Anda di halaman 1dari 11

Profil Wilayah Heart Of Borneo

Dewasa ini kesadaran pentingnya aspek lingkungan dirasakan semakin meningkat, bahkan menjadi topik yang
sering dibicarakan seiring dengan terjadinya berbagai gejala perubahan alam. Semangat peduli lingkungan ini
telah menjadi kepedulian bersama di berbagai negara, antara lain menjadi tema utama dalam pertemuan United
Nation For Climate Change (UNFCC) yang diselenggarakan pada bulan Desember tahun 2007 di Bali, yang dihadiri
oleh delegasi negara maju maupun sedang berkembang. Pertemuan ini menunjukkan “kampanye cinta
lingkungan” oleh hampir seluruh lapisan masyarakat di dunia. Salah satu contoh kepedulian terhadap lingkungan
di Indonesia yang dijadikan bahan pembahasan adalah keberadaan Heart of Borneo (HoB).

Heart of Borneo merupakan sebuah perwujudan konsep konservasi dan pembangunan berkelanjutan ke dalam
program manajemen kawasan di Pulau Borneo. Inisiatif HoB dilatarbelakangi kepedulian terhadap penurunan
kualitas lingkungan terutama kualitas hutan di Pulau Borneo, yang ditunjukkan dengan makin rendahnya
produktivitas hutan, hilangnya potensi keanekaragaman hayati, serta fragmentasi hutan dari satu kesatuan yang
utuh dan saling terhubung. Penurunan kualitas lingkungan tersebut antara lain disebabkan oleh pengelolaan
lingkungan yang kurang bijaksana, pengambilan kayu secara ilegal dan pengalihan fungsi hutan. Degradasi
tutupan hutan di Pulau Borneo dapat dilihat seperti pada Gambar 1.

Gambar 1: Peta Tutupan Hutan tahun 1990, 1950, 1965, 2000, dan 2005, serta Peta Proyeksi
Tutupan Hutan tahun 2010 dan 2020 berdasarkan kecendrungan tahun 1900-2005
(Sumber : WWF)
1
Dengan latarbelakang permasalahan seperti yang telah disebutkan di atas, inisiatif HoB secara resmi muncul
pertama kali pada tanggal 5 April 2005 dalam pertemuan yang bertema Three Countries – One Conservation
Vision yang menjadi pertemuan cikal bakal HoB. Launching inisiatif HoB sendiri dilakukan pada side event
Convention On Biological Diversity (COB 8 – CBD) di Curitiba Brazil, berupa pernyataan kesediaan dari tiga negara,
yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Kesediaan ini kemudian ditindaklajuti dengan penandatanganan deklarasi
HoB yang dilaksanakan pada tanggal 12 Februari tahun 2007. Naskah Deklarasi HoB ditandatangani oleh Menteri
Industri dan Sumber Daya Primer Brunei Darussalam, Pehin Dato Dr. Awang Haji Ahmad bin Haji Jumat, Menteri
Kehutanan Republik Indonesia, M.S Kaban dan Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Malaysia, Dato Seri
Azmi bin Khalid (Gambar 2).

Gambar 2: Penandatanganan Naskah Deklarasi Heart of Borneo oleh Menteri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei
Darussalam, Pehin Dato Dr. Awang Haji Ahmad bin Haji Jumat; Menteri Kehutanan Republik Indonesia, M.S Kaban dan
Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Malaysia, Dato Seri Azmi bin Khalid
(sumber: Pokja HoB Provinsi Kalimantan Tengah)

Naskah deklarasi HoB secara garis besar berisi tiga butir kesepakatan. Pertama kerjasama manajemen sumber
daya hutan yang efektif dan konservasi terhadap area yang dilindungi, hutan produktif, dan penggunaan lahan
lainnya yang berkelanjutan. Kedua inisiatif HoB merupakan kerjasama lintas batas yang sukarela dari tiga negara.
Ketiga, kesepakatan untuk bekerjasama berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Naskah deklarasi HoB
secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.

2
Gambar 3: Naskah Deklarasi HoB
(Sumber: BKTRN)

3
Adapun luas cakupan wilayah HoB yang menjadi acuan sementara sampai saat ini yaitu meliputi areal seluas
kurang lebih 22 juta hektar, yang secara ekologis saling terhubung. Areal tersebut secara administratif
terbentang di wilayah tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Deliniasi wilayah HoB yang
lebih rinci, masih dalam tahap pembahasan antarnegara untuk mencapai kesepakatan, dibandingkan dengan
usulan awal wilayah HoB pada bulan April tahun 2005 dan perkembangan usulan baru dari masing-masing
negara tahun 2008 ini. Peta usulan deliniasi wilayah HoB pada awal tahun 2005 serta perkembangan pada
pertemuan Pembahasan Tata Ruang HoB pada bulan Januari 2008, dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4: Peta Usulan Awal Batas HoB Bulan April Tahun 2005 dan Peta Usulan Batas HoB Hasil Pertemuan Pembahasan
Tata Ruang HoB Bulan Januari Tahun 2008
(Sumber: BKTRN)

Pertemuan Tiga Negara yang Kedua (Second Trilateral Meeting), yang diadakan di Kota Pontianak Provinsi
Kalimantan Barat, pada tanggal 2-4 April 2008 yang lalu, menghasilkan usulan batas baru wilayah HoB. Usulan
dari masing-masing negara tersebut diharmonisasikan dalam suatu peta harmonisasi batas HoB yang dapat
dilihat pada Gambar 5. Batas yang diajukan dalam pertemuan ini masih dalam tahap pembahasan, yang
diharapkan dapat mencapai suatu kesepakatan batas yang tidak saja sesuai dengan kepentingan masing-masing

4
negara, namun lebih utama adalah kepentingan perwujudan kelestarian lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan yang menjadi tujuan utama inisiatif HoB.

Gambar 5: Peta Harmonisasi Batas HOB Sesuai dengan Usulan Masing-Masing Negara pada
nd
2 Trilateral Meeting
nd
Sumber : 2 Trilateral Meeting

5
Sejalan dengan deliniasi batas HoB yang sedang dalam proses pembahasan, sampai saat ini juga belum terdapat
angka resmi yang telah disepakati oleh tiga negara mengenai luasan definitif wilayah cakupan kerja HoB. Sebagai
acuan dalam mendiskusikan program HoB, digunakan cakupan luas sementara wilayah HoB di tiga negara.
Berdasarkan data sementara dari Kelompok Kerja HoB Provinsi Kalimantan Tengah, persentase wilayah kerja HoB
yaitu 57% berada di Indonesia, 42% di malaysia, dan 1% di Brunei Darussalam, yang perinciannya dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Pemanfaatan Lahan Heart of Borneo

Total Area HoB


Propinsi/Negara Bagian Negara Persentase Area HoB
(Ha)
Kalimantan Tengah Indonesia 2,466,000 11,2
Kalimantan Barat Indonesia 4,010,000 18,2
Kalimantan Timur Indonesia 6,137,000 27,8
Brunei Brunei 131,570 0,6
Serawak Malaysia 5,373,000 24,3
Sabah Malaysia 3,968,000 17,9
Total 22,085,570 100
Sumber : Kelompok Kerja HoB Kalimantan Tengah

Wilayah cakupan HoB terdiri dari kawasan lindung (taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, hutan
lindung), kawasan budidaya kehutanan (HPH dan HTI) serta kawasan budidaya non kehutanan (perkebunan,
pertambangan, dll). Wilayah HoB Indonesia diperkirakan seluas 12,6 juta hektar yang terdiri dari 2,7 juta hektar
hutan konservasi (21,46%), 1,1 juta hektar hutan lindung (9,5%), 4,9 juta hektar hutan produksi (38,9%), serta 3,8
juta hektar (30,17%) areal penggunaan lainnya (Gambar 6).

6
Dari Gambar 6 dapat dilihat adanya
keberagaman pemanfaatan lahan pada usulan
wilayah HoB di Indonesia. Pemanfaatan luas
cakupan wilayah HoB tersebut terdiri dari 31%
kawasan lindung, sementara sebagian besar
justru merupakan kawasan budidaya. Hal ini
menunjukkan bahwa inisiatif HoB bukan
Bapak Moses, Pokja HoB (BPLHD) Kalimantan semata-mata merubah keseluruhan kawasan
Tengah menjadi kawasan lindung, tetapi juga

“Salah satu konsep kegiatan HoB, termasuk di dalamnya adalah tata melaksanakan manajemen pengelolaan
ruang. Konsep tersebut harus memperhatikan RTRWP dan RTRWK, kawasan budidaya berbasis keberlanjutan
karena apabila tidak memperhatikan hal itu maka tidak jelas akan dibawa lingkungan.
kemana pembangunan ini. Ada satu hal yang saya sarankan yaitu kita
menyiapkan tata ruang dikaitkan dengan persoalan global yaitu Manajemen wilayah HoB perlu dilakukan secara
perubahan iklim. Karena kita melihat kebakaran hutan dan deforestasi terpadu mengingat pentingnya fungsi HoB
salah satu penyebabnya adalah pemanasan global. Ini menjadi visi kita ke
sendiri dan terhadap lingkungan sekitarnya.
depan untuk menyelematkan lingkungan dan mensejahterakan
HoB memiliki fungsi penting sebagai sumber
masyarakat. Kesepakatan 3 negara terhadap HoB merupakan langkah
awal untuk kita, bagaimana melindungi dan mengelola hutan di kawasan keanekaragaman hayati seperti sebagai
Indonesia, dan Kalimantan pada khususnya. Cara menyelamatkan “rumah” bagi spesies penting dan langka
masalah lingkungan dan bagaimana pengelolaan lingkungan ke depan,
seperti orang utan dan badak, serta memiliki
merupakan hal yang harus masuk dalam rencana tata ruang. Artinya
berbagai jenis serangga yang bahkan belum
kalau kita tidak masukan ke dalam rencana tata ruang, maka grand
design penyelamatan HoB ini tidak tahu mau dibawa kemana lingkungan pernah ditemukan di bagian dunia lainnya.
kita ini. Untuk Kalimantan Tengah, Bapak Gubernur saat ini sedang Selain sebagai sumber keanekaragamn hayati,
mempersiapkan satu kegiatan yaitu bagaimana membawa semua sektor
HoB juga berperan sebagai “menara air” bagi
melahirkan satu kebijakan-kebijakan yang berwawasan lingkungan,
seluruh wilayah Pulau Borneo, yaitu setidaknya
kebijakan yang berkelanjutan, dan pembangunan yang berkelanjutan.
Sedang dipersiapkan oleh satu pokja untuk menyusun naskah akademis merupakan sumber air bagian hulu bagi 14 dari
dan naskah kebijakannya. Kita juga mendukung kebijakan pusat berkaitan 20 sungai utama di Pulau Borneo antara lain
dengan penetapan beberapa kawasan untuk dijadikan taman nasional. “
Sungai Kapuas, Katingan, Barito dan Mahakam.

Hal ini menunjukkan pentingnya keberadaan wilayah HoB dalam perlindungan hulu sungai, yang menjadi sumber
air bagi anak-anak sungai di hampir seluruh wilayah Pulau kalimantan. Lebih lanjut disadari bahwa keberadaan
HoB yang juga sebagai daerah resapan air yang akan menjamin ketersediaan cadangan air, dan peningktan
kualitas air di Pulau Borneo.

Dengan demikian pemanfaatan wilayah HoB harus dikelola sebagai satu kesatuan ekosistem, mulai dari hulu,
tengah hingga hilir. Berdasarkan pendekatan ekosistem ini, program-program berkelanjutan dan konservasi yang

7
dilaksanakan dalam kerangka kerjasama tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam, perlu
terus dikembangkan. Ruang lingkup kegiatan HoB di tiga negara tersebut antara lain:

 Melakukan inventarisasi, analisis kesenjangan, merumuskan dan melaksanakan program aksi (action plan)
 Melanjutkan aktivitas program yang sedang berjalan;
 Melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingan di tiga negara untuk mengidentifikasi prioritas kerja
dan kesempatan investasi;
 Membangun kelembagaan HoB di tiga negara; dan
 Menentukan prioritas pembangunan lintas batas.

Berdasarkan ruang lingkup kegiatan tersebut, disusun program-program kegiatan HoB antara lain:
a. Pengelolaan Kawasan Perbatasan, yang meliputi:
 Penyusunan rencana induk (master plan) pengelolaan kawasan HoB melalui proses-proses yang
partisipatif, mengakomodasi praktek dan prakarsa lokal, transparan, dan bertanggung jawab;
 Pelaksanakan kerjasama pengamanan dan penegakan hukum lebih erat di antara tiga negara;
 Penyelenggaraan mekanisme komunikasi dan pertukaran informasi yang efektif untuk keselarasan
rencana tata ruang perbatasan, kebijakan atau aktivitas yang berdampak penting pada HoB;
 Pelaksanaan penelitian bersama melalui mekanisme yang berlaku di masing-masing negara.

b. Pengelolaan Kawasan Lindung, yang meliputi:


 Rekomendasi kawasan lindung dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, budaya, ekologi,
dan keanekaragaman hayati serta membangun sistem pengelolaan kawasan lindung lintas batas;
 Pelaksanaan kelanjutan inisiatif pengembangan kawasan konservasi lintas batas dalam kerangka
kerjasama bilateral dan multilateral;
 Pelaksanaan kegiatan konservasi sumberdaya air lintas batas;
 Pelaksanaan evaluasi ekonomi untuk skema ekonomi jasa lingkungan;
 Pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan lindung yang rusak.

c. Pengelolaan Kawasan Budidaya


 Penerapan prinsip-prinsip pemanfaatan berkelanjutan dalam pelaksanaan pembangunan di kawasan
budidaya oleh pihak terkait;
 Pelaksanaan sertifikasi terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya alam berdasarkan kaidah-kaidah
kelestarian;
 Pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan budidaya yang rusak.

8
Sebagai kelanjutan dari penandatanganan Deklarasi HoB oleh 3 (tiga) negara, seperti disebutkan sebelumnya,
telah dilaksanakan Second Trilateral Meeting HoB pada tanggal 4-5 April 2008 di Pontianak. Pertemuan ini
dihadiri oleh delegasi dari masing-masing negara yaitu Delegasi dari Malaysia dipimpin oleh Direktur Kehutanan
Sarawak, Delegasi dari Brunei Darussalam dipimpin oleh Direktur Kehutanan Brunei Darussalam, dan Delegasi
dari Indonesia dipimpin oleh Direktur Konservasi Kawasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan dan Konservasi
Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, serta para peserta dari Menko Perekonomian, Bappenas, dan Pemerintah
Daerah terkait (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur) dan perwakilan WWF.

Sebagai perwujudan deklarasi HoB dan tindak lanjut dari cakupan kegiatan di tiga negara yang telah disebutkan
di atas, pada Second Trilateral Meeting HoB tersebut masing-masing negara telah menyusun dan mengajukan
program rencana aksi. Dengan menyusun rencana aksi ini, setiap negara khususnya Indonesia mengharapkan
agar tercipta prinsip, definisi dan langkah implementasi yang menjadi dasar bagi kebijakan HoB di tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu, diharapkan terdapat dasar yang terpadu dalam implementasi
manajemen sumber daya, pembangunan masyarakat, dan pembangunan ekonomi bagi seluruh pemerintahan di
dalam wilayah HoB. Rencana aksi dan strategi juga diharapkan menjadi suatu referensi dalam implementasi
program prioritas dan mobilisasi sumberdaya di dalam manajemen HoB oleh seluruh elemen pemerintah, baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Adapun program rencana aksi yang disusun oleh setiap negara
tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 2.

9
Tabel 2. Program Rencana Aksi Heart of Borneo, Negara Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam

Indonesia Malaysia Brunei Darussalam

 Membangun  Menyusun dokumen  Melestarikan kawasan


manajemen sumber proyek nasional; hutan, sumber daya air,
daya kehutanan dan  Menyusun anggaran dan berbagai jenis
konservasi alam di pembiayaan di tingkat ekosistem di dalamnya;
kawasan yang dilindungi Pusat; dan  Memberikan kontribusi
Program  Meningkatkan kebijakan  Merinci alokasi melalui diversifikasi
lokal anggaran yang akan ekonomi dengan cara
Rencana  Mengimplementasikan disusun oleh pemanfaatan produksi
Aksi prinsip pembangunan pemerintah daerah non kayu dalam rangka
berkelanjutan melalui meningkatkan
kegiatan penelitian kelestarian hutan;
 Melakukan penghijauan
kembali kawasan hutan
yang telah mengalami
degradasi; dan
 Melibatkan peran serta
masyarakat dalam
menjaga kelestarian
kawasan hutan

Sumber: Bappenas, 2008

Berbagai program dan rencana aksi yang dirumuskan di atas merupakan suatu wujud upaya untuk mencapai
tujuan keberlanjutan lingkungan Borneo, melalui manajemen kawasan Heart of Borneo. Instrumen yang sangat
penting dalam manajemen kawasan HoB adalah rencana tata ruang di kawasan tersebut. Konsep pengelolaan
HoB sebagai suatu ekosistem terpadu turut terakomodasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).
Dalam PP nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN disebutkan penetapan HoB sebagai salah satu kawasan Strategis
Nasional (KSN), dengan kriteria sebagai KSN dalam tahapan pengembangan I dengan titik berat pada
rehabilitasi/revitalisasi kawasan.

Lebih lanjut, secara umum Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi terkait,
dan khususnya Rencana Induk (master plan) Heart of Borneo menjadi suatu elemen penting dan dijadikan
sebagai acuan bagi pelaksanaan pengelolaan kawasan HoB ke depan. Seperti dikutip dari kalimat pembuka
kegiatan sosialisasi ekowisata HoB di Palangkaraya “Apabila kita salah dalam perencanaan, berarti kita
merencanakan suatu kegagalan, dan sebaliknya, perencanaan yang matang adalah langkah awal keberhasilan”.

10
Heart of Borneo
(sumber: Pokja HoB Provinsi Kalimantan Tengah)

11

Anda mungkin juga menyukai