Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.

2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol. 2 No. 4 November 2017 : 500-508

ANALISIS UKURAN KOTA OPTIMAL (STUDI KASUS: KOTA DI INDONESIA)


Aprilia Purnama1*, Abd Jamal2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Syiah Kuala
1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, email:
purnamaaprilia@gmail.com
2) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, email:
abdjamal@unsyiah.ac.id

Abstract

This study aimed to analyze the optimal size of cities in Indonesia from the viewpoint of
economics. The main data used for this research was secondary data, those are the population
size data, GRDP per capita at current market prices, capital expenditure in APBD, and labor
force. Descriptive analysis is a model that the researcher uses in this research. The result of this
research is optimal size of each city was different. The highest optimal size of city was in Java-
Bali and Nusa Southeast Island, it was about 469.919 inhabitants and the lowest was Maluku-
Papua Island as big as 312.343 inhabitants. Optimal city size is needed to solve population
problems especially for large cities that each year experience rapid population growth.
Therefore, urbanization restriction policy is needed for cities that have reached the optimum city
size, so that the city’s population can be controlled and for cities that have not reached their
optimum city size by allowing population growth or urbanization to continue to reached optimal
city size.
Keywords : Optimal City Size, Population, Urbanization.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ukuran optimal kota-kota di Indonesia dari sudut
pandang ilmu ekonomi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
data jumlah penduduk, PDRB per kapita atas dasar harga berlaku, belanja modal dalam APBD,
dan angkatan kerja. Model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model analisis deskriptif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan ukuran kota optimal berbeda untuk kota-kota di setiap
pulau. Ukuran kota optimal yang paling tinggi adalah di Pulau Jawa-Bali dan Nusa Tenggara,
yaitu sebesar 469.919 jiwa dan yang paling rendah adalah Pulau Maluku-Papua sebesar 312.343
jiwa. Ukuran kota optimal diperlukan untuk mengatasi masalah kependudukan terlebih bagi
kota-kota besar yang setiap tahunnya mengalami pertumbuhan penduduk secara pesat. Oleh
karena itu, diperlukan kebijakan pembatasan urbanisasi bagi kota-kota yang telah mencapai
ukuran kota optimal agar jumlah penduduk kota dapat terkendali dan untuk kota yang belum
mencapai ukuran kota optimalnya adalah dengan membiarkan pertumbuhan penduduk atau
urbanisasi terus terjadi hingga mencapai ukuran kota yang optimal.
Kata Kunci: Ukuran Kota Optimal, Jumlah Penduduk, Urbanisasi.

500
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol. 2 No. 4 November 2017 : 500-508

PENDAHULUAN

Penduduk merupakan elemen penting dan modal dasar bagi suatu negara dalam
membangun negaranya karena penduduk yang berkualitas dapat memberikan efek yang positif
bagi pertumbuhan ekonomi negara, akan tetapi penduduk yang terlalu banyak dan berkualitas
rendah dapat menjadi dampak yang negatif bagi negara itu sendiri. Hal inilah yang saat ini masih
menjadi masalah tersendiri bagi Indonesia, dimana masih banyaknya penduduk dengan kualitas
yang rendah. Permasalahan penduduk lainnya adalah persebaran penduduk yang terjadi masih
belum merata dikarenakan adanya ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah dan
perkembangan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kota cukup cepat sehingga menyebabkan
mobilitas atau perpindahan penduduk dari desa ke kota tidak dapat dihindari. Urbanisasi dari
desa ke kota dilakukan karena banyak masyarakat yang menganggap daerah perkotaan sebagai
tempat masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Urbanisasi jika dilihat dari pendekatan demografis dapat diartikan sebagai proses
peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan sehingga penduduk yang tinggal di perkotaan
secara keseluruhan meningkat. Proses urbanisasi terjadi karena adanya daya tarik kota (pull
factor) dan karena adanya daya dorong (push factor) dari daerah asalnya (Jamaludin, 2015).
Akan tetapi, di masa sekarang banyak juga penduduk kota yang memilih untuk tinggal jauh dari
pusat kota atau di pnggir kota dikarenakan adanya dorongan yang dipengaruhi oleh kondisi kota
yang sudah tidak lagi nyaman.
Urbanisasi dapat memberikan pengaruh yang positif dan juga dampak negatif bagi suatu
daerah. Dengan adanya urbanisasi, maka pembangunan juga akan terjadi, dimana kegiatan
ekonomi yang baru akan muncul di daerah perkotaan. Namun, jika tingkat urbanisasi yang
terjadi sudah berlebihan akan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat kota, seperti
pengangguran dan kemiskinan, harga tanah dan perumahan yang meningkat, kemacetan lalu
lintas dan tingkat kriminalitas kota cenderung meningkat yang akan memperbesar biaya
pengelolaan kota akibat ekternalitas negatif dari kelebihan penduduk. Akan tetapi, pertumbuhan
penduduk di kota juga dapat menjadi suatu keuntungan bagi kota itu sendiri jika jumlah
penduduknya masih dalam tahap yang wajar karena bisa memberikan keuntungan aglomerasi
bagi kota. (Hitszckhe, 2011). Sjafrizal (2014) juga menjelaskan bahwa apabila dalam sebuah
kota terdapat keuntungan aglomerasi yang positif, maka keuntungan tersebut nantinya akan
mengalami penurunan atau decreasing apabila tingkat urbanisasi yang terjadi terlalu tinggi.
Semakin tinggi tingkat urbanisasi maka semakin menurun pula keuntungan agglomerasi di
daerah perkotaan.
Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah
penduduk yang menetap di kota tersebut karena kualitas dari penduduk yang menjadi faktor
utama dalam membangun perekonomian kota. Jumlah penduduk kota-kota di Indonesia terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya sedangkan ukuran kota tetap. Pertumbuhan penduduk
yang terus terjadi di kota-kota di Indonesia menimbulkan pertanyaan mengenai apakah kota-kota
di Indonesia telah mencapai ukuran kota yang optimal?. Karena sebagaimana yang dijelaskan
dalam ilmu ekonomi perkotaan bahwa jumlah penduduk dapat menentukan besarnya sebuah
kota.
Penentuan ukuran kota optimal ini sangat penting dalam menentukan kebijakan
urbanisasi dan pertumbuhan penduduk kota, apakah akan dibatasi atau dibiarkan saja
berkembang secara alami. Sedangkan untuk kota dengan jumlah penduduk relatif kecil tentunya
urbanisasi dan pertumbuhan penduduk kota sebaiknya dibiarkan saja karena kondisi tersebut
dapat menimbulkan dampak positif dalam bentuk meningkatnya keuntungan aglomerasi yang

501
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol. 2 No. 4 November 2017 : 500-508

dapat memberikan dampak positif bagi kegiatan ekonomi kota bersangkutan (Sjafrizal, 2014).
Hasil penelitian Yarmohammadian et.al (2014) menunjukkan bahwa Teheran telah
memiliki kelebihan penduduk lebih dari 71 persen dari ukuran optimal dan juga telah melampaui
ukuran berkelanjutan dengan lima persen. Hal ini juga terjadi pada empat kota metropolitan
lainnya di Iran, yaitu Kota Isfahan, Kota Mashhad, Kota Shiraz dan Kota Ahvaz yang telah
melebihi ukuran optimal tetapi masih berada di batas berkelanjutan yang relevan. Ukuran kota
optimum yang ditetapkan oleh perencana pusat tidak selalu berkelanjutan dikarenakan selalu
terdapat penduduk yang ingin pindah ke kota karena berbagai alasan sehingga ukuran kota
biasanya lebih tinggi dari ukuran optimal yang ditentukan. Ukuran kota optimal untuk kota-kota
di Iran telah melampaui batas ukuran kota optimum yang ditetapkan pemerintah walaupun masih
berada pada ukuran yang berkelanjutan kecuali kota Teheran. Hal ini terjadi karena terdapat
pertumbuhan penduduk akibat migrasi terus terjadi.

TINJAUAN PUSTAKA

Kota
Pada umumnya, kota diartikan sebagai suatu permukaan wilayah dimana terdapat
pemusatan (konsentrasi) penduduk dengan jenis kegiatan ekonomi, sosial budaya dan
administrasi pemerintahan. Kota memiliki daya tarik yang kuat bagi penduduk yang tinggal di
wilayah luar perkotaan, hal ini terjadi karena relatif banyaknya lapangan pekerjaan terdapat di
kota, upah yang ditawarkan lebih tinggi, taraf hidup yang lebih baik, dan memberikan peluang
untuk melanjutkan studi sehingga menyebabkan arus urbanisasi yang terjadi semakin kuat
(Adisasmita, 2005). Kota biasanya identik dengan kepadatan penduduk yang tinggi, kegiatan
yang berlangsung tidak lagi pada sektor pertanian tetapi sudah beralih pada sektor perdagangan
dan jasa serta kehidupan masyarakatnya lebih individual dan modern.

Ukuran Kota Optimal


Pertumbuhan penduduk yang terus terjadi tidak diikuti dengan perubahan ukuran kota itu
sendiri dan jumlah penduduk merupakan salah satu indikator yang menentukan ukuran suatu
kota. Hal ini membuat para ahli seperti Alonso, Cameron, dan Richardson mengemukakan
pertanyaan mengenai apakah ada ukuran kota yang optimal bagi suatu kota. Pertanyaan ini
sangat penting untuk menentukan berapa besar sebuah kota yang paling efisien jika ditinjau dari
segi pembiayaan kota maupun dampaknya terhadap kehidupan sosial ekonomi warganya
(Sjafrizal, 2014). Banyak yang mendefinisikan ukuran kota yang optimal dilihat dari sisi biaya
bersih dari pelayanan publik yang berkaitan dengan jumlah penduduk perkotaan. Ukuran kota
optimal dapat juga diartikan sebagai tingkat populasi dimana skala dari ekonomi eksternal
dimaksimalkan atau marjinal sosial utilitas dari meningkatnya jumlah penduduk mendekati nol
(Kim et.al, 2014).

Kependudukan
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk adalah semua orang yang berdomisili di
wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Pertumbuhan penduduk
dianggap sebagai salah satu hal positif yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Meski
demikian, peran laju pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi sepenuhnya
tergantung pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan secara produktif

502
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol. 2 No. 4 November 2017 : 500-508

memanfaatkan tambahan tenaga kerja (Supartoyo dkk, 2013).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai dari seluruh produksi dari
semua sektor yang ada dalam suatu daerah yang dinyatakan dengan uang dalam suatu jangka
waktu tertentu. PDRB adalah salah satu indikator penting dalam melihat kondisi perekonomian
di suatu daerah (Adisasmita R., 2014). PDRB merupakan salah satu indikator makroekonomi
yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kondisi dan pencapaian aktivitas atau kinerja
perekonomian di suatu wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Informasi mengenai PDRB sangat
dibutuhkan guna mendukung setiap kebijakan yang akan diambil oleh para decision maker
(pengambil keputusan) mulai dari tingkat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil-hasil
pembangunan di suatu daerah (Fitriani, 2013).

Investasi Pemerintah
Investasi merupakan pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal yang digunakan
untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah
kemampuan memproduksi barang dan jasa. Investasi adalah komponen kedua yang menentukan
tingkat pengeluaran aggregat (Sukirno, 2006). Investasi pemerintah biasanya dilakukan tidak
untuk memproleh keuntungan tetapi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar
dapat hidup dengan baik seperti pembangunan infrastruktur. Keuntungan dari investasi
pemerintah adalah ketika bertambahnya permintaan dan menaikkan pendapat masyarakat
(Chandra, 2016). Investasi pemerintah merupakan belanja modal pemerintah yang direalisasikan
dalam Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD). Belanja modal merupakan pos
pengeluaran pemerintah daerahyang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan
menambah aset atau kekayaan daerah. Pada hakikatnya belanja modal adalah belanja yang
ditujukan untuk membiayai proses perubahan untuk kemajuan dan perbaikan menuju kearah
yang dicapai (Prabowoningtyas, 2011).

Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah
seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada
permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut
(Mulyadi, 2006). Tenaga kerja (man power) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan
kerja. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang ingin dan yang benar-benar
menghasilkan barang dan jasa. Setiap negara membedakan tenaga kerja menurut batasan umur,
seperti di Indonesia batasan umur tenaga kerja minimal 10 tahun tanpa batasan umur maksimal
(Prabowoningtyas, 2011).

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data


Data yang diambil pada setiap variabel ini adalah data kuantitatif sedangkan jenis
datanya adalah data sekunder. Data yang digunakan adalah jumlah penduduk, PDRB per kapita
atas dasar harga berlaku, belanja modal dalam APBD dan angkatan kerja. Adapun data yang
digunakan adalah data dalam bentuk panel, yaitu data gabungan antara data runtun waktu (time
series), yaitu tahun 2011-2015 dan data silang (cross section), yaitu 44 kota Indonesia.

503
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol. 2 No. 4 November 2017 : 500-508

Model Analisis Data


Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Metode ini adalah suatu
metode dalam meneliti status manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa yang akan datang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Ukuran Kota Optimal dan Jumlah Penduduk Indonesia


Tahun 2015 (jiwa)
Jumlah Penduduk Tahun
NO Pulau Kota Ukuran Kota Optimal
2015
1 Banda Aceh 250.303
2 Medan 2.210.624
3 Padang 902.413
4 Pekanbaru 1.038.118
Sumatera 348.977
5 Jambi 576.067
6 Palembang 1.580.517
7 Pangkal Pinang 196.202
8 Bandar Lampung 979.287
9 Bandung 2.481.469
10 Bekasi 2.714.825
11 Depok 2.106.102
12 Semarang 1.701.110
13 Surakarta 512.230
14 Pekalongan 296.400
15 Tegal 246.120
16 Magelang 120.790
17 Salatiga 183.820
18 Jawa-Bali dan Nusa Yogyakarta 412.704
469.919
19 Tenggara Surabaya 2.848.583
20 Malang 851.298
21 Kediri 280.004
22 Probolinggo 229.013
23 Serang 643.205
24 Tangerang 2.047.105
25 Tangerang Selatan 1.543.209
26 Denpasar 880.600
27 Mataram 450.226
28 Kupang 390.877
29 Pontianak 607.618
30 Singkawang 207.601
31 Banjarmasin 675.440
32 Banjarbaru 234.400
Kalimantan 398.272
33 Palangkaraya 259.865
34 Samarinda 812.597
35 Balikpapan 615.574
36 Bontang 163.326
37 Gorontalo 202.202
38 Makassar 1.449.401
39 Sulawesi Palu 368.100 387.088
40 Kendari 347.496
41 Manado 425.634
42 Ambon 411.617
43 Maluku-Papua Ternate 212.997 312.343
44 Jayapura 283.490
Sumber: diolah dari data BPS
504
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol. 2 No. 4 November 2017 : 500-508

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kota optimal untuk kota-kota di setiap pulau
berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 1, Ukuran kota optimal yang paling tinggi adalah di Pulau
Jawa-Bali dan Nusa Tenggara yaitu sebesar 469.919 jiwa dan diikuti oleh Pulau Kalimantan
sebesar 398.272 jiwa. Selanjutnya adalah Pulau Sulawesi sebesar 387.088 jiwa, Pulau Sumatera
sebesar 348.977 jiwa dan yang paling rendah adalah Pulau Maluku-Papua sebesar 312.343 jiwa.
Ukuran kota optimal untuk Pulau Sumatera dicapai ketika jumlah penduduk sebesar
348.977 jiwa. Jika dilihat dari jumlah penduduk kota-kota di Pulau Sumatera seperti pada Tabel
1, rata-rata kota di Sumatera telah melewati ukuran yang optimal. Kota-kota tersebut adalah Kota
Medan, Padang, Pekanbaru, Jambi, Palembang, dan Bandar Lampung.Sedangkan Kota Banda
Aceh dan Pangkal Pinang untuk tahun 2015 belum mencapai ukuran yang optimal.
Kota-kota di Pulau Jawa-Bali dan Nusa Tenggara mecapai ukuran kota optimal ketika
jumlah penduduknya sebesar 469.919 jiwa. Sebelas dari dua puluh kota yang menjadi daerah
penelitian telah mencapai bahkan melewati ukuran kota optimalnya di tahun 2015. Kota-kota
tersebut diantaranya adalah kota yang menjadi ibukota provinsi di Pulau Jawa-Bali dan Nusa
Tenggara, seperti Kota Bandung, Semarang, Surabaya, Serang, dan Denpasar. Sedangkan ibukota
provinsi seperti Kota Yogyakarta, Mataram, dan Kupang masih belum mencapai ukuran kota
optimalnya.
Kota-kota di Pulau Kalimantan yang telah mencapai ukuran kota optimalnya adalah Kota
Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, dan Balikpapan. Kota-kota tersebut telah melewati ukuran
kota optimal untuk Pulau Kalimantan, yaitu 398.272 jiwa. Kota lainnya seperti Kota
Singkawang, Banjarbaru, Palangkaraya dan Bontang masih belum mencapai ukuran kota
optimalnya pada tahun 2015 karena jumlah penduduknya masih dibawah jumlah penduduk
ukuran kota optimal.
Kota-kota di Pulau Sulawesi mencapai ukuran kota optimal ketika jumlah penduduknya
sebesar 387.088 jiwa. Kota dengan jumlah penduduk di tahun 2015 yang telah melewati ukuran
tersebut adalah Kota Makassar dan Manado yang jumlah penduduknya telah mencapai 1.449.401
jiwa dan 425.634 jiwa. Sedangkan kota yang belum mencapai ukuran kota optimalnya adalah
Kota Gorontalo, Palu, dan Kendari.
Ukuran kota optimal untuk kota-kota di Pulau Maluku-Papua dicapai ketika jumlah
penduduk kota sebesar 312.343 jiwa. Dari tiga kota yang diteliti, hanya Kota ambon yang jumlah
penduduknya telah melewati ukuran kota optimalnya, yaitu sebesar 411.617 jiwa sedangkan kota
lainnya seperti Kota Ternate dan Jayapura masih belum mencapai ukuran kota optimal di tahun
2015.
Ukuran kota optimal diperlukan untuk mengatasi masalah kependudukan yang dialami
beberapa kota saat ini melalui kebijakan urbanisasi, terlebih bagi kota-kota besar yang setiap
tahunnya mengalami pertumbuhan penduduk secara pesat. Pertumbuhan penduduk yang terus
terjadi di kota-kota besar dan urbanisasi yang terus terjadi membawa dampak yang negatif bagi
kota-kota tersebut, seperti kemacetan, pengangguran, kriminalitas dan kemiskinan yang akan
meningkatkan beban biaya bagi pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pembatasan
urbanisasi bagi kota-kota yang telah mencapai ukuran kota optimalnya agar tidak terjadi ledakan
jumlah penduduk setiap tahunnya, terutama untuk kota-kota besar seperti Kota Bandung, Medan,
Surabaya, dan Makassar. Sedangkan kebijakan untuk kota yang belum mencapai ukuran kota
optimalnya adalah membiarkan pertumbuhan penduduk atau urbanisasi terus terjadi hingga
mencapai ukuran kota yang optimal dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi kotanya
seperti dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan infrastruktur yang lebih baik sehingga dapat
menarik penduduk dari kota yang telah melewati ukuran kota optimalnya.

505
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol. 2 No. 4 November 2017 : 500-508

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kota optimal yang paling tinggi adalah di Pulau
Jawa-Bali dan Nusa Tenggara yaitu sebesar 469.919 jiwa dan diikuti oleh Pulau Kalimantan
sebesar 398.272 jiwa. Selanjutnya adalah Pulau Sulawesi sebesar 387.088 jiwa, Pulau
Sumatera sebesar 348.977 jiwa dan yang paling rendah adalah Pulau Maluku-Papua sebesar
312.343 jiwa.
2. Kota yang telah mencapai atau melewati ukuran optimal berdasarkan pulau di Indonesia
adalah sebesar 75 persen dari 8 kota yang menjadi daerah penelitian di Pulau Sumatera,
untuk Pulau Jawa-Bali dan Nusa tenggara sebesar 55 persen dari 20 kota, 50 persen untuk
Pulau Kalimantan dari 8 kota, 40 persen dari 5 kota di Pulau Sulawesi, dan 33,33 persen dari
3 kota di Pulau Maluku-Papua.

Saran
Pertumbuhan penduduk kota yang terus terjadi menimbulkan dampak yang positif dan
juga negatif bagi kota, sehingga diperlukan kebijakan yang tepat untuk mengelola kota. Oleh
karena itu, untuk kota yang belum mencapai ukuran optimalnya dapat terus dibiarkan
pertumbuhan penduduknya, baik secara alami maupun urbanisasi hingga mencapai ukuran yang
optimal dengan cara membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kualitas infrastruktur
untuk menunjang pertumbuhan ekonomi kota sehingga dapat menarik penduduk dari daerah
untuk datang. Sedangkan untuk kota yang telah melewati ukuran optimalnya, kebijakan yang
harus dilakukan pemerintah adalah menghambat pertumbuhan penduduk dengan membatasi
urbanisasi dengan cara memunculkan pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah dengan jumlah
penduduk yang masih sedikit dan memiliki potensi ekonomi sehingga penduduk tidak hanya
berpusat pada satu kota. Selain itu, pemerintah harus membuat peraturan untuk mempersulit
perpindahan penduduk desa ke kota, misalnya dengan membatasi jumlah penduduk yang boleh
pindah ke kota setiap tahunnya

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, H. R. (2005). Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Adisasmita, R. (2014). Pertumbuhan Wilayah dan Wilayah Pertumbuhan. Yogyakarta: GRAHA


ILMU.

Badan Pusat Statistik. Aceh Dalam Angka 2016. Aceh: BPS Provinsi Aceh.

_________________. Bali Dalam Angka 2016. Bali: BPS Provinsi Bali.

_________________. Bangka Belitung Dalam Angka 2016. Bangka Belitung: BPS Provinsi
Bangka Belitung.

_________________. Banten Dalam Angka 2016. Banten: BPS Provinsi Banten.

_________________. D.I.Yogyakarta Dalam Angka 2016. D.I. Yogyakarta: BPS Provinsi D.I.
506
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol. 2 No. 4 November 2017 : 500-508

Yogyakarta

_________________. Gorontalo Dalam Angka 2016. Gorontalo: BPS Provinsi Gorontalo.

_________________. Jambi Dalam Angka 2016. Jambi: BPS Provinsi Jambi.

_________________. Jawa Barat Dalam Angka 2016. Jawa Barat: BPS Provinsi Jawa Barat.

_________________. Jawa Tengah Dalam Angka 2016. Jawa Tengah: BPS Provinsi Jawa
Tengah.

_________________. Jawa Timur Dalam Angka 2016. Jawa Timur: BPS Provinsi Jawa Timur.

_________________. Kalimantan Barat Dalam Angka 2016. Kalimantan Barat: BPS Provinsi
Kalimantan Barat.

_________________. Kalimantan Selatan Dalam Angka 2016. Kalimantan Selatan: BPS


Provinsi Kalimantan Selatan.

_________________. Kalimantan Tengah Dalam Angka 2016. Kalimantan Tengah: BPS


Provinsi Kalimantan Tengah.

_________________. Kalimantan Timur Dalam Angka 2016. Kalimatan Timur: BPS Provinsi
Kalimantan Timur.

_________________. Lampung Dalam Angka 2016. Lampung: BPS Provinsi Lampung.

_________________. Maluku Dalam Angka 2016. Maluku: BPS Provinsi Maluku.

_________________. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka 2016. Nusa Tenggara Barat: BPS
Provinsi Nusa Tenggara Barat.

_________________. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2016. Nusa Tenggara Timur: BPS
Provinsi Nusa Tenggara Timur.

_________________. Papua Dalam Angka 2016. Papua: BPS Provinsi Papua.

_________________. Papua Barat Dalam Angka 2016. Papua Barat: BPS Provinsi Papua Barat.

_________________. Riau Dalam Angka 2016. Riau: BPS Provinsi Riau

_________________. Sulawesi Selatan Dalam Angka 2016. Sulawesi Selatan: BPS Provinsi
Sulawesi Selatan.

_________________. Sulawesi Tengah Dalam Angka 2016. Sulawesi Tengah: BPS Provinsi
Sulawesi Tengah.

507
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN.2549-836302
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol. 2 No. 4 November 2017 : 500-508

_________________. Sulawesi Tenggara Dalam Angka 2016. Sulawesi Tenggara: BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara.

_________________. Sulawesi Utara Dalam Angka 2016. Sulawesi Utara: BPS Provinsi
Sulawesi Utara.

_________________. Sumatera Barat Dalam Angka 2016. Sumatera Barat: BPS Provinsi
Sumatera Barat.

_________________. Sumatera Selatan Dalam Angka 2016. Sumatera Selatan: BPS Provinsi
Sumatera Selatan.
_________________. Sumatera Utara Dalam Angka 2016. Sumatera Utara: BPS Provinsi
Sumatera Utara.

Chandra, P. T. (2016). Sensi Ekonomi Makro. Surabaya: Zifatama Publisher.

Fitriani. (2013). Perhitungan dan Analisis Produk Domestik Regioanl Bruto (PDRB)
Kabupaten/Kota Berdasarkan Harga Konstan (Studi Kasus BPS Kabupaten Kendal).
Skripsi. Semarang: Unversitas Diponegoro Semarang.

Hitzschke, S. (2011). The Optimal Size of German Cities: An Efficiency Analysis Perspective.
Darmstadt Discussion Papers in Economics, No. 202 , 1-23.

Kim, E., Hewings, G. J., & Nam, K.-M. (2014). Optimal Urban Population Size: National vs.
Local Economic Efficiency. Urban Studies 51, No. 2 , 428–445.

Mulyadi. (2006). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Prabowoningtyas, D. H. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Output Daerah


Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Model Pertumbuhan Neo-
Klasik. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro , 1-28.

Sjafrizal. (2014). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sukirno, S. (2006). Makroekonomi. Teori Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Supartoyo, Y. H., Tatuh, J., & Sendouw, R. H. (2013). The Economic Growth And The Regional
Characteristics: The Case Of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan , 1-17.

Yarmohammadian, N., Akbari, N., Asgary, A., & Movahedinia, N. (2014). Optimal and
Sustainable City Size by Estimating Surplus Function. International Journal of Business
and Development Studies Vol. 6, No. 1 , 21-38.

508

Anda mungkin juga menyukai