung pemakaian. Memang perlu campur tangan pemerintah untuk meregulasi
pemakaian untuk kebutuhan domestik. Memang tidak mudah, PLN jelas tidak
mungkin. Dalam konteks ini PLN pengusaha. Yang bisa melakukan regulator
pemerintah," tandasnya.
Batubara Habis,
Tinggal Lubang
Menganga
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : tribunnews.com. Selasa, 10 Januari 2017

TRIBUNNEWS.COM, LAHAT -- Keberadaan perusahaan tambang di


Kabupaten Lahat harus diakui berperan positif.
Tidak saja bagi pendapatan daerah, tenaga kerja, termasuk juga peningkatan
ekonomi warga kendati belum begitu signifikan.
Kini lokasi eks tambang menimbulkanmasalah baru, dua perusahaan terkesan
kabur dan meninggalkan bekas-bekas galian yang tak produksi sehingga
akibat penggalian yang tanpa pengawasan, bukan tidak
mungkin Lahat kedepannya terancam mengalami kerusakan lingkungan.
Umumnya penambangan batubara di Lahat dan daerah lain
di Sumsel dilakukan dengan teknik penambangan terbuka (open pit), yaitu
dengan membuka lahan (land clearing), mengupas tanah pucuk (stripping top
soil), mengupas dan menimbun tanah penutup (overburden stripping), serta
membersihkan dan menambang batubara.
Akibatnya, mengakibatkan kerusakan kondisi fisik, kimia, dan biologis tanah
tambang.
Banyak galian terbuka lebar, yang kini terkesan ditinggalkan sejumlah
pemegang kuasa penambangan (KP).
Hasilnya sudah diambil, setelah itu ditinggalkan begitu saja. Padahal, ada
kewajiban pelaku usaha untuk menutup kembali (reklamasi).
Lahan bekas tambang termasuk ke dalam jenis lahan kritis, karena lahannya
tidak produktif ditinjau dari penggunaan pertanian.
Oleh karena itu kegiatan perbaikan pasca penambangan batubaramutlak
diperlukan untuk mengembalikan produktivitas lahan tersebut.
Namun kenyataannya, eks tambang kini menjadi danau yang bisa
membahayakan kapan saja. (*)
Sudah dikeruk Freeport 1,7 miliar
ton, emas Papua habis di 2054
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : Merdeka.com. Senin, 20 Maret 2017

Freeport. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - PT Freeport Indonesia tercatat sudah beroperasi dari 1967 dan


memegang izin Kontrak Karya (KK) dari pemerintah waktu itu. Freeport telah
mengeruk kekayaan Papua berupa emas dan tembaga. Pertambangan Grasberg,
Tembagapura, Timika merupakan tambang dengan kandungan emas terbesar di
dunia.
SVP Geo Engineering PT Freeport Indonesia, Wahyu Sunyoto mengatakan, sisa
cadangan emas dan tembaga di tambang Grasberg hanya 2,1 miliar ton dari total
emas dan tembaga yang mencapai 3,8 milliar ton.

"Sampai sekarang 1,7 miliar ton yang sudah ditambang, yang tersisa hanya 2,1
miliar ton," katanya di Hotel Bidakara, Senin (20/3).
Dia memprediksi, tahun 2054 cadangan emas dan tembaga di bumi Papua akan
habis. Namun dia telah melakukan antisipasi agar itu tidak terjadi dengan terus
menurunkan kapasitas produksi di tambang Grasberg.

"Sekarang masih tersisa (2,1 milliar ton) untuk menjaga produksi (sampai) 2054
dengan menurunkan kapasitas produksi 100.000 ton per hari," jelasnya.

Lebih lanjut perlu usaha keras untuk menemukan emas dan tambang di bumi Papua
karena terkendala infrastruktur. "Penemuan (emas dam tembaga) semakin maju ada
tambang tambang lainnya di Papua. Tantangan utama adalah daerah yang sangat
rapat. Eksplorasi konvensional gak bisa," ujarnya.

Sementara itu terkait polemik perubahan izin dari KK menjadi IUPK, dia berharap
pemerintah dan Freeport untuk duduk bersama mencari solusi.
"Pak Dirjen Minerba memberikan enam bulan ke depan. Akan kita manfaatkan untuk
cari solusi terbaik," tutupnya. [idr]
Ini Penampakan Proyek Hambalang yang
Pernah Mangkrak
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : detik.finance.com. Senin, 29 Mei 2017

Foto: Fadhly Fauzi Rachman

Bogor - Proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah


Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Kabupaten, Jawa Barat, kini
terbengkalai. Megaproyek itu mulai mangkrak sejak tahun 2012 lalu.

detikFinance mencoba melihat kondisi komplek Hambalang itu lebih dekat


pada Jumat (26/5/2017). Tapi sayang, tak mudah ternyata untuk dapat
memasuki kawasan tersebut.

Begitu tiba di lokasi, tampak dari luar, gerbang seng berwarna putih
menutupi seluruh area komplek dari pinggir jalan, ditambah tanaman liar
yang menyelimuti area sekitar. Di gerbang depan, hanya ada satu pintu
masuk yang tersedia untuk pejalan kaki.

Sejumlah petugas keamanan tak berseragam pun berjaga di pos yang


berdiri tepat di dalam gerbang masuk. Mereka melarang awak media untuk
melakukan peliputan di lokasi tersebut.
"Enggak boleh liput, ambil gambar juga enggak bisa. Harus ada surat izin
dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dulu kalau mau liputan. Mau
lihat-lihat doang juga harus ada surat resmi," ungkap seorang petugas
yang berjaga kepada detikFinance saat mencoba masuk, Jumat (26/5/2017).

Foto: Fadhly Fauzi Rachman

Proyek itu sendiri tak terawat. Dari atas udara, sejumlah


pembangunan gedung yang masih setengah jadi dibiarkan
terbengkalai begitu saja. Sedangkan yang sudah rampung
dikerjakan juga telah menjadi kusam.

Tanaman liar dan ilalang tumbuh tinggi menutupi lahan terbuka


komplek olahraga tersebut. Besi-besi rangka bangunan tua yang
menonjol dan berkarat banyak terlihat di sejumlah bangunan yang
tak selesai dikerjakan.

Seperti rumah hantu, tak ada aktivitas di kawasan tersebut. Alat


berat yang biasa digunakan untuk membantu proses pembangunan
juga tak ada yang tampak di lokasi.

Akses jalan di dalam kompleks juga tak ada karena diselimuti oleh
rumput liar. Beberapa bagian jalan sudah amblas menjadi jalan
tanah. Ada juga jalan yang terlihat buntu karena sudah tertutup
tumbuhan liar.
Foto: Fadhly Fauzi Rachman

Pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini sedang


mempertimbangkan kemungkinan melanjutkan proyek di atas tanah
seluas 32 hektar yang telah menghabiskan uang negara sebesar Rp
2,5 triliun tersebut.

"Ini katanya mau dilanjutkan, cuma enggak tahu kapan pastinya.


Wacananya dari pusat mau dilanjut," ungkap Kepala Desa
Hambalang, Kabupaten Bogor, Encep Dhany, kepada detikFinance,
Jumat (26/5/2017).

Foto: Fadhly Fauzi Rachman


Marak Bangunan Terbengkalai,
Potret Buram Wajah Kota
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : Okezone.com, Rabu 19 Oktober 2016

Ilustrasi (Antara)

JAKARTA - Jakarta menjadi kota yang paling banyak memiliki


gedung setinggi 200 meter atau lebih. Bahkan pada 2015, gedung
pencakar langit bertambah 7 gedung.
Meski jumlahnya ratusan, namun penanganan gedung-gedung
dinilai tidak optimal atau banyak gedung yang pembangunannya
mangkrak. Data yang diungkap Council on Tall Building and Urban
Habitat (CTBUH) tersebut, menjadi potret buram wajah kota.
Menurut Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga,
bangunan terbengkalai akan memiliki dampak yang negatif
terhadap kota di mana bangunan itu berdiri.
"Gedung yang terbengkalai tentu akan merugikan. Pertama,
merugikan pemiliknya dan bagi kota, itu akan memberi dampak
buruk terhadap wajah kota, dan jika dibiarkan dapat jadi tempat
kegiatan negatif," kata Nirwono kepada Okezone, Rabu
(19/10/2016).
Oleh karena itu, Nirwono mengimbau agar pemerintah daerah dapat
mengambil langkah tegas dengan menertibkan bangunan-bangunan
yang terbengkalai yang tidak lagi memiliki manfaat.
"Harus ambil langkah tegas untuk menertibkan dan menekan
pemilik gedung untuk menentukan langkah mau diapakan gedung
tersebut," ujarnya.
Dia menyebutkan, beberapa gedung terbengkalai di antaranya
seperti Menara Saidah di Jalan MT Haryono, serta beberapa gedung
tua di wilayah Kawasan Kota Tua Jakarta, dan gedung terbengkalai
pasca kerusuhan Mei 1998. Gedung-gedung tersebut menurutnya
bisa membahayakan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Untuk itu seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang (UU)
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Perda 7 tahun
2010 tentang Bangunan Gedung yang menyebutkan bahwa
pemerintah berhak melakukan audit bangunan yang dinilai
terbengkalai dan membahayakan.
"Seperti konstruksi tua yang bisa roboh setiap saat atau menjadi
tempat kegiatan negatif, pemda bisa menyegel bangunan dan
memaksa pemilik untuk melakukan tindakan terhadap gedung
tersebut seperti merenovasi untuk fungsi baru atau
merobohkannya," kata dia. (fir)
(rhs)
Bangunan Baru Puskesmas Plered Purwakarta
Terbengkalai
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : Liputan6.com, 2 November 2017

JABAR NEWS | PURWAKARTA – Bangunan bekas Kantor Kecamatan Plered, di


Jalan Warung Kandang di pertanyakan. Sejumlah warga mengaku heran gedung
dua lantai itu tak juga difungsikan meski proses pengerjaanya sudah selesai.

“Saya tidak tahu pasti bangunan itu diperuntukan untuk apa namun, katanya sih
untuk UPTD Kesehatan Puskesmas baru,” ujar Didin (35) warga setempat kamis
(02/11/2017).

Dari pantauan dilapangan, bangunan yang berdiri diatas tanah seluas 2.700 meter
itu tampak dibagian ding-ding depan bertuliskan ‘Puskemas Kecamatan Plered’.

Sementara di halaman depan tampak dipenuhi tumbuhan rumput liar seakan tidak
terawat. Ditambah pagar dibagian depan juga telah berkarat.

“Tidak tahu pasti juga mulai dan selesainya tahun berapa, yang pasti lebih dari dua
tahun bangunan ini telah selesai. Namun sampai sekarang belum juga difungsikan,”
ucapnya.
Hal senada dikatakan Rohmat (47) warga lainnya yang menyayangkan bangunan itu
dibiarkan terlantar begitu saja. Pastinya kata dia, pemerintah tidak sedikit
menggelontorkan biaya untuk pembangunan dan perawatan gedung itu.

“Sayangnya sampai saat ini masih belum digunakan. Bisa dibilang mubazir padahal
jika Puskesmas sudah pindah kesini mungkin ruangan dan pasilitasnya juga akan
lebih lengkap dari pada yang ditempati sekarang,” ucapnya..

Sementara salah satu petugas Puskesmas Plered yang tidak ingin namanya di
publikasikan menuturkan proses peralihan tempat puskesmas lama dengan yang
baru belum juga dilakukan. Padahal kata dia, sampai saat ini Puskesmas Plered
belum memiliki tempat rawat inap bagi pasien yang mendapat rujukan untuk di
rawat.

“Kecamatan lain sudah lengkap pasilitas untuk pasien, tetapi Puskesmas Plered
cuma punya ruangan untuk ibu melahirkan saja jika ingin mendapat perawatan,”
tuturnya.

Hingga berita ini ditulis, pihak awak media belum bisa mendapat keterangan kepihak
terkait atas lambanya proses peralihan puskesmas lama dengan gedung puskesmas
baru. (Rhu)
‘Sedih dan marah’ melihat kondisi satwa di
kebun binatang Riau
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : BBC.com. 7 Januari 2018

Sejumlah satwa di Kebun Binatang Kasang Kulim, Kabupaten Kampar,


Provinsi Riau, dipelihara dengan kondisi fisik yang memprihatinkan.
Namun, pemilik kebun binatang mengklaim hewan-hewannya sehat.

Dibuka sejak tahun 1991, kebun binatang yang berlokasi di Desa Kubang, Kabupaten
Kampar, Riau, ini dihuni beragam satwa.

Dengan membayar harga tiket Rp25.000, pengunjung bisa menyaksikan singa, kuda,
beruang, buaya, kuda nil, rusa dari Timor Leste, macan dahan, orang utan, gajah,
serta berbagai jenis unggas termasuk burung hantu dan bangau.

Namun, ketika wartawan asal Riau, Aliya Roesli, mengunjungi lokasi tersebut, dia
menyaksikan beberapa kejanggalan.

Seekor rusa dari Timor Leste, misalnya, menampakkan tulang rusuk yang menonjol.
Tina, pemilik kebun binatang, mengatakan bahwa rusa itu bukanlah kurus,
melainkan bentuk asli rusa Timor Leste yang berkerangka besar dan tidak berbulu di
bagian perut.

Namun, menurut pengamatan dokter hewan Anissa Wandha Sari dari Pekanbaru,
rusa yang sehat tidak terlihat lesu, tidak ada leleran di mata, dan tidak memiliki kulit
yang kusam. Kondisi tersebut tampak pada rusa di Kebun Binatang Kasang Kulim.
.

Contoh kejanggalan berikutnya yakni mata beruang-beruang yang terlihat putih.


Dokter hewan Anissa Wandha Sari dari Pekanbaru menjelaskan mata yang terlihat
putih terdapat dua kemungkinan.

"Apabila warna putihnya di dalam mata, bisa jadi katarak. Dan apabila warna
putihnya di luar mata, dapat diartikan bahwa kemungkinan ada cairan mukus atau
leleran yang berarti dalam kondisi sakit juga. Karena semestinya tidak ada keanehan
apapun di dalam matanya," ujarnya kepada wartawan di Riau, Aliya Roesli, yang
melaporkan untuk BBC Indonesia.

Keanehan selanjutnya adalah kondisi fisik kuda. Salah satu kuda memperlihatkan
tulang rusuk dan tulang panggul yang mencuat keluar.

Dokter hewan menegaskan kondisi seperti ini seharusnya tidak terjadi. Namun, Tina
selaku pemilik kebun binatang, kondisi kuda-kuda tersebut karena faktor lahiran. Bila
dibiarkan, katanya, seiring waktu kondisinya kembali pulih seperti sedia kala.

Keadaan para hewan di kebun binatang tersebut mendapat sorotan dari Femke Den
Haas, pendiri Jakarta Animal Aid Network (JAAN). Setelah mengamati foto-foto hewan
di tempat itu, dia mengaku "sedih dan marah".
"Saya sedih dan marah melihat satwa di kebun binatang di Indonesia terus disiksa.
Keadaan kandang, pakan, semua nggak sesuai standar. Kenapa? Karena pemerintah
belum membentuk standar. Belum ada SOP (Prosedur Operasi Standar) yang jelas
mengenai Kebun Binatang," paparnya.

Dari pengamatannya, kesejahteraan hewan "tidak menjadi prioritas".

"Yang menjadi prioritas? Uang," cetusnya.

Karena itu, dia mendorong agar kebun binatang dan tempat pemeliharaan satwa
tidak dikelola secara seenaknya.

"Kami dari JAAN sudah lama mendorong agar ada standarisasi dan standar dibentuk
bukan oleh usaha bonbin sendiri. Tetapi oleh instansi yang netral," tutupnya.

Kondisi satwa di kebun binatang bukan kali ini saja menjadi sorotan. Pada awal tahun
lalu, Kebun Binatang Bandung mendapat perhatian lantaran terdapat sejumlah
beruang yang tampak kurus.

Meski demikian, belakangan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya,
menyatakan bahwa beruang-beruang tersebut dalam keadaan sehat.
Ih Jorok... Ruas Jalan di
Tangerang Banyak Sampah
Berserakan
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : Okezone.com. Sabtu, 18 Maret 2017

Sampah bereserakan di Jalan Raya Kutabumi, Tangerang. Foto Rikhi


Ferdian/Okezone

TANGERANG – Persoalan sampah masih menjadi pekerjaan rumah


(PR) bagi pemerintah Kabupaten Tangerang. Setiap tahunnya
volume sampah di wilayah dengan jumlah penduduk mencapai tiga
juta jiwa ini terus meningkat.
Sebagaiman data yang dilansir dari Dinas Kebersihan Kabupaten
Tangerang, pada 2016 saja terjadi kenaikan volume sampah cukup
signifikan. Jika pada 2015 sebelumnya volume sampah mencapai
40.000 ton, pada 2016 meningkat sebanyak 288.000 ton.
Persoalan tata kelola sampah ini juga terletak pada minimnya
fasilitas pembuangan sampah yang mudah dijangkau oleh
masyarakat. Dari 29 kecamatan di wilayah Kabupaten Tangerang,
saat ini baru tersedia 16 tempat pembuangan sampah terpadu
(TPST) di 16 kecamatan yang disediakan oleh Pemda.
Hal ini juga yang membuat sampah dan limbah rumah tangga ini
dibuang sembarangan hingga berserakan di bahu-bahu jalan raya.
Seperti yang dijumpai Okezone di wilayah Kutabumi, Kecamatan
Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang. Di sepanjang Jalan Raya
Kutabumi, terlihat sampah menumpuk di bahu jalan.
Trotoar yang seharusnya menjadi fasilitas bagi para pejalan kaki
malah menjadi tempat pembuangan sampah massal. Akibatnya,
drainase yang ada di bahu kiri dan kanan jalan pun tertutup oleh
sampah yang menumpuk.
Mursali (42), Salah seorang pedagang di sekitar jalan Raya Kutabumi
menuturkan, sampah-sampah yang menumpuk tersebut dibuang
bukan hanya oleh warga sekitar tetapi oleh warga dari wilayah lain
yang sengaja melintas. Biasanya sampah-sampah yang mereka
buang sembarangan dilakukan pada pagi dan malam hari.
"Sebagai pedagang kesal juga dan merasa tidak nyaman dengan
baunya. Kalau habis hujan baunya bisa hingga radius 100 meter,"
katanya, Sabtu (18/3/2017).
Dikatakannya juga, saluran air yang dipenuhi sampah ini menjadi
mampet sehingga setiap musim penghujan, air dengan mudah
meluap hingga ke jalan raya. Tidak heran jika wilayah ini selalu
menjadi langganan banjir.
"Kalau baru hujan sebentar saja jalanan langsung tergenang, karena
salurannya mampet dan isinya sampah semua," tukasnya.
Sampah Berserakan Juga Ada di
Pantai Marunda
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : Detiknews.com. Minggu, 18 Maret 2018

Sampah yang juga berserakan di Pantai Marunda (Foto: Yulida Medistiara/detikcom)

Jakarta - Lautan sampah menumpuk di Teluk Jakarta tepatnya di kawasan


hutan mangrove Ecomarine, Penjaringan, Jakarta Utara. Tak hanya di
lokasi itu, sampah-sampah berserakan juga ditemukan di Pantai Marunda,
Cilincing, Jakarta Utara.
Dari pantauan, Minggu (18/3/2018), tumpukan sampah paling banyak
berada di jalan yang menghubungkan pintu masuk pantai dengan tepi laut.
Di jalan itu tertumpuk sampah plastik maupun bambu di jalanan. Di
samping jalan itu terdapat air laut yang masuk ke kolam.

"Tadinya empang tapi berubah jadi sampah. Empangnya tadi dangkal lalu
karena bertumpuk jadi jalanan. Tadinya motornya nggak bisa naik ke sini
tapi karena ada sampah jadi ada bisa di akses jalan," kata seorang warga
bernama Inggrit di Pantai Marunda, Jalan Gang VII RT 03/07, Marunda,
Cilincing, Jakarta Utara, Minggu (18/3/2018).

Menurut Inggrit, tempat pembuangan sampah cukup jauh dari lokasi


tersebut yaitu di Cakung, Jakarta Timur. Namun, Inggrit menyebut pekerja
penanganan sarana dan prasarana umum (PPSU) cukup rajin
membersihkan sampah di lokasi tersebut.

Selain di lokasi tersebut, tumpukan sampah tampak di belakang warung-


warung milik warga. Inggris menyebut sampah itu berupa sisa bambu yang
digunakan warga membangun rumah.

"Itu bambu kadang kalau banyak angin kayak gini nggak bisa dibakar.
Kadang diberesin sama tim pasukan oranye," kata Inggrit.
Korupsi Alkes, Bekas Anak Buah Nazaruddin
Divonis 3 Tahun Penjara
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : Tempo.co. Rabu, 13 September 2017

Tersangka Direktur Utama PT Mahkota Negara Marisi Matondang (tengah). TEMPO/Eko


Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Mahkota Negara Marisi Matondang


divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 13 September 2017. Mantan anak
buah Muhammad Nazaruddin itu juga diwajibkan membayar denda
Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan.

"Terdakwa secara sah dan bersama-sama melakukan tindak pidana


korupsi," kata ketua majelis hakim, Ibnu Basuki, di Pengadilan
Tipikor Jakarta, Rabu.

Marisi terbukti terlibat dalam kasus korupsi pengadaan alat


kesehatan (alkes) Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi
dan Pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009. Dia
telah merugikan negara Rp 7 miliar. Terdakwa terbukti memperkaya
PT Mahkota Negara sekitar Rp 5,4 miliar.

Marisi bersama Nazaruddin dan Made Meregawa melakukan


pengaturan serta rekayasa pengadaan alkes untuk memenangi PT
Mahkota Negara.

Menurut hakim, hal yang memberatkan Marisi adalah dia tidak


mendukung program pemberantasan korupsi yang dicanangkan
pemerintah. Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa
memberikan keterangan dengan baik sebagai justice collaborator.

Menurut hakim, Made dan Muhammad telah mengembalikan


kerugian negara Rp 5,7 miliar. "Terdakwa bukanlah pelaku utama
karena atas arahan dari Nazaruddin selaku pemilik PT Mahkota
Negara," ucap hakim Anwar.

Korupsi APBD, KPK Periksa Ketua DPRD Malang


sebagai Tersangka
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018
Sumber : Tempo.com. Senin, 14 Agustus 2017

Petugas kepolisian berjaga saat berlangsung penggeledahan oleh penyidik Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang kerja Sekertaris Dewan di Gedung DPRD Kota Malang,
Jawa Timur, 10 Agustus 2017. Penggeledahan tersebut terkait dugaan korupsi yang melibatkan
Ketua DPRD Kota Malang Arief Wicaksono. TEMPO/Aris Novia Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa


Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang (DPRD Malang)
Moch Arief Wicaksono sebagai tersangka dalam dua kasus, Senin,
14 Agustus 2017. Moch Arief Wicaksono terlibat dalam kasus
dugaan suap pembahasan APBD-P Pemerintah Kota Malang Tahun
Anggaran 2015 dan kasus suap penganggaran kembali
pembangunan Jembatan Kedungkandang.

"Moch Arief Wicaksono (MAW) Ketua DPRD Malang diperiksa


sebagai tersangka dan Wali Kota Malang M Anton diperiksa sebagai
saksi di gedung KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di
Jakarta, Senin, 14 Agustus 2017.

Selain itu, KPK juga akan memeriksa 13 saksi lainnya terkait kasus
tersebut di Polres Kota Malang. "Saksi-saksi yang diperiksa terdiri
dari anggota DPRD Kota Malang, Kepala Bappeda, tiga Kepala
Bidang, unsur PNS lainnya, dan swasta," kata Febri.

Febri menyatakan pemeriksaan terhadap saksi-saksi masih akan


berjalan dalam beberapa hari ini. "Kami harap semua saksi
kooperatif dan membuka seluas-luasnya informasi yang diketahui,"
ujarnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief


Wicaksono sebagai tersangka dalam dua kasus, yaitu terkait
pembahasan APBD-P Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015
dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan
Kedungkandang.

Simak pula: KPK Tetapkan Ketua DPRD Malang sebagai Tersangka

"Kasus pertama, MAW diduga menerima suap dari Kepala Dinas


Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB)
Jarot Edy Sulistyono (JES) terkait pembahasan APBD-P Pemerintah
Kota Malang Tahun Anggaran 2015. Diduga MAW menerima uang
sejumlah Rp 700 juta," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat
konferensi di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 11 Agustus 2017.

Sedangkan pada kasus kedua, Moch Arief Wicaksono diduga


menerima suap dari Komisaris PT ENK Hendarwan Maruszaman
terkait penganggaran kembali proyek pembangunan Jembatan
Kedungkandang dalam APBD Pemerintah Kota Malang Tahun
Anggaran 2016 pada tahun 2015.

"Diduga MAW menerima Rp 250 juta dari proyek sebesar Rp 98


miliar yang dikerjakan secara multiyears tahun 2016-2018," kata
Febri.

Terkait penyidikan kedua perkara tersebut, kata Febri, penyidik


sejak Rabu, 9 Agustus hingga Jumat, 11 Agustus 2017 menggeledah
sejumlah tempat di antaranya kantor Wali Kota, kantor PUPPB,
rumah tersangka JES, rumah tersangka MAW, rumah dinas MAW,
dan Kantor Penanaman Modal Kota Malang.

"Dilanjutkan pada Kamis, 10 Agustus 2017, di dua lokasi antara lain


kantor DPRD Malang, rumah Dinas Wali Kota dan rumah pribadi Wali
Kota. Hari ini penyidik melanjutkan penggeledahan di kantor
Bappeda dan Unit Layanan Pengadaan Kota Malang," kata dia.

Febri mengatakan dari hasil penggeledahan itu, penyidik menyita


dokumen serta barang elektronik di antaranya telepon selular
sejumlah pejabat Pemkot, DPRD, dan pejabat pengadaan. Kemudian
uang dalam beberapa pecahan mata uang, yaitu Rp 20 juta, 955
dolar Singapura, dan 911 ringgit Malaysia dari rumah dinas MAW.
Setya Novanto Didakwa Terima Duit
Korupsi e-KTP USD 7,3 Juta
Tanggal Akses : Selasa, 3 April 2018

Sumber : Detik.com. Rabu, 13 Desember 2017

Setya Novanto (Agung Pambudhy/detikcom)

Jakarta - Setya Novanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam


proyek pengadaan e-KTP. Novanto didakwa menerima duit total USD 7,3
juta.

"Terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan


intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket
pekerjaan penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan (NIK)
secara nasional," ujar jaksa penuntut umum pada KPK membacakan surat
dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl
Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2017).

Jaksa menyebut, dalam surat dakwaan, Novanto diketahui melakukan


sejumlah pertemuan terkait pengadaan e-KTP. Menurut jaksa, setelah
kontrak pengadaan e-KTP pada 2011 dan 2012 diteken, Novanto bertemu
dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong, Johannes Marliem, Anang
Sugiana Sudihardjo, dan Paulus Tannos pada sekitar September-Oktober
2011.
Dalam pertemuan, Paulus Tannos melaporkan, Konsorsium PNRI, yang
memenangi lelang pengadaan, tidak mendapatkan uang muka pekerjaan
sebagai modal kerja.

"Paulus Tannos kemudian meminta petunjuk terdakwa. Atas penyampaian


tersebut, terdakwa akan memperkenalkan 'orang'-nya atau 'perwakilan'-
nya, yaitu Made Oka Masagung, yang mempunyai banyak relasi ke banyak
bank. Terdakwa juga menyampaikan adanya commitment fee yang
merupakan jatah untuk terdakwa dan anggota DPR RI sebesar 5 persen
disampaikan melalui Made Oka Masagung," papar jaksa.

Menindaklanjuti petunjuk Novanto, sekitar September 2011, Paulus Tannos


dan Anang Sugiana melakukan pertemuan dengan Made Oka Masagung.
Paulus Tannos menyampaikan permintaan bantuan kepada Mde Oka
Masagung terkait kebutuhan modal pengadaan e-KTP.

Terkait pemberian fee kepada Novanto, jaksa menyebut Johannes Marliem


dan Anang Sugiana Sudihardjo mengirimkan uang kepada Novanto dengan
terlebih dulu disamarkan menggunakan beberapa nomor rekening
perusahaan dan money changer di dalam dan luar negeri.

Perinciannya, Novanto menerima melalui Made Oka Masagung USD 3,8


juta dan uang yang diterima melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo pada
19 Januari 2012 seluruhnya USD 3,5 juta. "Sehingga total yang diterima
terdakwa baik melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun melalui
Made Oka Masagung seluruhnya berjumlah USD 7,3 juta," kata jaksa.

Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun


1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(fdn/dhn)

Anda mungkin juga menyukai