Oleh Kelompok 7 :
Alinea tanggungjawab auditor dalam laporan auditor independen berisi dua frasa (dicetak
miring di bawah ini) yang berkaitan langsung dengan materialitas dan risiko.
Tanggungjawab kami adalah untuk menyatakan suatu opini atas laporan keuangan
tersebut berdasarkan audit kami. Kami melaksanakan audit berdasarkan Standar
Perikatan Audit. Standar tersebut mengharuskan kami untuk mematuhi ketentuan etika
serta merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai
bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian material.
Frasa memperoleh keyakinan memadai dimaksudkan untuk memberi informasi kepada
pengguna laporan audit bahwa auditor tidak menjamin kelayakan penyajian laporan keuangan.
Ada sejumlah risiko bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara layak, walaupun auditor
memberi pendapat wajar tanpa pengecualian.
Frasa bebas dari kesalahan penyafian material dimaksudkan untuk memberi informasi
kepada pengguna laporan audit bahwa tanggungjawab auditor terbatas pada informasi
keuangan yang material saja. Materialitas penting artinya karena tidaklah praktis bagi auditor
untuk memberikan jaminan atas jumlah-jumlah yang tidak material.
Materialitas dan risiko adalah dua hal yang fundamental dalam perencanaan audit dan
merancang suatu strategi audit. Pada bab ini akan ditunjukkan bagaimana peran kedua konsep
tersebut dalam perencanaan audit.
MATERIALITAS
Pembahasan di atas jika ada dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku,
menyediakan kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas untuk audit. Jika
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku tidak mencakup pembahasan tentang konsep
materialitas, maka karakteristik-karakteristik seperti diuraikan di atas dapat dijadikan sebagai
kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas.
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam
audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada. Terhadap laporan keuangan dan
pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor.
Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan profesional, dan
dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang informasi keuangan oleh para pengguna laporan
keuangan. Dalam konteks ini, adalah masuk akal bagi auditor untuk mengasumsikan bahwa
pengguna laporan keuangan :
a. Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis ekonomi serta akuntansi
dan kemauan untuk mempelajari yang ada dalam laporan keuangan dengan cermat,
b. Memahami bahwa laporan keuangan disusun; disajikan dan diaudit berdasarkan tingkat
materialitas tertentu;
c. Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang
ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi; pertimbangan dan pertimbangan masa
depan; dan
d. Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dalam laporan
keuangan.
Standar auditing (SA 320.10) menyatakan bahwa "pada saat menetapkan strategi audit secara
keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas untük laporan keuangan secara
keseluruhan". Hal ini disebut pertimbangan awal materialitas. Disebut demikian karena
meskipun opini ditetapkan secara profesional, namun hal itu bisa berubah ketika pengauditan
sedang berlangsung. Kebijakan awal ini harus didokumentasikan dalam file audit.
Merencanakan
luas pengujian
Tahap Menentukan materialitas pelaksanaan
2
Kebijakan profesional harus digunakan setiap saat dalam menetapkan dan menerapkan
pedoman materilitas di bawah ini. Sebagai pedoman umum, kebijakan umum di bawah ini
dapat diterapkan:
1. Total keseluruhan kesalahan penyajian dalam laporan keuangan di atas 6 persen
biasanya dipandang material. Total keseluruhan kesalahan penyajian di bawah 3 persen
dipandang tidak material apabila tidak ada faktor-faktor kualitatif. Total keseluruhan
kesalahan penyajian antara 3 persen dan 6 persen Iebih membutuhkan kebijakan
profesional untuk menentukan materialitasnya.
2. 3 persen sampai 6 persen harus diukur dalam kaitannya dengan dasar yang tepat.
Kerapkali harus digunakan lebih dari satu dasar untuk diperbandingkan. Pedoman di
bawah ini dapat digunakan untuk memilih dasar yang tepat:
a. Laporan laba-rugi. Total kesalahan penyajian dalam laporan laba-rugi sebesar 3
persen sampai 6 persen biasanya harus diukur dari laba operasi sebelum pajak.
Pedoman 3 persen sampai 6 persen bisa tidak tepat apabila diterapkan pada suatu
tahun yang labanya luar biasa besar atau luar biasa kecil. Apabila laba operasi pada
suatu tahun dipandang tidak representatif, disarankan untuk menggantinya dengan
ukuran laba yang lebih representatif. Sebagai contoh, misalnya laba operasi rata-
rata selama 3 tahun terakhir bisa digunakan sebagai dasar.
b. Neraca. Total kesalahan penyajian dalam neraca biasanya harus dievaluasi untuk
aset lancar, kewajiban lancar, dan total aset. Untuk aset lancar dan kewajiban
lancar, pedoman 3 persen dan 6 persen, harus diterapkan dengan cara yang sama
seperti halnva untuk laporan laba-rugi. Untuk total aset, pedomannya adalah antara
1 persen dan 3 persen yang diterapkan dengan cara yang sama seperti halnya untuk
laporan laba-rugi.
3. Pada setiap audit, faktor kualitatif harus dievaluasi dengan cermat. Dalam banyak hal.
faktor kualitatif lebih penting daripada pedoman yang diterapkan pada laporan laba-
rugi dan neraca. Penggunaan laporan keuangan dan sifat informasi dalam laporan, harus
dievaiuasi dengan cermat
CONTOH PENGALOKASIAN
Gambar 7-3 melukiskan pendekatan pengalokasian yang dilakukan oleh seorang auditor senior,
dalam pengauditan atas PT ABC. Gambar ini meringkas neraca, menggabungkan akun-akun
tertentu, dan menunjukkan pengalokasian total materialitas sejumlah Rp442.000,00 (6% dari
laba operasi). Dalam melakukan pengalokasian, auditor menggunakan pertimbangan tertentu
karena ada dua ketentuan yang ditetapkan oleh Kantor Akuntan "Santoso & Rekan", yaitu:
Kesalahan penyajian untuk setiap akun tidak boleh lebih besar dari 60% dari kebijakan
awal (60% dari Rp442.000,00 Rp265.000,00, dibulatkan).
Jumlah total seluruh kesalahan penyajian bisa ditoleransi tidak boleh lebih besar dari
dua kali kebijakan awal materialitas (2 x Rp442.000,00=Rp884.000,00)
Ketentuan pertama dimaksudkan agar auditor tidak mengalokasikan seluruh total kesalahan
penyajian ke satu akun. Misalkan apabila seluruh kebijakan awal kesalahan penyajian sebesar
Rp442.000,00 dialokasikan ke akun piutang usaha, maka hal itu tidak dapat diterima karena
tidak memberi kemungkinan adanya kesalahan penyajian pada akun yang lain. Ketentuan
kedua dibuat karena dua alasan, yaitu:
Kecil kemungkinan bahwa seluruh akun akan berisi kesalahan penyajian sebesar
jumlah kesalahan penyajian yang bisa diterima. Sebagai contoh, apabila akun aset lain-
lain mendapat alokasi kesalahan penyajian bisa diterima sebesar Rp 100.000,00 tetapi
tidak
Gambar 7-3 tingkat materialitas pelaksana pada PT ABC
Saldo Materiaiitas
31-12-2013 Pelaksanaan
(Dalam Ribuan) (Dalam Ribuan)
Kas Rp 828 Rp 6 (a)
Piutang usaha (neto) 18.957 265 (b)
Persediaan 29.865 265 (b)
Aset lancar Iain 1.377 60 (c)
Aset tetap 10.340 48 (d)
Total aset Rp61367
Utang usaha Rp 4.720 108 (e)
Utang wesel — total 28.300 0(a)
Utang gaji dan utang P.Ph karyawan 1.470 60 (c)
Utang bunga dan utang dividen 2.050 0(a)
Utang Iain-Iain 2.364 72 (c)
Modal saham 8.500 0(a)
Laba ditahan 13.963 TBD(f)
Total kewajiban dan ekuitas Rp 828 Rp61.367 Rp884 (2 x Rp442)
Keterangan:
(a) Nol atau kesalahan penyajian bisa ditolerasi berjumlah kecil karena akun bisa
sepenuhnya diaudit dengan biaya rendah dan diperkirakan tidak terdapat kesalahan
penyajian.
(b) Kesalahan penyajian bisa ditolerasi berjumlah besar karena akun bersaldo besar dan
memerlukan sampling yang besar untuk mengaudit akun ini.
(c) Kesalahan penyajian berjumlah besar sebagai persentase dari saldo akun karena akun
dapat diperiksa dengan biaya yang sangat rendah, mungkin bisa digunakan prosedur analitis,
apabila kesalahan penyajian bisa ditoleransinya besar.
(d) Kesalahan penyajian bisa ditoleransi berjumlah kecil sebagai persentase dari saldo
akun, karena sebagian besar dari saldo berada dalam tanah dan bangunan yang tidak berubah
dibanding tahun lalu dan tidak perlu diaudit lagi pada tahun berikutnya.
(e) Kesalahan penyajian bisa ditoleransi agak besar (moderat) karena diperkirakan
mengandung kesalahan penyajian relatif banyak.
(f) Tidak bisa diterapkan—laba ditahan adalah akun sisa (residu) yang dipengaruhi oleh
jumlah bersih kesalahan penyajian dalam akun-akun Iainnya.
Dua tahap pertama dalam penerapan materialitas berkaitan dengan perencanaan. Tiga tahapan
lainnya merupakan hasil dari pelaksanaan pengujian audit. Pada saat auditor melaksanakan
prosedur audit utnuk setiap segmen audit, auditor mendokumentasikan semua kesalahan
penyajian yang dikemukakannya. Kesalahan penyajian dalam suatu akun bisa terdiri dari dua
tipe, yaitu kesalahan penyajian diketahui (known misstatement) dan kesalahan penyajian
diperkirakan (likely misstatement). Kesalahan penyajian diketahui adalah kesalahan penyajian
dalam akun yang bisa ditentukan jumlahnya. Sebagai contoh, ketika audit aset tetap, auditor
menjumpai adanya leased aset yang dikapitalisasi, padahal seharusnya diperlakukan sebagai
beban karena merupakan operating aset. Ada dua tipe kesalahan penyajian dipekirakan.
Pertama adalah kesalahan penyajian yang timbul dari perbedaan pertimbangan yang dibuat
auditor dengan pertimbangan manajemen dalam menaksir saldo akun. Sebagai contoh adalah
perbedaan dalam menaksir cadangan kerugian piutang atau kewajiban garansi. Kedua adalah
proyeksi kesalahan penyajian yang didasarkan pada pengujian auditor atas suatu sampel dari
populasi.
Tabel 7-1 melukiskan tiga tahapan terakhir dalam menerapkan materialitas. Untuk
menyederhanakan dalam tabel ini hanya dicantumkan tiga buah akun.
Tabel 7-1 Contoh Perbandingan antara Perkiraan Total Kesalahan Penyajian dengan
Pertimbangan Awal Materialitas
Kesalahan penyajian dalam kas sebesar Rp 2.000 adalah kesalahan penyajian diketahui yang
berasal dari temuan auditor tentang biaya administrasi bank yang tidak dicatat klien. Berbeda
dengan kas, kesalahan penyajian untuk piutang usaha dan persediaan didasarkan pada sampel.
Auditor menghitung perkiraan kesalahan penyajian untuk piutang usaha dan persediaan dengan
menggunakan kesalahan penyajian diketahui yang terdeteksi dalam sampel tersebut. Untuk
memberi contoh perhitungan, misalkan dalam mengaudit persediaan, auditor menemukan lebih
saji (bersih) Rp 3.500 dalam suatu sampel yang besarnya Rp 50.000 dari total populasi Rp
450.000. Kesalahan penyajian Rp 3.500 adalah kesalahan penyajian diketahui. Untuk
menghitung taksiran perkiraan kesalahan penyajian untuk total populasi Rp 450.000, auditor
membuat proyeksi langsung dari kesalahan penyajian diketahui dari sampel ke populasi dan
menambahkan satu taksiran untuk kesalahan sampling. Perhitungan proyeksi langsung
taksiran kesalahan penyajian.
55555555
Kesalahan penyajian bersih dalam sampel (Rp 3.500) Total Nilai Populasi Proyeksi langsung taksiran
x =
Total sampel (Rp 50.000) (Rp 450.000) kesalahan penyajian (Rp31.500)
Estimasi untuk kesalahan sampling diperlukan karena auditor mengambil sampel hanya
sebagian dari populasi dan oleh karenanya ada risiko bahwa sampel tidak secara akurat
mencerminkan populasi.
Dalam menggabungkan kesalahan penyajian pada Table 7-1 diatas, terlihat bahwa kesalahan
penyajian yang diketahui dan proyeksi langsung taksiran kesalahan penyajian untuk ketiga
akun ditambahkan ke Rp 45.000. Namun demikian, total kesalahan sampel lebih kecil dari
jumlah kesalahan sampe individual. Hal ini disebabkan karena kesalahan sampel
mencerminkan kesalahan penyajian maksimum dalam akun yang detilnya tidak diaudit.
Rasanya mungkin bahwa jumlah kesalahan penyajian maksimum ini terdapat pada semua akun
yang diakibatkan oleh sampel.
Tabel 7-1 menunjukkan bahwa total estimasi taksiran kesalahan penyajian sebesar Rp 62.300
adalah lebih besar daripada kebijakan awal materialitas yang besarnya Rp 50.000. Bidang yang
paling sulit adalah persediaan dengan taksiran kesalahan penyajian Rp 47.250 yang jauh lebih
besar dari kesalahan penyajian bisa ditoleransi Rp36.000. Berhubung gabungan taksiran
kesalahan penyajian lebih besar dari kebijakan awal, maka laporan keuangan tidak dapat
diterima. Dalam situasi demikian, auditor dapat menentukkan apakah taksirah kesalahan
penyajian sungguh-sungguh melebihi Rp 50.000 dengan melaksanakan prosedur audit
tambahan, atau minta klien untuk melakukan penyesuaian untuk taksiran kesalahan penyajian.
Apabila auditor memutuskan untuk melakukan prosedur tambahan, mereka akan memusatkan
perhatian pada persediaan.
Apabila jumlah bersih taksiran kesalahan penyajian untuk persediaan mencapai Rp 28.000 (Rp
18.000 + Rp10.000) auditor mungkin tidak perlu memperluas pengujian audit karena
memenuhi pengujian kesalahan penyajian bisa ditoleransi (Rp 36.000) dan kebijakan awal
materialitas (Rp2.000+Rp 18.000 + Rp 28.000 = Rp 48.000 < Rp 50.000). Dalam situasi seperti
dilukiskan contoh ini, auditor sebenarnya memiliki kelebihan wkatu karena hasil dari prosedur
yang diterapkan terdapat kas dan piutang usaha menunjukkan bahwa kedua akun tersebut
berada dalam batas kesalahan penyajian bisa ditoleransi. Apabila pendekatan yang diterapkan
auditor dilakukan secara berurutan , maka temuan audit dari akun-akun yang telah diaudit lebih
dahulu akan bisa ditoleransi yang telah ditetapkan untuk akun-akun yang diaudit kemudian.
Dalam contoh diatas, apabila auditor telah mengaudit kas dan piutang usaha sebelum
persediaan, maka kesalhan penyajian bisa ditoleransi untuk persediaan bisa dinaikkan.
RISIKO AUDIT
Standar audit (SA 315) mewajibkan auditor untuk mendapatkan pemahaman tentang entitas
dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menetapkan risiko kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan klien. Dalam Bab 6 telah dijelaskan bagaimana
auditor mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien untuk menelapkan
risiko bisnis klien dan risiko terjadinya kesalahan penyajian material.
Sebagaimana kita Iihat pada Bab 6, auditor menerima suatu tingkat risiko atau ketidakpastian
dalam pelaksanaan fungsi pengauditan. Sebagai contoh, auditor mengakui ketidakpastian
inheren tentang ketepatan bukti. ketidakpastian tentang etektlvitas pengendalian internal klien.
dan ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, ketika audit telah
berakhir. Auditor yang efektif mengakui tentang adanya risiko dan mengeiola risiko tersebut
dengan cara yang tepat. Banyak risiko yang sulit diukur dan membutuhkan pertimbangan yang
cermat sebelum auditor dapat menanggulanginya dengan tepat. Tanggapan terhadap risiko-
risiko secara tepat adalah sesuatu yang kritikal untuk mencapai audit berkualitas tinggi.
Risiko kesalahan penyajian material didefinisikan dalam standar audit (SA 200.13. (n)) sebagai
: Risiko bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material sebelum audit
dlakukan. Risiko kesalahan penyajian material dapat terjadi di dua tingkat:
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi dinilai untuk menentukan sifat,
saat, dan luas prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan
tepat. Bukti audit tersebut memungkinkan auditor untuk menyatakan opini atas laporan
keuangan pada tingkat rendah yang dapat diterima. Risiko kesalahan material pada tingkat
asersi terdiri dari dua komponen, yaitu: risiko inheren dan risiko pengendalian.
Penilaian risiko auditor atas risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asesi dapat
berubah selama pelaksanaan audit, sejalan dengan diperolehnya bukti audit tambahan. Dalam
kondisi ketika auditor memperoleh bukti audit dari prosedur audit lanjutan, atau ketika
intormasi baru diperoleh, yang kedua bukti tersebut tidak konsisten dengan bukti audit awal
yang menjadi dasar penilaian. auditor harus merevisi penilaian tersebut, dan oleh karena itu
memodifikasi prosedur audit lanjutan yang direncanakan sebelumnya.
Auditor menggunakan beberapa pendekatan untuk mencapai tujuan penilaian risiko kesalahan
penyajian material. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan para auditor adalah dengan
menggunakan suatu model yang menggarnbarkan hubungan urnum berbagai komponen risiko
audit dalam istilah matematis untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima yang
disebut model risiko audit. Model tersebut berguna untuk merencanakan prosedur audit. Dalam
prosedur perencanaan, auditor mernpertimbangkan risiko untuk mendapatkan bukti audit
terutama dengan menerapkan model risiko audit.
Dalam uraian di bawah ini akan diperkenalkan pengertian risiko audit dan selanjutnya akan
dibahas lebih mendalam pada bagian akhir bab. Anda perlu memiliki pemahaman yang
mendalam tentang model ini agar dapat menyusun perencanaan audit yang efektif.
Model risiko audit membantu auditor dalam menentukan berapa banyak dan jenis bukti apa
yang harus dikumpulkan pada setiap siklus. Model risiko audit biasanya dinyatakan sebagai
berikut.
AR = IR X CR X DR Keterangan:
AR = Risiko Audit
Atau
IR = Risiko Inheren
𝐀𝐑 CR = Risiko Pengendalian
𝑫𝑹 =
𝐈𝐑 𝐗 𝐂𝐑 DR = Risiko Deteksi
Gambar 7-4 di bawah ini melukiskan hubungan antara model risiko audit dengan pemahaman
tentang bisnis dan bidang usaha klien yang telah dibahas pada Bab 6. Auditor menggunakan
model risiko audit untuk selanjutnya mengidenifikasi potensi kesalahan penyajian material
dalam keseluruhan laporan keuangan dan saldo akun tertentu, pada golongan transaksi, dan
mengungkapkan dirnana kesalahan penyajian paling mungkin terjadi.
Gambar 7-4 Model Risiko Audit dan Pemahaman tentang Bisnis dan Bidang Usaha
Klien
Risiko Risiko
Inheren (IR) Pengendalian
(CR)
ILUSTRASI TENTANG RISIKO DAN BUKTI
Siklus
Penjualan Siklus Siklus Siklus Siklus Perolehan
dan Pembelian dan Penggajian dan Persediaan dan Modal dan
Penjualan Pembayaran Personalia Penggudangan Pengembaliannya
Piutang
Penilaian auditor Diduga Diduga terdapat Diduga terdapat Diduga terdapat Diduga terdapat
tentang ekspektasi terdapat banyak sedikit kesalahan banyak sedikit kesalahan
kesalahan penyajian sejumlah kesalahan penyajian kesalahan penyajian
A material sebelum kesalahan penyajian penyajian
mempertimbangkan penyajian
pengendalian internal
(risiko inheren) (medium) (tinggi) (rendah) (tinggi) (rendah)
Penilaian auditor
Efektivitas Efektivitas Efektivitas Efektivitas Efektivitas
tentang pengendalian
Medium tinggi tinggi rendah medium
internal untuk
B mencegah dan
mendeteksi kesalahan
penyajian material
(medium) (rendah) (rendah) (tinggi) (medium)
(risiko pengendalian)
Kesediaan auditor
Kesediaan Kesediaan Kesediaan Kesediaan Kesediaan
unuk mengijinkan
menerima menerima risiko menerima risiko menerima risiko menerima risiko
keberadaan salah saji
C risiko rendah rendah rendah rendah rendah
material setelah audi
selesai (risiko audit
(rendah) (rendah) (rendah) (rendah) (rendah)
diterima)
Banyaknya bukti audit
Tingkat Tingkat medium Tingkat rendah Tingkat tinggi Tingkat medium
yang direncanakan
medium
D akan dikumpulkan
auditor (risiko deteksi
(medium) (medium) (tinggi) (rendah) (medium)
direncanakan)
Penjelasan ilustrasi di atas :
• Baris pertama dalam tabel menunjukkan frekuensi dan besarnya taksiran kesalahan
penyajian daiam berbagai siklus (A). Dalam siklus penggajian dan personalia
diperkirakan tidak ada kesalahan penyajian, sebaliknya dalam siklus persediaan dan
penggudangan diperkirakan banyak kesalahan penyajian. Hal ini disebabkan karena
transaksi penggajian bersifat rutin, sedangkan pencatatan persediaan sangat kompleks.
• Pengendalian internal diyakini berbeda efektivitasnya dalam kelima siklus di atas (B).
Sebagai contoh, pengendalian internal pada penggajian dan personalian dinilai sangat
efektif, sedangkan pengendalian internal atas persediaan dan penggudangan dinilai
tidak efektif.
• Auditor menetapkan kesediaan menerima kesalahan penyajian material yang rendah
setelah audit selesai untuk kelima siklus di atas (C). Hal semacam ini lazim bagi auditor
untuk menetapkan kesediaan menerima risiko kesalahan penyajian yang rendah untuk
semua siklus setelah auditor menyelesaikan audit dan menerbitkan pendapat wajar
tanpa pengecualian.
• Pertimbangan-pertimbangan di atas (A, B, dan C) mempengaruhi keputusan auditor
tentang sifat, saat, dan banyaknya bukti yang akan dikumpulkan (D). Sebagai contoh,
karena auditor memperkirakan hanya terdapat sedikit kesalahan penyajian dalam
penggajian dan personalia (A) dan pengendalian internalnya efektif (B), auditor
merencanakan untuk mengumpulkan bukti yang lebih sedikit dibandingkan untuk
persediaan dan penggudangan.
Apabila dinyatakan dengan angka, ilustrasi seperti tertuang dalam Tabel 7-2 di atas untuk
siklus persediaan dan penggudangan dapat dinyatakan sebagai berikut:
IR = 100%
CR = 100%
AR = 5%
𝟎,𝟎𝟓
𝑫𝑹 = = 0,05 atau 5%
𝟏,𝟎 𝐗 𝟏,𝟎
Penilaian-penilaian dalam Tabel 7-2 tidak dalam bentuk angka. Meskipun model penilaian
risiko bisa dinyatakan secara kuantitatif maupun nonkuantitatif, namun kebanyakan kantor
akuntan lebih suka menggunakan model penilaian secara nonkuantitatif karena sulitnya
melakukan pengukuran risiko secara kuantitatif dengan tepat.
Pada bagian berikut bab ini akan dibahas tentang keempat risiko agar kita memperoleh
gambaran tentang risiko audit. Risiko audit (atau sering disebut risiko audit yang bisa diterima)
dan risiko inheren akan dibahas secara detil pada bagian akhir bab ini. Pembahasan tentang
risiko pengendalian dibahas secara khusus pada Bab 8.
RISIKO DETEKSI
Standar audit (SA 200. 13 (e)) mendefinisikan risiko deteksi sebagai berikut:
Risiko deteksi adalah risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor untuk
menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima tidak akan mendeteksi
suatu kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin material, baik secara individual
maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya.
Dengan Iain perkataan, risiko deteksi adalah risiko yang timbul karena bukti audit tidak
berhasil mendeteksi kesaiahan penyajian yang melebihi kesalahan penyajian yang bisa
ditoleransi (atau disebut juga materialitas pelaksanaan). Ada dua hal yang perlu diketahui
tentang risiko deteksi (atau lebih tepat disebut risiko deteksi yang direncanakan). yaitu:
1. Risiko deteksi merupakan dependen dari tiga faktor lain yang tercakup dalam model.
Risiko ini akan berubah hanya apabila auditor mengubah salah satu (atau lebih) faktor
lain dalam model risiko.
2. Risiko deteksi menentukan jumlah bukti substantif yang direncanakan akan
dikumpulkan auditor yang berkebalikan dengan ukuran risiko deteksi. Apabila risiko
deteksi berkurang, auditor harus mengumpulkan bukti yang lebih banyak untuk
mencapai risiko deteksi yang telah berkurang tersebut. Sbg contoh,dalam Tabel 7-2,
risiko deteksi (D) untuk persediaan dan penggudangan adalah rendah, yang
menyebabkan bukti yang direncanakan menjadi tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada
siklus penggajian dan personalia.
Dalam contoh dengan angka di atas, risiko deteksi direncanakan (DR) adalah 0,05 yang berarti
auditor akan mengumpulkan bukti hingga risiko kesalahan penyajian melebihi kesalahan
penyajian ditoleransi berkurang sampai 5 persen. Apabila risiko pengendalian (CR) dimisalkan
0,50 (bukan 1,0), maka risiko deteksi direncanakan akan menjadi 0,10 dan oleh karenanya bukti
yang direncanakan dapat dikurangi.
RISIKO INHEREN
Standar audit (SA 200.13 (n)) mendefinisikan risiko inheren sebagai berikut:
Risiko inheren: Kerentanan suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun,
atau pengungkapan terhadap suatu kesalahan penyajian yang mungkin material, baik
secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan
penyajian lainnya, sebelum mempertimbangkan pengendalian internal yang terkait.
Dengan perkataan lain, risiko inheren adalah penilaian auditor mengenai kemungkinan adanya
kesalahan penyajian material yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan sebelum
mempertimbangkan efektivitas pengendalian internal. Apabila auditor berkesimpulan bahwa
kemungkinan besar terdapat kesalahan penyajian, maka auditor akan berkesimpulan bahwa
risiko inherennya tinggi. Pada saat mempertimbangkan risiko inheren, pengendalian internal
kita kesampingkan karena dalam model risiko audit, pengendalian internal dipertimbangkan
tersendiri sebagai risiko pengendalian. Pada Tabel 7-2, risiko inheren (A) dinilai tinggi untuk
pembelian dan pembayaran dan untuk persediaan dan penggudangan, sedangkan untuk
penggajian dan personalia serta pendanaan dan pengembaliannya dinilai rendah. Penilaian
tersebut biasanya didasarkan atas hasil diskusi dengan manajemen, pengetahuan tentang
perusahaan, dan hasil audit tahun sebelumnya.
Risiko inheren berbanding terbalik dengan risiko deteksi dan berbanding lurus dengan bukti.
Risiko inheren untuk persediaan dan penggudangan pada Tabel 7-2 adalah tinggi, yang
mengakibatkan risiko deteksi lebih rendah dan dibutuhkan bukti yang lebih banyak
dibandingkan apabila risiko inherennya rendah. Hal ini akan kita bahas lebih detil di bagian
lain bab ini.
Risiko inheren yang tinggi, selain akan meningkatkan bukti yang harus dikumpulkan, juga
menuntut digunakannya staf audit yang lebih berpengalaman, dan review terhadap pengujian
audit lebih cermat. Sebagai contoh, apabila risiko inheren untuk keusangan persediaan sangat
tinggi, masuk diakal apabila auditor akan menugasi staf yang sudah berpengalaman untuk
melakukan pengujian lebih intensif terhadap keusangan persediaan dan melakukan review
yang mendalam terhadap hasil audit.
RISIKO PENGENDALIAN
Standar audit (SA 200.13 (n)) mendefinisikan risiko pengendalian sebagai berikut:
Risiko pengendalian: Risiko bahwa suatu kesalahan penyajian yang mungkin terjadi
dalam suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan yang
mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektit ketika digabungkan
dengan kesalahan penyajian lainnya, tidak akan dapat dicegah, atau dideteksi dan
dikoreksi, secara tepat waktu oleh pengendalian internal entitas.
Dengan perkataan lain, risiko pengendalian mengukur penilaian auditor tentang apakah
kesalahan penyajian yang melebihi jumlah kesalahan penyajian bisa ditoleransi pada suatu
segmen akan dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh sistem pengendalian internal
klien. Misalkan auditor berkesimpulan bahwa pengendalian internal sama sekali tidak efektif
untuk mencegah atau mendeteksi kesalahan penyajian, sebagaimana kesimpulan auditor
terhadap pengendalian internal atas persediaan dan penggudangan pada Tabel 7- 2. Dalam
situasi demikian, auditor akan memberi bobot yang tinggi, mungkin sampai 100%, untuk risiko
pengendalian. Semakin efektif pengendalian internal, semakin rendah faktor risiko yang
dibebankan pada risiko pengendalian.
Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko inheren dengan
risiko pengendalian. Sebagai contoh, risiko inheren 40 persen dan risiko pengendalian 60%
mempengaruhi risiko deteksi dan bukti yang harus dikumpulkan, sama seperti halnya apabila
risiko inheren dan risiko pengendalian 40%, Dalarn kedua situasi tersebut, perkalian IR dengan
CR menghasilkan denominator daiam model risiko audit sebesar 24%. Gabungan risiko
inheren dengan risiko pengendalian disebutkan dalam standar auditing sebagai risiko
kesalahan penyajian material. Auditor bisa melakukan penilaian gabungan risiko kesalahan
penyajian material atau auditor bisa juga menilai risiko inheren dan risiko pengendalian secara
terpisah.(lngat, risiko inheren adalah dugaan kesalahan penyajian sebelum mempertimbangkan
pengaruh pengendalian internal).
Seperti halnya risiko inheren, hubungan antara risiko pengendalian dengan risiko
deteksi adalah berkebalikan, sedangkan hubungan antara risiko pengendalian dengan bukti
substantif yang harus dikumpulkan berbanding lurus. Apabila auditor menyimpulkan bahwa
pengendalian internal efektif, maka risiko deteksi dapat dinaikkan dan dengan demikian bukti
yang dikumpulkan bisa dikurangi. Auditor bisa menaikkan risiko deteksi apabila pengendalian
efektif, karena pengendalian internal yang efektif mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahan penyajian dalam laporan keuangan.
Sebelum auditor menetapkan risiko pengendalian kurang dari 100%, auditor harus
mendapatkan pemahaman tentang pengendalian internal, mengevaluasi seberapa baik
pengendalian berfungsi, dan melakukan pengujian tentang efektivitasnya. Mendapatkan
pemahaman tentang pengendalian interen harus dilakukan auditor pada setiap audit, sedangkan
evaluasi dan pengujian pengendalian diperlukan hanya apabila auditor menetapkan risiko
pengendalian di bawah maksimum.
Auditor pada umumnya memilih untuk lebih mengandalkan pada pengendalian yang
efektif, terutama apabila pengolahan transaksi sehari-hari dilakukan dengan menggunakan
prosedur otomatis. Apabila pengendalian diperkirakan tidak efektif dan risiko inheren tinggi,
penggunaan model risiko audit akan menyebabkan auditor menurunkan risiko deteksi dan
sebagai akibatnya harus menaikkan bukti yang harus dikumpulkan. Pada Bab 8 akan Kita bahas
tentang bagaimana mendapatkan pemahaman pengendalian internal, menilai risiko
pengendalian, dan menilai dampaknya terhadap bukti yang diperlukan.
RISIKO AUDIT
Standar audit (SA 200.13 (c)) mendefinisikan risiko audit sebagai berikut:
Risiko audit: risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini audit yang tidak tepat ketika
laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material. Risiko audit merupakan
suatu fungsi kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.
Dengan perkataan lain, risiko audit adaiah ukuran tentang seberapa besar auditor bersedia
untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin mengandung kesalnhan penyajian material
setelah audit selesai dikerjakan dan memberinya perdapat wajar tanpa pengecualian. Apabila
auditor memutuskan untuk menurunkan risiko audit, hal itu berarti bahwa auditor ingin lebih
pasti bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan penyajian material. Risiko nol
berarti sepenuhnya pasti, sedangkan risiko 100% berarti sama sekali tidak pasti. Jaminan penuh
(risiko nol) mengenai ketepatan laporan keuangan tidak ekonomis dan tidak praktis. Selain itu
seperti telah disebutkan pada Bab 3, auditor tidak dapat menjamin sepenuhnya bahwa laporan
keuangan tidak mengandung kesalahan penyajian material.
Seringkali auditor tidak monggunakan istilah risiko audit tetapi istilah lain seperti
misalnya asurans audit (audit assurance) atau tingkat asurans. Asurans audit atau istilah lain
adalah pelengkap risiko audit, yakni satu dikurangi risiko audit yang bisa diterima. Dengan lain
perkataan, risiko audit bisa diterima sebesar 2% adalah sama dengan asurans audit 98%.
Ada perbedaan besar dalam hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko dalam model
risiko audit. Untuk risiko audit yang bisa diterima, auditor memutuskannya sesuai dengan
kesediaan kantor akuntan menerima risiko bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan
penyajian setelah audit selesai dikerjakan, berdasarkan berbagai faktor yang menyangkut klien.
Sebagai contoh, auditor akan menetapkan risiko audit bisa diterima yang sangat rendah untuk
perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (initial public offering). Kita akan
membahas faktor-faktor apa saja yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan risiko audit
bisa diterima dalam uratan di bagian lain bab ini. Risiko inheren dan risiko pengendahan
didasarkan pada dugaan auditor atau prediksi tentang kondisi klien. Contoh risiko inheren yang
tinggi adalah apabila terdapat persediaan yang belum laku terjual dalam waktu dua tahun.
Contoh risiko pengendalian yang rendah adalah manakala terdapat pemisahan tugas antara
pemegang aset dengan akuntansi. Auditor tidak dapat mengubah kondisi klien semacam itu,
tetapi hanya bisa melakukan penilaian. Faktor-faktor risiko inheren akan dibahas pada bagian
lain bab ini, sedangkan risiko pengendalian akan dibahas tersendiri pada Bab 8. Risiko deteksi
sepenuhnya adalah dependen dari ketiga risiko yang lain, dan karenanya hanya dapat
ditentukan setelah auditor menetapkan ketiga risiko Iainnya.
Auditor harus memutuskan risiko audit yang bisa diterima untuk suatu audit, terutama pada
tahap perencanaan audit. Pertama-tama auditor harus menetapkan risiko penugasan dan
selanjutnya menggunakan risiko penugasan untuk menetapkan risiko audit.
DAMPAK RISIKO PENUGASAN TERHADAP RISIKO AUDIT BISA DITERIMA
Risiko penugasan adalah risiko yang harus ditanggung auditor atau kantor akuntan setelah
suatu audit diselesaikan, walaupun laporan audit yang dibuat sudah benar. Risiko penugasan
berkaitan erat dengan risiko bisnis klien sebagaimana telah disinggung pada Bab 6. Sebagai
contoh, apabila klien dinyatakan bangkrut oleh pengadilan setelah perusahaan tersebut diaudit,
kemungkinan besar kantor akuntan akan dituntut, meskipun audit yang dilakukan auditor telah
dilaksanakan dengan baik. Perlu dicatat bahwa para auditor berbeda pendapat tentang apakah
risiko penugasan perlu dipertimbangkan atau tidak dalam perencanaan audit. Para penentang
berargumentasi bahwa auditor tidak memberi pendapat audit untuk berbagai tingkat keyakinan
sehingga oleh karenanya tidak perlu memberi keyakinan lebih atau kurang karena adanya risiko
penugasan. Para pendukung berargumentasi bahwa auditor seyogyanya mengumpulkan bukti
tambahan, menugaskan auditor yang lebih berpengalaman, dan mereview audit lebih cermat
dalam audit yang berpotensi besar digugat secara hukum atau tindakan perlawanan lain yang
mempengaruhi keberadaan auditor, sepanjang tingkat keyakinan tidak berada di bawah suatu
tingkat tinggi tertentu manakala terdapat risiko risiko penugasan yang rendah.
Apabila auditor memodifikasi bukti untuk risiko penugasan, hal itu dilakukan dengan
mengelola risiko audit. Kita yakin bahwa suatu tingkat risiko audit yang rendah selalu
didambakan, tetapi dalam keadaan tertentu diperlukan risiko yang lebih rendah karena adanya
faktor-faktor risiko penugasan. Ada tiga faktor yang mempengaruhi risiko penugasan dan yang
selanjutnya berpengaruh pula pada risiko audit, yaitu (1) seberapa jauh pengguna laporan
eksteren mengandalkan laporan keuangan auditan, (2) kemungkinan klien mengalami kesulitan
keuangan setelah laporan audit diterbitkan, dan (3) integritas manajemen.
Apabila pengguna eksteren sangat mengandalkan laporan keuangan auditan, sebaiknya tingkat
risiko audit ditetapkan lebih rendah. Apabila laporan sangat diandalkan, bisa timbul sejumlah
bahaya sebagai akibat adanya kesalahan penyajian signifikan yang tetap tidak terdeteksi dalam
laporan keuangan. Auditor akan bersedia untuk mengeluarkan biaya lebih banyak untuk
mendapatkan bukti tambahan apabila kerugian bagi pemakai sebagai akibat kesalahan
penyajian material diperkirakan substansial. Beberapa faktor bisa menjadi indikator tentang
seberapa jauh laporan diandalkan oleh pengguna eksteren:
Ukuran entitas. Secara umum, semakin besar entitas yang diaudit, semakin besar pula
kemungkinan laporan digunakan. Ukuran entitas, diukur dengan total aset atau
pendapatan, akan memiliki dampak terhadap tingkat risiko audit bisa diterima.
Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan entitas-entitas publik biasanya menjadl
andaian lebih banyak pemakai dibandingkan dengan entitas tertutup. Dalam perusahaan
publik banyak pihak luar juga berkepentingan seperti misalnya Bapepam, analis-analis
keuangan, dan masyarakat luas.
Sifat dan jumlah kewajiban (utang). Apabila laporan berisi jumlah utang yang besar,
laporan tersebut kemungkinan besar akan banyak digunakan oleh para kreditur
(termasuk kreditur potensial) dibandingkan dengan apabila tidak berisi banyak
kewajiban.
Sebagaimana telah kita bicarn.kan pada Bab 6 sebagai bagian dari penyelidikan terhadap calon
klien baru dan penilaian untuk keberlanjutan klien lama, apabila integritas manajemen
dipertanyakan, auditor seyogyanya menetapkan risiko audit bisa diterima yang lebih rendah.
Perusahaan dengan integritas rendah sering melakukan kegiatan bisnis yang memicu terjadinya
konflik dengan pemegang saham, regulator, dan konsumen. Konflik-konflik semacam itu bisa
mempengaruhi kualitas audit yang diinginkan para pemakai laporan dan bisa mengakibatkan
tuntutan hukum serta percekcokan lainnya. Manajemen yang pernah dihukum karena tindakan
krin.inal di masa lampau adalah contoh yang jelas tentang integritas manajemen yang
dipertanyakan. Contoh lain tentang integritas yang dipertanyakan adalah seringnya terjadi
ketidaksepahaman dengan auditor di masa lalu atau dengan pihak luar seperti misalnya
Bapepam. Perputaran personil keuangan kunci dan personil auditor internal serta sering
terjadinya konflik dengan serikat pekerja bisa juga menjadi indikasi adanya masalah integritas.
MEMBUAT KEPUTUSAN TENTANG RISIKO AUDIT BISA DITERIMA
Untuk menetapkan risiko audit bisa diterima, pertama-tama auditor harus menilai setiap
factor yang mempengaruhi risiko audit bisa diterima. Tabel ini melukiskan metoda-metoda
yang digunakan auditor untuk menilai ketiga factor yang telah dibahas diatas.
Dimasukkannya risiko inheren ke dalam model risiko audit merupakan konsep paling
penting dalam pengauditan. Hal itu berarti bahwa auditor harus berusaha memprediksi dimana
kesalahan penyajian paling mungkin dan mana yang paling kecil kemungkinannya dalam
laporan keuangan. Informasi tersebut mempengaruhi banyaknya bukti yang perlu dikumpulkan
auditor, staf audit yang akan diberi penugasan, dan review atas kertas kerja audit.
Auditor harus menilai factor-faktor yang bisa meningkatkan risiko dan memodifikasi
bukti audit untuk dipertimbangkan. Untuk menetapkan risiko inheren, auditor harus
mempertimbangkan beberapa factor penting berikut:
Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Sebagai contoh, pabrik
peralatan elektronik berhadapan dengan kemungkinan keusangan persediaan lebih besar dari
pada pabrik baja. Risiko inheren berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan
lainnya, untuk akun seperti persediaan, piutang usaha, dan asset tetap. Sifat bisnis klien tidak
mempunyai dampak atau kecil dampaknya terhadap risiko inheren untuk akun seperti kas,
utang wesel, dan utang hipotik. Informasi yang diperoleh pada tahap mendapatkan pemahaman
tentang bisnis dan bidang usaha klien dan penetapan risiko bisnis klien seperti telah dibahas
pada Bab 6 berguna untuk menilai factor ini.
Hasil dari Audit Sebelumnya
Kesalahan penyajian yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya memiliki kemungkinan
besar untuk terjadi lagi dalam audit tahun ini, karena banyak tipe kesalahan penyajian yang
sifatnya sistematik, dan organisasi seringkali lambat melakukan perubahan untuk meniadakan
kesalahan penyajian seperti itu. Oleh karena itu, auditor akan dipandang lalai jika hasil audit
tahun lalu diabaikan pada saat ia mengembangkan program audit untuk tahun ini. Sebagai
contoh, apabila auditor menemukan sejumlah kesalahan penyajian signifikan dala penetapan
harga persediaan dalam audit tahun lalu, auditor seyogyanya menilai risiko inheren yang tinggi
dalam audit tahun ini, dan pengujian yang ekstensif harus dilakukan sebagai cara untuk
memastikan apakah kelemahan dalam system pengendalian internal klien telah diperbaiki.
Namun apabila auditor tidak menjumpai kesalahan penyajian dalam kurun waktu beberapa
tahun dalam melakukan pengujian pada suatu bidang audit, auditor bisa menurunkan risiko
inheren, dengan catatan tidak terjadi perubahan dalam keadaan-keadaan yang relevan.
Contoh transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi (related parties) adalah transaksi antara
perusahaan induk dengan perusahaan anak, dan antara manajemen dengan entitas perusahaan.
Karena transaksi semacam ini tidak terjadi antara dua pihak yang independen yang melakukan
tawar menawar secara bebas, maka terdapat kemungkinan besar bahwa transaksi demikian
direkayasa yang menyebabkan naiknya risiko inheren.
Transaksi-transaksi Non Rutin
Transaksi-transaksi yang tidak biasa terjadi (non-rutin) pada perusahaan klien mempunyai
kemungkinan besar dicatat secara salah dibandingkan dengan transaksi rutin, karena klien tidak
berpengalaman dalam mencatatnya. Sebagai contoh, adalah pencatatan transaksi kerugian
karena kebakaran, pembelian property berjumlah besar, dan restrukturisasi biaya yang
diakibatkan penghentian operasi. Dengan mengetahui bisnis klien dan mereview notulen rapat,
auditor akan dapat menilai konsekuensi dari transaksi non-rutin.
Pertimbangan yang Diperlukan Untuk Mencatat Saldo Akun dan Transaksi Dengan
Benar
Banyak saldo akun seperti misalnya investasi tertentu yang dicatat atas dasar nilai wajar,
cadangan kerugian piutang, keusangan persediaan, kewajiban untuk membayar garansi, dan
reserve untuk kerugian utang bank, memerlukan estiasi dan sarat dengan pertimbangan
manajemen. Karena hal-hal seperti itu membutuhkan pertimbangan tertentu, kemungkinan
kesalahan penyajiannya cukup tinggi, dan akibatnya auditor biasanya menetapkan risiko
inheren yang tinggi.
Pembentuk Populasi
Kadang-kadang unsur individual tertentu yang membentuk populasi juga berpengaruh terhadap
ekspektasi auditor tentang kesalahan penyajian material. Auditor biasanya akan menggunakan
risiko inheren yeng lebih tinggi untuk piutang usaha apabila sebagian besar tagihan telah lewat
waktu dibandingkan dengan apabila sebagian besar belum jatuh tempo. Contoh unsur-unsur
yang membutuhkan risiko inheren yang lebih tinggi misalnya transaksi dengan perusahaan
afiliasi, piutang kepada jajaran pimpinan perusahaan, dan piutang yang belum tertagih selama
berbulan-bulan. Situasi semacam ini membutuhkan penyelidikan lebih mendalam karena
terdapat kemungkinan besar terdapat kesalahan penyajian.
Pada bab yang lalu telah kita bahas bahwa auditor bertanggungjawab untuk menilai risiko
terjadinya kecurangan pelaporan keuangan dan penyalahgunaan asset. Dari segi konsep
maupun praktik, sulit untuk memisahkan antara factor risiko kecurangan menjadi risko audit
bisa diterima, risiko inheren, atau risiko pengendalian. Sebagai contoh, manajemen yang
rendah integritasnya dan bermotivasi untuk melakukan kesalahan penyajian laporan keuangan
adalah salah satu factor dalam risiko audit bisa diterima, tetapi hal itu juga merupakan
mempengaruhi risiko pengendalian. Demikian pula sejumlah factor risiko mempengaruhi
karekteristik manajemen sebagian bagian dari pengendalian lingkungan yang akan dibahas
pada Bab 8. Hal ini menyangkut perilaku, tindakan, dan kebijakan yang mencerminkan
perilaku menyeluruh dari manajemen puncak tentang integritas, nilai etika, dan komitmen
terhadap kompetensi.
Untuk memenuhi persyaratan standar auditing, bagi auditor lebih penting menilai risko
dan menanggapinya daripada sekedar menggolongkan risiko menjadi jenis risiko tertentu.
Dengan alasan ini, banyak kantor akuntan menilai risiko kecurangan terpisah dari penilaian
atas komponen-komponen risiko audit.
Risiko kecurangan dapat dinilai untuk audit sebagai keseluruhan atau per siklus, dan
tujuan. Sebagai contoh, insentif yang besar untuk merangsang manajemen agar bekerja keras
untuk mencapai target pendapatan yang tinggi bisa berpengaruh terhadap keseluruhan audit,
sedangkan kerentanan terhadap pencurian persediaan hanya akan berpengaruh terhadap akun
persediaan. Untuk risiko kecurangan pelaporan keuangan dan risiko penyalahgunaan asset,
auditor focus pada bidang-bidang yang berisiko kecurangan tinggi dan merancang prosedur
audit atau mengubah keseluruhan tindakan audit untuk menanggapi risiko tersebut. Tanggapan
khusus terhadap risiko kecurangan yang teridentifikasi bisa berupa revisi atas penetapan risiko
diteksi bisa diterima, risiko inheren dan risko pengendalian. Penetapan risiko kecurangan akan
dibahas lebih lanjut pada bab 9.
Sejumlah factor tertentu lainnya juga bisa memengaruhi, seperti misalnya audit pertama
kali atau audit ulangan, akan berpengaruh terhadap banyak atau bahkan mungkin semua siklus,
sedangkan factor lainnya seperti misalnya transaksi non-rutin, hanya akan berpengaruh
terhadap akun-akun tertentu atau tujuan audit tertentu. Meskipun organisasi profesi tidak
menetapkan standar atau pedoman untuk menetapkan risiko inheren, namun auditor biasanya
konservatif dalam menetapkannya. Sebagai contoh, dalam audit terhadap persediaan, auditor
mencatat bahwa (1) dalam audit tahun yang lalu ditemukan banyak kesalahan penyajian dan
(2) kecepatan perputaran piutang melambat pada tahun ini. Dalam situasi semacam ini auditor
kemungkinan besar akan menetap risiko inheren pada tingkat relative tinggi (mungkin bisa
mencapai 100%) untuk tiap tujuan audit atas persediaan.
Auditor memulai penetapan risiko inheren pada tahap perencanaan dan memutahirkan
penetapan tersebut selama audit berlangsung. Bab 6 telah membahas tentang bagaimana
auditor mengumpulkan informasi yang relevan untuk penetapan risiko inheren selama tahap
perencanaan audit. Sebagai contoh, untuk mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan bidang
usaha klien, auditor bisa melakukan peninjauan mengelilingi perusahaan dan
mengindentifikasi pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Informasi ini dan
informasi-informasi lain tentang perusahaan dan lingkungannya telah dibahas pada bab 6
berkaitan langsung dngan penetapan risiko inheren. Demikian pula berbagai hal yang telah
dibahas sebelumnya yang berkaitan dengan factor-faktor yang mempengaruhi risiko inheren,
seperti misalnya hasil audit tahun lalu dan traksaksi non-rutin telah dibahas secara terpisah
untuk membantu menilai risiko inheren. Mengingat bahwa pengujian dilakukan di kala audit
berlangsung, auditor bisa memperoleh informasi tambahan yang mempengaruhi penilaian awal
risiko inheren.
HUBUNGAN ANTARA RISIKO DENGAN BUKTI DAN FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO
Auditor menanggapi risiko terutama dengan mengubah luasnya pengujian dan jenis
prosedur audit, termasuk pula dengan memadukan hal-hal tak terduga dalam prosedur audit
yang digunakan. Selain dengan memodifikasi bukti audit, ada du acara lain yang dapat diubah
auditor untuk menanggapi risiko.
Sejauh mana
diandalkan oleh
Risiko audit bisa
pengguna ekstern
diterima
Kemungkinan
kesulitan keuangan
Integritas manajemen
L L
Sifat bisnis K
Hasil audit tahun lalu
Risiko Inheren K Risiko deteksi K Bukti audit
Audit pertama kali atau
diterima direncanakan
audit ulangan
Hubungan istimewa
K L
Transaksi nonrutin
Kebutuhan
pertimbangan
Pembentuk populasi
Faktor-faktor
kesalahan dari
penyajian yang timbul
kecurangan pelaporan
keuangan*)
Kerentan aset untuk
disalahgunakan*)
Efektivitas
pengendalian internal Risiko
Keandalan Direncanakan
direncanakan
Keterangan :
L = Langsung ; K = Kebalikan
*) Faktor risiko kecurangan. Bisa juga mempengaruhi risiko audit bisa diterima dan risiko
pengendalian
RISIKO AUDIT PER SEGMEN
Risiko inheren dan risiko pengendalian tidak ditetapkan untuk audit sebagai
keseluruhan, melainkan ditetapkan untuk setiap siklus, setiap akun dalam suatu siklus, bahkan
kadang-kadang untuk setiap tujuan audit pada suatu akun. Untuk audit yang sama, risiko yang
ditetapkan bisa berbeda-beda antara siklus yang satu dengan siklus yang lain, antara akun yang
satu dengan akun yang lain, dan antara tujuan yang satu dengan tujuan yang lain. Sebagai
contoh, pengendalian internal untuk persediaan mungkin lebih efektif dibandingkan dengan
pengendalian internal untuk asset tetap. Dalam situsi demikian, risiko pengendalian untuk
pengendalian bisa lebih rendah untuk persediaan dibandingkan dengan risiko pengendalian
untuk asset tetap. Factor-faktor yang mempengaruhi risiko inheren seperti misalnya kerentanan
terhadap penyalahgunaan asset dan transaksi rutin juga bisa berbeda antara akun yang satu
dengan akun lainnya. Oleh sebab itu, merupakan hal yang normal apabila risiko inheren
berbeda untuk berbagai akun pada audit yang sama.
Risiko audit bisa diterima biasanya ditetapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan
tidak berubah untuk setiap siklus dan akun. Auditor biasanya menggunakan risiko audit bisa
diterima yang sama untuk setiap segmen, karena factor-faktor yang mempengaruhi risiko audit
bisa diterima berkaitan dengan keseluruhan audit, tidak untuk akun individual. Sebagai contoh,
luasnya penggunaan laporan keuangan auditan oleh pengguna eksternal biasa menyangkut
laporan keuangan sebagai keseluruhan, bukan hanya pada satu atau dua akun.
Meskipun dalam praktik lazim untuk menetapkan risiko inheren dan risiko pengendalian untuk
setiap tujuan audit saldo akun, namun tidal lazim untuk mengalokasikan materialitas pada
tujuan-tujuan tersebut. Auditor akan lebih efektif untuk menggunakan risiko yang berbeda-
beda untuk tujuan yang berbeda, dan biasanya tidaklah sulit untuk menghubungkan risiko
dengan satu atau dua tujuan. Sebagai contoh, keusangan dalam persediaan kemungkinan besar
hanya akan berpengaruh terhadap nilai bersih bisa direalisasi. Akan jauh lebih sulit untuk
memutuskan berapa banyak materialitas yang dialokasikan pasa suatu akun akan dialokasikan
lebih lanjut pada satu atau dua tujuan trtentu. Oleh karena itu kebanyakan auditor tidak
berusaha mengalokasikan materialitas pada tujuan-tujuan audit tertentu.
KETERBATASAN PENGUKURAN
Salah satu keterbatasan paling besar dalam penerapan model risiko audit adalah adanya
kesulitan dalam pengukuran komponen-komponen dalam model. Disampin kerja keras auditor
dalam membuat perencanaan audit, penetapan risiko audit bisa diterima, risiko inheren, risiko
pengendalian, dan selanjutnya risiko deteksi direncanakan sangat bersifat subyektif dan hanya
merupakan perkiraan. Cobalah bayangkan upaya untuk menetapkan risiko inheren yang tepat
dengan menentukan dampak dari berbagai factor seperti misalnya kesalahan penyajian yang
ditemukan dalam audit tahun lalu dan perubahan teknologi dalam bidang usaha klien.
Penentuan jumlah bukti sebagai penerapan dari risiko deteksi direncanakan tertentu juga tidak
mudah. Program audit yang ditujukan untuk menurunkan risiko deteksi ke tingkat yang
direncanakan adalah suatu perpaduan prosedur audit, menggunakan berbagai jenis bukti yang
diterapkan pada berbagai tujuan audit. Metoda pengukuran yang digunakan auditor sangat teliti
agar dapat mengukur secara kuantitatif dengan akurat perpaduan bukti-bukti tersebut. Oleh
karena itu, para auditor cenderung untuk secara subyektif mengevaluasi apakah bukti yang
tepat dan cukup telah direncanakan untuk memenuhi risiko deteksi direncanakan yang rendah,
medium, atau tinggi. Barangkali metoda pengukuran cukup untuk memungkinkan seorang
auditor menentukan apakah bukti yang lebih banyak atau berbeda diperlukan untuk memenuhi
rencana risiko deteksi yang rendah (daripada yang medium atau tinggi). Dalam hal ini
diperlukan pertimbangan professional untuk memutuskan seberapa banyak hal itu harus
dilakukan.
Dalam menerapkan model risiko audit, auditor khawatir akan terjadinya “lebih-audit”
dan “kurang-audit”. Biasanya auditor lebih khawatir akan terjadinya kurang-audit
dibandingkan dengan lebih-audit, karena bila hal itu terjadi, auditor mungkin akan berhadapan
dengan tuntutan hukum dan kehilangan reputasi profesionalnya. Karena auditor khawatir akan
terjadinya kurang-audit, auditor pada umumnya akan menetapkan risiko secara konservatif.
Konsep materialitas dan risiko dalam pengauditan berhubungan erat satu sama lain dan tidak
bisa dipisahkan. Risiko adalah pengukuran ketidakpastian, sedangkan materialitas adalah
pengukuran besarnya atau ukurannya. Namun apabila keduanya digabungkan akan mengukur
besaran ketidakpastian dari suatu jumlah tertentu. Sebagai contoh, pernyataan bahwa auditor
merencanakan akan mengumpulkan bukti sedemikian rupa sehingga hanya 5 persen risiko
(kesalahan penyajian bisa diterima) tidak ditemukannya kesalahan penyajian yang melebihi
kesalahan penyajian bisa ditoleransi sebesar Rp 265.000 (materialitas) adalah pernyataan yang
tepat dan bermakna. Apabila pernyataan itu tidak disertai dengan besarnya risiko atau porsi
materialitas, maka pernyataan itu tidak bermakna. Risiko 5% tanpa disertai dengan suatu
ukuran materialitas yang spesifik, bisa diartikan bahwa Rp100.000 atau Rp10.000.000
kesalahan penyajian bisa diterima. Suatu lebih saji sebesar Rp265.000 tanpa disertai suatu
risiko spesifik bisa diartikan bahwa risiko 1% atau 80% bisa diterima.
Hubungan antara kesalahan penyajian bisa ditoleransi dan keempat risiko dengan bukti
audit direncanakan bisa dilihat pada Gambar 7-6. Gambar ini merupakan perluasan dari
Gambar 7-5 (halaman 342) dengan memasukkan kesalahan penyajian bisa ditoleransi. Dalam
gambar ini terlihat bahwa kesalahan peyajian bisa ditoleransi tidak mempengaruhi satu pun
dari keempat risiko, dan risiko tidak mempunyai pengaruh terhadap kesalahan penyajian bisa
ditoleransi, namun secara bersama-sama keduanya menentukan bukti yang direncanakan.
Dengan kata lain, kesalahan penyajian bisa ditoleransi bukan merupakan bagian dari model
risiko audit, tetapi perpaduan antara kesalahan penyajian bisa ditoleransi dan factor-faktor
model risiko audit menentukan bukti audit direncanakan.
Model risiko audit utamanya merupakan model perencanaan dan oleh karena itu
kegunaannya terbatas dalam mengevaluasi hasil. Tidak ada kesulitan ketika auditor
mengumpulkan bukti yang direncanakan dan menyimpujkan bahwa penetapan setiap risiko
telah dilakukan secara wajar atau lebih baik dari yang semula diperkirakan. Auditor akan
berkesimpulan bahwa bukti yang tepat dan cukup telah terkumpul untuk akun atau siklus
tersebut.
Namun demikian, SA 315. 31 menegaskan bahwa peniiaian risiko auditor atas risiko
kesalahan penyajian material dapat berubah selama pelaksanaan audit, sejalan dengan
diperolehnya bukti audit tambahan. Dalam kondisi ketika auditor memperoleh bukti audit
dari pelaksanaan prosedur audit Ianjutan, atau ketika informasi baru diperoleh, yang kedua
bukti tersebut tidak konsisten dengan bukti audit awal yang menjadi landasan penilaian,
auditor harus merevisi penilaian tersebut, dan oleh karena itu, memodifikasi prosedur audit
lanjutan yang direncanakan sebelumnya.
Auditor harus cermat dalam memutuskan, berdasarkan bukti yang terkumpul, apakah
penetapan awal risiko pengendalian dan risiko inheren telah dilakukan terlalu rendah, atau
risiko audit bisa diterima telah ditetapkan terlalu tinggi. Dalam situasi demikian, auditor
dapat melakukan dua tahap pendekatan sebagai berikut:
1. Auditor harus merevisi penetapan awal risiko. Merupakan tindakan gegabah untuk
membiarkan penetapan awal tidak diubah, padahal auditor tahu bahwa penetapan
tersebut tidak tepat.
2. Auditor harus mempertimbangkan pengaruh revisi terhadap bukti yang diperlukan,
tanpa menggunakan model risiko audit. Apabila risiko hasil revisi digunakan dalam
model risiko audit untuk menentukan risiko deteksi yang telah direvisi, dikhawatirkan
tidak terjadi penambahan bukti yang mencukupi. Oleh karena itu, akan lebih baik
apabila auditor mengevaluasi dengan cermat implikasi dari revisi alas risiko dan
memodifikasi bukti dengan tepat, diluar pengunaan model risiko audit.
RISIKO SIGNIFIKAN
Sebagaimana telah disinggung di atas, standar audit (SA 315.25) mengharuskan auditor untuk
menilai risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat
asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan. Sebagai bagian dari
penilaian risiko tersebut, auditor harus menentukan apakah risiko yang diidentifikasi adalah,
menurut pertimbangan auditor, suatu risiko yang signifikan (SA 315.27).
Risiko signifikan adalah suatu risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi
dan dillilai yang, dalam pertimbangan auditor, memerlukan pertimbangan audit khusus (SA
315.4 (e)). Risiko signifikan sering berkaitan dengan transaksi nonrutin yang signifikan atau
hal-hal yang memerlukan pertimbangan. Transaksi nonrutin adalah transaksi yang tidak
biasa, karena ukuran maupun sifatnya, dan oleh karena itu tidak sering terjadi. Hal-hal yang
memerlukan pertimbangan dapat mencakup penyusunan estimasi akuntansi yang di dalamnya
terkandung ketidakpastian pengukuran yang signifikan. Kecil kemungkinannya transaksi
rutin dan nonkompleks yang harus melaiui suatu pengolahan sistematis mengakibatkan
timbulnya risiko signifikan.
Risiko kesalahan penyajian material mungkin lebih besar untuk transaksi nonrutin
yang signifikan yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
Dalam melakukan pertimbangan atas penentuan suatu risiko sebagai risiko yang signifikan
(significant risk), auditor harus mempertimbangkan
(b) Apakah risiko tersebut terkait dengan perkembangan terkini yang signifikan dalam
bidang ekonomi, akuntansi, atau Iainnya, dan oleh karena itu, membutuhkan perhatian
spesifik;
(d) Apakah risiko tersebut melibatkan transaksi signifikan dengan pihak berelasi
(e) Derajat subyektivitas dalam pengukuran informasi keuangan yang berkaitan risiko,
terutama pengukuran yang melibatkan ketidakpastian pengukuran yang luas; dan
(f) Apakah risiko tersebut melibatkan transaksi signifikan yang terjadi di luar kegiatan
kegiatan bisnis normal entitas, atau yang tampaknya tidak biasa.
Jika auditor telah menentukan bahwa terdapat suatu risiko signifikan, auditor harus
memperoleh suatu pemahaman tentang pengendalian entitas, termasuk aktivitas pengendalian
yang relevan dengan risiko tersebut. Hal ini akan dibahas dalam penetapan risiko
pengendalian pada