Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan
lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau
salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya,
semakin rendah resiko audit yang auditor bersedia menanggung nya.
Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelakasanaan proses audit adalah
mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya.
Tujuan ini dicapai dengan mengumpulkan bukti audit tentang asersi yang terdapat dalam
laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengapa konsep materialitas penting dalam audit atas laporan keuangan?
2. Pertimbangan awal tentang materialitas?
4. Risiko audit pada tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo akun?
5. Unsur risiko audit?
6. Hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit?
7. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi risiko?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui mengapa konsep materialitas penting dalam audit atas laporan
keuangan.
2. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan awal tentang materialitas.
3. Untuk mengetahui unsur risiko audit pada tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo
akun.
4. Untuk mengetahui hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi risiko.

1
BAB II

PEMBAHASAN

PENDAHULUAN
Alinea tanggungjawab auditor dalam laporan auditor independen berisi dua frasa yang
berkaitan langsung dengan materialiras dan risiko.

 Tanggungjawab kami adalah untuk menyatakan suatu opini atas" laporan keuangan
tersebut berdasarkan audit kami. Kami melaksanakan audit berdasarkan Standar
Perikatan Audit. . Standar tersebut mengharuskan kami untuk mematuhi ketentuan
etika serta merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan
memadai bahwa laporan keuangan. bebas dari kesalahan penyajian material.
Frasa memperoleh keyakinan memadai dimaksudkan untuk ; memberi informasi kepada
pengguna laporan audit bahwa auditor tidak menjamin kelayakan penyajian laporan
keuangan.
Frasa bebas dari kesalahan penyajian material dimaksudkan untuk memberi infomasi
kepada pengguna laporan audit bahwa tanggungjawab auditor terbatas pada informasi
keuangan yang material saja.

MATERIALITAS
MATERIALITAS DALAM KONTEKS AUDIT

Kerangka pelaporan keuangan seringkali membahas materialitas dalam korneks penyusunan


dan penyajian laporan keuangan.Kerangka tersebut secara umum menjelaskan bahwa:

 Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan


penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat memengaruhi
keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna
laporan keuangan tersebut.
 Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi
yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian, atau
kombinasi keduanya; dan
 Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum diperlukan
oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup. Kemungkinan dampak

2
kesalahan penyajian terhadap pengguna laporan keuangan individual tertentu, yang
kebutuhannya beragam, tidak dipertimbangkan.
Pembahasan tersebut di atas, jika ada dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku,
menyediakan kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas untuk audit. Jika
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku tidak mencakup pembahasan tentang konsep
materialitas, maka karakteristik-karakteristik seperti diuraikan di atas dapat dijadikan sebagai
kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas. Konsep materialitas diterapkan
oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan audit, serta pada saat mengevaluasi
dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang
tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan dan pada saat merumuskan opini dalam
laporan auditor. Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan Profesional,
dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang informasi keuangan oleh para pengguna
laporan keuangan. Dalam konteks ini, adalah masuk akal bagi auditor untuk mengasumsikan
bahwa pengguna laporan keuangan:
a) Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi serta
akuntansi dan kemauan untuk mempelajari informasi yang ada dalam laporan
keuangan dengan cermat:
b) Memahami bahwa laporan keuangan disusun; disajikan dan diaudit berdasarkan
tingkat materialitas tertentu;
c) Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang
ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi; pertimbangan dan pertimbangan masa
depan; dan
d) Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan inlorrnasi dalam laporan
keuangan.

TAHAPAN DALAM PENERAPAN MATERIALITAS


Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan audit,
serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam audit
dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi; jika ada, terhadap laporan keuangan dan pada
saat merumuskan opini dalam laporan auditor. Sebagaimana ditetapkan dalam standar audit
(SA 320. A1) “ ......... Materialitas dan risiko audit perlu dipertimbangkan sepanjang
pelaksanaan audit , khususnya pada saat:
a) Mengidentifikasi dan menilai kesalahan penyajian material;
b) Menentukan silat, saat; dan luas prosedur audit selanjutnya; dan

3
c) Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi; jika ada; terhadap
laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan auditor.”

MATERIALITAS UNTUK LAPORAN KEUANGAN SECARA KESELURUHAN


Standar auditing (SA 320.10) menyatakan bahwa “pada saat menetapkan strategi audit
secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan”. Hal ini disebut pertimbangan awal materialitas. Disebut demikian karena
meskipun opini ditetapkan secara profesional. namun hal itu bisa berubah ketika pengauditan
sedang berlangsung. Kebijakan awal ini harus didokumentasikan dalam file audit. Auditor
biasanya melakukan lima langkah dalam menerapkan materiaiitas :
1. Menentukan materialitas untuk laporann keuangan secara keseluruhan (merencanakan
luas pengujian)
2. Menentukan materialitas pelaksanaan (merencanakan luas pengujian)
3. Memperkirakan total kesalahan penyajian dalam segmen ( mengevaluasi hasil )
4. Memperkirakan keseluruhan kesalahan penyajian ( mengevaluasi hasil )
5. Membandingkan taksiran keseluruhan dengan kebijakan awal materialitas (
Mengevaluasi hasil )
Pertimbangan awal materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan adalah
jumlah maksimum yang diatas jumlah tersebut diyakini oleh auditor akan membuat
laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian dan masih tidak mempengaruhi
pengambilan keputusan yang dilakukan pengguna laporan ( secara konseptual ini adalah
suatu jumlah yang Rp 1, lebih kecil daripada materialitas sebagaimana dirumuskan dalam
SA 320.2 yang telah disebutkan diatas ).

Jika dalam kondisi spesifik entitas, terdapat satu ataulebih golongan transaksi, saldo
akun, atau pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian yang jumlahya
lebih rendah daripada materialitas laporan keuangan secara keseluruhan diperkirakan
secara masuk akal akan mempengaruhi keputusan ekonomi yang dibuat oleh para
pengguna berdasarkan laporan keuangan tersebut, maka auditor harus menetapkan
materialitas yang akan diterapkan terhadap golongan transaksi, saldo akun atau
pengungkapan tertentu tersebut.

Auditor menetapkan pertimbangan awal materialitas untuk membantu dalam perencanaan


pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah jumlah rupiah pertimbangan awal,
semakin banyak bukti yang diperlukan.

4
Selama audit berlangsung, auditor sering mengubah kebijakan awal materialitas. Hal ini
kita sebut kebijakan tentang materialitas revisian.” Auditor perlu melakukan revisi karena
adanya perubahan dalam salah satu faktor yang digunakan dalam menetapkan kebijakan
awal; dan hal itu berpengaruh terhadap kebijakan awal yang diputuskan auditor yang bisa
menjadi terlalu besar atau terlalu kecil. Standar auditing (SA 320.122) menyatakan bahwa
auditor harus merevisi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika
berlaku, materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu)
pada saat auditor menyadari adanya informasi selama audit yang mungkin saja
menyebabkan auditor menentukan jumlah materialitas yang berbeda dari jumlah
materialitas yang pertama kali ditetapkan.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEBIJAKAN AWAI.


MATERIALITAS

Ada sejumlah faktor yang berpengaruh pada kebijakan awal materialitas yang ditetapkan
auditor untuk laporan keuangan yang akan diauditnya. Beberapa faktor terpenting adalah:

1. Konsep Materialitas adalah Relatif, Bukan Absolut


Sejumlah kesalahan penyajian bisa material bagi sebuah perusahaan kecil, tetapi jumlah
sekian tidak material bagi perusahaan lain yang lebih besar. Oleh karena itu, tidaklah
mungkin untuk membuat suatu pedoman jumlah rupiah untuk menetapkan kebijakan awal
materialitas yang akan berlaku umum bagi semua klien audit.

2. Diperlukan Dasar Tertentu untuk Mengevaluasi Materialitas


Mengingat bahwa materialitas bersifat relatif, maka diperlukan suatu dasar Untuk
menetapkan apakah kesalahan penyajian dipandang material. Laba bersih sebelum pajak
sering digunakan sebagai dasar utama untuk menentukan apa yang material bagi perusahaan
yang berorientasi laba, karena laba bersih sebelum pajak merupakan hal yang penting bagi
para pengguna laporan. Beberapa kantor akuntan menggunakan lebih dari satu dasar untuk
menilai materialitas, karena laba bersih sering berfluktuasi Secara signifikan dari tahun ke
tahun sehingga tidak merupakan dasar Yang stabil, atau apabila klien bukan merupakan
perusahaan berorientasi Mencari laba. Dasar lain yang lazim digunakan adalah penjualan
bersih, 'aba kotor, atau total aset. Setelah menetapkan dasar utama, auditor harus menetapkan
juga apakah kesalahan penyajian bisa secara material mempengaruhi kewajaran dasar yang
lain seperti misalnya, aset lancar, aset tetap, kewajiban lancar, ekuitas pemilik. Standar

5
auditing mewajibkan auditor untuk mendokumentasikan dasar yang digunakan untuk
menetapkan kebijakan awal materialitas dalam kertas kerja audit.

3. Faktor Kualitatif Juga Mempengaruhi Materialitos


Jenis-jenis kesalahan penyajian tertentu seringkali lebih berpengarulg terhadap pengguna
laporan keuangan daripada lainnya, walaupun jumlah rupiahnya sama. Sebagai contoh:

 Kesalahan penyajian yang menyangkut kecurangan (fraud) dipandang lebih serius


daripada kekeliruan tidak disengaja walaupun jumlah rupiahnya sama, karena
kecurangan mencerminkan ketidakjujuran dan keandalan manajemen atau orang-
orang lain yang terlibat.
 Kesalahan penyajian yang jumlah rupiahnya kecil bisa menjad material apabila
terkait dengan kewajiban kontraktual.
 Kesalahan penyajian yang kelihatannya tidak material, bisa menjadi material
apabila kesalahan penyajian tersebut memengaruhi tren laba.

PENGGUNAAN TOLOK UKUR DALAM MENENTUKAN MATERIALITAS


UNTUK LAPORAN KEUANGAN SECARA SELURUHAN

Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan protesional Sebagai langkah


awal dalam menentukan materialitas untuk man keuangan secara keseluruhan, persentase
tertentu seringkali diterapkan pada suatu tolok ukur yang telah dipilih. Faktor-faktor yang
dapat memengaruhi proses identifikasi suatu tolok ukur yang tepat mencakup:

 Unsur-unsur laporan keuangan (sebagai contoh, aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan,


beban);
 Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna laporan
keuangan suatu entitas tertentu (sebagai contoh, untuk tujuan pengevaluasian kinerja
keuangan, pengguna laporan keuangan cenderung akan fokus pada laba, pendapatan
maupun aset bersih);
 Silat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan
ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi.
 Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (sebagai contoh, jika pendanaan sebuah
entitas hanya dari utang dan bukan dari ekuitas. maka pengguna laporan keuangan

6
akan lebih menekankan pada aset dan klaim atas aset tersebut daripada pendapatan
entitas); dan
 Fluktuasi relatif tolak ukur tersebut.

CONTOH PEDOMAN PENENTUAN MATERIALITAS

PENERAPAN MATERIALITAS PADA PT ABC

Minimum Maksimum
Presentase Jml. Rupiah Presentase Jml. Rupiah
Laba dari 3 Rp 221.000 6 Rp. 442.000
operasi 3 1.531.000 6 3.062.000
Aset Lancar 1 614.000 3 1.841.000
Total Aset 3 396.00 6 793.000
Kewajiban
lancar

7
Apabila auditor yang mengaudit PT ABC berpendapat bahwa pedoman masuk akal, maka
tahap pertama yang harus dilakukannya adalah menilai apakah terdapat faktor kualitatif yang
signifikan mempengaruhi kebijakan materialitas. Seandainya tidak terdapat faktor kualitatif,
apabila pada akhir audit, auditor berkesimpulan bahwa total kesalahan penyajian laba operasi
sebelum pajak lebih kecil daripada Rp221.000,00 maka laporan akan dipandang wajar.
Apabila total kesalahan penyajian melebihi Rp442.000,00, maka laporan tidak akan
dipandang wajar. Apabila kesalahan penyajian berada di antara Rp221 .000,00 dan
Rp442.000,00, diperlukan kebijakan lebih cermat atas semua fakta yang ada. Selanjutnya
auditor menerapkan proses yang sama untuk ketiga dasar yang lain.

MENENTUKAN MATERIALITAS PELAKSANAAN

Standar Auditing (SA 320.0) merumuskan materialitas pelaksanaan sebagai berikut :


Materialitas pelaksanaan (perfonnanoe materiality) adalah Suatu jumlah yang ditetapkan oleh
auditor, pada tingkat yang lebih rendah daripada materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang semestinya kemungkinan kesalahan
penyajian yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi yang secara agregat melebihi
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika berlaku, materialitas
pelaksanaan dapat ditetapkan oleh auditor pada jumlah yang lebih rendah daripada
materialitas golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu.

Penentuan materialitas pelaksanaan (diperlukan karena auditor mengumpulkan bukti


per segmen bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan, dan tingkat materialitas
pelaksanaan membantu mereka dalam menentukan bukti audit yang tepat yang harus
dikumpulkan. Materialitas pelaksanaan berhubungan terbalik dengan jumlah bukti yang harus
dikumpulkan auditor.

Materialitas pelaksanaan bisa berbeda-beda untuk golongan transaksi, saldo akun,


atau pengungkapan yang berbeda terutama bila terdapat focus pada suatu bidang tertentu.
Penentuan materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu perhitungan mekanis yang
sederhana dan membutuhkan adanya pertimbangan professional. Penentuan ini dipengaruhi
oleh pemahaman auditor atas entitas, yang dimutahirkan selama pelaksanaan prosedur
penilaian risiko; dan sifat serta luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit
sebelumnya serta harapan auditor berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam periode
berjalan. Proses penentuan Materialitas pelaksanaan disebut sebagai proses pengalokasian
pertimbangan awal tentang materialitas ke segmen-segmen. Penentuan materialitas

8
pelakanaan didasarkan pada pertimbangan professional dan mencerminkan jumlah kesalahan
penyajian yang diinginkan auditor dapat diterima pada suatu segmen tertentu.

Auditor menghadapi tiga masalah dalam mengalokasikan materialitas ke akun-akun


neraca :

1. Auditor menduga akun-akun tertentu meiliki lebih banyak kesalahan penyajian dari
pada lainnya
2. Baik lebih saji maupun kurang saji hatus dipertimbangkan
3. Biaya audit terkait mempengaruhi pengalokasian

Dalam pengalokasian materialitas, auditor menaruh perhatian besaratas pengaruh


kesalahan penyajian tiap-tiap akun neraca terhadap labaoperasi. Suatu lebih saji dari suatu
akun aset akan mempunyai pengaruhyang sama terhadap laporan laba-rugi, seperti halnya
juga suatu kurang saji dari akun kewajiban. Kebalikannya, suatu kesalahan
pengklasifikasandalam neraca, seperti misalnya pengklasifikasian utang wesel menjadiutang
usaha, tidak berpengaruh terhadap laba operasi. Oleh karena itu,materialitas suatu pos yang
tidak berpenganuh terhadap laporan laba-rugiharus dipertimbangkan secara terpisah

Sebagai kesimpulan, tujuan pengalokasian kebijakan awal materialitas ke akun neraca


adalah untuk membantu auditor dalammenentukan bukti yang tepat yang harus diperoleh
untuk setiap akundalam neraca dan laporan laba rugi. Dalam pengalokasian diupayakanuntuk
meminimalkan biaya audit tanpa mengorbankan kualitas audit.Bagaimanapun pengalokasian
dilakukan, ketika audit sudah selesai,auditor harus yakin bahwa keseluruhan kesalahan
penyajian dalam semua akun adalah lebih kecil atau sama dengan kebijakan awalmaterialitas
yang telah direvisi.

MEMPERKIRAKAN KESALAHAN PENYAJIAN DANMEMBANDINGKAN


DENGAN KEBIJAKAN AWAL

Pada saat auditor melaksanakan prosedur audit untuk setiapsegmen audit, auditor
mendokumentasikan semua kesalahan penyajian yang ditemukannya. Kesalahan penyajian
dalam suatu akun bisa terdiriadaduatipe, yaitu : kesalahan penyajian diketahui (known
misstatement) dan kesalahan penyajiandiperkirakan(likely misstatement).
Kesalahanpenyajian diketahuiadalah kesalahan dalam akun yang bisa di tentukan jumlahnya.
Sebagai contoh, ketika aset tetapauditor menjumpai adanya leased aset yang dikapitalisasi,

9
padahalseharusnya diperlakukan sebagai beban karena merupakanoperatingaset. Ada dua tipe
kesalahan penyajian diperkirakan. Pertama adalahkesalahan penyajian yang timbul dari
perbedaan pertimbangan yangdibuat auditor dengan pertimbangan manajemen dalam
menaksirsaldoakun. Sebagai contoh adalah perbedaan dalam menaksir cadangan kerugian
piutang atau kewajiban garansi. Kedua, adalah proyeksikesalahan penyajian yang didasarkan
pada pengujian auditor atas suatusampel dari populasi. Sebagai contoh, misalkan auditor
menemukan 6kesalahan penyajian yang dibuat klien dalam suatu sampel yang terdiri dan200
dalam pengujian harga perolehan persediaan. Auditor menggunakantemuan kesalahan
penyajian ini untuk menaksir total perkiraan kesalahanpenyajian dalam persediaan. Jumlah
total ini disebut suatu“proyeksi” atau 'ekstrapolasi karena yang diaudit hanya suatu
sampeltidak keseluruhan populasi Jumlah proyeksi kesalahan penyajian untuksetiap akun
dikumpulkan dalam kertas kerja , dan selanjutnyagabungan seluruh kesalahan penyajian ini
dibandingkan denganmaterialitas.

RISIKO AUDIT

Standar audit (SA315) mewajibkan auditor untuk mendapatkan pemahaman tentang


dan lingkungannya, termasuk pengendalian intrnal untuk menetapkan risiko penyajian
material dalam laporan keuangan klien.Sebagaicontoh, auditor mengakui ketidakpastian
inheren tentangketepatan bukti, ketidakpastian tentang efektivitas pengendalian
internalketepatanbukti, ketidakpastian tentang efektivitaspengendalianinternalklien,
danketidakpastiantentangapakah laporan keuangan disajikan secarawajar, ketika audit telah
berakhir. Auditor yang efektif mengakuitentangadanya risiko dan mengelola risiko tersebut
dengan cara yangtepat. Banyakrisiko yang sulit diukur dan membutuhkan pertimbanganyang
cermat sebelum auditor dapat menanggulangidengan tepat.Tanggapan terhadap risiko-risiko
secara tepat adalah sesuatu yangkritikal untuk mencapaiaudit berkualitas tinggi.

MODEL RISIKO AUDIT UNTUK PERENCANAAN

Risiko kesalahan penyajian material dapat terjadi di dua tingkat yaitu :

1. Tingkat laporan keuangan secara keseluruhan; dan


2. Tingkat asersi untukgolongan transaksi, saldo, akun, danpengungkapan.

Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangansecara keseluruhan


mengacu ke risiko kesalahan penyajianmaterialyang berdampak luas (pervasif) terhadap
laporan keuangan secara keluruhan dan berpotensi memengaruhi banyak asersi

10
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi dinilai untukmenentukan sifat,
saat, dan luas prosedur audit yang diperlukan untukmemperoleh bukti audit yang cukup dan
tepat. Bukti audit tersebutmemungkinkan auditor untuk menyatakan opini atas laporan
keuanganpada tingkat rendah yang dapat diterima. Risiko kesalahan material padatingkat
asersi terdiri dari dua komponenyaitu: risiko inheren dan risikopengendalian.

Penilaian risiko atas risiko kesalahan penyajian materiauditor pelaksanaan audit,


sejalanpada tingkatasesi dapat berubah selama pelaksanaan audit sejalan dengan diperolehnya
bukti audit tambahan. Dalam kondisi ketika auditor memperoleh bukti audit dari prosedur
audit lanjutan, atau ketika informasi baru diperoleh, yang kedua bukti tersebut tidak konsisten
dengan bukti audit awal yang menjadi dasar penilaian auditor harus merevisi penilaian
tersebut, oleh karena itu memodifikasi prosedur audit lanjutan yang direncanakan
sebelumnya.

Auditor menggunakan beberapa pendekatan untuk mencapai tujuanpenilaian risiko


kesalahan penyajian material. Salah satu pendkatanyang banyak digunakan para auditor
adalah dengan menggunakan suatumodel yang menggambarkan hubungan umum berbagai
komponen risiko audit dalam istilah matematis untuk mencapai tingkat risiko deteksiyang
dapat diterima yang disebut model risiko audit. Model tersebutberguna untuk merencanakan
prosedur audit. Dalam prosedurperencanaan, auditor mempertimbangkan risiko untuk
mendapatkan bukti audit terutama dengan menerapkan model risiko audit.

KOMPONEN-KOMPONEN MODEL RISIKO AUDIT

Risiko Deteksi

Standar audit (SA 200. 13 (e)) mendefinisikan risiko deteksi sebagai berikut :

Risiko deteksi adalah risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor untuk
menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima tidak akan mendeteksi suatu
kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin material, baik secara individual maupun
secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya. Dengan kata lain,
risiko deteksi adalah risiko yang timbul karena bukti audit tidak berhasil mendeteksi
kesalahan penyajian yang melebihi kesalahan penyajian yang bisa ditoleransi. Ada dua hal
yang perlu tentang risiko deteksi , yaitu :

11
1) Risiko deteksi merupakan dependen dari tiga faktor lain yang tercakup dalam model.
Risiko ini akan berubah hanya apabila auditor mengubah salah satu (atau lebih) faktor
lain dalam model risiko.
2) Risiko deteksi menentukan jumlah bukti substantive yang direncanakan akan
dikumpulkan auditor yang berkebalikan dengan ukuran risiko deteksi. Apalagi risiko
deteksi berkurang, auditor harus mengumpulkan bukti yang lebih banyak untuk
mencapai risiko deteksi yang telah berkurang tersebut.

Risiko Inheren

Standar audit (SA 200. 13 (n)) mendefinisikan risiko inheren sebagai berikut :

Risiko inheren adalah kerentanan suatru asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo
akun, atau pengungkapan terhadap suatu kesalahan penyajian yang mungkin material, baik
secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian
lainnya, sebelum mempertimbangkan pengendalian internal yang terkait. Dengan kata lain,
risiko inheren adalah penilaian auditor mengenai kemungkinan adanya kesalahan penyajian
material yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan sebelum mempertimbangkan
efektivitas pengendalian internal.

Apabila auditor berkesimpulan bahwa kemungkinan besar terdapat kesalahan


penyajia, maka auditor akan berkesimpulan bahwa risiko inherennya tinggi. Pada saat
mempertimbangkan risiko inheren, pengendalian internal kita kesampingkan karena dalam
model risiko audit, pengendalian internal dipertimbangkan tersendiri sebagai risiko
pengendalian.

Risiko inheren yang tinggi, selain akan meningkatkan bukti yang harus dikumpulkan,
juga menuntut digunakannya staf audit yang lebih berpengalaman, dan review terhadap
pengujian audit lebih cermat. Sebagai contoh, apabila risiko inheren untuk keusangan
persediaan sangat tinggi , masuk diakal apabila auditor akan menugasi staf yang sudah
berpengalaman untuk melakukan pengujian lebih intensif terhadap keusangan persediaan dan
melakukan review yang mendalam terhadap hasil audit.

12
Risiko Pengendalian

standar audit (SA 200. 13 (n)) mendefinisikan risiko pengendalian sebagai berikut :

Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu kesalahan penyajian yang mungkin
terjadi dalam suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan
yang mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan
dengan kesalahan penyajian lainnya, tidak akan dapat dicegah, atau dideteksi dan dikoreksi,
secara tepat waktu oleh pengendalian internal entitas. Dengan kata lain, risiko pengendalian
mengukur penilaian auditor tentang apakah kesalahan penyajian yang melebihi jumlah
kesalahan penyajian bisa ditoleransi pada suatu segmen akan dapat dicegah atau dideteksi
secara tepat waktu oleh system pengendalian internal klien.

Apabila auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal efektif, maka resiko


deteksi dapat dinaikkan dan dengan demikian bukti yang dikumpulkan bisa dikurangi.
Auditor bisa menaikkan risiko deteksi apabila pengendalian efektif, karena pengendalian
internal yang efektif mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan penyajian dalam laporan
keuangan.

Risiko Audit

Standar audit (SA 200. 13 (c)) mendefinisikan risiko audit sebagai berikut :

Risiko audit adalah risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini audit yang tidak
tepat ketika laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material. Risiko audit
merupakan suatu fungsi kesalahan penyajian material dan risiko deteksi. Dengan kata lain,
risiko audit adalah ukuran tentang seberapa besar auditor bersedia untuk menerima bhwa
laporan keuangan mungkin mengandung kesalahan penyajian material setelah audit selesai
dikerjakan dan memberinya pendapat wajar tanpa pengecualian

Apabila auditor memutuskan untuk menurunkan risiko audit, hal itu berarti bahwa
auditor ingin lebih pasti bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan penyajian
material. Risiko nol berarti sepenuhnya pasti, sedangkan risiko 100% berarti sama sekali
tidak pasti. Jaminan penuh mengenai ketepatan laporan keuangan tidak ekonomis dan tidak
praktis. Selain itu, auditor tidak dapat menjamin sepenuhnya bahwa laporan keuangan tidak
mengandung kesalahan penyajian material.

13
Apabila kita menggunakan model risiko audit, didalamnya terkandung hubungan
langsung antara risiko audit yang bisa diterima dengan risiko deteksi, dan terdapat hubungan
berkebalikan antara risiko audit dengan bukti yang harus dikumpulkan. Apabila auditor
memutuskan untuk menurunkan risiko audit yang bisa diterima, maka risiko deteksi juga
akan turun, dan bukti yang harus dikumpulkan akan naik. Untuk klien dengan risiko audit
yang rendah, auditor biasanya menugasi staf audit yang lebih berpengalaman dan melakukan
review atas kertas kerja audit yang lebih mendalam.

Perbedaan antara Risiko-Risiko dalam Model Risiko Audit

Ada perbedaan besar dalam hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko dalam
model risiko audit. Untuk risiko audit yang bisa diterima ,auditor memutuskannya sesuai
dengan kesediaan kantor akuntan menerima risiko bahwa laporan keuangan mengandung
kesalahan penyajian setelah audit selesai dikerjakan, berdasarkan berbagai faktor yang
menyangkut klien. Sebagai contoh, auditor akan menetapkan risiko audit bisa diterima yang
sangat rendah untuk perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana. Risiko ineren
dan risiko pengendalian didasarkan pada dugaan auditor atau prediksi tentang kondisi klien.
Contoh risiko inheren yang tinggi adalah apabila terdapat persediaan yang belum laku terjual
dalam waktu dua tahun. Contoh risiko pengendalian yang rendah adalah manakala terdapat
pemisahan tugas antara pemegang asset dengan akuntansi. Auditor tidak dapat mengubah
kondisi klien semacam itu, tetapi hanya bisa melakukan penilaian. Risiko deteksi sepenuhnya
adalah dependen dari ketiga risiko yang lain, dan karenanya hanya dapat ditentukan setelah
auditor menetapkan ketiga risiko lainnya.

MENETAPKAN RISIKO AUDIT BISA DITERIMA

Auditor harus memutuskan risiko audit yang bisa diterima untuk suatu audit, terutama pada
tahap perencanaan audit, terutama pada tahap perencanaan audit. Pertama-tama auditor harus
menetapkan risiko penugasan dan selanjutnya menggunakan risiko penugasan untuk
menetapkan risiko audit.

Dampak Risiko Penugasan Terhadap Risiko Audit Bisa Diterima

Risiko penugasan adalah risiko yang harus ditanggung auditor atau akuntan setelah suatu
audit diselesaikan, walaupun laporan audit yang dibuat sudah benar. Risiko penugasan
berkaitan erat dengan risiko bisnis klien. Sebagai contoh, apabila klien dinyatakan bangkrut
oleh pengadilan setelah perusahaan tersebut diaudit, kemungkinan besar kantor akuntan

14
tersebut akan dituntut, meskipun audit yang dilakukan auditor telah dilaksanakan dengan
baik.

Perlu dicatat bahwa para auditor berbeda pendapat tentang apakah risiko penugasan
perlu dipertimbangkan atau tidak dalam perencanaan audit. Para penentang beragumentasi
bahwa auditor tidak memebri pendapat audit untuk berbagai tingkat keyakinan sehingga oleh
karenanya tidak perlu memberi keyakinan lebih atau kurang karena adanya risiko penugasan.
Sedangkan para pendukung beragumentasi bahwa auditor seyogyanya mengumpulkan bukti
tambahan, menugaskan auditor yang lebih berpengalaman, dan mereview audit lebih cermat
dalam audit yang berpotensi besar digugat secara hukum atau tindakan perlawanan lain yang
mempengaruhi keberadaan auditor, sepanjang tingkat keyakinan tidak berada di bawah suatu
tingkat tinggi tertentu manakala terdapat risiko-risiko penugasan yang rendah.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Audit Bisa Diterima

Ada tiga faktor yang mempengaruhi risiko penugasan dan yang selanjutnya berpengaruh pula
pada risiko audit, yaitu (1) seberapa jauh pengguna laporan eksteren mengandalkan laporan
keuangan auditan, (2) kemungkinan klien mengalami kesulitan keuangan setelah laporan
audit diterbitkan, dan (3) integritas manajemen.

1. Seberapa Jauh Pengguna Eksteren Mengandalkan Laporan Keuangan Auditan


Beberapa faktor bisa menjadi indicator tentang seberapa jauh laporan diandalkan oleh
pengguna eksteren :
 Ukuran entitas. Secara umum, semakin besar entitas yang diaudit, semakin
besar pula kemungkinan laporan digunakan. Ukuran entitas, diukur dengan
total asset atau pendapatan akan memiliki dampak terhadap tingkat risiko audit
bisa diterima.
 Distribusi kepemilikan.Laporan keuangan entitas-entitas publik biasanya
menjadi andalan lebih banyak pemakai dibandingkan dengan entitas tertutup.
Dalam perusahaan publik banyak pihak luar juga berkepentingan seperti
misalnya Bapepam, analis-analis keuangan, dan masyarakat luas.
 Sifat dan jumlah kewajiban (utang). Apabila laporan berisi jumlah utang yang
besar, laporan tersebut kemungkinan besar akan banyak digunakan oleh para
kreditur dibandingkan dengan apabila tidak berisi banyak kewajiban.

15
2. Kemungkinan Klien Mengalami Kesulitan Keuangan Setelah Laporan Audit
Diterbitkan
Apabila klien terpaksa mengalami kebangkrutan atau menderita kerugian besar
setelah audit diselesaikan, auditor kemungkinan besar akan berhadapan dengan
tuntutan untuk membuktikan kualitas audit yang telah dilakukannya. Hal ini
diakibatkan oleh kualitas audit yang tidak memenuhi standar minimum atau bisa juga
karena niat pemakai laporan untuk menutup kerugian yang dideritanya walaupun
audit telah dilakukan dengan baik.
Tidak mudah bagi auditor untuk memprediksi kegagalan keuangan sebelum hal itu
terjadi, tetapi beberapa faktor bisa menjadi indicator yang baik tentang kemungkinan
terjadinya hal tersebut.
 Posisi likuiditas. Apabila klien sering mengalami kekurangan kas dan modal
kerja, hal itu menunjukkan kemungkinan terjadinya kesulitan membayar utang
di masa depan. Auditor harus menilai kemungkinan dan signifikansi
penurunan posisi likuiditas yang terjadi terus menerus.
 Laba (rugi) tahun-tahun lalu. Apabila perusahaan mengalami penurunan laba
yang drastic atau peningkatan kerugian selama bertahun-tahun, auditor harus
menyadari kemungkinan terjadinya masalah solvabilitas yang akan dihadapi
klien.
 Metoda pendanaan. Semakin besar ketergantungan klien pada pinjaman untuk
memenuhi kebutuhan dananya, semakin besar pula risiko terjadinya kesulitan
keuangan apabila keberhasilan operasi perusahaan menurun. Auditor harus
menilai apakah asset-aset tetap didanai oleh pinjaman jangka pendek atau
pinjaman jangka panjang, karena jumlah pengeluaran kas yang besar dalam
waktu singkat akan bisa menyebabkan perusahaan bangkrut.
 Sifat operasi klien. Jenis-jenis entitas tertentu memiliki risiko inheren yang
besar dibandingkan perusahaan lainnya.
 Kompetensi manajemen. Manajemen yang kompeten akan selalu waspada
terhadap kesulitan keuangan potensial dan segera memodifikasi metoda
operasinya untuk meminimumkan pengaruh masalah jangka pendek. Auditor
harus menilai kemampuan manajemen sebagai bagian dari kemungkinan
terjadinya kebangkrutan.

16
3. Evaluasi Auditor tentang Integritas Manajemen
Perusahaan dengan integritas rendah sering melakukan kegiatan bisnis yang memicu
terjadinya konflik dengan pemegang saham, regulator, dan konsumen. Konflik-
konflik semacam itu bisa mempengaruhi kualitas audit yang diinginkan para pemakai
laporan dan bisa mengakibatkan tuntutan hukum serta percekcokan lainnya.
Manajemen yang pernah dihukum karena tindakan criminal di masa lampau adalag
contoh yang jelas tentang integritas manajemen yang dipertanyakan. Contoh lain
tentang integritas yang dipertanyakan adalah seringnya terjadi ketidaksepahaman
dengan auditor di masa lalu atau dengan pihak luar seperti misalnya Bapepam.

Membuat Keputusan Tentang Risiko Audit Bisa Diterima

Untuk menetapkan risiko audit bisa diterima, pertama-tama auditor harus menilai setiap
faktor yang mempengaruhi risiko audit bisa diterima. Risiko audit biasanya dinyatakan
dengan istilah tinggi, menengah, rendah. Risiko audit yang rendah mengandung arti bahwa
klien sangat berisiko yang membutuhkan bukti lebih banyak, menggunakan lebih banyak staf
audit berpengalaman, dan atau review atas kerja audit yang lebih mendalam. Setelah audit
berjalan, auditor akan mendapat informasi lebih banyak tentang klien, dan risiko audit bisa
diterima bisa dimodifikasi.

MENILAI RISIKO INHEREN

Dimasukannya risiko inheren ke dalam model risiko audit merupakan konsep paling penting
dalam pengauditan. Hal itu berarti bahwa auditor harus berusaha memprediksi dimana
kesalahan penyajian paling mungkin dan mana yang paling kecil kemungkinannya dalam
laporan keuangan. Informasi tersebut memperngaruhi banyaknya bukti yang perlu
dikumpulkan auditor, staf audit yang akan diberi penugasan, dan review atas kertas kerja
audit.

Faktor-faktor yang memepengaruhi risiko inheren

Auditor harus menilai faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko dan memodifikasi bukti
untuk dipertimbangkan. Untuk menetapkan risiko inheren, auditor harus mempertimbangkan
beberapa faktor penting, yaitu :

1) Sifat Bisnis Klien

17
Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Sebagai contoh,
pabrik peralatan elektronik berhadapan dengan kemungkinan keusangan persediaan
lebih besar dari pada pabrik baja. Risiko inheren berbeda-beda antara perusahaan
yang satu dengan perusahaan lainnya, untuk akun seperti persediaan, piutang usaha,
dan asset tetap. Sifat bisnis klien tidak mempunyai dampak atau kecil dampaknya
terhadao risiko inheren untuk akun seperti kas, utang wesel, dan utang hipotik.
2) Hasil dari Audit Sebelumnya
Kesalahan penyajian yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya memiliki
kemungkinan besar untuk terjadi lagi dalam audit tahun ini, karena banyak tipe
kesalahan penyajian yang sifatnya sistemik, dan organisasi seringkali lambat
melakukan perubahan untuk meniadakan kesalahan penyajian seperti itu. Oleh karena
itu, auditor akan dipandang lali jika hasil audit tahun lalu diabaikan pada saat ia
mengembangkan program audit untuk tahun ini. Sebagai contoh, apabila auditor
menemukan sejumlah kesalahan penyajian signifikan dalam penetapan harga
persediaan dalam audit tahun lalu, auditor seyogyanya menilai risiko inheren yang
tinggi dalam audit tahun ini, dan pengujian yang ekstensif harus dilakukan sebagai
cara untuk memastikan apakah kelemahan dalam system pengendalian internal klien
telah diperbaiki. Namun apabila auditor tidak menjumpai kesalahan penyajian dalam
kurun waktu beberapa tahun dalam melakukan pengujian pada suatu bidang audit,
auditor bisa menurunkan risiko inheren, dengan catatan tidak terjafi perubahan dalam
keadaan-keadaan yang relevan.
3) Penugasan baru atau penugasan ulangan
Auditor mendapat pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya
kesalahan penyajian setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Apabilan tidak
ada hasil audit tahun lalu, sebagian besar auditor akan menilai risiko inheren yang
tinggi pada audit yang pertma kali dilakukan dibandingkan dengan penugasan ulangan
yang pada waktu lalu tidak ditemukan kesalahan penyajian material. Kebanyakan
auditor menetap risiko inheren yang tinggi pada audit tahun pertama dan mengurangi
pada tahun-tahun berikutnya sejalan dengan diperolehnya pengetahuan tentang klien
yang lebih banyak.
4) Pihak-pihak yang berelasi
Contoh transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi (related parties) adalah transaksi
antara perusahaan induk dengan perusahaan anak, dan antara manajemen dengan
entitas perusahaan. Karena transaksi semacam ini tidak terjadi antara dua pihak yang

18
independen yang melakukan tawar menawar secara bebas, maka terdapat
kemungkinan besar bahwa transaksi demikian direkayasa yang menyebabkan naiknya
risiko inheren.
5) Transaksi-transaksi non rutin
Transaksi-transaksi yang tidak biasa terjadi (non-rutin) pada perusahaan klien
mempunyai kemungkinan besar dicatat secara salah dibandingkan dengan transaksi
rutin, karena klien tidak berpengalaman dalam mencatatnya. Sebagai contoh adalah
pencatatan transaksi kerugian karena kebakaran, pembelian property berjumlah besar,
dan restrukturisasi biaya yang diakibatkan penghentian operasi. Dengan mengetahui
bisnis klien dan mereview notulen rapat, auditor akan dapat menilai konsekuensi dari
transaksi non-rutin.
6) Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi yang benar
Banyak saldo akun seperti misalkan investasi tertentuyang dicatat atas dasar nilai
wajar (fair value), cadangan kerugian piutang, keusangan persediaan, kewajiban untuk
pembayaran garansi, dan reserve untuk kerugian utang bank, memerlukan estimasi
dan sarat dengan pertimbangan tertentu, kemungkinan kesalahan penyajiannya cukup
tinggi, dan akibatnya auditor biasanya menetapkan risiko inheren yang tinggi.
7) Pembentukan populasi
Kadang-kadang unsur individual tertentu yang membentuk populasi juga berpengaruh
terhadap ekspektasi auditor tentang kesalahan penyajian material. Auditor biasanya
akan menggunakan risiko inheren yang lebih tinggi untuk piutang usaha apabila
sebagian besar tagihan telah lewat waktu dibandingkan dengan apabila sebagian besar
belum jatuh tempo. Contoh unsur-unsur yang membutuhkan risiko inheren yang lebih
tinggi misalnya transaksi dengan perusahaan afiliasi, piutang kepada jajaran pimpinan
perusahaan, dan piutang yang belum tertagih selama berbulan-bulan. Situasi semacam
ini membutuhkan penyelidikan lebih mendalam karena terdapat kemungkian besar
terdapat kesalahan penyajian.
8) Faktor- faktor yang berhubungan dengan kecurangan pelaporan dan penyalahgunaan
asset
Dari segi konsep maupun praktik, sulit untuk memisahkan antara faktor risiko
kecurangan menjadi risiko audit bisa diterima, risiko inheren, atau risiko
pengendalian. Sebagai contoh, manajemen yang rendah integritasnya dan bermotivasi
untuk melakukan kesalahan penyajian laporan keuangan adalah salah satu faktor

19
dalam risiko audit bisa diterima, tetapi hal itu juga merupakan memengaruhi risiko
pengendalian.
Untuk memenuhi persyaratan standar auditing, bagi auditor lebih penting menilai
risiko dan menanggapinya dari pada sekedar menggolongkan risiko menjadi jenis
risiko tertentu. Dengan alasan ini, banyak kantor akuntan menilai risiko kecurangan
terpisah dari penilaian atas komponen-komponen risiko audit
Risiko kecurangan dapat dinilai untuk audit sebagai keseluruhan atau per siklus, dan
tujuan. Sebagai contoh, intensif yang besar untuk merangsang manajemen agar
bekerja keras untuk mencapai target pendapatan yang tinggi bisa berpengaruh
terhadap keseluruhan audit, sedangkan kerentanan terhadap pencurian persediaan
hanya akan berpengaruh terhadap akun persediaan. Untuk risiko kecurangan pelapor
keuangan dan risiko penyalahgunaan asset, auditor focus pada bidang-bidang yang
berisiko kecurangan tinggi dan merancang prosedur audit atau mengubah keseluruhan
tindakan audit untuk menanggapi risiko tersebut.

Menetapkan Risiko Inheren

Auditor harus mengevaluasi informasi-informasi yang mempengaruhi risiko inheren dan


menetapkan tingkat risiko inheren untuk setiap siklus, dan untuk setiap tujuan audit. Dalam
standar audit (SA 200. A38) disebutkan bahwa risiko inheren dapat lebih tinggi untuk
beberapa asersi dan golongan transaksi, saldo akun, serta pengungkapan tertentu. Sebagai
contoh risiko bawaan mungkin lebih tinggi untuk perhitungan yang kompleks atau untuk
akun yang terdiri angka yang berasal dari estimasi akuntansi yang tergantung pada
ketidakpastian estimasi signifikan. Kondisi eksternal yang menimbulkan risiko bisnis juga
dapat memengaruhi risiko bawaan. Sebagai contoh, perkembangan teknologi dapat
mengakibatkan persediaan menjadi makin rentan terhadap kelebihan penyajian. Faktor dalam
entitas dan lingkungannya yang berhubungan dengan sebagian atau semua golongan
transaksi, saldo akun, atau pengungkapan dapat memengaruhi risiko bawaan yang berkaitan
dengan asersi tertentu. Sejumlah faktor tertentu lainnya juga bisa memengaruhi, seperti
misalnya audit pertama kali atau audit ulangan, akan berpengaruh terhadap banyak atau
bahkan mungkin semua siklus, sedangkan faktor lainnya seperti transaksi non-rutin, hanya
akan berpengaruh terhadap akun-akun tertentu atau tujuan audit tertentu.

20
Mendapatkan Informasi untuk Menetapkan Risiko Inheren

Auditor memulai penetapan risiko inheren pada tahap perencanaan dan memutahirkan
penetapan tersebut selama audit berlangsung. Sebagai contoh, untuk mendapatkan
pemehaman tentang bisnis dan bidang usaha klien, auditor bisa melakukan peninjauan
mengelilingi perusahaan dan mengidentifikasi pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa. Informasi ini dan informasi-informasi lain tentang perusahaan dan lingkungannya
berkaitan langsung dengan penetapan risiko inheren.

HUBUNGAN ANTARA RISIKO DENGAN BUKTI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI RISIKO

Gambar 7-5 di bawah ini melukiskan faktor-faktor yang menentukan masing-masing


risiko, pengaruh dari ketiga komponen risiko terhadap penentuan risiko deteksi direncanakan,
dan hubungan antara keempat risiko terhadap bukti audit direncanakan. Tanda “L” dalam
gambar tersebut menunjukkan hubungan langsung (atau sejalan) antara suatu komponen
risiko dengan risiko deteksi direncanakan atau bukti yang direncanakan . “T” menunjukkan
hubungan berkebalikan. Sebagai contoh, kenaikan dalam risiko audit bisa diterima
mengakibatkan kenaikan dalam risiko deteksi (L) dan penurunan dalam bukti audit
direncanakan (T).

21
Auditor menanggapi risiko terutama dengan mengubah luasnya pengujian dan jenis
prosedur audit, termasuk pula dengan memadukan hal-hal tak terduga dalam prosedur audit
yang digunakan. Selain dengan memodifikasi bukti audit, ada dua cara lain yang dapat
diubah auditor untuk menanggapi risiko.
 Penugasan mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman.
Untuk klien dengan risiko audit bisa diterima yang rendah, diperlukan staf
yang lebih berpengalaman dengan penekanan pada pentingnya skeptisisme
profesional. Begitu pula apabila suatu bidang audit seperti misalnya
persediaan, memiliki risiko inheren yang tinggi, maka bidang audit tersebut
sebaiknya ditangani oleh staf yang berpengalaman dalam audit persediaan.
 Penugasan harus direview lebih cermat. Kantor akuntan harus memastikan
adanya review yang memadai atas kertas kerja audit yang
mendokumentasikan perencanaan audit, pengumpulan bukti dan kesimpulan,
serta hal-hal penting dalam audit. Apabila risiko audit bisa diterima rendah,
diperlukan review yang lebih cermat dan seksama, termasuk dengan review
oleh orang yang tidak terlibat dalam penugasan. Apabila risiko kesalahan
penyajian material (perpaduan antara risiko inheren dan risiko pengendalian)

22
tinggi untuk akun-akun tertentu , reviewer seyogyanya memberi waktu lebih
banyak untuk memastikan bahwa bukti sudah tepat dan dievaluasi dengan
benar.

RISIKO AUDIT PER SEGMEN

Risiko inheren dan risiko pengendalian tidak ditetapkan untuk audit sebagai
keseluruhan, melainkan ditetapkan untuk setiap siklus, setiap akun dalam suatu siklus,
bahkan kadang-kadang untuk setiap tujuan audit pada suatu akun. Untuk audit yang sama,
risiko ditetapkan bisa berbeda-beda antara siklus yang satu dengan akun yang lain, dan antara
tujuan yang satu dengan tujuan yang lain. Sebagai contoh, pengendalian internal untuk
persediaan mungkin lebih efektif dibandingkan pengendalian internal untuk aset tetap. Dalam
situasi demikian, risiko pengendalian untuk pengendalian bisa lebih rendah untuk persediaan
dibandingkan dengan risiko pengendalian untuk aset tetap. Faktor-faktor yang mempengaruhi
risiko inheren misalnya kerentanan terhadap penyalahgunaan aset dan transaksi rutin juga
bisa berbeda antara akun yang satu dengan akun lainnya. Oleh sebab itu, merupakan hal yang
normal apabila risiko inheren berbeda untuk berbagai akun pada audit yang sama.

Sejumlah auditor menggunakan risiko audit bisa diterima yang sama untuk semua
segmen berdasarkan keyakinan bahwa pada akhir audit, pengguna laporan keuangan akan
mempunyai tingkat keyakinan yang sama untuk semua segmen laporan keuangan. Auditor
lain menggunakan tingkat keyakinan yang berbeda untuk segmen yang berbeda berdasarkan
keyakinan bahwa pengguna laporan keuangan mungkin akan lebih berkepentingan pada
saldo-saldo akun tertentu dibandingkan lainnya pada suatu audit tertentu.

MENGAITKAN MATERIALITAS PELAKSANAAN (KESALAHAN PENYAJIAN


BISA DITOLERANSI) DAN RISIKO DENGAN TUJUAN AUDIT ATAS SALDO

Auditor akan lebih efektif untuk menggunakan risiko yang berbeda-beda untuk tujuan
yang berbeda dan biasanya tidaklah sulit untuk menghubungkan risiko dengan satu atau dua
tujuan. Sebagai contoh, keuangan dalam persediaan kemungkinan besar hanya akan
berpengaruh terhadap nilai bersih bisa direalisasi. Akan jauh lebih sulit untuk memutuskan
berapa banyak materialitas yang dialokasikan pada suatu akun akan dialokasikan lebih lanjut
pada satu atau dua tujuan tertentu. Oleh karena itu kebanyakan auditor tidak berusaha
mengalokasikan materialitas pada tujuan-tujuan audit tertentu.

23
KETERBATASAN PENGUKURAN

Salah satu keterbatasan paling besar dalam penerapan model risiko audit adalah
adanya kesulitan dalam pengukuran komponen-komponen dalam model. Disamping kerja
keras audit dalam membuat perencanaan audit, penetapan risiko audit bisa diterima, risiko
inheren, risiko pengendalian, dan selanjutnya risiko deteksi direncanakan sangat bersifat
subyektif dari hanya merupakan perkiraan.

Untuk mengatasi masalah pengukuran diatas, banyak auditor menggunakan


pengukuran subyektif yang dinyatakan dengan istilah seperti rendah, medium, dan tinggi.
Dalam menerapkan model risiko audit, auditor khawatir akan terjadinya “lebih audit” dan
“kurang audit”. Biasanya auditor lebih khawatir akan terjadinya kurang audit dibandingkan
dengan lebih audit, karena bila hal itu terjadi, auditor mungkin akan berhadapan dengan
tuntutan hukum dan kehilangan reputasi profesionalnya. Karena auditor khawatir akan
terjadinya kurang audit, auditor pada umumnya akan menetapkan risiko secara konservatif.

HUBUNGAN ANTARA RISIKO DAN MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT

Konsep materialitas dan risiko dalam pengauditan berhubungan erat satu sama lain
dan tidak bisa dipisahkan. Risiko adalah pengukuran ketidakpastian, sedangkan materialitas
adalah pengukuran besarnya atau ukurannya. Namun apabila keduanya digabungkan akan
mengukur besaran ketidakpastian dari suatu jumlah tertentu. Sebagai contoh, pernyataan
bahwa auditor meencanakan akan mengumpulkan bukti sedemikian rupa sehingga hanya 5
persen risiko (kesalahan penyajian bisa diterima) tidak ditemukannya kesalahan penyajian
yang melebihi kesalahan penyajian bisa ditoleransi sebesar Rp 265.000,00 (materialitas)
adalah pernyataan yang tepat dan bermakna. Apabila pernyataan itu tidak disertai dengan
besarnya risiko atau porsi materialitas, maka pernyataan itu tidak bermakna. Risiko 5% tanpa
disertai dengan suatu ukuran materialitas yang spesifik, bisa diartikan bahwa Rp 100.000,00
atau Rp 10.000.000,00 kesalahan penyajian bisa diterima. Suatu lebih saji sebesar Rp
265.000,00 tanpa disertai suatu risiko spesifik bisa diartikan bahwa risiko 1% atau 80% bisa
diterima.

MEREVISI PENILAIAN RISIKO DAN BUKTI

Perhatian yang cermat harus diberikan dalam melakukan revisi atas faktor-faktor
resiko ketika hasil audit yang secara aktual diperoleh tidak sesuai dengan yang direncanakan
sebelumnya. Tidak terjadinya kesulitan apapun pada saat auditor mengumpulkan bukti audit

24
yang direncanakan serta menyimpulkan bahwa penilaian atas setiap resiko tersebut telah
wajar atau lebih baik daripada pemikiran pertama kali. Kemudian auditor akan
menyimpulkan bahwa bukti audit yang cukup kompeten berhasil dikumpulkan untuk akun
atau siklus tertentu.

Namun demikian, SA 315. 31 menegaskan bahwa penilaian risiko auditor atas risiko
kesalahan penyajian material dapat berubah selama pelaksanaan audit, sejalan dengan
diperolehnya bukti audit tambahan. Dalam kondisi ketika auditor memperoleh bukti audit
dari pelaksanaan prosedur audit lanjutan, atau ketika informasi baru diperoleh, yang kedua
bukti tersebut tidak konsisten dengan bukti audit awal yang menjadi landasan penilaian,
auditor harus merevisi penilaian tersebut, dan oleh karena itu, memodifikasi prosedur audit
lanjutan yang direncanakan sebelumnya.

Dalam kondisi seperti ini, auditor harus melakukan pendekatan dengan dua langkah:

1. Auditor harus merevisi penilaian awal tentang tingkat resikoyang tepat.


2. Auditor harus mempertimbangkan pengaruh revisi tersebut tehadap kebutuhan akan
bukti audit, tanpa mempergunakan model resiko audit.

Auditor harus melakukan evluasi dengan sangat hati-hati atas implikasi-implikasi yang akan
diperoleh dari revisi resiko serta melakukan modifikasi bukti audit yang tepat, tanpa
menggunakan model resiko audit.
RISIKO SIGNIFIKAN

Risiko signifikan adalah risiko salah saji material yang diidentifikasi dan dinilai
(identified and assessed), yang menurut pendapat auditor, memerlukan pertimbangan khusus.
(SA 315.4) Auditor wajib mengidentiflkasi dan menilai risiko salah saji material karena
kecurangan pada tingkat laporan keuangan dan tingkat asersi untuk jenis transaksi, saldo
akun, dan pengungkapan. Sebagai bagian dari penilaian risiko auditor wajib menentukan
apakah risiko yang diidentifikasi, menurut auditor, adalah risiko signifikan.
Dalam menentukan risiko mana merupakan risiko signifikan, auditor wajib
mempertimbangkan setidak-tidaknya:

1. Apakah risiko itu merupakan risiko kecurangan;

25
2. Apakah risiko itu berkaitan dengan perkembangan ekonomi akhir-akhir ini,
perkembangan akuntansi atau perkembangan lain yang signifikan dan, karenanya,
memerlukan perhatian khusus;
3. kompleksitas transaksi;
4. apakah risiko itu melibatkan transaksi signifikan dengan pihak terkait;
5. tingkat subjektivitas dalam pengukuran informasi keuangan terkait dengan risiko
tersebut, khususnya pengukuran yang melibatkan banyak ketidakpastian; dan
6. apakah risiko itu melibatkan transaksi signifikan di luat jalur bisnis entitas, atau yang
terlihat "aneh".

Jika auditor sudah menentukan bahwa risiko signifikan memang ada, auditor wajib
memperoleh pemahaman mengenai pengendalian entitas, termasuk kegiatan pengendalian
yang relevan (untuk menangkal/mitigate) risiko tersebut. Jika auditor sudah menentukan
bahwa risiko salah saji material yang dinilai, pada tingkat asersi merupakan risiko signifikan,
auditor wajib melaksanakan prosedur substantif yang khusus menanggapi risiko tersebut
Dalam hal pendekatan terhadap risiko signifikan itu hanya terdiri atas prosedur substantif,
prosedur wajib uji rincian.
Dalam memenuhi ketentuan ISA 315 untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah
saji material, auditor wajib mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang terkait dengan
hubungan pihak terkait dan transaksi pihak terkait menentukan apakah risiko tersebut
merupakan risiko signifikan. Dalam menentukan hal ini, auditor wajib memperlakukan
transaksi pihak terkait yang signifikan di luar jalur bisnis yang normal, sebagai risiko
signifikan. Jika risiko salah saji material sudah diidentifikasi dan dinilai, yang diperlukan
ialah menelaah temuan dan kemudian memilih (berdasarkan kearifan profesional/profesional
judgment) risiko-risiko yang memang signifikan.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan
lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau
salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam


perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang sering kali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan
pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena
keadaan yang melingkupi berubah, informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama
berlangsungnya audit. Kemudian audit yang telah dilaksanakan dapat memastikan bahwa
karena sumber pembelanjaan tersebut, solvabilitas klien dalam periode yang diaudit telah
mengalami peningkatan secara signifikan.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitataif.


Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu
dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu
salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material, karena
penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut

Materialiatas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi


pertimbangan auditor tentang kecukupan bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan
antara materalitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material
harus tetap diperhatikan, karena semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah
bukti yang diperlukan.

Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material.

27
Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan proses audit adalah
mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya,
apakah dalam sebuah hal yang material, laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU).

3.2 Saran
Dalam bab ini dijelaskan tiga langakah tambahan dalam perencanaan audit, setelah
mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat mengetahui dan mempelajari tentang
auditing: Materialitas, Risiko, dan Strategi Audit Awal. Demikian yang dapat kami jabarkan
mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangannya rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan materi makalah ini. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

28
DAFTAR PUSTAKA
Jusup, Al Haryono. 2014. Auditing (pengauditan). Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STE) :
Yogyakarta.
Mulyadi, 2002. Auditing edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.

29

Anda mungkin juga menyukai