Anda di halaman 1dari 40

Referat

KARSINOMA TIROID

Disusun Oleh:
Nabilla Oktavia Kesumadanoe, S.Ked 04084821921114

Zirrialifa Arafa, S.Ked 04084821921115

Pembimbing
dr. Nur Qodir, Sp.B (K) Onk

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM MOH. HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat

KARSINOMA TIROID

Oleh:
Nabilla Oktavia Kesumadanoe, S.Ked 04084821921114
Zirrialifa Arafa, S.Ked 04084821921115

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
Periode 11 Maret - 20 Mei 2019.

Palembang, 4 April 2019

dr. Nur Qodir, Sp.B (K) Onk

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Karsinoma Tiroid” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Moh. Hoesin
Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Nur
Qodir, Sp.B (K) Onk, selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
ajaran dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas
ilmiah ini, semoga bermanfaat.

Palembang, 4 April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ……iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…..................................................................... 2
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor/kanker tiroid merupakan neoplasma sistem endokrin yang terbanyak


dijumpai. Berdasarkan dari “Pathologycal Based Registration” di Indonesia kanker
tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke sembilan. Penanganan
pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik untuk pasien mencapai tingkat
“kesembuhan” optimal. Demikian pula halnya untuk kanker tiroid.1
Insiden kanker tiroid telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Di
Amerika Serikat, kanker tiroid meningkat sebesar 5,4% pada laki-laki dan 6,5% pada
wanita dari tahun 2006 hingga 2010.2 Pada beberapa kasus, tumor tiroid dapat
bertransformasi menjadi keganasan walaupun angka kekerapannya relatif rendah
yaitu sekitar 5-10%.
Kanker tiroid tidak memiliki etiologi yang pasti meskipun telah banyak
kesimpulan penelitian yang menyatakan salah satu etiologi kanker tiroid adalah akibat
paparan radiasi. Paparan radiasi yang menyebabkan peningkatan insiden kanker tiroid
diteliti setelah adanya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki selama perang dunia II.
Akibat dari ledakan tersebut, angka kejadian nodul tiroid menunjukkan 12,3% pada
laki-laki dan 24,8% pada perempuan.3
Secara histopatologi, karsinoma tiroid dibagi menjadi 4 yaitu: Papillary
carinoma (termasuk dengan fokus folikular), Follicular carcinoma (termasuk yang
disebut dengan Hurtle cell carcinoma), Medullary carcinoma dan
Anaplastic/undifferentiated carcinoma.4 Untuk mendiagnosis tumor tiroid dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang. Namun untuk
mengetahui jenis histopatologi karsinoma tiroid perlu dilakukan fine neefle aspiration
biopsy (FNAB).
Berdasarkan standar kompetensi dokter umum dalam kasus karsinoma tiroid
adalah 2, yang berarti lulusan dokter umum mampu membuat diagnosis klinik
terhadap penyakit dan merujuk untuk dilakukan penanganan selanjutnya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Tiroid
Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4 cm -
4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari
lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian
tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah
bawah mengalami decencus dan akhirnya melepaskan diri dari faring.
Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang berawal dari
foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang
setelah dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap, atau terjadi
kelenjar disepanjang jalan ini, yaitu antara letak kelenjar yang seharusnya
dengan basis lidah. Dengan demikian sebagai kegagalan desensus atau
menutupnya duktus akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang
abnormal , persistensi duktus tiroglosus, tiroid lingual, tiroid servikal,
sedangkan desensus yang terlalu jauh akan memberikan tiroid substernal.
Branchial pouch keempat pun ikut membentuk bagian kelenjar tiroid dan
merupakan asal sel-sel parafolikuler atau sel C yang memproduksi kalsitonin.

Kelenjar tiroid adalah organ dengan vaskularisasi banyak yang terletak


anterior di leher antara vertebra C5 dan T1, jauh di dalam otot platysma,
sternothyroid, dan sternohyoid. Tiroid memiliki berat 15-20 g dan lebih
banyak pada pria daripada wanita; tiroid memiliki berat sekitar 1 g pada bayi
baru lahir dan meningkat sekitar 1 g / tahun sampai usia 15 tahun. Ini adalah
organ parenkim berbentuk H, lunak dan kemerahan, terdiri dari dua lobus (kiri
dan kanan) dan satu isthmus yang mengikat mereka bersama-sama (Gbr. 1).
Setiap lobus memiliki panjang sekitar 4 cm, lebar 2 cm, dan tebal 2-3 cm.
Ukuran tanah genting sekitar 2 cm, tinggi 2 cm, dan ketebalan 2–6 mm.5

Ekstremitas superior (disebut tanduk superior) terletak lateral ke otot


konstriktor inferior dan posterior ke otot sternotiroid, sedangkan bagian

2
inferior (tanduk inferior) meluas ke tingkat cincin trakea kelima atau keenam.
Pada bagian posterolateral, kelenjar tumpang tindih dengan selubung karotid
dan komponennya. Sekitar 50% individu menunjukkan lobus piramidal
(Morgagni atau Lalouette's piramida), yang timbul dari lobus atau bagian
superior dari tanah genting dan diarahkan ke atas, biasanya ke kiri.5

Gambar 1. macroscopic posterior view of the thyroid


Tiroid diselimuti oleh lapisan fascia serviks yang dalam dan ditutupi
oleh otot-otot tali di bagian anterior dan otot sternokleidomastoid lebih
lateral. Kapsul tiroid yang benar melekat kuat pada kelenjar,
mengembangkan proyeksi ke dalam tiroid, membentuk septa dan
membaginya menjadi lobus dan lobulus. Lapisan posterior kapsul tiroid
tebal. Di posterior, lapisan tengah fasia servikal dalam mengembun untuk
membentuk ligamentum suspensori Berry di posterior, yang menghubungkan
lobus tiroid dengan kartilago krikoid dan dua cincin trakea pertama. Di
permukaan posterior lobus lateral terletak kelenjar paratiroid; biasanya ada
empat (dua superior dan dua inferior), dan ini bulat, dan seukuran sebutir
beras.5

Pada ligamen suspensori anterior memanjang dari aspek


superomedial lobus tiroid ke kartilago krikoid dan tiroid. Aspek
posteromedial glandula menempel pada kartilago krikoid, cincin trakea
pertama dan kedua, dan oleh ligamen suspensori posterior (Ligamen

3
Berry). Nervus laringeus rekurens biasanya melewati bagian dalam dari
ligamen Berry atau antara ligamen dan bagian lateralnya. Di dalam
ligamen, tetapi lateral dari nervus, merupakan porsi posteromedial dari
lobus tiroid, yang mesti diperhatikan saat melakukan tiroidektomi.

Isthmus meluas melintasi garis tengah di depan cincin trakea kedua,


ketiga, dan keempat. Sering terdapat lobus pyramidalis, yang menonjol
ke atas dari isthmus, biasanya ke sebelah kiri garis tengah. Sebuah
pita fibrosa atau muskular sering menghubungkan lobus pyramidalis
dengan os hyoideus. Jika pita ini muscular, disebut musculus levator
glandulae thyroidea.6

Batas-batas lobus:6
.
Anterolateral: M. sternothyroideus, venter superior m. omohyoideus,
m. sternohyoideus dan pinggir anterior M. Sternocleidomastoideus

.
Posterolateral: Selubung carotis dengan a. carotis communis, v.
jugularis interna, dan n. Vagus

.
Medial: Larynx, trachea, pharynx, dan oesophagus. Dekat dengan
struktur-struktur ini adalah M. cricothyroideus dan suplai syarafnya, N.
laryngeus externus. Di alur antara oeshophagus dan trachea terdapat n.
laryngeus recurrens. Pinggir posterior masing-masing lobus yang bulat
berhubungan di posterior dengan glandula parathyroidea superior dan
inferior dan beranastomosis antara a. thyroidea superior dan inferior.6

Batas-batas isthmus:6
1. Ke anterior: musculus sternothyroideus, musculus sternohyoideus, vena
jugularis anterior, fascia, dan kulit

2. Ke posterior: cincin trakea kedua, ketiga, dan keempat

Cabang-cabang terminal arteria thryoidea superior beranastomosis


sepanjangan pinggir atas isthmus.

4
Gambar 2. Anatomi Tiroid

B. Fisiologi
Hormonogenesis dalam tirosit dapat dibagi lagi menjadi tiga langkah
utama: pengambilan iodide; oksidasi dan pengorganisasian iodida; dan
sekresi hormon tiroid.5
1. Serapan Iodida

5
Semua makhluk hidup mampu mengambil yodium dan
memasukkannya ke dalam protein. Senyawa iodinasi adalah yang
paling penting dalam mengatur beragam fungsi dalam invertebrata
tanpa kelenjar tiroid. Pada manusia dan kebanyakan vertebrata,
kelenjar tiroid telah berevolusi untuk menyelamatkan dan menyimpan
yodium. Tiroid menghasilkan molekul iodinasi, iodotyrosines, dan
iodothyronines, yang terakhir termasuk hormon tiroid (T4 dan T3).5
Yodium dicerna dengan sejumlah makanan termasuk produk
susu, biji-bijian, dan daging. Setelah tertelan, yodium organik
direduksi menjadi iodida anorganik (I), bentuk kimia yang diperlukan
untuk biosintesis hormon tiroid. Sekitar 150 mg iodida dibutuhkan
oleh kelenjar tiroid untuk aktivitas hariannya, tetapi dalam kondisi
tertentu, seperti kehamilan dan menyusui, persyaratan iodida lebih
besar.5
Tiroid dan ginjal adalah organ yang paling haus yodium.
Memang, tiroid aktif mengambil yodium dari aliran darah, di mana
konsentrasinya sekitar 30 kali lebih rendah daripada di tiroid.
Khususnya, natrium / iodida symporter (NIS), terletak di membran
basolateral sel folikuler, menjebak iodida dari sirkulasi ke sitoplasma
terhadap gradien elektrokimia, bersama dengan ion natrium. Tidak
seperti iodida, pemasukan natrium ke dalam sel menurun gradiennya,
dan menghasilkan produksi energi, yang diperlukan untuk translokasi
iodida ke dalam. Pada gilirannya, pompa natrium / kalium
mempertahankan gradien natrium. Langkah selanjutnya adalah efflux
iodida, yaitu translokasi pasif (turun gradien elektrokimia) dari
sitoplasma ke sisi apikal tirosit terpolarisasi, dan transportasi
selanjutnya melalui membran apikal. Penyeberangan membran apikal
sebelumnya dianggap bergantung pada pendrin dan transporter apikal
iodida diduga, tetapi yang terakhir baru-baru ini dikesampingkan.
Namun demikian, saluran klorida terbukti memediasi eflux iodida
bersama dengan pendrin.5

6
Gambar 3. Diagram skematis biosintesis hormon tiroid masuk dan lepas dari tirosit

2. Oksidasi dan Pengorganisasian Iodida


Setelah masuk ke sitoplasma tirosit terpolarisasi, iodida
bergerak apikal, di mana ia teroksidasi dan terikat secara kovalen
dengan tiroglobulin (Tg). Langkah ini membutuhkan TPO dan H2O2.
TPO adalah protein yang mengandung heme 100 kDa yang termasuk
dalam keluarga peroksidase manusia yang sama, bersama dengan
laktoperoksidase, myeloperoxidase, dan eosinophil peroxidase.
Modifikasi posttranslasional termasuk glikosilasi, fiksasi heme,
pemangkasan proteolitik, dan dimerisasi sangat penting untuk
mendapatkan protein matang.5
TPO bertindak sebagai donor H2O2 dan mengoksidasi iodida.
Senyawa yang dihasilkan mungkin Iþ atau OI (hypoiodite); keduanya
mampu berinteraksi dengan Tg. H2O2 dihasilkan oleh sistem oksidase
NADPH termasuk DuOX (atau enzim penghasil H2O2 tiroid,
THOX). Tg, protein tiroid yang paling banyak, adalah protein
glikosilasi besar dengan lebih dari 2700 asam amino dan massa
molekul 660 kDa, mewakili 1% protein terbesar dalam proteome
vertebrata. Tg mengandung setidaknya 66 residu tirosil, dengan
sedikit perbedaan di antara spesies. Jumlah tirosin yang beryodium
bervariasi sesuai dengan asupan yodium. Terutama, ada hierarki
dalam iodinasi tirosin, sehingga tirosin di posisi 5 adalah salah satu
yang paling disukai (lihat di bawah). Ada bukti bahwa antigenisitas

7
Tg tergantung pada modifikasi pasca-translasi, termasuk iodinasi dan
glikosilasi.5
Glikosilasi 10% dari total berat Tg terjadi pada retikulum
endoplasma kasar dan pada aparatus Golgi, di mana oligosakarida
terkait-N diperoleh. Glikosilasi sangat penting untuk struktur tersier
dan lipatan normal Tg, yang terjadi juga oleh interaksi Tg dengan
retikulum endoplasmik oksidoreduktase dan molekul pendamping,
seperti calnexin dan calreticulin. Di dalam retikulum endoplasma,
tetapi sebelum transportasi intraseluler ke kompleks Golgi, dua
monomer 12S (330 kDa) dimerisasi menjadi molekul 19S (660 kDa)
yang stabil. Tg mewakili perancah koloid dalam lumen folikel, dan
bertindak sebagai depot hormon tiroid dan iodin. Dari sudut pandang
ini, tirosit lebih mirip dengan sel eksokrin daripada kelenjar endokrin
utama lainnya.5
Iodinasi Tg menghasilkan monoiodotyrosine (MIT) dan
diiodotyrosine (DIT), tergantung pada jumlah ion yodium yang
tergabung dalam Tg. Selanjutnya, ketika MIT (donor) digabungkan ke
DIT tetangga (akseptor), 3,5,30 -triiodothyronine (T3) dihasilkan,
sedangkan ketika DIT (donor) digabungkan ke DIT tetangga lain
(akseptor), 3, 5,30, 50 -tetraiodothyronine atau thyroxine (T4)
dihasilkan. Coupling donor tirosin noniodinasi ke akseptor DIT
membentuk 3,5-diiodothyronine (T2), yang efeknya pada adipositas
dan berat badan masih menjadi bahan perdebatan (Lanni et al., 2005;
Vatner et al., 2015). Akhirnya, 3,30, 50 - triiodothyronine (T3 terbalik
atau rT3) hanya menyumbang 0,9% dari hormon tiroid yang
dilepaskan dalam sirkulasi. Ini hasil dari salah satu kopling yang tidak
menguntungkan dari donor DIT ke akseptor MIT, atau deiodinasi T4
dengan tipe 1 atau tipe 3 deiodinase.5
Situs pembentuk hormon tiroid utama adalah di ujung-N yang
ekstrim (T4) dan terminal-C (T3 dan T4). Memang, empat tirosin
akseptor DIT akseptor hormonogenik utama diidentifikasi pada posisi
5, 2554, 2747, dan 1291, yang pertama adalah yang paling efisien

8
dalam pembentukan T4, sedangkan yang ketiga adalah yang paling
efisien dalam pembentukan T3. Selanjutnya, pembentukan DIT dan
T4 lebih disukai daripada MIT dan T3, masing-masing. Di daerah
yang cukup yodium, rasio DIT: MIT: T4: T3 per molekul Tg adalah 5:
5: 2.5: 0.7, sedangkan di daerah yang kekurangan yodium, rasio DIT:
MIT dan T4: T3 meningkat. Bahkan jika tiga atau empat hormon
tiroid disintesis per molekul Tg, proses ini dijamin pada tingkat
iodinasi yang sangat rendah (bahkan 4 mol I / mol Tg). Tiroid
menghasilkan T3 hanya 20% dari total T3; sisanya diperoleh secara
perifer dengan T4 deodinasi.5
Kelompok iodida unit folikel termasuk juga yang dihasilkan
dari deiodinasi MIT dan DIT. Bagian dari kumpulan ini didaur ulang
atau diatur lebih lanjut, atau secara alternatif dipindahkan ke aliran
darah Tingkat turnover harian dari kolam iodida adalah sekitar 1%.5

3. Sekresi Iodothyronines
Tg diinternalisasi dalam tirosit melalui membran apikal melalui
mikropinositosis, yaitu endositosis yang dimediasi vesikel. Jadi,
invaginasi membran apikal oleh formasi pseudopoda membentuk
tetesan koloid. Tetesan ini melepaskan kontennya ke dalam endosom,
di mana Tg diurutkan berdasarkan pada konten yodium: sedangkan
molekul yang sangat teriodinasi dipadukan dengan prelysosom dan
kemudian ke lisosom, yang beryodium buruk didaur ulang dan
kembali ke membran apikal, di mana mereka dikeluarkan. ke dalam
lumen folikel. Lysosomal endopeptidases, seperti cathepsin B, D, dan
L, memotong Tg, sehingga melepaskan T3 dan T4. Pembelahan
langsung dalam lumen folikel juga telah diusulkan. Pembelahan
proteinolitik Tg terjadi pada empat lokasi gugus utama, yang disebut
A, B, C, dan D, yang jatuh di sekitar residu 500, 990, 1800, dan 2515,
masing-masing. Tiga situs pembelahan tambahan juga telah
ditemukan di residu 240, antara residu 1142 dan 1184, dan residu
597.5

9
Setelah dilepaskan ke sitoplasma, hormon tiroid mencapai
membran basolateral dengan mekanisme yang tidak diketahui, dan
akhirnya memasuki sirkulasi.5
Biosintesis dan metabolisme hormon tiroid diatur oleh
setidaknya tiga faktor: stimulasi yang diinduksi TSH, ketersediaan
yodium, dan aktivitas deiodinase.5
TSH paling merangsang jika tidak semua langkah biosintesis
hormon tiroid, mulai dari pengambilan yodium (dengan meningkatkan
ekspresi NIS) hingga internalisasi Tg dari lumen folikel dan akibatnya
sekresi hormon tiroid ke dalam aliran darah. Sekresi TSH dirangsang
oleh TRH, yang pada gilirannya diproduksi oleh neuron dari nukleus
paraventrikular hipotalamus, dan mencegah kekurangan pasokan
tiroid. Untuk mencegah hiperstimulasi oleh TSH, dan untuk
mengembalikan set point individu dari poros hipotalamus-hipofisis-
tiroid, ada beberapa loop umpan balik negatif. Memang, hormon
tiroid menghambat sekresi TRH dan TSH. Mengenai penghambatan
pelepasan TRH, itu melibatkan neuron yang mensekresi TRH dan
tanycytes. Juga, hubungan homeostatik antara TSH dan FT4
didefinisikan oleh kurva berbentuk layang-layang. Selain itu, ada loop
umpan balik ultrashort oleh TSH pada sekresi sendiri oleh
thyreotrophs.5
Ketersediaan yodium mengatur biosintesis dan sekresi hormon
tiroid. Ketika ketersediaan yodium tidak mencukupi, T3 dan T4 tidak
cukup disintesis, TSH meningkat, dan terjadi goitrogenesis. Selain itu,
konversi T4 ke T3 ditingkatkan. Sebaliknya, paparan yodium yang
berlebihan menyebabkan penghambatan biosintesis hormon tiroid
dengan menghambat produksi H2O2 dan iodinasi Tg (efek Wolff-
Chaikoff).5
Aktivasi dan inaktivasi hormon tiroid diatur oleh deiodinase.
Tipe 2 deiodinase (D2) bekerja pada cincin luar T4, mengubahnya
menjadi T3; sebaliknya, tipe 3 deiodinase (D3) menonaktifkan T4 dan
T3, meng-deodinasi cincin bagian dalam mereka dan mengubahnya

10
menjadi rT3 dan T2, masing-masing. Selain itu, tipe 1 deiodinase
(D1) bekerja pada cincin luar dan dalam. Tiroid mengandung terutama
D1 dan D2.5
Sama halnya dengan hormon steroid, hormon tiroid adalah
molekul hidrofobik, dan karenanya harus dibawa dalam plasma oleh
protein transporter. Memang, fraksi bebas hormon tiroid sangat
rendah (0,03% dari T4 dan 0,3% dari T3). Tiga pembawa utama
adalah globulin pengikat tiroksin (TBG), transthyretin, dan albumin.
Selain itu, ada sejumlah pembawa minor, seperti lipoprotein,
imunoglobulin, dan serine protease inhibitor (serpins).5
TBG adalah pembawa hormon tiroid yang paling penting
dalam darah di sebagian besar mamalia. Ini adalah glikoprotein rantai
empat karbohidrat yang dimiliki keluarga serpin, dan memuncak
antara a1 dan a2 di zona elektroforesis. Ular minor lain yang berikatan
dengan hormon tiroid adalah a1-antitripsin, a1-chymotripsin,
antithrombin III, dan globulin pengikat kortisol. Semua ular memiliki
satu situs pengikatan hormon tiroid dengan afinitas relatif lebih tinggi
untuk T4 dibandingkan dengan T3. Glikoprotein asam-1 dan globulin
pengikat hormon seks adalah protein nonserpin yang terbukti sebagai
pembawa T4 minor.5
Dari sudut pandang filogenetik, serum albumin adalah
pembawa yang paling kuno. Ia memiliki lima situs pengikatan
hormon tiroid di dua subdomainnya (A dan B). Albumin juga
mengikat hormon turunan sterol. Menariknya, dua homolog lain dari
albumin, protein pengikat vitamin D dan a-fetoprotein, mampu
mengikat hormon tiroid. 5
Semua kelas lipoprotein dapat mengikat T4, T3, dan rT3.
Terutama, hormon tiroid berinteraksi dengan apoA, apoB100, apoC,
dan apoE, dan interaksi ini dihambat oleh lipid.5
Pengangkutan hormon tiroid ke dalam sel bergantung pada
transporter monokarboksilat (MCT) 8 dan 10, yang bertanggung
jawab atas masuknya dan penghabisan hormon tiroid, dan ada di

11
mana-mana. Transporter lain dari hormon tiroid adalah anion organik
yang mengangkut polipeptida 1C1 (OATP1C1), yang secara khusus
diekspresikan dalam astrosit, di mana ia terlibat dalam penyerapan
T4.5
Setelah masuk ke dalam sel, T3, bukan T4, mengikat reseptor
hormon tiroid (TR), yang merupakan anggota superfamili reseptor
nuklir. Ada dua isoform dari TR (a dan b), yang dikodekan oleh gen
berbeda yang terletak di kromosom yang berbeda (kromosom 17 dan
3, masing-masing). Setiap isoform memiliki tiga varian (a1, a2, a3
dan b1, b2, b3). Dari catatan, TRa2 dan TRa3 adalah varian splicing
dari TRa1 yang tidak mempertahankan aktivitas pengikatan T3.
Ekspresi TR spesifik dan spasial untuk sementara, karena TRa
diekspresikan terutama di otak sejak tahap awal perkembangan
embrionik, sedangkan TRb diekspresikan terutama di otak, hati,
ginjal, tiroid, jantung, dan retina (TRb2) pada tahap selanjutnya.5
TR adalah polipeptida tunggal dengan domain pengikat ligan
karboksil terminal-terminal (LBD), yang berinteraksi dengan
koregulator (baik aktivator atau penekan) dan berpartisipasi dalam
homodimerisasi (dimerisasi antara dua TR) dan heterodimerisasi
(pemisahan antara TR dan reseptor X retinoid X). ). Pengikatan T3 ke
TR menginduksi perubahan struktural yang mengarah pada
perpindahan korepresor, rekrutmen koaktivator, dan aktivasi
transkripsi, yang juga diatur oleh molekul lain, seperti p53 dan b-
catenin. TR juga mengandung domain sentral, sangat lestari, yang
berinteraksi dengan elemen respons hormon tiroid (TRE).5
. Mutasi para gen TRb menyebabkan resistensi terhadap
hormon tiroid, yang merupakan sindrom yang ditandai dengan tanda-
tanda berbagai tingkat, termasuk gondok, takikardia, perawakan
pendek, penurunan IQ, dan peningkatan konsentrasi hormon tiroid
dalam serum bersama dengan TSH yang tidak tertekan. Hanya
beberapa kasus homozigositas untuk mutasi TRb yang telah
dilaporkan sejauh ini. Mutasi gen TRb juga ditemukan pada kanker

12
tiroid dan adenoma hipofise yang mensekresi TSH. Mengenai TRa,
pada tikus, mutasi pada kedua alel menyebabkan kematian tak lama
setelah kelahiran, sementara mutasi satu alel menghasilkan kerdil dan
metabolisme lipid abnormal, dan fenotip yang berbeda dari yang
ditemukan pada mutasi TRb. Memang, tidak ada mutasi TRa1 telah
ditemukan pada pasien dengan resistensi terhadap hormon tiroid,
menunjukkan bahwa TRa1 dan TRb memiliki fungsi yang berbeda.
Fenotip yang dihasilkan dari mutasi TRa1 adalah variabel sesuai
dengan lokasi dan jenis mutasi. Perbedaan-perbedaan ini dalam
fenotip yang dihasilkan mungkin berasal dari interaksi TRa1 yang
berbeda dengan berbagai corepressors, dengan represi variabel gen
target yang berbeda.5
Selain itu, hormon tiroid bertindak langsung dalam
mitokondria yang merangsang pernapasan seluler. T3 atau T2
mengikat situs tertentu di membran bagian dalam mitokondria.
Bahkan jika T2 sama kuatnya dengan T3, ia memiliki aksi yang lebih
cepat, dan oleh karena itu penggunaan terapeutiknya baru-baru ini
diusulkan. Hormon tiroid juga menginduksi pembentukan panas
mitokondria, yang tergantung pada kebocoran proton basal dan
kebocoran proton yang diinduksi; yang terakhir ini diatur oleh protein
yang tidak berpasangan, yang sintesisnya distimulasi oleh hormon
tiroid.5
Efek dari hormon tiroid dalam menginduksi termogenesis telah
digunakan untuk mengobati obesitas sampai tahun 1978, ketika Badan
Pengawas Obat dan Makanan AS mengeluarkan peringatan
terhadapnya, karena efek samping jantung dan tulang yang parah.
Selanjutnya, analog dari hormon tiroid mempertahankan tindakan
termogeniknya, yang disebut thyromimetics, disintesis. Strategi utama
untuk mendapatkan molekul tiromimetik yang stabil adalah
pengenalan kelompok besar pada posisi 50 untuk antagonisme untuk
TR, penggantian atom yodium untuk mencapai ketahanan terhadap
penonaktifan metabolik, perubahan penghubung oksigen, dan

13
penggantian kelompok asam amino polar pada posisi 1 untuk
mengubah ikatan ke TR. Tiromimetik adalah senyawa selektif-TRb
yang tidak berikatan dengan TRa, yang memediasi aktivitas jantung
dari hormon tiroid. Beberapa dari thyromimetics ini terbukti efisien
dalam mengobati obesitas dan dislipidemia.5
Namun, meskipun selektivitas TRb, mereka masih dapat
berinteraksi dengan TRa, sehingga menimbulkan efek samping
jantung dan tulang. Juga, karena TRb memediasi efek hati dari
hormon tiroid serta umpan balik negatif dari hormon tiroid dalam
hipotalamus, tiromimetik dapat menginduksi hipertiroidisme hati dan
hipotiroidisme sistemik karena penindasan sumbu hipotalamus-
hipofisis-tiroid.5
Kecuali untuk aksi langsung hormon tiroid dalam mitokondria,
efeknya telah lama dianggap berasal dari mekanisme genom. Hanya
dalam dekade terakhir keberadaan sejumlah efek nongenomik dari
hormon tiroid telah ditunjukkan. Efek ini, menurut definisi, tidak
dimediasi oleh interaksi T3 dengan reseptor nuklir dan sintesis
protein, dan oleh karena itu mereka memiliki onset yang jauh lebih
cepat (menit atau jam). Lebih jauh, aksi nongenomik diawali oleh
pengikatan T3, T4, atau rT3 ke TR yang tidak terpotong, atau TR
yang terpotong, atau integrin avb pada tingkat membran sel,
sitoplasma, dan sitoskeleton. Aktivasi kinase tertentu (protein kinase
C, protein kinase teraktivasi mitogen) terjadi, dengan transkripsi gen
atau aktivasi Ca-ATPase. Tindakan nongenomik dari hormon tiroid
mungkin meniru efek estrogen pada tumor tertentu dengan
mendukung proliferasi sel dan angiogenesis.5
Akhirnya, investigasi baru-baru ini telah menyoroti rute aksi
saraf hormon tiroid, yang berasal dari hipotalamus pada level inti
responsif T3, seperti nukleus paraventrikular, ventromedial, dan
arkuata, serta area preoptik dan anterior. Aktivasi daerah-daerah ini,
melalui cabang simpatis dan parasimpatis sistem saraf otonom,
mengatur metabolisme dalam hati dan jaringan adiposa coklat.5

14
Tironamin dalam darah berikatan dengan afinitas tinggi
terhadap apoB100, dengan konsentrasinya yang sangat rendah dalam
serum, dan berinteraksi dengan kelas reseptor berpasangan protein G
yang disebut reseptor terkait jejak-amina, tetapi juga dengan reseptor
adrenergik. Efek biologis tironamin sebagian berlawanan dengan T3,
karena mereka mengurangi denyut jantung, curah jantung, laju
metabolisme, dan suhu tubuh. Namun, tironamin juga memiliki
tindakan yang sinergis dengan T3, karena mereka menstimulasi
metabolisme lemak di atas karbohidrat satu dan respons neurologis.
Seperti neurotransmiter monoamina, tironamin memiliki rantai
etilamin, dan juga dapat bertindak sebagai neuromodulator.5

C. Epidemiologi
Insiden kanker tiroid telah meningkat dalam beberapa tahun
terakhir. Di Amerika Serikat, kanker tiroid meningkat sebesar 5,4%
pada laki-laki dan 6,5% pada wanita dari tahun 2006 hingga 2010.7
Secara klinis nodul ditemukan pada 4-7% populasi dewasa dan
lebih sering pada wanita. Proporsi nodul tiroid yang malignan sebesar
10-15%. Kanker tiroid merupakan keganasan endokrin yang tersering
dan diperkirakan 1% dari seluruh keganasan manusia. Mayoritas kasus
(70%) terjadi pada wanita.8
Di Indonesia, berdasarkan data patologi menyatakan bahwa
kanker tiroid menempati urutan ke-9. Berdasarkan data dari RS Kanker
Dharmais selama 4 tahun (2010-2013), penyakit kanker tiroid
menempati urutan ke-6 setelah kanker payudara, serviks, paru,
ovarium, dan rektum.3
Angka kekerapan keganasan pada nodul tiroid berkisar 5-10%.
Prevalensi keganasan pada multinodular tidak jauh berbeda. Bila
dilihat dari jenis karsinomanya, kurang lebih 90% jenis karsinoma
papilare dan folikulare, 5-9% jenis karsinoma medulare, 1-2% jenis
karsinoma anaplastik, 1-3% jenis lainnya. Anak anak dibawah usia 20
tahun dengan nodul tiroid dingin mempunyai risiko keganasan 2 kali

15
lebih besar dibanding kelompok dewasa. Kelompok usia diatas 60
tahun, disamping memiliki prevalensi keganasan lebih tinggi, juga
memiliki tingat agresivitas penyakit yang lebih berat, yang terlihat dari
seringnya kejadian jenis karsinoma tiroid tidak berdiferensiasi.9

D. Etiologi dan Faktor Risiko


Kanker tiroid tidak memiliki etiologi yang pasti meskipun telah
banyak kesimpulan penelitian yang menyatakan salah satu etiologi
kanker tiroid adalah akibat paparan radiasi. Paparan radiasi yang
menyebabkan peningkatan insiden kanker tiroid diteliti setelah adanya
bom atom di Hiroshima dan Nagasaki selama perang dunia II.10
Ada bukti penelitian yang menyatakan bahwa paparan radiasi
dosis rendah selama masa kanak-kanak (seperti pada pasien yang
menerima radiasi terapi untuk leukemia/limfoma) yang dikaitkan
dengan peningkatan kejadian kanker tiroid.11 Ada pula bukti yang
menunjukkan adanya peningkataan risiko kanker tiroid pada anak-anak
yang diobati dengan radiasi tegangan rendah untuk jerawat.
Meskipun insidensi kanker tiroid lebih tinggi setelah paparan
radiasi, perilaku biologis penyakit ini serupa pada kanker tiroid yang
terpapar radiasi dan non-radiasi. Oleh karena itu, meskipun paparan
radiasi dapat memicu kanker tiroid, namun tampaknya tidak berperan
dalam kejadian agresivitas keganasan penyakit tersebut.7
Riwayat keluarga merupakan faktor risiko penting, terutama bila
karsinoma diferensiasi baik terdapat pada hubungan relatif derajat
pertama atau apabila ada riwayat sindrom kanker tiroid. MTC juga
berkaitan dengan sindrom familial seperti pada FMTC dan riwayat
keluarga dengan MEN2A dan MEN2B.

E. Patofisiologi
Kanker tiroid dimulai di sel folikel kelenjar tiroid. Terdapat 2 jenis
sel yang terletak di dalam parenkim tiroid yaitu sel folikular dan sel

16
pendukung (atau disebut dengan sel C). Kanker yang berasal dari sel
folikular umumnya adalah differentated thyroid carcinomas (DTC).
Meskipun kanker ini biasanya tidak agresif, namun mereka dapat
bermutasi menjadi varian yang lebih agresif.7
Kanker tiroid berkembang sesuai dengan model perkembangan
tumor yang berdiferensiasi dengan baik (gambar 1). Sekitar 85% pasien
yang datang dengan DTC memiliki prognosis yang sangat baik setelah
ditatalaksana. Sebanyak 10% hingga 15% tumor akan bermutasi menjadi
bentuk yang lebih ganas (gambar 2). Tumor ini mungkin akan terlihat
dengan bentuk sel yang tinggi dan memerlukan intervensi bedah serta
terapi ajuvan yang lebih agresif. Beberapa pasien mungkin juga
memerluka terapi baru bila tumor yang diderita tidak dapat direseksi atau
refrakter terhadap yodium radioaktif (RAI).7

Gambar 4. Progress Karsinoma Tiroid

17
Gambar 5. Progress Karsinoma Tiroid menjadi bentuk yang agresif

Ketika terdapat stimulus yang memicu perkembangan kanker


berlanjut, tumor dapat berdiferensiasi buruk. Sekitar 10% dari kanker
tiroid dapat mengalami perubahan seperti ini dan hal ini memerlukan
intervensi yang lebih agresif baik secara pembedahan maupun tanpa
pembedahan. Kanker yang telah berdiferensiasi buruk umumnya refrakter
terhadap RAI dan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.7

F. Gambaran Klinis
Karsinoma tiroid harus dicurigai berdasarkan klinis jika hanya ada
satu nodul yang teraba, keras, tidak dapat digerakkan dasarnya, dan
berhubungan dengan limfadenopati satelit.7
Kanker tiroid secara klinis dapat dibedakan menjadi suatu
kelompok besar neoplasma berdiferensiasi baik dengan kecepatan
pertumbuhan yang lambat dan kemungkinan sembuh yang tinggi, dan
suatu kelompok kecil tumor anaplastik dengan kemungkinan tidak akan

18
sembuh. Terdapat empat jenis kanker tiroid menurut sifat morfologik dan
biologiknya, yaitu papilaris, folikularis, medularis, dan anaplastik.12
1. Karsinoma papilaris
Karsinoma papilaris merupakan jenis kanker tiroid tersering (80%
kasus). Jenis kanker ini sekitar 2 kali lebih banyak pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Tumor ini dapat muncul pada usia berapa saja,
dan merupakan bentuk utama karsinoma tiroid yang berkaitan dengan
riwayat terpajan radiasi pengion.2
Karsinoma papilar bermanifestasi sebagai lesi soliter atau
multifokus di dalam tiroid. Pada beberapa kasus, lesi berbatas tegas dan
bahkan berkapsul. Pada kasus yang lain, tumor menginfiltrasi parenkim di
sekitarnya dengan batas tak jelas. Lesi dapat mengandung daerah fibrosis
dan kalsifikasi serta sering kistik. Pada permukaan potongan, tumor
mungkin tampak granular dan terkadang mengandung fokus papilar.
Diagnosis pasti karsinoma papilar hanya dapat ditegakkan setelah
pemeriksaan mikroskopik. Diagnosis karsinoma papilar didasarkan pada
gambaran nukleus walaupun tidak ditemukan bentuk papilar. Nukleus sel
karsinoma papilaris mengandung kromatin yang tersebar halus sehingga
tampat jernih dan disebut nukleus “ground glass” atau “Orphan Annie”.
Selain itu pada potongan melintang invaginasi sitoplasma dapat
memberikan gambaran badan inklusi intranukleus.2
Fokus penyebaran tumor melalui limfa sering ditemukan, tetapi
invasi ke pembuluh darah relatif jarang, terutama pada lesi kecil.
Metastasis ke kelenjar getah bening servikalis di dekatnya diperkirakan
terjadi pada sekitar separuh kasus.2
Karsinoma papilar adalah tumor nonfungsional sehingga umumnya
bermanifestasi sebagai massa yang tidak nyeri di leher, baik dalam tiroid
maupun sebagai metastasis ke kelenjar getah bening leher. Pada sebagian
kecil pasien, telah terjadi metastasis hematogen saat diagnosis ditegakkan,
terutama ke paru. Sebagian besar karsinoma papilar adalah lesi indolen,
dengan angka harapan hidup 10 tahun hingga 85%. Secara umum,

19
prognosis jauh lebih buruk pada pasien lanjut usia dan pasien dengan
invasi ke jaringan di luar tiroid atau metastasis jauh.2

Gambar 6. Gambaran FNAB Karsinoma Papilar


2. Karsinoma Folikular
Karsinoma folikular merupakan bentuk tersering kedua kanker
tiroid (15% dari semua kasus). Tumor ini biasanya timbul pada usia
yang lebih tua daripada karsinoma papilar, dengan insidensi puncak
pada usia dewasa pertengahan. Insidensi karsinoma folikular meningkat
di daerah dengan defisiensi yodium, yang mengisyaratkan bahwa, pada
sebagian kasus, gondok nodular mungkin merupakan predisposisi
timbulnya neoplasma. Belum ada bukti meyakinkan bahwa karsinoma
folikuler berasal dari adenoma yang sudah ada.2
Karsinoma folikular mungkin jelas tampak infiltratif atau berbatas
tegas. Pada pemeriksaan makroskopik, lesi yang berbatas tegas dengan
invasi minimal mungkin sulit dibedakan dengan adenoma folikular. Lesi
yang lebih besar mungkin menginfiltasi jauh melebihi kapsul tiroid ke
dalam jaringan lunak di leher. Secara mikroskopik, sebagian besar
karsinoma folikular terdiri atas sel yang relatif seragam dan membentuk
folikel kecil, mirip dengan tiroid normal. Pada kasus yang lain,
diferensiasi folikular mungkin tidak terlalu jelas. Serupa dengan
adenoma folikular, mungkin ditemukan varian sel Hurtle pada
karsinoma folikular.2

20
Invasi luas ke parenkim tiroid di sekitarnya menyebabkan
diagnosis karsinoma menjadi mudah pada beberapa kasus. Namun pada
beberapa kasus lain, terdapat invasi ke kapsul dan atau pembuluh darah.
Lesi ini memerlukan pengambilan sampel histologik yang ekstensif
sebelum dapat dibedakan dengan adenoma folikular.2
Karsinoma folikular umumnya bermanifestasi sebagai nodul tiroid
soliter yang “dingin”. Pada kasus yang jarang, tumor ini mungkin
hiperfungsional. Karsinoma folikular cenderung bermetastasis melalui
aliran darah ke paru, tulang, dan hati. Metastasis ke kelenjar regional
jarang terjadi, berbeda dengan karsinoma papilar. Karsinoma folikular
diterapi dengan eksisi bedah. Metastasis yang berdiferensiasi baik dapat
menyerap yodium radioaktif, yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan menghancurkan lesi. Hal ini dikarenakan lesi yang
berdiferensiasi lebih baik dapat terangsang oleh TSH, pasien biasanya
diterapi dengan hormon setelah pembedahan untuk menekan TSH
endogen.2

Gambar 7. Karsinoma Folikular


3. Karsinoma Medular
Karsinoma medular tiroid adalah neoplasma neuro-endokrin yang
berasal dari sel parafolikel, atau sel C. Seperti sel C normal, karsinoma

21
medularis mengeluarkan kalsitonin, yang pengukurannya berperan
penting dalam diagnosis dan tindak lanjut pasca operasi pasien. Pada
sebagian kasus, sel tumor mengeluarkan hormon polipeptida lain,
seperti antigen karsinoembrionik, somatostin, serotonin, dan peptida
usus vasoaktif (vasoactive intestinal peptide, VIP).2
Karsinoma medular muncul secara sporadis pada sekitar 80%
kasus. Sisa 20% adalah kasus familial yang timbul dalam kaitannya
dengan sindrom neoplasia endokrin multiple (MEN) tipe 2A atau 2B
atau karsinoma medular tiroid non-MEN.2
Karsinoma medular dapat timbul sebagai nodul soliter atau lesi
multipel yang mengenai kedua lobus tiroid. Pada kasus familial, sering
ditemukan multisenstrisitas. Lesi besar sering mengandung daerah
nekrosis dan perdarahan serta dapat meluas menembus kapsul tiroid.
Secara mikroskopis, karsinoma medular terdiri atas sel berbentuk
poligonal hingga gelendong, yang mungkin membentuk sarang-sarang,
trabekula, dan bahkan folikel. Pada banyak kasus, endapan amiloid
aselular yang berasal dari molekul kalsitonin yang mengalami
perubahan, terdapat pada stroma disekitarnya dan merupakan gambaran
khusus pada tumor ini. Kalsitonin mudah ditemukan, baik di dalam
sitoplasma sel tumor maupun di amiloid stroma dengan metode
imunohistokimia.2
Salah satu gambaran unik pada karsinoma medular familial adalah
adanya hiperplasia sel C multisentrik di sekitar parenkim tiroid, suatu
gambaran yang biasanya tidak ditemukan pada tumor sporadik.2
Kasus sporadik karsinoma medular paling sering bermanifestasi sebagai
massa dileher, kadang-kadang menimbulkan efek penekanan seperti
disfagia atau suara serak. Pada beberapa kasus, manifestasi awal
disebabkan oleh sekresi hormon peptida (misal, diare akibar sekresi
VIP). Pemeriksaan penapisan terhadap anggota keluarga untuk mencari
ada tidaknya peningkatan kadar kalsitonin atau mutasi RET
memungkinkan deteksi dini tumor pada kasus familial.2

22
Gambar 8. Karsinoma Medular (Sel berbentuk oval, sitoplasma granular
eosinofilik, nucleus eksentrik dengan peningkatan plasmasitoid)

4. Karsinoma Anaplastik
Karsinoma anaplastik tiroid merupakan salah satu neoplasma
manusia yang paling agresif. Tumor ini terutama timbul pada usia
lanjut, terutama di daerah endemik gondok.2
Karsinoma anaplastik bermanifestasi sebagai massa besar yang
biasanya tumbuh pesat melebihi kapsul tiroid dan masuk ke struktur
leher di sekitarnya. Secara mikroskopis, neoplasma terdiri atas sel yang
sangat anaplastik, memperlihatkan tiga pola morfologi berbeda yaitu
giant cell pleomorfik besar, sel gelendong dengan penampakann
sarkomatosa, atau sel dengan gambaran skuamoid samar.2
Karsinoma anaplastik tumbuh pesat walaupun diterapi. Metastasis
ke tempat jauh sering terjadi tetapi umumnya kematian terjadi dalam
waktu kurang dari setahun akibar pertumbuhan lokal yang agresif dan
gangguan struktur vital di leher.2

23
Gambar 9. Karsinoma Anaplastik

G. Klasifikasi dan Staging


Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
Tumor Epitel Maligna:
 Karsinoma Folikulare
 Karsinoma Papilare
 Campuran Karsinoma Folikulare-Papilare
 Karsinoma Anaplastik (Undifferentiated)
 Karsinoma Sel Skuamosa
 Karsinoma Tiroid Medulare
Tumor Non-epitel Maligna:
 Fibrosarkoma
Tumor maligna lainnya:
 Sarkoma
 Limfoma Maligna
 Hemangiothelioma Maligna
 Teratoma Maligna

Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 – 2002

24
T – Tumor Primer
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak didapati tumor primer
T1 Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang, dan masih
terbatas pada tirod
T2 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih
dari 4 cm dan masih terbatas pada tiroid
T3 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas
pada tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi
ekstra tiroid yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau
jaringan lunak peritiroid)
T4a Tumor telah berekstensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke
tempat berikut: jaringan lunak subkutan, laring, trakhea,
esofagus, nervus laringeus recurren
T4b Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal
atau arteri karotis
T4a* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih
terbatas pada tiroid
T4b* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi
keluar kapsul tiroid
Catatan:
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m)
(ukuran terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
*semua karsinoma tiroid anaplastik termasukk T4
Karsinoma anaplastik intratiroid  resektabel secara bedah
Karsinoma anaplastik ekstra tiroid  Irresektabel secara bedah

N – Kelenjar Getah Bening Regional


Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening

25
N1a Metastasis pada kelenjar getah bening cervical Level IV
(pretrakheal dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan
Delphian)
N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral,
bilateral, atau kontralateral atau ke kelenjar getah bening
mediastinal superior

M - Metastasis jauh
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

Terdapat 4 tipe histopatologi mayor:1


 Papillary carinoma (termasuk dengan fokus folikular)
 Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hurtle cell
carcinoma)
 Medullary carcinoma
 Anaplastic/undifferentiated carcinoma

Stadium Klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare umur < 45 tahun
Stadium I Any T Any N M0
Stadium II Any T Any N M1
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare umur ≥ 45 tahun dan Medulare
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1, T2, T3 N1a M0
Stadium IVA T1, T2, T3 N1b M0
T4a N0, N1 M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0

26
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1
Anaplastik/undifferentiated (semua kasus stadium IV)
Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

H. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang
berat, kecuali keganasan jenis anaplastik karena dapat membesar dengan
sangat cepat bahkan dalam hitungan minggu. Nodul tiroid seringkali
tidak disertai nyeri, kecuali jika terdapat pendarahan ke dalam nodul
atau bila kelainannya tiroiditis akut/subakut. Gejala lain yang dapat
muncul pada kasus keganasan adalah suara serak. Faktor lain yang dapat
ditanyakan pada pasien adalah usia pasien saat nodul tiroid pertama kali
muncul, riwayat radiasi pengion saat usia anak-anak, jenis kelamin pria
karena kecenderungan nodul tiroid menjadi ganas lebih tinggi
dibandingkan wanita, serta riwayat karsinoma tiroid dalam keluarga.9
Pada kasus nodul tiroid jinak dapat ditanyakan riwayat tiroiditis
Hashimoto atau tiroid autoimun dalam keluarga, riwayat nodul tiroid
jinak atau goiter dalam keluarga, dan gejala hipotiroidisme atau
hipertiroidisme.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diarahkan pada kemungkinan adanya keganasan


tiroid, antara lain9:

 Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60 tahun


 Pertumbuhan nodul yang cepat, terutama pada keganasan tipe
anaplastik (tidak berdiferensiasi)
 Nodul padat, keras, tidak rata, dan terfiksir atau melekat ke jaringan
sekitar

27
 Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sekitar leher
 Suara serak, kesulitan bernapas, batuk, disfagia
 Adanya tanda-tanda metastasis jauh2
Pada kasus nodul tiroid jinak dapat ditemukan tanda-tanda sebagai
berikut1:
 Nyeri dan kencang pada nodul
 Nodul lunak, rata, dan tidak terfiksir
 Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme
 Struma multinodular tanpa nodul dominan dan konsistensi sama
3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

• Human thyroglobulin, suatu ‘tumor marker’ untuk keganasan tiroid;


jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.

• Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid

• Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma


meduler.

Pemeriksaan radiologis

• Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada


tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan
metode ‘soft tissue technique’ dengan posisi leher hiperekstensi, bila
tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.

• Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda


adanya infiltrasi ke esofagus.

• Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke


tulang yang bersangkutan.

Pemeriksaan USG

28
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior
yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk
membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk
penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.

Pemeriksaan Sidik Tiroid

Bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang
normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka
disebut nodul hangat (warn nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut
nodul panas (hot nodule). Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule
dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu
keganasan. Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan
yang mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan
selama 2 – 4 minggu sebelumnya. Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak
diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan.1

Pemeriksaan S i tologi melalui B iopsi Aspirasi Jarum Halus


(BAJAH)

Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2


hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan
interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.1

Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik,


medulare dan papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare
hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous
goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama,
tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat
dilihat dari gambaran histopatologi.1

Pemeriksaan Histologis

 Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa


setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi

29
 Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari
tindakan biopsi insisi

I. Tatalaksana
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah
nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul
tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau
inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan
biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin.
Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau
khemoradioterapi.1

Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan


isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC). Ada 5 kemungkinan
hasil yang didapat1:

1. Lesi jinak

Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

2. Karsinoma papilare.

Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi


AMES. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan
observasi.

3. Karsinoma Folikulare

4. Karsinoma Medulare

Dilakukan tindakan tiroidektomi total, bila memungkinkan dilakukan


tindakan tiroidektomi total. Tindakan debulking dilanjutkan dengan
radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB (
Biospi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu1:

30
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan
“Hurthle Cell”. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan
potong beku seperti diatas.

2. Hasil FNAB benigna, dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet


Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil
diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada
perubahan atau semakin membesar, maka dilakukan tindakan
isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

Gambar 10. Bagan Penatalaksanaan Tumor Tiroid

Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional.

31
Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau
inoperabel . Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi
eksterna atau dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis

50-60mg/m2 luas permukaan tubuh (LPT). Bila kasus tersebut operabel


dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening terhadap jaringan sekitar.
Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan “Functional
RND”. Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar.
Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n.
Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1. Bila ada infiltrasi hanya pada
m. Sterno cleidomastoidius dilakukan TT + RND modifikasi.

Gambar 11. Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis Regional

Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh

Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi


baik atau buruk. Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan
adriamicin. Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I
131 kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan

dengan terapi subpresi/subtitusi.

Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah: tidak boleh ada jaringan
tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif.

32
Ablatio jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio
ablatio dengan jaringan radioaktif.

Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin. Pada lesi


metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.

Gambar 12. Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid Metastasis Jauh

J. Prognosis
Beberapa sistem yang dipakai untuk mengetahui prognosis adalah
AMES (age, metastatic disease, extrathyroidal extension, size), DAMES
(AMES dan pemeriksaan DNA sel tumor dengan flow cytometri). Pada
sistem AMES terdiri atas komponen usia yang dibagi menjadi usia risiko
rendah (pria <41 tahun atau wanita <51 tahun) dan usia risiko tinggi (pria
>40 tahun atau wanita >50 tahun). Komponen ekstensi terdiri atas papilare
intratiroid atau folikulare dengan invasi kapsul minimal/ papilare
ekstratiroidal atau folikulare dengan invasi mayor. Komponen ukuran dibagi
menjadi ukuran tumor risiko rendah (5 cm) dan risiko tinggi (>5cm). Untuk
interpretasi tumor tiroid dengan risiko rendah terdiri atas:9
 Usia risiko rendah tanpa metastasis
 Usia risiko tinggi tanpa metastasis dengan ekstensi dan ukuran
tumor risiko rendah

Sementara untuk tumor tiroid dengan risiko tinggi terdiri atas:9

33
 Setiap pasien dengan metastasis
 Usia risiko tinggi dengan salah satu ekstensi atau ukuran
tumor untuk risiko tinggi

Pada sistem DAMES interpretasi risiko tumor tiroid dibagi menjadi


tiga, yaitu9:

 Risiko rendah: AMES risiko rendah + DNA euploid


 Risiko sedang: AMES risiko rendah + DNA aneuploid
 Risiko tinggi: AMES risiko tinggi + DNA aneuploid

34
BAB III
KESIMPULAN

Tumor tiroid adalah suatu pertumbuhan baru yang jinak dan ganas serta
cenderung menginfiltrasi jaringan disekitarnya dari kelenjar tiroid. Tumor pada
tiroid secara klinis dikenal dengan ditemukannya pembesaran kelenjar tiroid,
ditandai dengan adanya pertumbuhan yang berlebihan dan perubahan struktural
atau fungsional pada satu atau beberapa bagian didalam jaringan tiroid normal.
Kanker tiroid tidak memiliki etiologi yang pasti meskipun telah banyak
kesimpulan penelitian yang menyatakan salah satu etiologi kanker tiroid adalah
akibat paparan radiasi. Ada bukti penelitian yang menyatakan bahwa paparan
radiasi dosis rendah selama masa kanak-kanak (seperti pada pasien yang menerima
radiasi terapi untuk leukemia/limfoma) yang dikaitkan dengan peningkatan
kejadian kanker tiroid. Ada pula bukti yang menunjukkan adanya peningkataan
risiko kanker tiroid pada anak-anak yang diobati dengan radiasi tegangan rendah.
Penegakan diagnosis pada karsinoma tiroid adalah dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan histopatologi menjadi
gold standard dari pemeriksaan tumor tiroid. Penegakan diagnosis awal dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita.
Penatalaksanaan bergantung dari tipe serta ada tidaknya metastasis. Apabila
telah terdapat metastasis, maka penanganannya harus secara sistemik. Beberapa
sistem yang dipakai untuk mengetahui prognosis adalah AMES (age, metastatic
disease, extrathyroidal extension, size), DAMES (AMES dan pemeriksaan DNA
sel tumor dengan flow cytometri).

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Protokol Penatalaksanaan


Kasus Bedah Onkologi 2003. Bandung; 2003.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. edisi ke 7. Jakarta:
EGC; 2007.
3. Kikuchi S, Takeshita T, Shibata H, Hase K, Clark OH. New evidence about
thyroid cancer prevalence: prevalence of thyroid cancer in younger and
middle-aged Japanese population. Endocr J. 2013:EJ12-0420.
4. Peraboi 2003. 2003:1-72.

5. Benvenga S, Universitario P. Thyroid Gland : Anatomy and Physiology ☆.

2nd ed. Elsevier Inc.; 2018. doi:10.1016/B978-0-12-801238-3.96022-7


6. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC; 2012.
7. Shah JP. Thyroid carcinoma: Epidemiology, histology, and diagnosis. Clin Adv
Hematol Oncol H&O. 2015;13(4 Suppl 4):3.
8. Davidge-Pitts C, Thompson G. DeVita, Hellman, and Rosenberg’s Cancer
Principles & Practice of Oncology, 10th Edition. AMerika Serikat: Wolters
Kluwer Health/ Lippincott Williams & Wilkins; 2011.
9. I. S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. (Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi
I, Setiati S, eds.). Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 2014.
10. Furukawa K, Preston D, Funamoto S, et al. Long‐term trend of thyroid cancer
risk among Japanese atomic‐bomb survivors: 60 years after exposure. Int J
cancer. 2013;132(5):1222-1226.
11. Bhatti P, Veiga LHS, Ronckers CM, et al. Risk of second primary thyroid
cancer after radiotherapy for a childhood cancer in a large cohort study: an
update from the childhood cancer survivor study. Radiat Res.
2010;174(6a):741-752.
12. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
6th ed. EGC; 2006.

36

Anda mungkin juga menyukai