Anda di halaman 1dari 39

Bab I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi Lampung telah memiliki RTRW yang ditetapkan melalui


Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun
2009 sampai dengan Tahun 2029. Demikian pula, RTRW Kabupaten
Lampung Timur telah ditetapkan dalam Perda Kabupaten Lampung
Timur Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2031.

Pasal 155 huruf b Perda Kabupaten Lampung Timur Nomor 4 Tahun


2012 mengamanatkan untuk segera menyusun Rencana Detail Tata
Ruang Kecamatan dan Kawasan perkotaan, paling lambat lima tahun
sejak ditetapkannya Perda ini. Dalam rangka menjalankan amanat
Perda Kabupaten Lampung Timur No. 4 Tahun 2012 tersebut,
pekerjaan Perencanaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan
Peraturan Zonasi (PZ) Kecamatan Pasir Sakti ini diadakan.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penyusunan RDTR dan PZ Kecamatan Pasir Sakkti ini
adalah mewujudkan rencana detail tata ruang yang mendukung
terciptanya kawasan strategis maupun kawasan fungsional secara
aman, produktif dan berkelanjutan.

Adapun tujuan dari pekerjaan ini adalah sebagai salah satu dasar
dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menjadi dasar
penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) bagi

1
zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang
penanganannya diprioritaskan.

1.3. Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai adalah:
1. Kajian/analisis terhadap setiap aspek data dan fakta baik secara
internal dan eksternal, sehingga diperoleh gambaran
kecenderungan perkembangan kegiatan wilayah terhadap
pemanfaatan ruang yang selama ini sudah dan akan terjadi.
2. Draft Raperda RDTR dan Peraturan Zonasi.
3. Draft Naskah Akademis Raperda RDTR dan Peraturan Zonasi.

1.4. Lingkup Pekerjaan


Pekerjaan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan
Peraturan Zonasi (PZ) Kecamatan Pasir Sakti merupakan penjabaran
dari RTRW Kabupaten Lampung Timur. Cakupan wilayah perencanaan
RDTR yang akan disusun ini adalah wilayah Kecamatan Pasir Sakti,
Kabupaten Lampung Timur, Propinsi Lampung. Orientasi geografis
kecamatan ini di Kabupaten Lampung Timur dapat dilihat dalam
Gambar 1.1.

Kecamatan Pasir Sakti merupakan pemekaran dari Kecamatan Jabung


sejak tahun 1990, dengan luas wilayah 193,94 km2dan terdiri atas
delapan desa, yaitu: Sumur Kucing, Labuhan Ratu, Kedung Ringin,
Rejo Mulyo, Purworejo, Mulyosari, Pasir Sakti, dan Mekar Sari.

Batas-batas wilayah perencanaan Kecamatan Pasir Sakti yang


beribukota di DesaMulyosari adalah:
 SebelahUtaraberbatasandenganKecamatanLabuhanMaringgaidan
KecamatanGunungPelindung.
 SebelahSelatanberbatasandenganKecamatan Sragi,
KabupatenLampungSelatan.
 SebelahTimurberbatasandenganLautJawa.

2
 SebelahBaratberbatasandenganKecamatanWawayKaryadanKecam
atanJabung.

Gambar 1.1.
Peta Orientasi Geografis Kecamatan Pasir Sakti
Di Kabupaten Lampung Timur

Kec. Pasir Sakti

Sumber: Rencana Struktur, RTRW Kabupaten Lampung Timur

3
Secara substansial, lingkup RDTR dan PZ yang dimaksud di sini
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 20/PRT/M/2011 Tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, dan dengan
menggunakan peta berskala 1:5.000.

1.5. Keluaran Pekerjaan


Ada tiga produk utama sebagai keluaran pekerjaan ini, yaitu:
1. Dokumen Naskah Teknis RDTR dan PZ, yang terdiri dari Laporan
hasil kajian dan perencanaan, disertai dengan dokumen
pendukungnya berupa album peta berskala 1:5.000. Naskah
Teknis, yang berisi hasil kajian dan perencanaan, disusun sesuai
dengan Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota.
2. Dokumen Naskah Akademik RDTR dan PZ, dengan sistematika
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3. Draft Raperda RDTR dan PZ, merupakan rumusan pasal per pasal
dari buku rencana (materi teknis RDTR), dan lampiran yang terdiri
atas peta rencana pola ruang, rencana jaringan prasarana,
penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya dan peta
zona-zona khusus yang disajikan dalam format A3, serta tabel
indikasi program pemanfaatan kawasan yangdiprioritaskan
penganannya.

4
Bab II
PEMAHAMAN TERHADAP PEKERJAAN

2.1. Dasar Hukum


Dasar hukum merupakan peraturan perundang-undangan sebagai
landasan konstitusional yang memberi legalitas terhadap penyusunan
RDTR dan PZ Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur,
Provinsi Lampung.

2.2. Pengertian dan Istilah


Istilah-istilah yang digunakan dalam RDTR dan PZ ini dikutip dari
Permen PU 20/2011 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
terkait dengan penataan ruang.

2.3. Posisi RDTR dalam Sistem Perencanaan Nasional


Posisi RDTR dalam sistem perencanaan nasional digambar dalam
Gambar 2.1
Gambar 2.1.
Kedudukan RDTR dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

RENCANA UMUM TATA


RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA RINCI TATA RUANG
RUANG

RPJP NASIONAL RTRW NASIONAL RTR Pulau/Kepulauan


RTR Kawasan Strategis Nasional

RPJM NASIONAL

RPJP PROVINSI RTRW PROVINSI RTR Kawasan Strategis Provinsi

RPJM PROVINSI RDTR Kabupaten


RTRW KABUPATEN
RTR Kawasan Strategis Kabupaten
RPJP KABUPATEN/KOTA

RDTR Kota
RPJM KABUPATEN/KOTA RTRW KOTA
RTR Kawasan Strategis Kota

Sumber: Lampiran Permen PU 20/2011

5
Dari Gambar 2.1., dapat dikatakan bahwa rencana tata ruang pada
prinsipnya merupakan perwujudan ruang dari rencana pembangunan
sektoral yang mengandung kebijakan dan program sektoral sebagai
acuan dalam penyusunan anggaran.

Hubungan antara rencana dan wilayah perencanaan per definisi dapat


dilihat dalam Gambar 2.2.
Gambar2.2.

HubunganantaraRTRWKabupaten/Kota,RDTR,danRTBLsert
aWilayahPerencanaannya

RENCANA WILAYAH PERENCANAAN

RTRW Kabupaten/Kota Wilayah Kabupaten/Kota

RDTR BWP

RTBL Sub BWP

:Dirincikanlebihlanjutmenjadi
:Wilayahperencanaandibagilagimenjadi
:Wilayahperencanaanadalah

Sumber: Lampiran Permen PU 20/2011

Dari Gambar 2.2., dapat dijelaskan bahwa RDTR merupakan turunan


dari RTRW Kabupaten/Kota dan wilayah perencanaan yang dicakupnya
disebut sebagai Bagian Wilayah Perencanaan (BWP). Selanjutnya,
turunan dari RDTR adalah Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) yang cakupannya hanya subBWP, yaitu sebagian dari BWP.

Agar dapat operasional, RDTR juga mencakup rencana zoning (zonasi)


yang menjadi dasar penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL). RTBL yang kemudian dirumuskan ke dalam
Peraturan Zonasi (PZ). Untuk efektifitas, Permen PU

6
20/2011mengamanatkan agar RDTR dan PZ digabung menjadi satu
perda. Jadi, RDTR dan PZ merupakan satu kesatuan yang berperan
sebagai alat operasional dari RTRW, dan sekaligus berfungsi sebagai
alat pengendalian pemanfaatan ruang, dengan menggunakan peta
kedalaman atau tingkat ketelitian 1:5.000.

Berdasarkan Permen PU 20/2011, ada 6 poin penting dalam


penyusunan RDTR dan PZ:
1. RDTR harus menyatu dengan PZ, karena PZ yang memungkinkan
RDTR dapat berfungsi sebagai alat pengendalian dan pemanfaatan
ruang.
2. Wilayah perencanaan dari RDTR disebut sebagai Bagian Wilayah
Perkotaan (BWP), tidak selalu bergantung pada batas administrasi,
namun harus merupakan kawasan dengan dominasi kegiatan
perkotaan atau non pertanian.
3. Peta rencana pola ruang berfungsi sebagai peta zonasi bagi
peraturan zonasi (Peta rencana pola ruang RDTR = zoning map
dalam PZ)
4. Muatan RDTR adalah:
a. Tujuan penataan BWP
b. Rencana pola ruang
c. Rencana jaringan prasarana
d. Penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya
e. Ketentuan pemanfaatan ruang
f. Peraturan zonasi
5. Muatan Peraturan Zonasi terdiri dari:
Muatan wajib:
a. Zoning map (= peta rencana pola ruang)
b. Zoning text
Muatan opsional:
a. Ketentuan Tambahan (untuk kondisi spesifik)
b. Ketentuang khusus (zona dengan fungsi khusus)
c. Standar Teknis (yang diberlakukan dalam setiap zona)

7
d. Ketentuan Pengaturan Zonasi(variansi di lokasi tertentu)
6. Prosedur penyusunan RDTR dapat dibagi menjadi tujuh tahapan, di
luar proses legalisasi, yaitu:
a. Pra persiapan penyusunan
b. Persiapan penyusunan
c. Pengumpulan data
d. Pengolahan dan analisa data
e. Perumusan konsep
f. Penyusunan naskah akademik
g. Penyusunan Naskah Raperda

Naskah Akademik dan Naskah Raperda merupakan dokumen legal


yang akan dijadikan bahan program legislasi daerah (prolegda) untuk
mendapat penilaian kelayakannya menjadi peraturan daerah.

Tujuan penataan BWP tidak selalu merupakan turunan langsung dari


tujuan penataan ruang dalam RTRW. Maksudnya, tujuan penataan
ruang dalam RDTR tidak selalu menggambarkan tujuan dalam RTRW.
Tetapi, tujuan penataan dalam RDTR setidaknya sejalan dengan salah
satu tujuan penataan ruang dalam RTRW yang
bersangkutan.Perumusan tujuan penataan BWP didasarkan pada:
a. Arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW
b. Isu strategis BWP, yang antara lain dapat berupa potensi,
masalah,dan urgensipenanganan
c. Karakteristik BWP.

Pola ruang pada RDTR merupakan penurunan atau perincian dari pola
ruang yang ada dalam RTRW (dalam hal ini kabupaten). Rencana pola
ruang menggambarkan distribusi zona, baik zona lindung maupun
zona budi daya ke dalam blok-blok, dan menjadi peta zonasi bagi
peraturan zoning.

8
Zona yang terdapat pada wilayah perencanaan RDTR harus tetap
sesuai dengan dominasi kawasan pada rencana pola ruang RTRW,
meskipun terdapat zona-zona lain dari zona dominasi tersebut.
Pendetailan zona RTRW ke dalam peta skala 1:5.000 menujukkan
bahwa di dalam zona yang mendominasi tersebut bisa saja terdapat
fungsi zona lain.

Sebagai pengganti dari rencana struktur dalam RTRWK, fokus utama


RDTR ada pada rencana jaringan prasarana,yaitu pendetailan jaringan
prasaran utama yang terdapat dalam RTRWK. Namun demikian, ada
kemungkinan bertambahnya jaringan prasarana dalam RDTR,
disebabkan oleh adanya jaringan prasarana yang berukuran kecil,
sebagai akibat keterbatasan tingkat kedalaman peta dari RTRWK,
sehingga tidak dapat digambarkan dalam skala peta RTRWK, tetapi
terlihat dalam skala 1:5.000, yaitu kedalaman peta RDTR. Contoh yang
paling gamblang adalah jaringan jalan lokal dan jalan lingkungan
perumahan. Contoh lain, saluran tersier untuk sanitasi dan drainase.

Muatan RDTR berikutnya adalah penetapan subBWP yang


diprioritaskan penanganannya.Penetapan subBWP yang diprioritaskan
penanganannya bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan,
melindungi, memperbaiki, mengkoordinasikan keterpaduan
pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang
bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan
subBWP lainnya.Keputusan penentuan subBWP yang diprioritaskan
ada pada pemerintah daerah, setelah memperoleh pertimbangan teknis
dari konsultan.

Ketentuan pemanfaatan ruang dalam RDTR merupakan upaya


mewujudkan RDTR dalam bentuk program pengembangan BWP dalam
jangka waktu perencanaan lima tahunan sampai akhir tahun masa
perencanaan. Program yang dimaksud di sini tidak harus sama dengan
indikasi program yang terdapat dalam RTRW, melainkan lebih sepsifik

9
dan terukur. Namun, jika indikasi program dalam RTRW memang
sudah spesifik dan terukur, maka indikasi program RTRW yang
bersangkutan dapat diakomodasi dalam ketentuan pemanfaatan ruang
dalam RDTR ini.

10
Bab III
PROFIL UMUM WILAYAH PERENCANAAN

3.1. Profil Provinsi Lampung


Luas keseluruhan provinsi Lampung adalah 35.288,35 Km2, dan terdiri
atas 12 kabupaten dan dua kota, dengan Kota Bandar Lampung
sebagai ibukotanya. Dari segi geografis, Provinsi Lampung mempunyai
ketinggian di atas permukaan laut (dpl) berbeda-beda, dari 0,5 di
pesisir pantai, sampai di atas 300 m di daerah pegunungan.
Kemiringannya pun berbeda-beda, dari 0 % sampai sekitar 25 %.

Jumlah penduduk yang terdapat dalam Provinsi Lampung pada tahun


2011 adalah 7.691.007 jiwa. Diproyeksikan dalam RTRW provinsi,
Kabupaten Lampung Timur akan mempunyai penduduk sebesar
1.086.394 jiwa pada tahun 2029, berarti tingkat kepadatan 250
jiwa/km2.

Produksi Provinsi Lampung cukup bervariasi, mulai dari hasil


pertanian, pertambangan, sampai industri pengolahan. Struktur
perekonomian Provinsi Lampung tahun 2011, didominasi bersarnya
kontribusi dari sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 36.05%, sektor
Industri Pengolahan (16.01%), dan sektor perdagangan (15.91%). Sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 30,00 %, sektor industri
pengolahan (27,13%), dan sektor pertanian (15,39%). Selain ketiga sektor
diatas, sektor lainnya yang memiliki kontribusi cukup besar adalah sektor
jasa (8,79%), dan sektor pengangkutan dan komunikasi (11,47%).
Analisis Bappenas memperlihatkan bahwa PDRB Provinsi Lampung
menurut lapangan usaha Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dengan
migas tahun 2012 mencapai 144.561 miliar rupiah.

Dalam RTRW Povinsi Lampung kawasan strategis yang ditetapkan di


Kabupaten Lampung Timur adalah Taman Nasional Way Kambas.

11
Walaupun tidak disebutkan peranan atau fungsi Kecamatan Pasir
Sakti di Lampung Timur pada tingkat provinsi, namun Sukadana,
ibukota Kabupaten Lampung Timur, dijadikan kota pada hirarkiPusat
Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp), dan kota Kecamatan Labuhan
Maringgai yang bersebelahan dengan Kecamatan Pasir Sakti
dicanangkan pada hirarki Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Interpretasinya,
berarti Kecamatan pasir Sakti merupakan wilayah pendukung
(hinterland) dari kota Kecamatan Labuhan Maringgai.

3.2. Profil Kabupaten Lampung Timur


Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Lampung yang berusia relatif muda, yakni baru resmi berdiri
tahun 1999.

Administrasi
Kabupaten Lampung Timur memiliki wilayah daratan maupun wilayah
laut, dengan luas keseluruhan mencapai 5.325,03km2, sekitar 15%
dari luas Provinsi Lampung. Ada pulau-pulau kecil yang termasuk
dalam wilayah administrasi Kabupaten Lampung Timur, antara lain:
1. Pulau Gosong Sekopong
2. Pulau Segama Besar
3. Pulau Segama Kecil
4. Pulau Batang Besar
5. Pulau Batang Kecil

Fisik Dasar
Pada umumnya wilayah Kabupaten Lampung Timur merupakan
daerah yang datar dengan sebagian besar wilayahnya (243.669,80
hektar; 45,76%) berada pada ketinggian 25-50 meter diatas permukaan
laut (mdpl), kecuali Kecamatan Pasir Sakti, Braja Selebah, dan Bumi
Agung yang hanya berada pada ketinggian 0-25 meter diatas
permukaan laut.

12
Penduduk
Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Lampung Timur adalah
sebesar 966.543 jiwa dengan tingkat kepadatan 182 jiwa/km2. Jika
dibandingkan lima tahun yang lalu, maka jumlah penduduk di
Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2010 mengalami peningkatan
sebesar 47.526 jiwa. Artinya pertumbuhan penduduk rata-rata adalah
sebesar 0,94% pertahun. Sehingga jika di proyeksikan hingga tahun
2031 maka jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Timur menjadi
1.178.022 jiwa.

Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Timur didominasi oleh
hutan seluas 133.930,85 hektar atau sekitar 25,15% dari luas wilayah
kabupaten. Sedangkan untuk kawasan budidaya, alokasi penggunaan
untuk lahan sawah merupakan alokasi penggunaan yang paling tinggi
yaitu seluas 94.884,10 hektar, setara dengan 17,82% dari luas wilayah
kabupaten. Dengan demikian, Kabupaten Lampung Timur dapat
dikatakan sebagai daerah agraris, namun sedang bergerak
menuju/menjadi daerah perkotaan. Oleh karena itu, prasarana dan
sarana yang diperlukan bagi kawasan perkotaan perlu mendapat
perhatian serius.

Kabupaten Lampung Timur memiliki garis pantai sepanjang 108 km.


Beberapa bagian kawasan pesisir Kabupaten Lampung Timur, mulai
dari Tanjung Penet hingga Ketapang di Kabupaten Lampung Selatan
pada saat ini mengalami perubahan fungsi dari rawa-rawa dan hutan
vegetasi mangrove menjadi tambak dan lahan pertanian tanaman
pangan.

Ekonomi
PDRB untuk harga konstan 2002, mencapai Rp 3,350 trilyun dan pada
tahun 2009 naik menjadi 3,751 trilyun. PDRB Kabupaten Lampung
Timur baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga

13
konstan 1995 mengalami pertumbuhan yang cukup berarti. Kenaikan
PDRB mencerminkan adanya peningkatan pada produksi maupun
harga seluruh sektor produksi di Kabupaten Lampung Timur.

Pertanian tanaman pangan merupakan kegiatan utama yang banyak


dikembangkan di Kabupaten Lampung Timur, antara lain padi, ubi
kayu, jagung, dan tanaman palawija lainnya. Tanaman pangan jenis
ubi kayu memberikan kontribusi terbesar bagi kegiatan perekonomian
di Kabupaten Lampung Timur yang nilai produktivitas tertinggi sebesar
192,75 kw/ha dengan luas lahan panen 39.989 hektar. Meskipun
demikian tanaman padi tetap menjadi tanaman pokok dalam budidaya
pertanian bagi penduduk setempat meskipun produktivitasnya hanya
mencapai 46,02 kw/ha dengan luas panen 76.306 hektar.

Areal laut teritorial kabupaten sejauh 4 mil ketengah laut dari pulau
terluar. Luasan laut Kabupaten Lampung Timur adalah 1.152 km2.
Sedangkan potensi perikananya seluas 22.548,05 ha, sementara
pemanfaatan baru 15.909,29 ha. Dengan perkiraan potensi lestari
sebesar 80.000 ton yang terdiri dari ikan pelagis dan demersal.
Wilayah yang mempunyai kesesuaian perikanan air payau di
Kabupaten Lampung Timur ada luas total 13.500,55 ha, meliputi
Kecamatan Pasir Sakti 7.466,64 ha dan Labuhan Maringgai dengan
luas 6.033,91 ha.

Pertumbuhan populasi ternak pada tahun 2009 terhadap tahun


sebelumnya, antara lain sapi sebesar 7,38%, kerbau mencapai 8,67%,
kambing sebesar 15,76%, dan domba 12,21%. Populasi ternak terbesar
terdapat di Kecamatan Batanghari (1.408 ekor kerbau), Kecamatan
Batanghari Nuban (10.856 ekor kambing), dan Kecamatan Pekalongan
(5.121 ekor domba). Sedangkan populasi unggas yang yang banyak
dikembangkan adalah ayam buras, sampai akhir tahun 2008
populasinya mencapai 2.500.656 ekor dan mengalami penurunan
10,42% pada tahun 2009 hingga 2.240.174 ekor.

14
Rencana Tata Ruang
Kawasan strategis provinsi yang ada di Lampung Timur adalah Taman
Nasional Way Kambas.Kawasan Way Kambas ditetapkan sebagai
kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup.

Dalam rencana struktur ruang RTRWP Lampung dan RTRWK Lampung


Timur Labuhan Maringgai dan Way Jepara ditetapkan sebagai PKL
(lihat Tabel 3.1). Dalam RTRWK Lampung Timur, kawasan perkotaan
Pasir Sakti ditetapkan sebagai PPK yang orientasinya ke PKL Labuhan
Maringgai.
Tabel 3.1.
Struktur Pusat-Pusat Kegiatan Menurut RTRWK Lampung Timur
Kota/Kawasan Di
No. Hirarki Peranan
Lampung Timur
1. PKWp Pusat Kegiatan Wilayah Promosi adalah Perkotaan Sukadana
pusat kegiatan lokal yang dipromosikan atau
direkomendasikan oleh provinsi mengingat
secara fungsi dan perannya kota tersebut
telah memiliki karakteristik pusat kegiatan
wilayah.
2. PKL Pusat Kegiatan Lokal adalah kawasan Perkotaan Way
perkotaan yang berfungsi untuk melayani Jepara dan
kegiatan skala kabupaten atau beberapa Perkotaan Labuhan
kecamatan. Maringgai
3. PKLp Pusat Kegiatan Lokal Promosi adalah pusat Perkotaan-perkotaan
kegiatan yang dipromosikan untuk di Pekalongan,
kemudian hari ditetapkan sebagai PKL Sekampung Udik,
dengan persyaratan pusat kegiatan tersebut dan Bandar
merupakan kota-kota yang telah memenuhi Sribhawono
persyaratan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).
4. PPK Pusat Pelayanan Kawasan adalah kawasan Perkotaan-perkotaan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani Jabung, Purbolinggo,
kegiatan skala kecamatan atau beberapa Marga Tiga, Pasir
desa. Sakti, Sekampung,
Raman Utara,
Melinting , Gunung
Pelindung, Marga
Sekampung,
Batanghari, Metro
Kibang, Batanghari
Nuban,
LabuhanRatu,
MataramBaru,
5. PPL Pusat Pelayanan Lingkungan adalah pusat PPL-PPL Waway
permukiman yang berfungsi untuk melayani Karya, Braja
kegiatan skala antar desa. Selebah, Way
Bungur,

Sumber: RTRWK Lampung Timur 2011 - 2031

15
Dalam Rencana Pola Ruang RTRWK Lampung Timur, dalam
Kecamatan Pasir Sakti terdapat dua jenis kawasan yang akan
dikembangkan, yaitu kawasan permukiman dan kawasan perkebunan.
Namun, sebagian besar masyarakatnya berkecimpung di sektor
kelautan dan perikanan terutama nelayan, pembudidayaan dan
pengolahan ikan, maka kawasan Kecamatan Maringgai dan Kecamatan
Pasir Sakti akan disiapkan untuk dikembangkan sebagai kawasan
minapolitan. Minapolitan merupakan konsep pembangunan sektor
kelautan dan perikanan berbasis wilayah. Untuk itu, pendekatan
dalam pembangunan minapolitan dilakukan dengan sistem
manajemen kawasan dengan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas, dan
akselerasi.

Ada tiga klasifikasi kawasan strategis yang terdapat di Kabupaten


Lampung Timur, kawasan strategis nasional, kawasan strategis
provinsi, dan kawasan strategis kabupaten. Kawasan strategis nasional
adalah kawasan Taman Nasional Way Kambas. Kawasan strategis
provinsi adalah Kecamatan Sukadana sebagai PKWp. Kawasan
strategis kabupaten adalah kawasan lindung Gunung Balak (dalam
wilayah kecamatan-kecamatan Marga
Sekampung,SekampungUdik,Bandar Sribhawono, Melinting, Way
Jepara, dan Jabung), jalur hijau dan kawasan hutan mangrove
di Kecamatan-kecamatan
Labuhan Maringgai dan Pasir Sakti.

3.3. Kecamatan Pasir Sakti


Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kecamatan ini disiapkan
untuk menjadi kawasan minapolitan, yaitu kawasan yang berintikan
kegiatan perikanan.Di arahkan demikian, karena secara geografis
kecamatan ini berbatasan dengan Laut Jawa yang menyimpan potensi
perikanan besar. Namun, dari namanya, kecamatan ini lebih dikenal

16
sebagai produsen pasir kuarsa yang telah dieksploitasi bertahun-
tahun.

Administrasi
Wilayah Kecamatan Pasir Sakti terdiri atas perairan dan daratan
seluas 193,94km2, wilayah daratannya hanya 115,52 km2. Luas
administrasi ke delapan desa yang ada dalam kecamatan ini diberikan
dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2.
LuasWilayahdan Jumlah Dusun MenurutDesa
DiKecamatanPasirSaktiTahun2011

Luas Jumlah
No. Nama Desa
Ha. Km2 Dusun
1. SumurKucing 1.760 17,60 7
2. LabuhanRatu 1.440 14,40 7
3. KedungRingin 1.200 12,00 6
4. RejoMulyo 1.765 17,65 9
5. Purworejo 800 8,00 6
6. Mulyosari 1.718 17,18 7
7. PasirSakti 1.881 18,81 8
8. MekarSari 988 9,88 6
Jumlah 11.551 115,52 56
Sumber : Kecamatan Pasir Sakti dalam Angka, BPS, 2011

Fisik Dasar
Kecamatan Pasir Sakti berada pada ketinggian 0 – 20 m dari
permukaan laut, dan sebagian besar berupa dataran rendah, dengan
curah hujan rata-rata 1.514 mm/tahun.

Kemiringan lahan dalam kecamatan ini hanya 0-3%.Bentuk topografi


yang tergolong datar seperti ini tentu berhadapan dengan sistem
drainase yang sulit, sehingga di beberapa desa menjadi langganan
banjir, yang bersumber dari sungai, hujan, dan air pasang (banjir rob).
Desa-desa yang dimaksud antara lain adalah desa-desa Sumur Kucing
(dusun 1, 6, dan 7), Pasir Sakti (Dusun Buyur Sari).

Karena lokasi wilayah perencanaan berdampingan dengan Kecamatan


Labuan Maringgai, maka diduga kondisi air tanah di kedua kecamatan
17
ini sama atau tidak jauh berbeda. Secara sederhana, kondisi air tanah
dapat digambarkan dengan kedalaman dasar sumur gali, yaitu
berkisar antara 8 m – 14 m dengan muka air tanah bebas sangat
bervariasi antara 7 m – 13 m di bawah permukaan tanah setempat.
Tebal air sumur pada daerah elevasi ini berkisar antara 0,7 m – 3 m.

Penggunaan Lahan
Menurut Tabel 3.3, penggunaan lahan terbesar di Pasir Sakti adalah
sawah, kemudian pekarangan atau kegiatan perumahan. Luas sawah
terbesar ada di Desa Labuhan Ratu, lalu diikuti berturut-turut Sumur
Kucing, Rejo Mulyo, Kedung Ringin, Mulyosari, Mekar Sari, Pasir Sakti,
dan terakhir Purworejo. Penggunaan lahan untuk perkebunan ternyata
didominasi Desa Mulyosari.
Tabel 3.3.
Penggunaan Lahan (Ha.) per Desa
DiKecamatanPasirSaktiTahun2011

Lain-
No. Nama Desa Sawah Pekarangan Ladang Kebun
lain
1. SumurKucing 880,00 200,00 30,00 0,00 20,00
2. LabuhanRatu 1.126,5 0,00 0,00 0,00 5,00
3. KedungRingin 825,00 46,00 0,00 0,00 15,25
4. RejoMulyo 855,00 188,00 151,00 5,00 178,00
5. Purworejo 240,00 222,00 178,00 10,00 70,00
6. Mulyosari 511,00 291,00 123,00 142,00 49,00
7. PasirSakti 350,00 231,00 161,00 0,00 89,00
8. MekarSari 400,00 90,00 100,00 0,00 10,00
Jumlah 5.187,50 1.268,00 743,00 157,00 436,25

Sumber : Kecamatan Pasir Sakti dalam Angka, BPS, 2011

Kependudukan
Kecamatan ini memiliki penduduk sebanyak 36.739jiwa (2012),
dansebaran penduduk di dalam setiap desa dapat di lihat dalam Tabel
3.4, dan menurut RTRW Kabupaten Lampung Tmur, jumlah penduduk
Kecamatan Pasir Sakti diproyeksikan akan mencapai 43.705 jiwa pada
tahun 2031.

18
Tabel 3.4.
Jumlah Penduduk per Desa
Di Kecamatan Pasir Sakti (2011)
Jumlah Kepadatan
No. Nama Desa Luas (Km2)
Peduduk per Km2
1. SumurKucing 17,60 4.119 234
2. LabuhanRatu 14,40 5.943 413
3. KedungRingin 12,00 4.074 340
4. RejoMulyo 17,65 4.667 264
5. Purworejo 8,00 3.228 404
6. Mulyosari 17,18 6.351 370
7. PasirSakti 18,81 5.747 306
8. MekarSari 9,88 2.829 286
Jumlah 115,52 36.958 320
Sumber : Kecamatan Pasir Sakti dalam Angka, BPS, 2011

Jumlah penduduk tertinggi ada di Desa Mulyosari, lalu Desa Labuhan


Ratu, dan diikuti Desa Pasir Sakti. Namun, untuk kepadatan
penduduk, tertinggi dijumpai di Desa Labuhan Ratu, kemudian Desa
Purworejo, lalu Mulyosari. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk
adalah 320 jiwa/km2.

Berdasarkan Tabel 3.5, dari tahun 2010 ke tahun 2011, ternyata


pertambahan penduduk terbesar berasal dari kelahiran, yaitu 194
jiwa. Jumah penduduk yang masuk (in migration) lebih besar dari
jumlah penduduk yang keluar (out migration), sehingga net migration
positif 76 jiwa. Tujuan utama mgrasi masuk adalah Desa Labuhan
Ratu (39 jiwa) dan Desa Pasir Sakti (33 jiwa).

Tabel 3.5.
Neraca Penduduk(Jiwa) per Desa Di Kecamatan Pasir Sakti (2011)

No. Nama Desa Awal Lahir Mati Datang Pindah Akhir


1. SumurKucing 4.100 20 5 6 2 4.119
2. LabuhanRatu 5.900 23 9 39 10 5.943
3. KedungRingin 4.048 26 4 7 3 4.074
4. RejoMulyo 4.663 13 7 3 5 4.667

19
5. Purworejo 3.200 29 6 8 3 3.228
6. Mulyosari 6.320 36 8 8 5 6.351
7. PasirSakti 5.707 10 1 33 2 5.747
8. MekarSari 2.801 37 11 5 3 2.829
Jumlah 36.739 194 51 109 33 36.958
Sumber : Kecamatan Pasir Sakti dalam Angka, BPS, 2011

Perumahan
Kawasan terbangun Kecamatan Pasir Sakti didominasi oleh kawasan
perumahan, dengan jumlah pada tahun 2011 sebesar 9.620 unit,
sebagaimana terlihat dalam Tabel 3.6. Memang, sebagian besar rumah
sudah permanen sifatnya, namun rumah semi permanen dan
sederhana masih banyak juga. Hal ini berarti usaha pengembangan
perumahan masih perlu dilakukan di masa mendatang, khususnya
memperbaiki rumah-rumah yang tergolong rumah sederhana dan semi
permanen.

Tabel 3.6.
Jumlah RumahDi Kecamatan Pasir Sakti (2011)
Semi
No. Nama Desa Permanen Sederhana Jumlah
Permanen
1. SumurKucing 483 245 386 1.114
2. LabuhanRatu 621 615 127 1.363
3. KedungRingin 297 212 556 1.065
4. RejoMulyo 847 369 167 1.383
5. Purworejo 323 324 190 837
6. Mulyosari 773 573 177 1.523
7. PasirSakti 662 522 432 1.616
8. MekarSari 476 156 87 719
Jumlah 4.482 3.016 2.122 9.620
Sumber : Kecamatan Pasir Sakti dalam Angka, BPS, 2011

Ekonomi
Sebagai kecamatan yang diarahkan pengembangannya menjadi kota
perikanan (minapolitan), Pasir Sakti memang memiliki potensi
perikanan laut, karena lokasinya yang berbatasan langsung dengan
laut Jawa dan memiliki pangkalan perahu bersama-sama dengan
Kecamatan Labuhan Maringgai.

20
Jenis produksi di bidang ekonomi lainnya adalah pertanian dan
penambangan pasir kuarsa.Walaupun sudah disedot sejak tahun
2004, jumlah cadangan pasir kuarsa diperkirakan masih sebesar
22.950.000 m3.Kegiatan penambangan pasir kuarsa menyebar di desa-
desa yang berbatasan dengan laut. Berdasarkan data BPS setempat,
usaha penambangan pasir pada tahun 2011 berada di beberapa desa,
berturut-turut Desa-desa Rejo Mulyo (50 usaha), Kedung Ringin (30
usaha), Mulyosari (15), Sumur Kucing (5 usaha), Pasir Sakti dan Mekar
Sari masing-masing satu usaha. Walaupun usaha ini menguntungkan
dan memberi lapangan kerja kepada masyarakat, namun telah
menimbulkan masalah lingkungan dan memerlukan penanganan
tersendiri.

Sarana ekonomi yang ada di Pasir Sakti masih sederhana, terdiri dari
pasar, toko/kios, koperasi, bank, dan rumah makan. Jumah dan
sebaran sarana ini dalam desa-desa dapat dilihat dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7.
Jumlah Sarana Ekonomi Di Kecamatan Pasir Sakti (2011)

Rumah
No. Nama Desa Pasar Toko/Kios Koperasi Bank
Makan

1. SumurKucing 0 45 0 0 2
2. LabuhanRatu 1 78 2 0 8
3. KedungRingin 1 70 0 0 2
4. RejoMulyo 0 103 0 0 4
5. Purworejo 0 40 1 0 9
6. Mulyosari 0 120 0 0 5
7. PasirSakti 1 90 1 0 7
8. MekarSari 0 16 0 0 0
Jumlah 3 562 4 0 37
Sumber : Kecamatan Pasir Sakti dalam Angka, BPS, 2011

Pasar terdapat di tiga desa, Labuhan Ratu, Kedung Ringin, dan Pasir
Sakti. Jumlah toko/kios terbanyak ada di desa-desa Mulyosari, Rejo
Mulyo, Pasir Sakti, Labuhan Ratu, dan Kedung Ringin. Di desa-desa
selebihnya juga ada, namun jumlahnya kurang dari 50 toko/kios.

21
Kekuatan keuangan kecamatan dapat digambarkan dari penerimaan
asli desa dan bantuan pembangunan desa. Penerimaan asli desa
berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang jumlahnya per
desa ada di Tabel 3.8. Jenis-jenis dan jumlah bantuan pembangunan
yang diterima desa disajikan dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.8.
Target dan Realisasi PBB Di Kecamatan Pasir Sakti (2011)

No. Nama Desa Target Realisasi Persentase


1. SumurKucing 18.700.040 18.700.040 100,00
2. LabuhanRatu 30.117.819 30.117.819 100,00
3. KedungRingin 17.543.762 17.543.762 100,00
4. RejoMulyo 19.303.765 19.303.765 100,00
5. Purworejo 20.959.511 20.959.511 100,00
6. Mulyosari 37.863.259 37.63.259 100,00
7. PasirSakti 26.358.472 22.00.000 86,12
8. MekarSari 7.356.245 7.356.245 100,00
Jumlah 178.202.873 174.544.401 97,95
Sumber : Kecamatan Pasir Sakti dalam Angka, BPS, 2011

Capaian realisasi penerimaan PBB cukup bagus, mencapai 97,95 %.


Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat cukup taat terhadap
kewajibannya, suatu modal yang baik untuk mentaati peraturan
zonning yang akan disusun.
Tabel 3.9.
Jumlah Bantuan Menurut Jenis Per Desa Di Kecamatan Pasir Sakti
(2011)

No. Nama Desa DanaADD TPKPD PNPM


1. SumurKucing 81.000 182.000 285.000
2. LabuhanRatu 93.918 143.400 326.727
3. KedungRingin 82.903 131.400 308.281
4. RejoMulyo 67.875 77.400 362.000
5. Purworejo 58.241 138.600 308.645
6. Mulyosari 94.312 177.000 417.000
7. PasirSakti 92.963 192.000 469.450
8.
MekarSari 66.509 124.200 346.000
Jumlah 637.721 1.166.000 2.823.103
Sumber : Kecamatan Pasir Sakti dalam Angka, BPS, 2011

22
Bantuan pembangunan belum menggembirakan, jumlahnya masih
sangat kecil. Sehingga, Kecamatan Pasir Sakti benar-benar bergantung
pada penerimaan asli. Untuk itu, sumber-sumber penerimaan perlu
digali dengan cara meningkatkan produksi, agar retribusi desa
maupun kecamatan dapat digenjot.

23
Bab IV
METODOLOGI PENDEKAAN DAN ANALISIS

Prosedur dan tahapan penyusunan sebuah RDTR dan PZ sudah baku,


sebagaimana digariskan dalam pedoman teknis operasional
penyusunannya menurut Permen PU 20/2011, Sehingga, Penyusunan
RDTR dan PZ Kecamatan Pasir Sakti dalam pekerjaan ini akan
mengikuti pedoman tersebut.

4.1. Pendekatan
Dalam Bab II sudah disebutkan ada tujuh tahapan yang perlu dilalui
untuk memperoleh RDTR dan PZ. Dalam pekerjaan ini, tahapan
terakhir digabung, karena sebenarnya keduanya terkait langsung.
Sehingga, pendekatan perencanaan hanya dibagi ke dalam lima
tahapan, yaitu:
1. Tahap persiapan
2. Tahap pengumulan data (survei)
3. Tahap pengolahan dan analisis data
4. Tahap perumusan konsep RDTR
5. Tahap penyiapan draft legalitas (Raperda dan Naskah
Akademik)

Penjelasan pendekataan perencanaan dilakukan menurut tahap-tahap


tersebut di atas.Pendekatan yang dimaksud disajikan dalam bentuk
diagram alir metodologi pendekatan (Gambar 4.1).

4.1.1. Tahap Persiapan


Sebagai tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan berupa
menyelesaikan proses administrasi, mobilisasi sumber-sumber yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, mempelajari Kerangka
Acuan Kerja (KAK) sebagai acuan kerja untuk menyelesaikan

24
Gambar 4.1

Bagan Alir Metodologi Pendekatan Penyusunan RDTR dan PZ


Kecamatan Pasir Sakti

PERSIAPAN SURVEI PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA PERUMUSAN KONSEP DRAFT LEGALITAS

Pembahasan Pembahasan
Pembahasan Draft Laporan
Laporan
Pendahuluan Laporan Antara Akhir

Ground Survey Peta eksisting yang dihasilkan:


Θ Peta Batas Wilayah Perencanaan
Θ Peta topografi
Θ Peta kondisi tanah
Inventarisasi peta- Pembuatan Θ Peta vegetasi
peta eksisting dan Peta Dasar dan Θ Peta penggunaan lahan
citra satelit/foto peta tematik Θ Peta jaringan prasarana
udara (GIS) (1:5.000) Θ Peta kepadatan penduduk
Θ Peta kepadatan perumahan
Θ Lokasi sarana (eko-sos)
Pemahaman Θ Kawasan perkotaan FGD
terhadap KAK
Naskah Teknis RDTR dan PZ
Kajian posisi
wilayah dalam
konstelasi
Penyusunan
regional Peraturan Zonasi:
metodologi
Konsep Rencana Θ Zoning Maps (= Rencana
pendekatan,
Pola Ruang: Pola Ruang)
Teknik analisis, Kajian
Θ Rumusan kebijakan Θ Zoning text:
dan disain karakteristik
Θ Kebutuhan pengembangan Muatan wajib
survei fisik dasar Rencana Tata Ruang:
Θ Zonasi Muatan Opsional
Rumusan hasil kajian: Θ Rencana Pola
Survei: Θ Kecenderungan perkembangan Θ Strategi pembagian blok Ruang Draft Naskah
Proses Gambaran umum, Penyusunan Draft
Kajian awal data Θ Instansi Inventarisasi data Kajian Θ Perkiraan kebutuhan Θ Pertimbangan subBWP Θ Deliniasi subBWP Akademik dan
administrasi kesesuaian dengan Θ Delinasi BWP Naskah Akademik
sekunder Θ Masyarakat dan informasi kependudukan Θ Potensi dan masalah Θ Deliniasi Blok/ Draft Raperda
dan mobilisasi RTRW, metodologi, Θ Penetapan tujuan dan draft Raperda
(Review rencana Θ Observasi Θ Sekunder dan fungsi Θ Peluang dan tantangan subBlok RDTR dan PZ
sumber- rencana kerja, penataan BWP RDTR dan PZ
yang ada) Θ Primer kegiatan Θ Intensitas pemanfaatan ruang Θ SubBWP yang di
sumber perangkat survei
Θ Indikasi arah penanganan prioritaskan
Konsep Rencana jaringan Θ Rencana Jaringan
Kajian prasarana: prasarana Ketentuan pemanfaatan
Penyiapan
prasarana Θ Kebutuhan jaringan ruang
rencana kerja
wilayah Θ Struktur jaringan (Indikasi program subBWP
dan perangkat
Permen PU 20/2011: Θ Kapasitas jaringan yang diprioritaskan)
survei
FGD Θ Fungsi dari tujuan
Kajian Θ Dasar penetapan
pemanfaatan Θ Pertimbangan
lahan
Sosialisasi
Publik

Kebijakan dan
Inventarisasi arahan
Dokumen Legal dan pembangunan
Standard
Standar Teknis teknis
perencanaan

PELAPORAN PENDAHULUAN + Exsum LAPORAN ANTARA + Exsum LAPORAN DRAFT AKHIR + Exsum LAPORAN AKHIR + Exsum

WAKTU 30 hari 60 hari 30 hari 60 hari

25
pekerjaan, menyusun metodologi pendekatan, mencari teknik analsis
yang diperkirakan dibutuhkan, dan mendisain survei. Untuk
menghemat waktu, juga dilakukan kajian awal terhadap wilayah
perencanaan, tentu masih jauh dari sempurna, karena belum
dilakukan survei pengumpulan data dan informasi.Output dari tahap
persiapan ini adalah Laporan Pendahuluan, yang intinya terdiri dari:
pemahaman terhadap KAK, gambaran umum wilayah perencanaan,
kesesuaian dengan RTRW, metodologi, rencana kerja, perangkat survei.

4.1.2. Tahap Survei


Tahap survei atau pengumpulan data adalah tahap yang paling
krusial, karena jumlah dan jenis data yang berhasil dikumpulkan akan
sangat menentukan akurasi analisis. Seringkali rencana bahkan disain
perangkat survei telah dipersiapkan dengan baik, namun tidak bisa
operasional sepenuhnya, akibat kondisi lapangan dan masyarakat
yang belum diketahui sebelumnya. Namun demikian, bagaimanapun
juga, disain survei perlu dilakukan, sebagai cara untuk mengendalikan
waktu dan biaya.

Survei dilakukan ke instansi yang diperkirakan memiliki data yang


diperlukan, melakukan kontak dengan masyarakat, dan observasi dan
pengukuran langsung ke lapangan. Kelompok data pertama bersifat
data sekunder, sedangkan kelompok kedua adalah data primer.

Survei khusus ditujukan bagi memperoleh data untuk pembuatan peta


dasar melalui proses Geografical Information System (GIS) atau Sistem
Informasi Geografi (SIG), yang akan melibatkan proses Geografical
Positioning System (GPS) dengan alat GPS tracker dan GPS geodetik.

4.1.3. Tahap Pengolahan Data dan Analisis


Garis besar pekerjaan dalam tahap ini adalah inventarisasi, kajian,
dan perumusan hasil kajian. Inventarisasi di sini meliputi penyortiran,
kompilasi, klasifikasi, sistematisasi, dan tabulasi data yang diperoleh

26
dalam survei ke dalam filing system, sehingga muda diakses oleh
semua tenaga ahli yang membutuhkan. Ada tiga kelompok
inventarisasi: peta, data, dokumen legal, dan standar teknis.

Inventarisasi dan Pembuatan Peta


Peta-peta yang diperoleh dari survei diinventarisasi untuk proses
pemetaan. Pemetaan akan dilakukan dengan metoda GIS atau Sistem
Informasi Geografis (SIG), dengan bantuan peralatan GPS.GIS
menggunakan data dari berbagai sumber beragam seperti Foto
Udara/Citra Satelit, peta, survei tanah, dan GPS. Sebagian besar data
yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasialyaitu sebuah
data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu
sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang
membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spatial) dan
informasi deskriptif (attribute).

Peta-peta tematik dibuat di atas peta dasar, dengan unsur-unsur yang


dapat diinterpretasi dari citra satelit dan/atau foto udara. Agar
seakurat mungkin, hasil plotting dalam observasi lapangan juga
dituangkan ke dalam peta-peta tematik, bahkan input dari hasil kajian
juga perlu diperhatikan.

Setiap hasil kajian yang terkait dengan ruang akan menjadi masukan
dalam pembuatan peta-peta tematik. Sehingga jenis peta tematik bisa
banyak, seperti peta-peta topografi, kondisi tanah, vegetasi,
penggunaan lahan, jaringan prasarana, sebaran kepadatan penduduk,
sebaran kepadatan perumahan, lokasi sarana-sarana ekonomi dan
sosial, sebaran kawasan-kawasan perkotaan, dan lain-lain.

Inventarisasi Data
Data sekunder dan data primer diolah melalui proses inventarisasi.
Data sekunder kuantitatif yang bias memerlukan kalibrasi dengan
memanfaatkan metoda statistik tertentu, seperti metoda perbandingan.

27
Sementara data kualitatif dapat dikuantifikasikan melalui sistem
scoring.

Data primer dari hasil wawancara dan diskusi disusun secara


sistematis, sesuai dengan keperluan informasi yang terkandung di
dalamnya. Metoda scoring juga dapat digunakan di sini, jika
diperlukan. Sedangkan data primer yang berupa hasil plotting
lapangan akan dituangkan dalam peta-peta tematik, yang akan
dimanfaatkan untuk menentukan zona dan subzona.

Analisis Data
Berdasarkan data dan informasi yang tersedia, akan dilakukan analisis
atau kajian, yang ditujukan untuk mengetahui karakteristik wilayah,
kualitas kinerja dan lingkungan wilayah,serta potensi dan masalah
wilayah. Untuk itu pengkajian dikelompokkan ke dalam:

1. Kajian posisi wilayah dalam konstelasi regional


Dalam kajian posisi wilayah perencanaan dalam konstelasi regional
akan dibicarakan mengenai fungsi dan peranan wilayah
perencanaan dalam lingkup provinsi dan kabupaten.
2. Kajian karakteristik fisik dasar
Kajian karakteristik fisik dasar akan mengungkapkan kemampuan
wilayah dalam menampung kegiatan fungsional di dalamnya.
Morfologi permukaan, kemiringan lereng, jenis tanah, hidrologi,
curah hujan, vegetasi, erosi, abrasi, dan lain-lain termasuk dalam
kelompok fisik dasar.
3. Kajian kependudukan dan fungsi kegiatan
Sebagai subjek dan sekaligus objek pembangunan, penduduk
sangat menentukan arah dan kecepatan perkembangan yang
termanifestasi dalam ruang. Semakin besar jumlah penduduk,
tentu semakin besar volume maupun jenis sapras yang
dibutuhkan. Demikian pula, semakin tinggi tingkat ekonomi
penduduk, tentu semakin tinggi jumlah, volume, dan kualitas
prasarana dan sarana yang diminta.

28
Tingkat ekonomi penduduk tentu saja tergantung pada fungsi
kegiatan yang dilakoninya. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi yang
berlangsung dalam wilayah perencanaan seyogianya mendapat
perhatian, tidak hanya dalam hubungannya dengan pendapatan,
lapangan kerja, tetapi juga kelestarian lingkungan hidup.
4. Kajian prasarana wilayah
Prasarana wilayah berbentuk ‘jaringan’, menghubungkan satu titik
dengan titik lainnya dalam wilayah yang bersangkutan, bahkan
sampai ke titik di luar wilayah itu sendiri. Jaringan prasarana yang
dimaksud adalah jalan, saluran air limbah (sewerage), saluran
pembuangan/pengeringan (drainase), pipa air bersih,
persampahan, dan telekomunikasi.Sebagai jaringan, prasarana
wilayah memiliki link and nodes atau jaringan dan simpul.
Kapasitas dan kualitas jaringan dan simpul ini akan menjadi pokok
perhatian dalam kajian ini.
5. Kajian pemanfaatan lahan
Pemanfaatan lahan mengandung pengertian horisontal dan
vertikal. Horisontal menyangkut sebaran penggunaan, sedang
vertikal menyangkut intensitas. Jenis penggunaan lahan yang akan
menjadi perhatian adalah kawasan terbangun yang disebut sebagai
kawasan perkotaan, karena RDTR hanya disusun untuk kawasan
perkotaan.

Keluaran dari kelima kelompok kajian di atas akan mengindentifikasi:

1. Kecenderungan perkembangan yang terjadi


2. Perkiraan kebutuhan ruang
3. Potensi dan masalah yang sedang dan akan dihadapi
4. Peluang dan tantangan yang perlu dikelola
5. Intensitas pemanfaatan ruang yang disarankan
6. Indikasi arah penanganan

29
Keenam keluaran di atas, akan di-cross checkdengan suatuForum
Group Discussion (FGD). Pada prinsipnyanya, FGD ditujukan untuk
menggali idea dan pendapat dari para pakar yang perlu
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Oleh sebab itu, para
pakar harus terbebas dari pengaruh hasil kajian konsultan. Artinya,
para pakar diberi keleluasaan untuk berbicara menurut pemikiran asli
mereka, dan pendapat para pakar tersebut dijadikan bahan evaluasi
dan sekaligus pengaya hasil analisis.

4.1.3. Tahap Perumusan Konsep


Ditambah dengan pendangan para pakar dalam FGD, keenam
keluaran dalam tahap pengolahan dan analisa data diharapkan sudah
cukup memperlihatkan kondisi ril wilayah perencanaan dan wilayah
terkait di sekitarnya, sebagai dasar untuk menyusun konsep RDTR.

Deliniasi BWP
Langka pertama yang akan dilakukan dalam perumusan konsep RDTR
ini adalah men-deliniasi BWP. Contoh cara men-deliniasi BWP dalam
suatu wilayah kabupaten diberikan dalam lampiran Permen PU
20/2011, sebagaimana dalam Gambar 4.2.

Gambar 4.2

Contoh Deliniasi BWP

Sumber: Lampiran Permen PU 20/2011

30
Untuk menentukan deliniasi BWP,ada dua pembatas yang dihadapi
dalam pekerjaan ini. Pertama, sebagaimana telah disebutkan dalam
butir 2.4, RDTR hanya ditujukan bagi wilayah yang memiliki ciri
perkotaan (kawasan perkotaan) atau kawasan yang direncanakan akan
menjadi kawasan perkotaan dalam kurun waktu RDTR (20 tahun
mendatang). Pasal 3 butir (1) Permen PU 20/2011 menyebutkan bahwa
RDTR disusun untuk bagian dari wilayah kabupaten/kota yang
merupakan kawasan perkotaan dan/atau kawasan strategis
kabupaten atau kawasan strategis kota. Hal yang logis apabila RDTR
dan PZ hanya ditujukan untuk kawasan perkotaan, karena zoning text
mengandung amplop ruang yang menggunakan standar RTBL yang
hanya bisa diberlakukan pada daerah terbangun.

Kedua, lingkup pekerjaan sudah ditetapkan (given), yaitu wilayah


Kecamatan Pasir Sakti. Jadi, deliniasi BWP tidak melintasi batas
administrasi kecamatan.

Penetapan tujuan penataan BWP


Setelah BWP ditetapkan, barulah tujuan penataan BWP ditetapkan.
Tujuan penataan tidak selalu merupakan turunan langsung dari
tujuan penataan ruang dalam RTRW. Maksudnya, tujuan penataan
ruang dalam RDTR tidak selalu menggambarkan tujuan dalam RTRW.
Tetapi, tujuan penataan dalam RDTR setidaknya sejalan dengan salah
satu tujuan penataan ruang dalam RTRW yang bersangkutan.

Konsep RDTR
Sesudah BWP ditentukan dan tujuan penataan BWP disepakati,
langkah berikutnya adalah penyusunan konsep rencana tata ruang
BWP, yaitu konsep rencana pola ruang yang akan menjadi zoning map
PZ dan konsep rencana jaringan prasarana. Pengertian konsep di sini
sebenarnya identik dengan analisis rencana, yaitu pemikiran dan
pertimbangan dalam menetapkan rencana. Oleh karena itu, konsep
rencana mempertimbangkan berbagai kemungkinan atau alternatif

31
rencana. Pertimbangan ini kemudian dituangkan dalam peta berskala
1:5.000, dan menghasilkan peta rencana.

Konsep Rencana Pola Ruang


Konsep rencana pola ruang yang dibicarakan di sini menyangkut:
1. Rumusan kebijakan pengembangan, termasuk tujuan dan strategi
pengembangan yang diemban BWP berdasarkan RTRW.
2. Kebutuhan pengembangan sarana bagi penduduk dan aktifitasnya,
yang dihitung berdasarkan standar tertentu.
3. Zonasi, yaitu deliniasi zona dan subzona, baik berdasarkan kondisi
eksisting, maupun mengikuti arah rencana pengembangan kawasan
20 tahun ke depan (jika ada).
4. Rumusan strategi pembagian BWP ke dalam blok/subblok.
5. Pembagian BWP ke dalam subBWP-subBWP.

Konsep Rencana Jaringan Prasarana


Konsep rencana jaringan prasarana akan mengandung kebutuhan,
struktur, dan kapasitas jaringan, dalam skop regional maupun internal
BWP. Kebutuhan jaringan dihitung berdasarkan standar kebutuhan,
baik itu untuk keperluan rumah tangga, perdagangan, industri,
maupun sarana sosial. Struktur jaringan menyangkut hirarki jaringan,
yaitu primer, sekunder, tersier atau lokal/setempat.

Setelah konsep rencana selesai disusun, akan diadakan FGD yang


kedua, khusus untuk menjaring ide dan pendapat para pakar tentang
substansi yang perlu ditambahkan dan/atau dikoreksi dalam konsep
tata ruang.

Rencana Tata Ruang


Konsep pola ruang dan konsep jaringan prasarana menjadi dimensi
teknis untuk menyusun rencana tata ruang BWP pada langkah
berikutnya. Kedua konsep tata ruang itu akan dituangkan ke dalam

32
peta 1:5.000, dan bentuk akhirnya berupa rencana tata ruang, yang
terdiri atas:
1. Rencana pola ruang
2. Deliniasi subBWP
3. Deliniasi blok/subblok
4. SubBWP yang diprioritaskan penanganannya
5. Rencana jaringan prasarana

Rencana pola ruang


Rencana pola ruang BWP berisi sebaran zona-zona dalam BWP. Ketika
mendeliniasi zona, perlu diperhatikan apakah dalam suatu zona
terdapat fungsi kegiatan lain atau fungsi kegiatan yang sama dengan
zona itu, tetapi lebih spesifik.

Deliniasi subBWP, blok dan subblok


Setelah diperoleh rencana pola ruang yang dikehendaki, dilakukan
pembagian BWP ke dalam subBWP-subBWP jika diperlukan, sesuai
dengan pertimbangan yang dalam konsep rencana, yaitu morfologi,
keterpaduan fungsi, dan jangkauan pelayanan sarana. Selanjutnya
subBWP dibagi lagi ke dalam blok-blok. Baik subBWP maupun blok
deliniasi mengikuti batas- batas fisik, yaitu jaringan jalan, sungai,
selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan
pantai, atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan
rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana
kota. Setiap blok menunjukkan suatu zona tertentu yang diharapkan
berkembang bersama-sama. Namun, batas-batas blok bisa memotong
batas zona, karena batas zona menggunakan batas fungsional.
Subblok adalah pembagian fisik di dalam satu blok berdasarkan
perbedaan subzona.

Contoh deliniasi subBWP, blok, dan subblok diberikan dalam Gambar


4.3.

33
Gambar 4.3.

Contoh Pembagian Zona, Blok, dan Subblok

Rencana Pola Ruang Administrasi


Kota Padang Kota Padang

Salah satu BWP Kota Padang

Sumber: Diolah dari Paparan Sosialisasi


Permen PU 20/2011

SubBWP yang diprioritaskan


Dengan memperhatikan tingkat perkembangan setiap subBWP, akan
terlihat adanya perbedaan antar subBWP, baik dari segi fisik
lingkungan, kepentingan fungsionalnya, rencana pengembangan yang
sudah ada, ataukah ada kebijakan tertentu dari pemerintah setempat.
Dari perbedaan yang dijumpai ini, akan diusulkan subBWP mana yang
perlu diprioritaskan penanganannya. SubBWP yang diprioritaskan
adalah subBWP yang akan ditangani terlebih dahulu
pengembangannya dalam waktu dekat.

Rencana jaringan prasarana


Prasarana ditujukan untuk mendukung fungsi kegiatan yang terdapat
dalam zona-zona. Oleh karena itu, jaringan prasarana sebaiknya
dibuat paling akhir, agar dapat diarahkan untuk melayani fungsi-
fungsi kegiatan dalam setiap zona secara efektif dan efisien. Demikian
pula, dimensi dari jaringan prasarana dapat disesuaikan dengan
kebutuhan setiap zona. Misalnya, jaringan jalan yang melayani zona
industri tentu perlu lebih besar dibandingkan dengan jaringan jalan
yang melayani zona perumahan. Demikian pula, penyediaan prasarana

34
persampahan tentu lebih besar ukurannya daripada prasarana
persampahan yang diperlukan dalam zona perumahan. Jadi, rute dan
dimensi jaringan prasarana yang direncanakan kapasitasnya
disesuaikan dengan zona yang dilayaninya.

Peraturan Zonasi
Sebagaimana telah disinggung, muatan PZ terdiri atas zoning map dan
zoning text. Zoning map tidak lain dari pada rencana pola ruang yang
sudah disusun terlebih dahulu. Zoning map ini yang akan menjadi
dasar untuk penyusunan zoning text, yang berisikan persyaratan-
persyaratan teknis untuk mendirikan bangunan di atas suatu
blok/subblok.Muatan zoning text ada dua, muatan wajib dan muatan
optional. Muatan zoning text ini yang akan dirumuskan dalam draft
Raperda pada tahap akhir pekerjaan ini. Zoning text untuk seluruh
zona diringkas ke dalam sebuah matriks yang disebut Matrix ITBX.

Ketentuan Pemanfaatan Ruang


Paralel dengan pembuatan peraturan zonasi, akan disusun juga
ketentuan pemanfaatan ruang. Ketentuan pemanfaatan ruang dalam
RDTR merupakan upaya mewujudkan RDTR dalam bentuk program
pengembangan BWP dalam jangka waktu perencanaan lima tahunan
sampai akhir tahun masa perencanaan. Program yang dimaksud di sini
tidak harus sama dengan indikasi program yang terdapat dalam RTRW,
melainkan lebih sepsifik dan terukur. Namun, jika indikasi program
dalam RTRW memang sudah spesik dan terukur, maka indikasi
program RTRW yang bersangkutan dapat diakomodasi dalam
ketentuan pemanfaatan ruang dalam RDTR ini.

4.1.3. Tahap Draft Legalitas


Pada tahap akhir dari pekerjaan ini, setelah melalui proses kajian dan
perencanaan yang menghasilkan RDTR dan PZ, akan dibuat draft
Naskah Akademik Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Pasir Sakti,

35
dan juga draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail
Tata Ruang Kecamatan Pasir Sakti.

Per definisi perundang-undangan, naskahakademikadalahnaskahhasil


penelitianataupengkajian
hukumdanhasilpenelitianlainnyaterhadapsuatumasalahtertentu
yangdapatdipertanggungjawabkansecarailmiah. Sistematik dan
substansi naskah akademik akan mengikuti teknik penyusunan yang
sudah diberikan dalam Lampiran I UU No. 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Rancangan Raperda RDTR dan PZ akan berisi pasal demi pasal dari
pengaturan kegiatan yang ada dalam setiap blok, baik peruntukannya
maupun dimensinya, termasuk amplop ruang. Agar peraturan ini tidak
kaku, beberapa toleransi dapat diberikan, sepanjang tidak
mengganggu keseluruhan blok atau pun wilayah perencanaan. Untuk
itu, aturan insentif dan disinsentif juga akan diakomodasi, sepanjang
memiliki dasar perundang-undangan yang sudah ada atau bisa dibuat.

Secara bersama-sama, naskah akademik dan raperda akan menjadi


bahan untuk menyusunan prolegda, yang kemudian diajukan
pengesahaannya melalui proses berjenjang.

36
Bab IV
MANAJEMEN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Demi menyelesaikan pekerjaan ini, tentu dibutuhkan sejumlah sumber


daya, yaitu dana, tenaga ahli dan tenaga pendukung, dan waktu. Dana
dan sumber daya manusia perlu kelola dalam batasan waktu yang
diberikan untuk menghasilkan produk yang dipersyarakatkan. Untuk
itu, pertama-tama akan dilihat bentuk fisik dari produk yang akan
dihasilkan, kemudian kegiatan akan dilakukan, serta penugasan
tenaga ahli dan pendukung.

Jangka waktu penyelesaian seluruh kegiatan ini adalah 180 (seratus


delapan puluh) hari kalender atau 6 (enam) bulan terhitung sejak
penandatanganan SPMK. Untuk menyelesaikan pekerjaan ini sesuai
dengan jangka waktu yang telah ditetapkan tersebut di atas, disusun
jadwal penugasan tenaga ahli sebagaimana Tabel 5.1, sedangkan
jadwal pelaksanaan pekerjaan diberikan dalam Tabel 5.2.

Tabel 5.1.

Jadwal Penugasan Tenaga Ahli

WAKTU (Bulan dan Minggu ke)


NO. TENAGA AHLI I II III IV V VI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Ahli Planologi
2. Ahli Lingkungan
3. Ahli Transportasi
4. Ahli Perikanan
5. Ahli Pemetaan
6. Ahli Arstektur Perkotaan
7. Ahli Hukum
8. Ahli Sosial
9. Asisten Ahli Perencanaan Kota
10. Asisten Ahli Arsitektur Perkotaan
11. Juru Gambar Digital
12. Operator Komputer
13. Surveyor
14. Surveyor
15. Pengemudi

37
Tabel 5.2.
Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

38
39

Anda mungkin juga menyukai