Anda di halaman 1dari 20

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT

SAP 7
PENGAUDITAN I
( EKA 439 AP )
Dosen Pengampu : Dr. Drs. I Dewa Gede Dharma Suputra, M.Si., Ak.

Kelompok 4
Nama Kelompok :

Luh Putu Indah Rahmasari (1607531014 / 4)


Amrullah Hanif Azam (1607531015 / 5)
A.A. Krisna Dewi Handayani (1607531017 / 7)
Ni Kadek Novita Madani (1607531018 / 8)
Ni Putu Esa Karisma Dewi (1607531020 /10)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2018
MATERIALITAS DALAM KONTEKS AUDIT

Kerangka pelaporan keuangan seringkali membahas materialitas dalam konteks


penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kerangka tersebut secara umum menjelaskan
bahwa:

1. Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan


penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat memengaruhi
keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna laporan
keuangan tersebut.
2. Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi
yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian, atau
kombinasi keduanya; dan
3. Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan didasarkan
pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum diperlukan oleh
pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup.

Jika kerangka pelaporan keuangan yang berlaku tidak mencakup pembahasan tentang
konsep materialitas, maka karakteristik-karakteristik seperti diuraikan di atas dapat dijadikan
sebagai kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas.

Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
audit, Serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam
audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan dan
pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor.

Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan profesional, dan


dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang informasi keuangan oleh para pengguna laporan
keuangan. Dalam konteks ini, adalah masuk akal bagi auditor untuk mengasumsikan bahwa
pengguna laporan keuangan:

(a) Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi serta
akuntansi dan kemauan untuk mempelajari informasi yang ada dalam laporan keuangan
dengan cermat.
(b) Memahami bahwa laporan keuangan disusun; disajikan dan diaudit berdasarkan tingkat
materialitas tertentu;

1
(c) Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang
ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi, pertimbangan dan pertimbangan masa
depan; dan
(d) Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dalam laporan
keuangan.

TAHAPAN DALAM PENERAPAN MATERIALITAS

Sebagaimana ditetapkan dalam standar audit (SA 320. A1) “Materialitas dan risiko
audit perlu dipertimbangkan sepanjang pelaksanaan audit khususnya pada saat:

(a) Mengidentifikasi dan menilai kesalahan penyajian material;


(b) Menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit selanjutnya dan
(c) Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi jika ada; terhadap
laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan auditor.

Tahap dalam Penerapan Materialitas:

• menetapkan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan


1

2 • menentukan materialitas pelaksanaan

• memperkirakan total kesalahan penyajian dalam segmen


3

• memperkirakan keseluruhan kesalahan peyajian


4

• membandingkan taksiran keseluruhan dengan kebijakan awal


5 materialitas

MATERIALITAS UNTUK LAPORAN KEUANGAN SECARA KESELURUHAN

Standar auditing (SA 320.10) menyatakan bahwa "pada saat menetapkan strategi audit
secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan”. Hal ini disebut pertimbangan awal materialitas. Disebut demikian karena

2
meskipun opini ditetapkan secara profesional, namun hal itu bisa berubah ketika pengauditan
sedang berlangsung.

Pertimbangan awal materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan adalah


jumlah maksimum yang di atas jumlah tersebut diyakini oleh auditor akan membuat laporan
keuangan menngandung kesalahan penyajian dan masih tidak mempengaruhi pengambilan
keputusan yang dilakukan pengguna laporan.

Jika dalam kondisi spesifik entitas, terdapat satu atau lebih golongan transaksi, saldo
akun, atau pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian yang jumlahnya
lebih rendah daripada materialitas laporan keuangan secara keseluruhan diperkirakan secara
masuk akal akan mempengaruhi keputusan ekonomi yang dibuat oleh para pengguna, maka
auditor harus menetapkan materialitas yang akan diterapkan terhadap golongan transaksi,
saldo akun atau pengungkapan tertentu tersebut.

Auditor menetapkan pertimbangan awal materialitas untuk membantu dalam


perencanaan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah jumlah rupiah pertimbangan
awal, semakin banyak bukti yang diperlukan.

Selama audit berlangsung, auditor sering mengubah kebijakan awal materialitas. Hal
ini kita sebut kebijakan tentang materialitas revisian. Auditor perlu melakukan revisi karena
adanya perubahan dalam salah satu faktor yang digunakan dalam menetapkan kebijakan
awal; dan hal itu berpengaruh terhadap kebijakan awal yang diputuskan auditor yang bisa
menjadi terlalu besar atau terlalu kecil. Standar auditing (SA 320.12) menyatakan bahwa
auditor harus merevisi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan pada saat
auditor menyadari adanya informasi selama audit yang mungkin menyebabkan auditor
menentukan jumlah materialitas yang berbeda dari jumlah materialitas yang pertama kali
ditetapkan.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEBIJAKAN AWAL


MATERIALITAS

Sejumlah faktor yang berpengaruh pada kebijakan awal materialitas ditetapkan


auditor untuk laporan keuangan yang akan diauditnya. Beberapa faktor terpenting adalah:

Konsep Materialitas adalah Relatif, Bukan Absolut

3
Sejumlah kesalahan penyajian bisa material bagi sebuah perusahaan kecil, tetapi
jumlah sekian tidak material bagi perusahaan lain yang lebih besar. Karena itu, mungkin
untuk membuat suatu pedoman jumlah rupiah untuk menetapkan kebijakan awal materialitas
yang akan berlaku umum bagi semua klien audit.

Diperlukan Dasar Tertentu untuk Mengevaluasi Materialitas

Mengingat bahwa materialitas bersifat relatif, maka diperlukan suatu dasar untuk
menetapkan apakah kesalahan penyajian dipandang material. Laba bersih sebelum pajak
sering digunakan sebagai dasar utama untuk menentukan apa yang material bagi perusahaan
yang berorientasi laba. Beberapa kantor akuntan menggunakan lebih dari satu dasar untuk
menilai materialitas, karena laba bersih sering berfluktuasi secara signifikan dari tahun ke
tahun sehingga tidak merupakan dasar yang stabil, atau apabila klien bukan merupakan
perusahaan berorientasi mencari laba. Dasar lain yang lazim digunakan adalah penjualan
bersih, laba kotor, atau total aset. Setelah menetapkan dasar utama, auditor harus menetapkan
juga apakah kesalahan penyajian bisa secara material mempengaruhi kewajaran dasar yang
lain seperti misalnya, aset lancar, aset tetap, kewajiban lancar, ekuitas pemilik.

Faktor Kualitatif Juga Mempengaruhi Materialitas

Jenis-jenis kesalahan penyajian tertentu seringkali lebih berpengaruh terhadap


pengguna laporan keuangan daripada lainnya, walaupun jumlah rupiahnya sama. Sebagai
contoh:

(a) Kesalahan penyajian yang menyangkut kecurangan (fraud) pandang lebih serius daripada
kekeliruan tidak disengaja walaupun jumlah rupiahnya sama, karena kecurangan
mencerminkan ketidakjujuran dan keandalan manajemen atau orang-orang lain yang
terlibat.
(b) Kesalahan penyajian yang jumlah rupiahnya kecil bisa menjadi material apabila terkait
dengan kewajiban kontraktual.
(c) Kesalahan penyajian yang kelihatannya tidak material, bisa menjadi material apabila
kesalahan penyajian tersebut memengaruhi tren laba.

PENGGUNAAN TOLOK UKUR DALAM MENENTUKAN MATERIALITAS


UNTUK LAPORAN KEUANGAN SECARA KESELURUHAN

4
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses identifikasi suatu tolak ukur yang tepat
mencakup:

a. Unsur-unsur laporan keuangan (sebagai contoh, aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan,


beban);
b. Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna laporan
keuangan suatu entitas tertentu (sebagai contoh, untuk tujuan pengevaluasian kinerja
keuangan, pengguna laporan keuangan cenderung akan fokus pada laba, pendapatan
maupun aset bersih);
c. Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan ekonomi
yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi.
d. Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (sebagai contoh, jika pendanaan sebuah
entitas hanya dari utang dan bukan dari ekuitas, maka pengguna laporan keuangan akan
lebih menekankan pada aset dan klaim atas aset tersebut daripada pendapatan entitas dan
e. Fluktuasi relatif tolok ukur tersebut.

CONTOH PEDOMAN PENENTUAN MATERIALITAS

Standar akuntansi dan standar auditing tidak memberikan pedoman khusus tentang
materialitas bagi para praktisi. Hal tersebut disebabkan karena ada kekhawatiran bahwa
pedoman tersebut akan diterapkan tanpa mempertimbangkan berbagai kompleksitas yang
akan mempengaruhi keputusan akhir auditor.

PENERAPAN MATERIALITAS PADA PT ABC

Kebijakan Awal Tentang Materialitas (Dibulatkan)


Minimum Maksimum
Persentase Jml. Rupiah Persentase Jml. Rupiah
Laba dari operasi 3 Rp. 221.000 6 Rp 442.000
Aset lancar 3 1.531.000 6 3.062.000
Total aset 1 614.000 3 1.841.000
Kewajiban lancar 3 396.000 6 793.000

5
Apabila auditor yang mengaudit PT ABC berpendapat bahwa pedoman masuk akal,
maka tahap pertama yang harus dilakukannya adalah menilai apakah terdapat faktor kualitatif
yang signifikan mempengaruhi kebijakan materialitas. Seandainya tidak ada faktor kualitatif,
apabila pada akhir audit, auditor berkesimpulan bahwa total kesalahan penyajian laba operasi
sebelum pajak lebih kecil daripada Rp221.000,00 maka laporan akan dipandang wajar,
Apabila total kesalahan penyajian melebihi Rp 442.000,00, maka laporan tidak akan
dipandang wajar. Apabila kesalahan penyajian berada di antara Rp221.000,00 dan
Rp442.000,00, diperlukan kebijakan lebih cermat atas semua fakta yang ada.

MENENTUKAN MATERIALITAS PELAKSANAAN

Standar auditing (SA 320.90) merumuskan materialitas pelaksanaan sebagai berikut:

Materialitas pelaksanaan adalah suatu jumlah yang ditetapkan oleh auditor, pada tingkat yang
lebih rendah daripada materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan, untuk
mengurangi ke tingkat rendah yang semestinya kemungkinan kesalahan penyajian yang tidak
dikoreksi dan tidak terdeteksi yang secara agregat melebihi materialitas untuk laporan
kauangan secara keseluruhan. Jika berlaku, materialitas pelaksanaan dapat ditetapkan oleh
auditor pada jumlah yang lebih rendah daripada materialitas golongan tansaksi, saldo akun
atau pengungkapan tertentu.

Penentuan materialitas pelaksanaan diperlukan karena auditor mengumpulkan bukti


per segmen bukanuntuk laporan keuangan secara keseluruhan, dan tingkat materialitas
pelaksanaan membantu mereka dalam menentukan bukti audit yang tepat yang harus
dikumpulkan. Materialitas pelaksanaan berbanding terbalik dengan jumlah bukti yang harus
dikumpulkan oleh auditor.namun, apanbila auditor menetapkan materialitas pelaksanaan yang
sama untuk setiap segmen dari suatu audit yang diterapkan atas laporan keuangan secara
keseluruhan, ada kemungkinan terdapat kesalahan penyajian yang tidak teridentifikasi yang
melebihi materialitas laporan keuangan secara keseluruhan.

Materialitas pelaksanaan bisa saja berbeda-beda untuk golongan transaksi, saldo akun,
atau pengungkapan yang berbeda terutama bila terdapat focus pada suati bidang tertentu.
Penentuan materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu perhitungan mekanis yang
sederhana yang membutuhkan adanya pertimbangan professional. Penentuan ini ditentukan
oleh pemahaman auditor atas entitas, yang dimutahirkan selama prosedur audit berlangsung

6
dan sifat serta luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit sebelumnya serta
harapan auditor berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam periode berjalan.

Proses penentuan materialitas pelaksanaan kita sebut sebagai prosespengalokasian


pertimbangan awal tentang materialitas ke segmen-segmen. Banyak praktisi mengalokasikan
materialitas ke akun-akun neraca dan bukan ke akun-akun laba-rugi, karena kebanyakan
kesalahan enyajian laba-rugi memilik dampak yang sama terhadap neraca sebagai akibat
pelaksanaan metoda akuntansi berpasangan. Namun, tidaklah tepat mengalokasikan
materialitas pada akun-akun neraca sekaligus juga dengan akun-akun laba-rugi karena hal ini
dapat menimbulkan perhitungan ganda, dengan demikian auditor hanya akan mengalokasian
materialitas ke akun-akun neraca saja atau kea kun-akun laba-rugi saja. Karena kebanyakan
prosedur audit lebih berfokus pada akun-akun di neraca maka auditor mengalokasikan
materialitas kea kun-akun neraca.

Auditor menghadapi tiga masalah dalam mengalokasikan materialitas ke akun-akun neraca:

1. Auditor menduga akun-akun tertentu memiliki lebih banyak kesalahan penyajian


daripada lainnya.

2. Baik lebih saji maupun kurang saji harus dipertimbangkan.

3. Biaya audit terkait mempengaruhi pengalokasian.

Ketiga kesulitan diatas telah diperhitungkan dlaam pengalokasian. Perlu diingat


bahwa auditor harus menggabungkan seluruh kesalahan penyajian sesungguhnya dan taksiran
kesalahaan penyajian dan membandingkannya dengan kebijakan awal materialitas. Dalam
menentukan tingkat materialitas pelaksanaan auditor berusaha melakukan audit seefisien
mungkin. Dalam pengalokasian materialitas, auditor menaruh perhatian besar atas pengaruh
kesalahan penyajian tiap-tiap akun neraca terhadap laba operasi. Suatu lebih saji atas suatu
akun asset akan mempengaruhi laporan laba-rugi.

Dalam praktik seringkali tidak mudah memperediksi di muka akun mana yang
mungkin paling banyak mengandung kesalahan penyajian, dan apakah kesalahan penyajian
berupa lebih saji atau kurang saji. Selain itu, biaya audit untuk akun yang berbeda seringkali
tidak bisa ditentukan. Inilah yang menyebabkan pengalokasian kebijakan awal materialitas ke
akun-akun merupakan pertimbangan profesionalitas yang sulit.

7
Sebagai kesimpulan, tujuan pengalokasian kebijakan awal materialitas kea kun-akun
neraca adalah untuk membantu auditor dalam menentukan bukti yang tepat yang harus
diperolleh untuk setiap akun dalam laporan neraca dan laba-rugi. Dalam pengalokasian
diupayakan untuk meminimalkan biaya audit tanpa mengorbankan kualitas audit, sertra
auditor harus yakin bahwa keseluruhan kesalahan penyajian dalam semua akun adalah lebih
kecil dari atau sama dengan kebijakan awal materialitas yang telah di revisi.

MEMPERKIRAKAN KESALAHAN PENYAJIAN DAN MEMBANDINGKAN


DENGAN KEBIJAKAN AWAL

Dua tahapan pertama dalam penerapan materialitas berkaitan dengan perencanaan


yang merupakan bahasan utama dalam bab ini, tiga tahapan lainnya merupakan hasil dari
pelaksanaan pengujian audit. Padasaat auditor melaksanakan prosedur audit, auditor
mendokumentasikan semua kesalahan penyajian yang ditemukannya, kesalahan penyajian
dalam suatu akun bisa terdiri dari dua tipe, yaitu : kesalahan penyajian diketahui dengan
kesalahan penyajian diperkirakan. Kesalahan penyajian diketahui adalah kesalahan penyajian
akun yang jumlahnya dapat ditentukan.

RISIKO AUDIT

SA 312.02 merumuskan risiko audit sebagai berikut:

Risiko Audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak
memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya, atas laporan keuangan yang
mengandung salah saji material.

Semakin besar keinginan auditor untuk menyatakan pendapat yang benar, semakin
rendah risiko audit yang akan bisa ia terima. Auditor sebaiknya memilih untuk menetapkan
risiko audit pada tingkat yang rendah, apabila ia mengaudit perusahaan public yang banyak
pemakai laporan keuangan dan laporan auditnya, dibandingkan dengan perusahaan privat
yang sedikit pemakai laporannya. Selain itu, auditor sebaiknya juga menetapkan risiko audit

8
yang rendah, jika ia mengaudit perusahaan yang diperkirakan buruk keadaan keuangannya,
dibandingkan dengan perusahaan yang sehat keuangannya.

AR = IR X CR X DR

Atau

DR = AR

IR X CR

Keterangan :

AR = Risiko Audit

IR = Risiko Inheren

CR = Risiko Pengendalian

DR = Risiko Deteksi

Auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atas dasar
bukti yang ia peroleh melalui pemeriksaan atas asersi-asersi yang berhubungan dengan setiap
saldo rekening atau kelompok transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada
tingkat saldo rekening sehingga pada waktu menyimpulkan hasil audit, risiko audit dalam
menyatakan pendapat tentang laporan keuangan sebagai keseluruhan akan memiliki risiko
pada tingkat yang rendah.itor menerapkan proses yang sama untuk ketiga dasar lainnya.

KOMPONEN – KOMPONEN MODEL RISIKO AUDIT

Risiko Deteksi (detection risk)

Risiko bahwa bukti audit untuk suatu tujuan audit akan gagal mendeteksi salah saji
yang melebihi materialitas kinerja. Ada dua hal yang harus diketahui tentang risiko deteksi
yang direncanakan. Risiko deteksi yang direncanakan tergantung pada tiga faktor lain dalam
model risiko audit. Risiko ini akan berubah hanya jika auditor mengubah salah satu dari
faktor-faktor model risiko. Risiko deteksi yang direncanakan menentukan jumlah bukti
substantif yang direncanakan akan dikumpulkan auditor, yang besarnya berlawanan dengan
risiko deteksi yang direncanakan. Jika risiko deteksi yang direncanakan dikurangi, auditor
harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk mencapai rencana pengurangan risiko itu.

9
Risiko deteksi adalah suatu fungsi dari keefektifan prosedur auditing dan
penerapannya oleh auditor. Berbeda dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian, tingkat
risiko deteksi sesungguhnya bisa diubah dan risiko pengendalian, tingkat risiko deteksi
sesungguhnya bisa diubah oleh auditor dengan memodifikasi sifat, saat, dan luas pengujian
substantif yang dilakukan untuk setiap asersi. Contoh penggunaan prosedur yang lebih efektif
akan menghasilkan tingkat risiko deteksi yang lebih rendah dibandingkan dengan pemakaian
prosedur yang kurang efektif. Demikian pula, pengujian substantif yang dilakukan pada
tanggal atau mendekati tanggal neraca, akan menghasilkan risiko dekteksi lebih rendah
dibandingkan dengan pengujian substantive yang dilakukan pada periode interim. Contoh
Penggunaan sampel yang lebih besar akan mengakibatkan risiko deteksi lebih rendah,
bandingkan dengan sampel yang lebih kecil.

Risiko Inheren

Mengukur penilaian auditor atas kerentanan asersi salah saji yang material, sebelum
memperhitungkan keefektifan pengendalian internal. Jika auditor menyimpulkan bahwa
kemungkinan besar aka nada salah saji, dengan mengabaikan pengendalian internal, auditor
akan menyimpulkan bahwa risiko inheren adalah tinggi. Pengendalian internal diabaikan
dalam penetapan risiko inheren karena pengendalian internal ini diperhitungkan secara
terpisah dalam model risiko audit sebagai risiko pengendalian.

Perhitungan tentang risiko bawaan membutuhkan pertimbangan tentang berbagai hal


yang bisa berpengaruh terhadap asersi-asersi dari semua atau banyak rekening dan hal-hal
yang berhubungan hanya dengan asersi-asersi untuk rekening tertentu.

a. Contoh hal-hal yang bisa berpengaruh pada berbagai rekening adalah: ·

1. Profitablitas perusahaan klien dibandingka dengan industri.

2. Sensitif tidaknya hasil operasi terhadap factor-faktor ekonmi.

3. Masalah-masalah yang berkaitan dengan kemampuan melanjutkan usaha.

b. Contoh hal-hal yang hanya berpengaruh pada rekening tertentu;

1. Tingkat kesulitan dalam mengaudit rekening atau transaksi.

2. Keterkaitan dengan persoalan akuntansi yang rumit dan menjadi bahan


perdebatan.

10
3. Kerentanan terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan.

4. Kompleksitas perhitungan

Risiko Pengendalian (control risk)

Mengukur penilaian auditor mengenai risiko bahwa salah saji yang material akan
terjadi dalam suatu asersi dan tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian internal klien. Asumsikan auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal
sama sekali tidak efektif untuk mencegah atau mendeteksi salah saji.

Risiko pengendalian adalah fungsi dari keefektifan kebijakan dan prosedur struktur
pengendalian intern klien. Keefeektifan pengendalian intern atas suatu asersi akan
mengurangi risiko pengendalian, sebaiknya ketidakefektifan pengendalian intern akan
meningkatkan risiko pengendalian.Risiko pengendalian tidak akan pernah mencapai nol,
karena pengendalian intern tidak bisa menjamin sepenuhnya bahwa semua salah saji material
akan dapat dicegah atau dideteksi Contoh; pengendalian bisa menjadi tidak efektif pada saat-
saat tertentu karena kesalahan manusia misalnya karena ketidaktelitian atau karena kelelahan.

Risiko Audit yang Dapat Diterima (acceptable audit risk)

Ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin


mengandung salah saji yang material setelah audit selesai, dan pendapat wajar tanpa
pengecualian telah dikeluarkan. Apabila auditor memutuskan risiko audit yang dapat diterima
lebih rendah, auditor ingin lebih yakin bahwa laporan keuangan tidak disalahsajikan secara
material. Risiko nol berarti yakin sekali, dan risiko sebesar 100 persen berarti sama sekali
tidak yakin. Keyakinan penuh (risiko nol) mengenai keakuratan laporan keuangan secara
ekonomi tidak praktis.

Perbedaan Antara Risiko - risiko dalam Model Risiko Audit

Ada perbedaan mencolok menyangkut bagaimana auditor menilai keempat faktor


risiko dalam model risiko audit. Untuk risiko audit yang dapat diterima, auditor memutuskan
risiko yang bersedia diambil kantor akuntan publik bahwa laporan keuangan disalahsajikan
setelah audit selesai, bedasarkan faktor-faktor yang terkait dengan klien tertentu.

Untuk suatu tingkat risiko audit tertentu, terdapat hubungan terbalik antara tingkat
risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungan untuk suatu asersi, dengan tingkat

11
risiko deteksi yang dapat diterima auditor untuk asersi tersebut. Artinya, semakin rendah
risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungan, semakin tinggi tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima. Risiko bawaan dan risiko pengendalian berhubungan erat dengan
keadaan klien, sedangkan risiko deteksi dapat dikendalikan (controllable) oleh auditor.
Pemahaman tentang hubungan yang dinyatakan dalam model risiko audit sangat penting
dalam menentukan tingkat risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima.

MENETAPKAN RISIKO AUDIT YANG DAPAT DITERIMA (ACCEPTABLE


AUDIT RISK)

Risiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat
kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih
mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan
audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk menetapkan
suatu tingkat risiko akseptibilitas audit yang lebih rendah, hal tersebut berarti bahwa auditor
ingin memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi bahwa laporan keuangan tidak
mengandung salah saji yang material. Risiko nol berarti yakin sekali, dan suatu tingkat risiko
sebesar 100 persen berarti benar-benar tidak yakin.

Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat keyakinan, yaitu merupakan
pelengkap dari risiko akseptibilitas audit. Audit assurance dihitung dengan perhitungan satu
dikurangi resiko akseptibilitas audit. Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat
adanya hubungan yang searah antara risiko akseptabilitas audit dan risiko deteksi terencana,
serta hubungan yang saling berlawanan antara resiko akseptabilitas audit dan bukti audit yang
direncanakan.

MENILAI RISIKO INHEREN

Dimasukkannya risiko inheren ke dalam model risiko audit merupakan konsep paling penting
dalam pengauditan. Auditor harus berusaha memprediksi dimana kesalahan penyajian paling
mungkin dan mana yang paling kecil kemungkinannya dalam laporan keuangan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO INHEREN

Auditor harus mempertimbangkan beberapa factor penting berikut:

12
 Sifat bisnis klien

 Hasil audit periode sebelumnya

 Penugasan baru atau penugasan ulangan

 Pihak-pihak yang berelasi

 Transaksi-transaksi non rutin

 Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan benar

 Pembentuk populasi

 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecurangan pelaporan keuangan

 Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyalahgunaan asset.

Sifat Bisnis Klien

Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Risiko inheren
berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya. Informasi yang
diperoleh pada tahap mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien dan
penetapan risiko bisnis klien.

Hasil dari Audit Sebelumnya

Kesalahan penyajian yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya memiliki keumngkinan
besar untuk terjadi lagi dalam audit tahun ini, karena banyak tipe kesalahan penyajian yang
sifatnya sistematik, dan organisasi seringkali lambat melakukan perubahan untuk meniadakan
kesalahan penyajian. Oleh karena itu auditor akan dipandang lalai jika hasil audit tahun lalu
diabaikan pada saat ia mengembangkan program audit tahun ini. Auditor seyognyanya
menilai risiko inheren yang tinggi dalam audit tahun ini dan pengujian yang ekstensif harus
dilakukan sebagai cara untuk memastikan apakah kelemahan dalam system pengendalian
internal klien telah diperbaiki.

Penugasan Baru atau Penugasan Ulangan

Auditor mendapat pengalaman dan pengetahuan tentang kemugkinan terjadinya kesalahan


penyajian setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Apabila tidak ada hasil audit tahun

13
lalu, sebagian besar auditor akan menilai risiko inheren yang tinggi pada audit yang pertama
kali dilakukan dibandingkan dengan penugasan ulangan yang pada waktu lalu tidak
ditemukan kesalahan penyajian material.

Pihak – pihak yang Berelasi

Contoh transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi adalah transaksi antara perusahaan induk
dengan perusahaan induk dengan perusahaan anak, dan antara manajemen dengan entitas
perusahaan.

Transaksi-Transaksi non rutin

Transaksi-transaksi non rutin pada perusahaan klien mempunyai kemungkinan besar dicatat
secara salah dibandingkan dengan transaksi rutin karena klien tidak berpengalaman dalam
mencatatnya.

Pertimbangan yang Diperlukan untuk Mencatat Saldo Akun dan Transaksi dengan
Benar

Banyak saldo akun seperti investasi tertentu dicatat atas dasar nilai wajar, cadangan kerugian
piutang, keusangan persediaan, kewajiban untuk pembayaran garansi, reserve untuk kerugian
utang bank, memerlukan estimasi dan sarat dengan pertimbangan manajemen. Kesalahan
penyajian cukup tinggi dan akibatnya auditor biasanya menetapkan risiko inheren yang
tinggi.

Pembentuk Populasi

Kadang-kadang unsur individual tertentu yang membentuk populasi juga berpengaruh


terhadap ekspektasi auditor tentang kesalahan penyajian material. Auditor biasanya akan
menggunakan risiko inheren yang lebih tinggi untuk piutang usaha apabila sebagian besar
tagihin telah lewat waktu dibandingkan dengan apabila sebagian besar belum jatuh tempo.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kecurangan Pelaporan keuangan dan


Penyalahgunaan Aset

Auditor bertanggungjawab untuk menilai risiko terjadinya kecurangan pelaporan keangan


dan penyalahgunaan asset. Dari segi konsep maupun praktik, sulit untuk memisahkan antara
factor risiko kecurangan menjadi risiko audit bisa diterima, risiko inheren, atau risiko
pengendalian.

14
Untuk memenuhi persyaratan standar auditing bagi auditor lebih penting menilai risiko dan
menanggapinya daripada sekedar menggolongkan risiko menjadi jenis risiko tertentu. Dengan
alasan ini banyak kantor akuntan menilai risiko kecurangan terpisah dari penilaian atas
komponen-komponen risiko audit.

Risiko kecurangan dapat dinilai untuk audit sebagai keseluruhan atau persiklus, dan tujuan.
Untuk resiko kecurangan pelaporan keuangan dan risiko penyalahgunaan asset, auditor focus
pada bidang-bidang yang berisiko kecurangan tinggi dan merancang prosedur.

MENETAPKAN RISIKO INHEREN

Auditor harus mengevaluasi informasi-informasi yang mempengaruhi risiko inheren dan


menetapkan tingkat risiko inheren untuk setiap siklus dan setiap tujuan audit. Dalam standar
audit (SA 200, A38) bahwa risiko inheren dapat lebih tinggi untuk beberapa asersi dan
golongan transaksi, saldo akun, serta pengungkapan tertentu. Sebagai contoh risiko bawaan
mungkin lebih tinggi untuk perhitungan yang komplek atau untuk akun yang terdiri angka
yang berasal dari estimasi akuntansi yang tergantung pada ketidakpastian estimasi signifikan.

MENDAPATKAN INFORMASI UNTUK MENETAPKAN RISIKO INHEREN

Auditor memulai penetapan risiko inheren pada tahap perencanaan dan memutahirkan
penetapan selama audit berlangsung. Sebagai contoh untuk mendapatkan pemahaman tetang
bisnis klien dan bidang usaha klien auditor bisa melakukan peninjauan mengelilingi
perusahaan dan mengidentifikasi pihak-pihak yang mmepunyai hubungan istimewa.

HUBUNGAN ANTARA RISIKO DENGAN BUKTI DA FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI RISIKO

Auditor menanggapi risiko terutama dengan mengubah luasnya pengujian dan jenis prosedur
audit, termasuk memadukan hal-hal tak terduga dalam prosedur audit yang digunakan. Ada
dua cara yang dapat diubah auditor untuk menanggapi risiko:

a. Penugasan mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman. Kantor


akuntan akan menunjuk staf yang berkualtas untuk setiap penugasan. Untuk klien
dengan risiko audit bisa diterima yang rendah, diperlukan staf yang leboh
berpengalaman dengan penekanan pada pentingnya skeptimisme professional.

15
b. Penugasan harus di review lebih cermat, kantor akuntan harus memastikan adanya
review yang memadai atas kertas kerja audit yang medokumentasikan perencanaan
audit, pengumpulan bukti dan kesimpulan, serta hal-hal penting dalam audit.

RISIKO AUDIT PER SEGMEN

Risiko inheren dan risiko pengendalian tidak ditetapkan untuk audit sebagai keseluruhan,
melainkan ditetapkan untuk setiap siklus, setiap akun dalam suatu siklus, bahkan kadang-
kadang untuk setiap tujuan audit pada suatu akun.

MENGAITKAN MATERIALITAS PELAKSANAAN (KESALAHAN PENYAJIAN


BISA DITOLERANSI) DAN RISIKO DENGAN TUJUAN AUDIT ATAS SALDO

Dalam praktik lazim untuk menetapkan risiko inheren dan risiko penngendalian untuk setiap
tujuan audit saldo akun, namun tidak lazim untuk mengalokasikan materialistas pada tujuan-
tujuan tersebut. Auditor akan lebih efektif untuk menggunakan risiko yang berbeda-beda
untuk tujuan yang berbeda dna biasanya tidaklah sulit untuk menghubungkan risiko dengan
satu atau dua tujuan.

KETERBATASAN PENGUKURAN

Untuk mengatasi masalah pengukuran, banyak audtor menggunakan pengukuran subyektif


yang dinyatakan dengan istilah seperti rendah, medium, tinggi.

Situasi Risiko Audit Risiko Risiko Risiko Jumlah Bukti


Bisa Inheren Pengendalian Deteksi Yang
Diteirma Dieprlukan

1 Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah

2 Rendah Rendah Rendah Medium Medium

3 Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi

4 Medium Medium Medium Medium Medium

5 Tinggi Rendah Medium Medium Medium

16
HUBUNGAN ANTARA RISIKO DAN MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT

Konsep materialitas dan risiko dalam pengauditan berhubungan erat satu sama lain dan tidak
bisa dipisahkan. Risiko adalah pengukuran ketidakpastian, sedangkan materialitas adalah
pengukuran besarnya atau ukurannya. Namun apabila keduanya digabungkan akan mengukur
besaran keidakpastian dari suatu jumlah tertentu. Sebagai contoh pernyataan bahwa auditor
merencanakan akan mengumpulkan bukti sedemikian rupa sehingga hanya 5 persen risiko
(kesalahan penyajian bisa diterima) tidak ditemukannya kesalahan penyajian yang melebihi
kesalahan bisa ditoleransi sebesar Rp 265.000 (materialitas) adalah pernyataan yang tepat dan
bermakna,

MEREVISI PENILAIAN RISIKO DAN BUKTI

Model risiko audit utamanya merupakan model perencanaan dan oleh karena itu kegunaan
terbatas dalam mengevaluasi hasil. Tidak ada kesulitan ketika auditor mengumpulkan bukti
yang direncanakan dan menyimpulkan bahwa penetapan setiap risiko telah dilakukan secara
wajar atau lebih baik dari yang smeula diperkirakan. Auditor akan berkesimpulan bahwa
bukti yang tepat dan cukup telah berkumpul untuk akun atau siklus tersebut.

SA 315,31 menegaskan bahwa penilaian risiko auditor atas risiko kesalahan penyajian
material dapat berubah selama pelaksanaan audit, sejalan dengan diperolehnya bukti audit
tambahan. Dalam kondisi ketika auditor memperoleh bukti audit dari pelaksanaan prosedur
audit lanjutan, atau ketika informasi baru diperoleh. Yang kedua bukti tersebut tidak
konsisten dengan bukti audit awal yang menjadi landasan penilaian, auditor harus merevisi
penilaian tersebut, dan oleh karena itu memodifikasi prosedur audit lanjutan yang
direncanakan sebelumnya.

RISIKO SIGNIFIKAN

Risiko signifikan (SA 315.27), risiko signifikan adalah suatu risiko kesalahan penyajian
material yang diidentifikasikan dan dinilai yang dalam pertimbangan auditor memerlukan
pertimbangan audit khusus. (SA 315:4(e). Risiko signifikan sering berkaitan dengan transaksi
nonrutin yang signifikan atau hal-hal yang memerlukan pertimbangan.

Risiko kesalahan penyajian material mungkin lebih besar untuk transaksi nonrutin yang
signifikan yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

 Intervensi manajemen yang lebih besar dalam menentukan perlakuan akuntansi

17
 Intervensi manual yang lebih besar dalam pengumpulan pengolahan data

 Perhitungan atau prinsip akuntansi yang kompleks

 Sifat transaksi nonrutin yang dapat menyebabkan kesulitan bagi entitas untuk
mengimplementasikan pengendalian yang efektif terhadap risiko.

Jika auditor telah menentukan bahwa terdapat suatu risiko signifikan auditor harus
memperoleh suatu pemahaman tentang pengendalian entitas, termasuk aktivitas pengendalian
yang relevan dengan risiko tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Jusup, Al. haryono. 2001. Auditing. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
YKPN: Yogyakarta

19

Anda mungkin juga menyukai