Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH PENGAUDITAN 1

METERIALITAS, RISIKO DAN STRATEGI AUDIT

Disusun oleh :

Kelompok 7

Ni Putu Alit Febrianti 2107531134

Desak Gede Novita Anjani 2107531245

Kelas Pengauditan I C4

Dosen Pengampu : Dr. Henny Triyana Hasibuan, S.E., M.Si., Ak.

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Alenia tanggung jawab auditor dalam laporan audit independent berisi dua frasa
yang berkaitan langsung dengan materialitas dan resiko. Dalam pernyataan tanggung jawab
auditor menyebutkan bahwa “Tanggung jawab kami adalah untuk menyatakan suatu opini
atas laporan keuangan tersebut berdasarkan audit kami. Kami melaksanakan audit
berdasarkan Standar Perikatan Audit. Standar tersebut mengharuskan kami untuk
mematuhi ketentuan etika serta merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian material.”
Frasa memperoleh keyakinan memadai dimaksudkan untuk memberikan informasi
kepada pengguna laporan audit bahwa auditor tidak menjamin kelayakan penyajian laporan
keuangan. Ada sejumlah risiko bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara layak,
walaupun auditor memberikan pendapat wajar tapa pengecualian. Sementara itu, frasa
bebas dari kesalahan penyajian material dimaksudkan untuk memberi informasi kepada
pengguna laporan audit bahwa tanggungjawab auditor terbatas pada informasi keuangan
yang material saja. Materialitas penting artinya karena tidaklah praktis bagi auditor untuk
memberikan jaminan atas jumlah-jumlah yang tidak material.
Materialitas dan risiko adalah dua hal yang fundamental dalam perencanaan audit
dan merancang suatu strategi audit.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi materialitas?
2. Bagaimana cara menetapkan tingkat materialitas?
3. Bagaimana hubungan materialitas dengan salah saji?
4. Apa saja jenis-jenis risiko audit?
5. Bagaimana hubungan masing-masing risiko audit?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi materialitas.
2. Untuk mengetahui cara menetapkan tingkat materialitas.
3. Untuk mengetahui hubungan materialitas dengan salah saji.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis risiko audit.
5. Untuk mengetahui hubungan masing-masing risiko audit.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Materialitas Dalam Konteks Audit


Walaupun kerangka pelaporan keuangan mungkin membahas materialitas dengan
menggunakan istilah yang berbeda-beda, kerangka tersebut secara umum menjelaskan
bahwa:
a) Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan
penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat memengaruhi
keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna
laporan keuangan tersebut;
b) Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai
kondisi yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan
penyajian, atau kombinasi keduanya; dan
c) Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum yang
diperlukan oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup. Kemungkinan
dampak kesalahan penyajian terhadap pengguna laporan keuangan individual
tertentu, yang kebutuhannya beragam, tidak dipertimbangkan.
Jika ada dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku, menyediakan
kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas untuk audit. Jika kerangka
pelaporan keuangan yang berlaku tidak mencakup pembahasan tentang konsep
materialitas, maka karakteristik-karakteristik yang diuraikan dalam paragraf 2 dapat
dijadikan sebagai kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas.
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan
pelaksanaan audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang
teridentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap
laporan keuangan dan pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor. (Ref: Para. A1)
Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan
profesional, dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan informasi
keuangan oleh para pengguna laporan keuangan. Dalam konteks ini, adalah masuk
akal bagi auditor untuk mengasumsikan bahwa pengguna laporan keuangan:
a) Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi serta
akuntansi dan kemauan untuk mempelajari informasi yang ada dalam laporan keuangan
dengan cermat;
b) Memahami bahwa laporan keuangan disusun, disajikan dan diaudit berdasarkan
tingkat materialitas tertentu;
c) Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang
ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi, pertimbangan dan pertimbangan atas
peristiwa masa depan; dan
d) Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dalam
laporan keuangan.

2.2.Penetapan Tingkat Materialitas


Konsep materialitas diterapkan ole auditor pada tahap perencanaan dan
pelaksanaan audit, serta pada sat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang
teridentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dioreksi; jika ada, terhadap
laporan keuangan dan pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor. Sebagaimana
ditetapkan dalam standar audit (SA 320. A1) …..Materialitas dan risiko audit perlu
dipertimbangkan sepanjang pelaksanaan audit , khususnya pada saat:
a) Mengidentifikasi dan menilai kesalahan penyajian material;
b) Menentukan sifat, saat; dan luas prosedur audit selanjutnya; dan
c) Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi jika ada; terhadap
laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan auditor."

Umumnya, auditor melakukan 5 langkah dalam menerapkan materialitas, yaitu sebagai


berikut.

Gambar 2.1 Langkah-Langkah Penerapan Materialitas

A. Menetapkan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan


Standar auditing (SA 320.10) menyatakan bahwa "pada saat menetapkan
strategi audit secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas untuk
laporan keuangan secara keseluruhan",. Hal ini disebut pertimbangan awal
materialitas.
Pertimbangan awal materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan
adalah jumlah maksimum yang di atas jumlah tersebut diyakini oleh auditor akan
membuat laporan keuangan menngandung kesalahan penyajian dan masih tidak
mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pengguna laporan.
Jika dalam kondisi spesifik entitas, terdapat satu atau lebih golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian
yang jumlahnya lebih rendah daripada materialitas laporan keuangan secara
keseluruhan diperkirakan secara masuk akal akan mempengaruhi keputusan
ekonomi yang dibuat olen para pengguna berdasarkan laporan keuangan tersebut,
maka auditor harus menetapkan materialitas yang akan diterapkan terhadap
golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu tersebut.
Selama audit berlangsung, auditor sering mengubah kebijakan awal
materialitas. Hal ini kita sebut kebijakan tentang materialitas revision. Auditor perlu
melakukan revisi karena adanya perubahan dalam salah satu faktor yang digunakan
dalam menetapkan kebijakan awal dan hal itu berpengaruh terhadap kebijakan awal
yang diputuskan auditor yang bisa menjadi terlalu besar atau terlalu kecil.
Standar auditing (SA 320.12) menyatakan bahwa auditor harus merevisi
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku,
materialitas untuik golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu)
pada ssat auditor menyadari adanya informasi selama audit yang mungkin saja
menyebabkan auditor menentukan jumlah materialitas yang berbeda dan jumlah
materialitas yang pertama kali ditetapkan. Sebagai conton, kebijakan awal
materialitas sering ditetapkan sebelum akhir tahun buku yang didasarkan pada
laporan keuangan tahun lalu atau informasi dari laporan keuangan interim.
Kebijakan yang telah dibuat auditor perlu dievaluasi kembali setelah laporan
keuangan selesai disusun oleh klien Mungkin keadaan tertentu pada perusahaan
klien telah berubah karera adanya kejadian-kejadian kualitatif, seperti misalnya
telah teriadi penerbitan utang baru yang telah memunculkan kelompok baru
pengguna laporan keuangan.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEBIJAKAN
AWAL MATERIALITAS
- Konsep Materialitas adalah Relatif, Bukan Absolut
Sejumlah kesalahan penyajian bisa material bagi sebuah perusahaan kecil,
telapi jumlah sekian tidak material bagi perusahaan lain yang lebih besar. Oleh
karena itu, tidaklah mungkin untuk membuat suatu pedoman jumlah rupiah
untuk menetapkan kebijakan awal materialitas yang akan berlaku umum bagi
semua klien audit
- Diperlukan Dasar Tertentu untuk Mengevaluasi Materialitas
Diperlukan suatu dasar untuk menetapkan apakah kesalahan penyajian
dipandang material. Laba bersih sebelum pajak sering digunakan sebagai dasar
utama untuk menentukan apa yang material bagi perusahaan yang berorientasi
laba, karena laba bersih sebelum pajak merupakan hal yang penting bagi para
pengguna laporan. Beberapa kantor akuntan menggunakan lebih dari satu
dasar untuk menilai materialitas, karena laba bersih sering berfluktuasi secara
signifikan dari tahun ke tahun sehingga tidak merupakan dasar yang stabil,
atau apabila klien bukan merupakan perusahaan berorientasi mencari laba.
Dasar lain yang lazim digunakan adalah penjualan bersih, laba kotor, atau total
aset. Setelah menetapkan dasar utama, auditor harus menetapkan juga apakah
kesalahan penyajian bisa secara material mempengaruhi kewajaran dasar yang
lain seperti misalnya, aset lancar, aset tetap, kewajiban lancar, ekuitas pemilik.
Standar auditing mewajibkan auditor untuk mendokumentasikan dasar yang
digunakan untuk menetapkan kebijakan awal materialitas dalam kertas kerja
audit.
- Faktor Kualitatif Juga Mempengaruhi Materialitas
a. Kesalahan penyajian yang menyangkut kecurangan (fraud) dipandang
lebih serius daripada kekeliruan tidak disenga walaupun jumlah rupiahnya
sama, karena kecurangan mencerminkan ketidakjujuran dan keandalan
manajemen atau orang- orang lain yang terlibat.
b. Kesalahan penyajian yang jumlah rupiahnya kecil bisa menjadi material
apabila terkait dengan kewajiban kontraktual.
c. Kesalahan penyajian yang kelihatannya tidak material, bisa menjadi
material apabila kesalahan penyajian tersebut memengaruhi tren laba.

PENGGUNAAN TOLOK UKUR DALAM MENENTUKAN


MATERIALITAS UNTUK LAPORAN KEUANGAN SECARA
KESELURUHAN

- Unsur-unsur laporan keuangan (sebagai contoh, aset, liabilitas, ekuitas,


pendapatan, beban);
- Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna
laporan keuangan suatu entitas tertentu (sebagai contoh, untuk tujuan
pengevaluasian kinerja keuangan, pengguna laporan keuangan cenderung
akan fokus pada laba, pendapatan maupun aset bersih);
- Sitat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industry serta
lingkungan ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi)
- Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (sebagai contoh, jika
pendanaan sebuah entitas hanya dari tang dan bukan dari ekuitas, maka
pengquna laporan keuangan akan lebih menekankan pada aset dan klaim
atas aset tersebut daripada pendapatan entitas); dan
- Fluktuasi relatif tolok ukur tersebut.
B. Menentukan Materialitas Pelaksanaan
Pentingnya tahap ini adalah karena bukti-bukti audit yang terkumpul
berdasarkan segmen-segmen dalam laporan keuangan, bukan keseluruhan dari
laporan keuangan. Setelah pertimbangan awal tingkat meterialitas ditetapkan, maka
auditor dapat memutuskan bukti-bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan.
Mayoritas praktisi mengalokasikan tingkat materialitas ke akun-akun neraca
daripada ke akun laba rugi. Hal ini dikarenakan sistem pembukuan double entry
yang mengakibatkan salah saji yang terkandung dalam laporan laba rugi
mempengaruhi kesalahan salah saji yang sama besar ke akun neraca. Dengan
demikian,mengalokasikannya ke akun neraca adalah sangat tepat karena jumlah
akunnya lebih sedikit dan prosedur audit difokuskan pada akun-akun neraca.
Tingkat materialitas yang dialokasikan ke akun tertentu dinyatakan sebagai salah
saji yang masih dapat ditoleransi (tolerable misstatement), dibahas pada SAS 39
(AU 350). Terdapat tiga kesulitan dalam mengalokasikan tingkat materialitas ke
akun-akun neraca, yaitu :
- Auditor memiliki ekspetasi bahwa sejumlah akun tertentu mengandung
lebih banyak salah saji dari akun-akun lain.
- Salah saji lebih (overstatement) atau kurang (understatement) harus tetap
dipertimbangkan.
- Dua alasan mengapa nilai total salah saji yang dapat ditoleransi
diperkenankan melebihi nilai materialitas keseluruhan:
a. Tidaklah mungkin bahwa semua akun akan mengandung salah saji
senilai dengantotal toleransinya
b. Beberapa akun cenderung mengandung salah saji lebih, sementara
beberapa akun lainnya cenderung mengandung salah saji kurang, hal ini
mengakibatkan nilai bersih cenderung lebih rendah dari nilai total
materialitas

2.3.Memperkirakan Kesalahan dan Membandingkan dengan Kebijakan Awal


Materialitas
Pada saat auditor melaksanakan prosedur audit untuk setiap segmen audit, auditor
mendokumentasikan semua kesalahan penyajian yang dilemukannya. Kesalahan penyajian
dalam suatu akun bisa terdiri Dari dua tipe, yaitu: kesalanan penyajian diketahui (known
misstatement) Dan kesalahan penyalian diperkirakan (likely misstatement).
Kesalahan penyajian diketahui adalah kesalahan penyajian dalam akun yang bisa
ditentukan jumlahnya, seperti ketika mengaudit aset tetap, auditor menjumpai adanya
auditor leased aset yang dikapitalisasi, padahal seharusnyaa diperlukann sebagai beban
karena operating aset.
Selanjutnya, ada 2 tipe kesalahan penyajian diperkirakan:
- Timbul dari perbedaan pertimbangan yang dibuat auditor dengan pertimbangan
manajemen dalam menaksir saldo akun, contohnya yaitu perbedaan dalam menaksir
cadagan kerugian piutang atau kewajiban garansi
- Didasarkan pada pengujian auditor atas suatu sampel dari populasi, contohnya auditor
menemukan 6 kesalahan penyajian yang dibuat klien dalam suatu sampel yang terdiri
dari 200 dalam pengujian harga perolehan persediaan. Auditor menggunakan temuan
kesalahan penyajian dalam persediaan (tahap 3). Jumlah total ini disebut suatu
“proyeksi” atau “ekstrapopulasi” karena yang diaudit hanya suatu sampel tidak
keseluruhan populasi. Jumlah proyeksi kesalahan penyajian untuk setiap akun
dikumpulkann dalam kertas kerjaa (tahap 4), dan selanjutnya gabungan keseluruhan
kesalahan penyajian ini dibandingkan dengan materialitas (tahap 5).
Apabila pendekatan yang diterapkan auditor dilakukan secara berurutan, maka
temuan audit lebih dahulu akan dapat digunakan untuk merevisi kesalahan penyajian bisa
ditoleransi yang telah ditetapkan untuk akun-akun yang akan diaudit kemudian.

2.4. Risiko Audit


Standar audit (SA 315) mewajibkan auditor untuk mendapatkan pemahaman tentang
entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menetapkan risiko
kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan klien.
Auditor menangani risiko dalam perencanaan bukti audit umumnya dengan
menggunakan model risiko audit. Model ini berasal dari literatur profesional dalam PSA
26 (SA 350) tentang pengujian sampel audit dan dalam PSA 25 (SA 312) tentang
materialitas dan risiko.
❖ Model Resiko Audit Untuk Perencanaan
Risiko kesalahan penyajian material didefinisikan dalam standar audit (SA 200.13. (n))
sebagai Risiko bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material
sebelum audit dlakukan. Risiko kesalahan penyajian material dapat terjadi di dua tingkat:
• Tingkat laporan keuangan secara keseluruhan; dan
• Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo, akun, dan pengungkapan.
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan
mengacu ke risiko kesalahan penyajian material yang berdampak luas (pervasif) terhadap
laporan keuangan secara keseluruhan dan berpotensi memengaruhi banyak asersi.
Model risiko audit membantu auditor untuk menentukan seberapa banyak dan jenis
bukti apakah yang harus dikumpulkan auditor untuk setiap siklusnya. Model risiko audit
dinyatakan dalam persamaan berikut.
AAR = IR X CR X PDR atau PDR = AAR / IR × CR
Keterangan:
PDR = Risiko deteksi yang direncanakan
AR = Risiko audit yang dapat diterima
IR = Risiko bawaan
CR = Risiko pengendalian
Auditor mempertimbangkan risiko audit pada tingkat asersi (untuk merujuk pada
pertimbangan risiko audit pada tingkat yang lebih rendah) yang relevan karena secara
langsung membantu auditor untuk merencanakan prosedur audit yang sesuai untuk akun,
transaksi, atau pengungkapan.

Komponen – Komponen Model Resiko Audit

Risiko audit terdiri dari 4 komponen, yaitu;

1. Risiko Deteksi yang Direncanakan (Planned Detection Risk – PDR)


Merupakan risiko dimana bukti audit untuk suatu bagian tidak mampu mendeteksi salah
saji yang melebihi salah saji yang dapat diterima. PDR menentukan jumlah bukti
substantif yang direncanakan dikumpulkan oleh auditor, yang berbanding terbalik
dengan ukuran PDR. Jika PDR dikurangi, maka auditor harus mengumpulkan
lebih banyak bukti audit untuk mencapai pengurangan risiko yang direncanakan.
2. Risiko Bawaan (Inherent Risk – IR)
Mengukur penilaian auditor atas kemungkinan terdapatnya salah saji material (baik
kecurangan maupun kesalahan) dalam sebuah bagian pengauditan sebelum
mempertimbangkan efektifitas pengendalian internal klien. Jika auditor
menyimpulkan bahwa kemungkinan salah saji tinggi, tanpa mempertimbangkan
pengendalian internal, auditor akan menyimpulkan bahwa risiko bawaannya adalah
tinggi. Pengendalian internal diabaikan dalam menetapkan risiko bawaan karena
pengendalian internal dianggap terpisah dari model risiko audit sebagai risiko
pengendalian. IR berbanding terbalik dengan PDR dan berbading lurus dengan bukti
audit.
3. Risiko Pengendalian (Control Risk – CR)
Mengukur penilaian auditor apakah salah saji melebihi jumlah yang dapat diterima
disuatu bagian pengauditan akan dapat dicegah atau dideteksi dengan tepat waktu oleh
pengendalian intern klien. CR merupakan salah satu fungsi dari efektivitas desain
dan operasi pengendalian internal dalam mencapai tujuan entitas yang relevan untuk
penyusunan laporan keuangan entitas. CR akan selalu ada karna keterbatasan bawaan
dari pengendalian internal.
Sebagaimana dengan risiko bawaan, hubungan antara risiko pengendalian dan risiko
deteksi yang direncanakan berbanding terbalik, sedangkan hubungan antara risiko
pengendalian dan bukti substantif berbanding lurus. Jika auditor menyimpulkan
bahwa pengendalian internalnya efektif, risiko deteksi yang direncanakan dapat
dinaikkan, sehingga bukti audit dapat diturunkan. Auditor dapat menaikkan risiko
deteksi yang direncanakan ketika pengendalian internalnya efektif, karena
pengendalian internal yang efeltif akan mengurangi kemungkinan salah saji dalam
laporan keuangan.
4. Risiko Audit yang Dapat Diterima (Acceptable Audit Risk – AAR)
Mengukur tingkat kesediaan auditor untuk menerima kemungkinan adanya salah saji
dalam laporan keuangan setelah audit telah selesai dijalankan dan opini wajar tanpa
pengecualian telah diberikan. Ketika para auditor memutuskan risiko audit yang dapat
diterima lebih rendah, mereka menginginkan untuk lebih yakin bahwa tidak ada salah
saji dalam laporan keuangan.
Ketika menggunakan model risiko audit, terdapat hubungan antara risiko audit yang
dapat diterima dan risiko deteksi yang direncanakan, dan hubungan terbalik antara
risiko audit yang dapat diterima dan bukti audit. Jika auditor memutuskan untuk
mengurangi risiko audit yang dapat diterima, risiko deteksi yang direncanakan dengan
demikian juga berkurang, dan bukti audit yang direncanakan juga harus dinaikkan.
Untuk sebuah klien dengan risiko audit yang dapat diterima rendah, auditor seringkali
menugaskan staf yang lebih berpengalaman atau pun menelaah arsip-arsip audit dengan
lebih seksama lagi.

Menetapkan Risiko Audit Bisa Diterima

Auditor harus memutuskan risiko audit yang bisa diterima untuk suatu audit, terutama
pada tahap perencanaan audit. Pertama-tama auditor harus menetapkan risiko penugasan
dan selanjutnya menggunakan risiko penugasan untuk menetapkan risiko audit.

➢ Dampak Risiko Penugasan Terhadap Risiko Audit Bisa Diterima


Risiko penugasan adalah risiko yang harus ditanggung auditor atau kantor akuntan
setelah suatu audit diselesaikan, walaupun laporan audit yang dibuat sudah benar.
Risiko penugasan berkaitan erat dengan risiko bisnis klien. Sebagai contoh, apabila
klien dinyatakan bangkrut oleh pengadilan setelah perusahaan tersebut diaudit,
kemungkinan besar kantor akuntan akan dituntut, meskipun audit yang dilakukan
auditor telah dilaksanakan dengan baik.
➢ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Audit Bisa Diterima
Apabila auditor memodifikasi bukti untuk risiko penugasan, hal itu dilakukan dengan
mengelola risiko audit. Kita yakin bahwa suatu tingkat risiko audit yang rendah selalu
didambakan, tetapi dalam keadaan tertentu diperlukan risiko yang lebih rendah karena
adanya faktor-faktor risiko penugasan. Ada tiga faktor yang mempengaruhi risiko
penugasan dan yang selanjutnya berpengaruh pula pada risiko audit, yaitu
1) Seberapa jauh pengguna laporan eksteren mengandalkan laporan keuangan
auditan
2) Kemungkinan klien mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit
diterbitkan, dan
3) Integritas manajemen.
❖ Menilai Risiko Inheren
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Inheren
• Sifat bisnis klien
• Hasil audit periode sebelumnya
• Penugasan baru/penugasan ulangan
• Pihak-pihak yang berelasi
• Transaksi-transaksi non-rutin
• Pertimbangan yang digunakan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan
benar
• Pembentuk populasi
• Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecurangan pelaporan keuangan
• Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyalahgunaan aset
2.5. Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Dengan Bukti yang
Direncanakan
Secara singkat hubungan antara risiko dan bukti audit serta faktor-
faktor yang mempengaruhi risiko audit itu sendiri dapat disajikan dalam gambar dibawah
ini.
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan umum, auditor akan memberikan
Laporan audit dalam bentuk opini/pernyataan pendapat. Atas dasar standar
auditing bahwa Pemeriksaan umum mencakup pada nilai yang material yang harus
diperhatikan oleh auditor. Sehingga berdasarkan pertimbangan biaya-manfaat,
auditor tidak mungkin melakukan Pemeriksaan semua transaksi yang tercermin
dalam Laporan keuangan. Oleh karena itu auditor harus menggunakan konsep
materialitas dan konsep risiko audit dalam menyatakan pendapat atas Laporan
keuangan auditan. Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa besar salah saji
yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh auditor agar pemakai Laporan keuangan
tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut. Konsep risiko audit berkaitan
dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas Laporan
keuangan sebenarnya berisi salah saji material. Penetapan besar kecilnya materialitas
dan risiko audit akan sangat mempengaruhi terhadap besarnya pengambilan sample
atas Bukti yang akan diperiksa. Apabila penetapan nilai materialitas besar , dan
risiko audit kecil maka Bukti yang akan dijadikan sample tidak sebanyak apabila
penetapan nilai materialitas kecil, risiko besar.

Anda mungkin juga menyukai