Anda di halaman 1dari 6

1.

MATERIALITAS
1.1 Materialitas Dalam Konteks Audit
Kerangka pelaporan keuangan seringkali membahas materialitas dalam konteks
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Secara umum kerangka tersebut
menjelaskan bahwa:
 Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan
penyajian tersebut, secara individual atau agregat diperkirakan dapat
memengaruhi keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan
oleh pengguna laporan keuangan tersebut.
 Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai
kondisi yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan
penyajian, atau kombinasi keduanya; dan
 Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum
diperlukan oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup.
1.2 Tahapan Dalam Penerapan Materialitas
Dalam standar audit (SA 320. A1) “........Materialitas dan risiko audit perlu
dipertimbangkan sepanjang pelaksanaan audit, khususnya pada saat:
a) Mengidentifikasi dan menilai kesalahan penyajian material;
b) Menentukan sifat,saat; dan luas prosedur audit selanjutnya; dan
c) Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi; jika ada;
terhadap laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan
auditor.”

2. MATERIALITAS UNTUK LAPORAN KEUANGAN SECARA KESELURUHAN


Standar auditing (SA 320. 10) menyatakan “pada saat menetapkan strategi audit
secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan”. Hal ini disebut pertimbangan awal materialitas. Disebut demikian karena
meskipun opini ditetapkan secara profesional, namun hal itu bisa berubah ketika pengauditan
sedang berlangsung. Kebijakan awal ini harus didokumentasikan dalam file audit.
Pengalaman auditor akan sangat berpengaruh pada penentuan jumlah yang dipandang
material sesuai dengan keadaan yang dihadapi. Selama audit berlangsung, auditor sering
mengubah kebijakan awal materialitas. Hal ini disebut kebijakan tentang materialitas
revisian. Auditor perlu melakukan revisi karena adanya perubahan dalam salah satu faktor
yang digunakan dalam menetapkan kebijakan awal; dan hal itu berpengaruh terhadap
kebijakan awal yang diputuskan auditor yang bisa menjadi terlalu besar atau terlalu kecil.

2.1 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Kebijakan Awal Materialitas


Ada sejumlah faktor yang berpengaruh pada kebijakan awal materialitas yang
ditetapkan auditor untuk laporan keuangan yang diauditnya. Beberapa faktor terpenting
adalah: Konsep materialitas adalah relatif bukan absolut, Diperlukan dasar tertentu untuk
mengevaluasi materialitas, Faktor kualitatif juga memengaruhi materialitas

2.2 Penggunaan Tolok Ukur Dalam Menentukan Materialitas untuk Laporan


Keuangan Secara Keseluruhan
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses indentifikasi suatu tolok ukur yang
tepat mencakup: Unsur-unsur laporan keuangan, Apakah terdapat unsur-unsur yang
menjadi perhatian khusus para pengguna laporan keuangan suatu entitas tertentu, Sifat
entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan ekonomi yang
di dalamnya entitas tersebut beroperasi, Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas.
.
3. MENENTUKAN MATERIALITAS PELAKSANAAN
Standar auditing (SA 320.9) merumuskan materialitas pelaksanaan sebagai berikut:
“Materialitas pelaksanaan (performance materiality) adalah suatu jumlah yang
ditetapkan oleh auditor, pada tingkat yang lebih rendah daripada materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan, untuk mengurangi ke tingkat rendah yang semestinya
kemungkinan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi yang secara
agregat melebihi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika berlaku,
materialitas pelaksanaan dapat ditetapkan oleh auditor pada jumlah yang lebih rendah
daripada materialitas golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu”.
4. MEMPERKIRAKAN KESALAHAN PENYAJIAN DAN MEMBANDINGKAN
DENGAN KEBIJAKAN AWAL
Pada saat auditor melaksanakan prosedur audit untuk setiap segmen audit, auditor
mendokumentasikan semua kesalahan penyajian yang ditemukan. Kesalahan penyajian dari
suatu akun terdiri dari dua tipe yakni kesalahaan penyajian diketahui dan kesalahan penyajian
diperkirakan. Ada dua tipe kesalahan penyajian diperkirakan yakni kesalahan penyajian yang
timbul dari perbedaan pertimbangan yang dibuat auditor dengan pertimbangan manajemen
dan proyeksi kesalahan penyajian yang didasrakan pada pengujian auditor atas suatu sampel
dari populasi.

5. RISIKO AUDIT
Standar Audit (SA 315) mewajibkan auditor untuk mendapatkan pemahaman tentang
entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal untuk menetapkan risiko
kesalahan penyajian, material dalam laporan keuangan klien. Auditor yang efektif mengakui
tentang adanya risiko dan mengelola risiko tersebut dengan cara yang tepat. Banyak risiko
yang sulit diukur dan membutuhkan pertimbangan yang cermat sebelum auditor dapat
mennaggulanginya dengan tepat.
5.1 Model Risiko Audit Untuk Perencanaan
Risiko kesalahan penyajian material didefinisikan dalam standar audit (SA 200.13)
sebagai: Risiko bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material sebelum
audit dilakukan. Risiko kesalahan penyajian material dapat terjadi di dua tingkat
- tingkat laporan keuangan secara keseluruhan
- tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo, akun, dan pengungkapan
Salah satu pendekatan yang banyak digunakan para auditor adalah dengan
menggunakan suatu model yang menggambarkan hubungan umum berbagai komponen
risiko audit dalam istilah matematis untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima yang disebut model risiko audit. Model risiko audit biasanya dinyatakan
sebagai berikut:
AR = IR X CR X DR
atau
𝐴𝑅
DR =
𝐼𝑅 𝑋 𝐶𝑅
6. KOMPONEN-KOMPONEN MODEL RISIKO AUDIT
6.1 Risiko Deteksi
Standar Audit (SA 200. 13 (e)) mendefinisikan risiko deteksi sebagai berikut:
“Risiko deteksi adalah risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor
untuk menurunkan risiko audit ke tingkat yang dapat diterima tidak akan mendeteksi
suatu kesalahan penyajian material, baik secara individual maupun secara kolektif
ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya.”
6.2 Risiko Inheren
Standar Audit (SA 200.13 (n)) mendefinisikan risiko inheren sebagai berikut:
“Kerentanan suau asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau
pengungkapan terhadap suatu kesalahan penyajian material, baik secara individual
maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya,
sebelum mempertimbangkan pengendalian internal terkait”
6.3 Risiko Pengendalian
Standar Audit (SA 200. 13 (n)) mendefinisikan risiko pengendalian sebagai berikut:
“Risiko bahwa suatu kesalahan penyajian yang mungkin terjadi dalam suatu
asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan yang
mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan
dengan kesalahan penyajian lainnya, tidak akan dapat dicegah atau diteksi dan
dikoreksi, secara tepat waktu oleh pengendalian internal entitas”.
6.4 Risiko Audit
Standar Audit (SA 200. 13(c)) mendefinisikan risiko audit sebagai berikut:
Risiko Audit: risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini audit yang tidak tepat
ketika laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material. Risiko audit
merupakan suatu fungsi kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.
6.4 Perbedaan Antara Risiko-Risiko Dalam Model Risiko Audit
Ada perbedaan besar dalam hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko
dalam model risiko audit. Untuk risiko audit yang bisa diterima, auditor memutuskannya
sesuai dengan kesediaan kantor akuntan menerima risiko bahwa laporan keuangan
mengandung kesalahan penyajian setelah audit selesai dikerjakan, berdasarkan berbagai
faktor yang menyangkut klien. Sebagai contoh, auditor akan menetapkan risiko audit bisa
diterima yang sangat rendah untuk perusahaan yang melakukan penawaran saham
perdana (initial public offering).
7. MENETAPKAN RISIKO AUDIT BISA DITERIMA
Auditor harus memutuskan risiko audit yang bisa diterima untuk suatu audit, terutama
pada tahap perencanaan audit. Pertama-tama auditor harus menetapkan risiko penugasan dan
selanjutnya menggunakan risiko penugasan untuk menetapkan risiko audit.
7.1 Dampak Risiko Penugasan Terhadap Risiko Audit Bisa Diterima
Risiko penugasan adalah risiko yang harus ditanggung auditor atau kantor akuntan
setelah suatu audit diselesaikan, walaupun laporan audit yang dibuat sudah benar. Risiko
penugasan berkaitan erat dengan risiko bisnis klien.
7.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Audit Bisa Diterima
 Seberapa Jauh Pengguna Eksteren Mengandalkan Laporan Keuangan Auditan
 Kemungkinan Klien Mengalami Kesulitan Keuangan Setelah Laporan Audit
Diterbitkan.
 Evaluasi Auditor tentang Integritas Manajemen
7.3 Membuat Keputusan Tentang Risiko Audit Bisa Diterima
Risiko audit biasanya dinyatakan dalam istilah tinggi, medium, dan rendah. Risiko
audit yang rendah mengandung arti bahwa klien sangat berisiko dan membutuhkan bukti
yang lebih banyak, menggunakan lebih banyak staf audit berpengalaman, dan/atau review
atas kerja audit yang lebih mendalam. Setelah audit berjalan, auditor akan mendapat
informasi lebih banyak tentang klien, dan risiko audit bisa diterima dapat dimodifikasi.

8. MENILAI RISIKO INHEREN


Dimasukkannya risiko inheren ke dalam model risiko audit merupakan konsep paling
penting dalam pengauditan. Hal itu berarti bahwa auditor harus berusaha memprediksi
dimana kesalahan penyajian paling mungkin dan mana yang paling kecil kemungkinannya
dalam laporan keuangan.
8.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Inheren
Untuk menetapkan risiko inheren, auditor harus mempertimbangkan beberapa faktor
penting berikut: Sifat bisnis klien, Hasil dari audit sebelumnya, Penugasan baru atau
penugasan ulangan, Pihak-pihak yang berelasi, Transaksi-transaksi non rutin,
Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan benar

8.2 Menetapkan Risiko Inheren


Dalam (SA 200, A38) disebutkan bahwa risiko inheren dapat lebih tinggi untuk
beberapa asersi dan golongan transaksi, saldo akun, serta pengungkapan tertentu. Meskipun
organisasi profesi tidak menetapkan standar atau pedoman untuk menetapkan risiko inheren,
namun auditor biasanya konservatif dalam menetapkannya.
8.3 Mendapatkan Informasi Untuk Menetapkan Risiko Inheren
Auditor memulai penetapan risiko inheren pada tahap perencanaan dan memutahirkan
penetapan tersebut selama audit berlangsung. Sebagai contoh, untuk mendapatkan
pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien, auditor bisa melakukan peninjauan
mengelilingi perusahaan dan mengidentifikasi pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, informasi ini dan informasi-informasi lain tentang perusahaan dan lingkungannya

9. HUBUNGAN ANTARA RISIKO DENGAN BUKTI DAN FAKTOR-FAKTOR


YANG MEMPENGARUHI RISIKO
Auditor menanggapi risiko terutama dengan mengubah luasnya pengujian dan jenis
prosedur audit, termasuk pula dengan memadukan hal-hal tak terduga dalam prosedur audit
yang digunakan. Selain dengan memodifikasi bukti audit, ada dua cara lain yang dapat
diubah auditor untuk menganggapi risiko, yaitu:
 Penugasan mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman. Kantor
akuntan akan menunjuk staf yang berkualitas untuk setiap penugasan. Untuk klien
dengan risiko audit bisa diterima yang rendah, diperlukan staf yang lebih
berpengalaman dengan penekanan pada pentingnya skeptisisme professional.
 Penugasan harus di-review lebih cermat. Kantor akuntan harus memastikan adanya
review yang memadai atas kertas pengumpulan bukti dan kesimpulan, serta hal-hal
penting dalam audit. Apabila risiko audit bisa diterima rendah, diperlukan review
yang lebih cermat dan seksama.

10. RISIKO SIGNIFIKAN


Standar Audit (SA 315.25) mengharuskan auditor untuk menilai Risiko kesalahan
penyajian material pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat aserasi untuk golongan
transaksi, saldo akun, dan pengungkapan. Risiko signifikan adalah suatu risiko kesalahan
penyajian materal yag diidentifikasi dan dinilai yang dalam pertimbangan auitor, memerlukan
pertimbangan audit khusus (SA 315.4 (e)). Risiko kesalahan penyajian material mungkin
lebih besar untuk transaksi nonrutin yang signifikan yang disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
a. Intervensi manajemen yang lebih besar dalam menentukan perlakuan akuntansi
b. Intervensi manual yang lebih besar dalam pengumpulan dan pengolahan data
c. Perhitungan atau prinsip akuntansi yang kompleks

Anda mungkin juga menyukai