Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi posisi keuangan
perusahaan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggung jawab manajemen atas penggunaan sumbersumber daya yang
dipercayakan kepada pihak manajemen. Sebelum laporan keuangan diserahkan ke pihak yang
berkepentingan, laporan keuangan tersebut perlu diaudit terlebih dahulu, memastikan bahwa
tidak ada kesalahan dalam penyajian laporan keuangan tersebut.

Audit merupakan suatu pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak
independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-
catatan pembukuan dan buktibukti pendukungnya, dengan tujuan untuk memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut (Agoes, 2017). Oleh karena itu,
auditor perlu membuat perencanaan awal untuk mengetahui tujuan dari penugasan audit.

Menurut Elder, et al. (2011), auditor harus melakukan perencanaan kerja yang
memadai dan harus melakukan pengawasan secara saksama terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh para asistennya, tahap yang dilakukan, menerima klien dan melakukan
perencanaan awal audit, memahami bisnis dan industri klien, menilai risiko bisnis klien dan
melakukan prosedur analitis awal. Setelah melakukan perencanaan dalam proses audit
berikutnya penentuan tingkat materialitas.

Materialitas merupakan dasar penerapan standar-standar auditing yang berlaku umum,


terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu materialitas
memiliki dampak yang mendalam pada audit laporan keuangan. SAS 47, Audit Risk and
Materiality in Conducting an Audit (AU 312.08), menyatakan agar auditor
mempertimbangkan materialitas dalam merencanakan audit dan mengevaluasi apakah
laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan
2

atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap
informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Materialitas dan risiko audit
2. Materialitas dalam konteks audit
3. Penentuan materialitas dan materialitas pelaksanaan dalam perencanaan audit
4. Revisi sejalan dengan progres audit

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui bagaimana materaialitas dan risiko audit
2. Untuk mengetahui materialitas dalam konteks audit
3. Untuk mengetahui bagaimana penentuan materialitas dan materialitas pelaksanaan
dalam perencanaan audit
4. Untuk mengetahui bagaimana revisi sejalan dengan progres audit
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Materialitas


Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan
atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi
tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut. Materialitas mengukur apa
yang dianggap signifikan oleh pemakai laporan keuangan dalam membuat keputusan
ekonomis. Konsep materialitas mengakui bahwa hal–hal tertentu, terpisah atau tergabung,
penting untuk pembuat keputusan ekonomis berdasarkan laporan keuangan tersebut. Contoh
keputusan ekonomis: menanam modal dalam entitas itu, bertransaksi bisnis dengannya
meminjamkan uang kepadanya, dan lain-lain.
Materialitas digunakan untuk membuat dan mengaudit laporan keuangan, materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan (materialitas yang menyeluruh) sering kali
dijelaskan, misalnya dalam kerangka pelaporan keuangan.
a) Situasi yang ada
Pertimbangan (judgements) mengenai materialitas dibuat dengan mamperhatikan situasi
yang ada (surrounding circumstances), dan mempengaruhi oleh ukuran atau sifat salah
saji atau keduanya (ukuran dan sifat salah saji).
b) Kebutuhan pemakai laporan secara umum
Judgements mengenai hal yang material bagi pemakai laporan keuangan di dasarkan
pada kebutuhan akan informasi umum dari pemakai laporan sebagai satu kelompok.
Dampaknya salah saji pada masing – masing pemakai, yang kebutuhannya bisa sangat
bervariasi, tidak ikut diperhitungkan.
c) Dampak terhadap pengambilan keputusan ekonomis
Salah saji, termasuk kealpaan (omission), dianggap material jika secara terpisah atau
tergabung, yang secara wajar dapat mempengaruhi keputusan ekonomis pemakai yang
mendasarkan keputusannya pada laporan keuangan tersebut.
Auditor menentukan materialitas berdasarkan persepsinya mengenai kebutuhan
pemakai (laporan). Dalam menerapkan kearifan profesionalnya (professional judgement),
layak bagi auditor mengasumsikan pemakai laporan keuangan:
1. Mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, kegiatan ekonomis, dan
akuntansi, dan punya keinginan untuk mempelajari informasi dalam laporan keuangan
dengan cukup cermat.
2. Memahami bahwa laporan keuangan dibuat dan diaudit pada tingkat materialitas (dan
mengabaikan yang tidak material).
3. Menerima ketidakpastian yang inheren dalam penggunaan estimasi, judgement, dan
pertimbangan mengenai peristiwa di kemudian hari (seperti potensi resesi ekonomi,
potensi bangkrut, potensi nasabah besar tidak bisa membayar, dan lain – lain).
4

4. Membuat keputusan ekonomis ekonomis yang wajar (reasonable economic decisions)


atas dasar informasi dalam laporan keuangan.
2.2 Pertimbangan Awal Materialitas
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang sering kali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan
pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena
keadaan yang melingkupi berubah, informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama
berlangsungnya audit. Kemudian audit yang telah dilaksanakan dapat memastikan bahwa
karena sumber pembelanjaan tersebut, solvabilitas klien dalam periode yang diaudit telah
mengalami peningkatan secara signifikan.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitataif.


Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu
dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu
salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material, karena
penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.

Berikut ini disajikan contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan
oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas.

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan.
b. Total aktiva dalam neraca.
c. Total aktiva lancar dalam neraca.
d. Total equitas pemegang saham dalam neraca.
2. Faktor kualitatif, seperti:
a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum.
b. Kemungkinan terjadinya kecurangan.
c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.
d. Adanya gangguan dalam tren laba.
e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.
5

American Institute Certified Public Accountant (AICPA) menyatakan tingkat


materialitas laporan keuangan suatu entitas tidak akan sama dengan entitas yang lain,
tergantung pada ukuran entitas. ACIPA juga menyebutkan bahwa resiko audit dan materialitas
perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam
mengevaluasi prosedur audit (AICPA, 1983). Risiko audit adalah resiko yang terjadi dalam
hal auditor, tanoa disadari tidak memodifiksi pendapatnya sebagaimana mestimya, atas suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material (Mulyadi, 2002).

Adapun dalam auditor syariah yang dilakukan terhadap Obyek material pengawasan
syariah pada dasarnya adalah produk-produk yang dikembangkan dan dijalankan oleh
perbankan syariah. Produk bank syariah dapat diklasifikasikan menjadi produk pengumpulan
dana, produk penyaluran dana dan produk pelayanan jasa keuangan. Masing-masing produk
dikembangkan dan dijalankan sesuai dengan prinsip syariah yang melandasinya. Dalam
upaya memenuhi kemampuan penghimpunan dana sebagai sumber pembiayaan yang
seimbang dan kesehatan perbankan diperlukanya kebijakan standar operasional
penghimpunan dana yang mengacu pada UU Perbankan, Fatwa DSN, Peraturan BI serta tidak
bertentangan dengan syariah Islam.

Semua dana pihak ketiga merupakan Amanah yang harus dijaga keamanan dan
kemaslahatannya bagi pemilik dana dan bank. Oleh karena itu setiap proses penghimpunan
dan penerimaan dana harus dilakukan berdasar ketentuan yang ada. Materiality menurut
FABS No. 2 dalam Boynton et al (2014 :200) “Materialitas (materiality) adalah besarnya
pengabaian atau salah saji informasi akuntansi dalam kaitannya dengan kondisi di sekitarnya,
akan memungkinkan pertimbangan pihak yang berkepentingan yang mengandalkan informasi
tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut.” Dikutip
dalam buku Soekrisno Agoes ( 2014 ). Tingkatan Materialitas dalam audit yaitu:

1. Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas sampai
laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan
keseluruhan kewajaran laporan keuangan.

Tahap-tahap materialitas dalam proses audit:

1. Risk assessment (penilaian risiko)


 Menentukan dua macam materialitas, yakni materialitas untuk laporan keuangan
secara menyeluruh dan performance materiality (materialitas pelaksanaan)
6

 Merencanakan prosedur penilaian risiko apa yang harus dilaksanakan.


 Mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang material.
2. Risk response (menanggapi risiko)
 Menentukan sifat (nature), waktu (timing), dan luasnya (extent) prosedur audit
slanjutnya (further audit procedures).
 Merevisi angka materialitas karena adanya perubahan situasi (change in
circumstances) selama audit berlangsung.
3. Reporting (pelaporan)
 Mengevaluasi salah saji yang belum dikoreksi oleh entitas itu.
 Merumuskan pendapat auditor
2.3 Konsep Materialitas

Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat
berikut:

1. Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas


sampai laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan
keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan

Materialitas di dua tingkat:

1. Financial statement level


 “Overall” materiality (for the financial statements as a whole)
 “Overall” performance materiality
2. Account balance, class of transaction and disclosures level
 “Specific” materiality (for particular financial statement areas)
 “Specific” performance materiality

“Overall” materiality adalah materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan.

Sedangkan “specific” materiality adalah materialitas untuk jenis transaksi, saldo akun atau
pengungkapan (disclosures) tertentu.

Empat konsep materialitas:

1. “Overall” materiality, didasarkan atas apa yang layaknya diharapkan berdampak


terhadap keputusan yang dibuat pengguna laporan keuangan. Jika auditor memperoleh
7

informasi yang menyebaban ia menentukan angka materialitas yang berbeda dari yang
ditetapkannya semula, angka materialitas semula seharusnya direvisi
2. “Overall” performance materiality, ditetapkan lebih rendah dari overall materiality.
Performance materiality memungkinkan auditor menanggapi penilaian resiko tertentu
(tanpa mengubah overall materiality), dan menurunkan ke tingkat rendah yang tepat
(appropriately low level) probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji
yang tidak terdeteksi secara agregat (aggregate of uncorrected and undetected
misstatements) melampui overall materiality. Performance materiality perlu diuba
berdasarkan temuan audit
3. “Specific” materiality, untuk jenis transaksi, saldo akun atau disclosure tertentu
dimana jumlah salah sajinya akan lebih rendah dari overall materiality
4. “Specific”performance materiality, ditetapkan lebih rendah dari specific materiality.
Hal ini memungkin auditor menanggapi penilaian resiko tertentu, dan
memperhitungkan kemungkinan adanya salah saji yang tidak terdeteksi dan salah saji
yang tidak material, yang secara agregat dapat berjumlah materiality.
8

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Materialitas dan Risiko Audit


Dalam melakukan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan auditor adalah untuk
memeroleh perikatan yang memberikan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan
maupun kesalahan, oleh karena itu memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat
apakah laporan keuangan, dalam semua hal yang material, telah disusun sesuai dengan
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku; dan untuk melaporkan laporan keuangan tersebut
serta mengomunikasikan temuan-temuan auditor sebagaimana yang diharuskan dalam SA.
Auditor memeroleh perikatan yang memberikan keyakinan memadai dengan memeroleh
bukti audit yang cukup dan tepat untuk menurunkan risiko audit ke level rendah yang dapat
diterima. Risiko audit adalah risiko bahwa auditor menyatakan opini yang tidak tepat ketika
terdapat kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan. Risiko audit merupakan
fungsi gabungan risiko kesalahan penyajian material dan risiko deteksi. Materialitas dan
risiko audit perlu dipertimbangkan sepanjang pelaksanaan audit, khususnya ketika:

a. Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material;


b. Menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit lanjutan; dan
c. Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap
laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan auditor.
3.2 Materialitas dalam Konteks Audit

Pengidentifikasian dan penilaian risiko atas kesalahan penyajian material melibatkan


penggunaan pertimbangan profesional untuk mengidentifikasi golongan transaksi, saldo
akun, dan pengungkapan, termasuk pengungkapan kualitatif yang dapat mengandung
kesalahan penyajian material (pada umumnya, kesalahan penyajian dianggap material jika
kesalahan penyajian tersebut diperkirakan akan memengaruhi keputusan ekonomi pengguna
laporan berdasarkan laporan keuangan secara keseluruhan). Ketika mempertimbangkan
apakah kesalahan penyajian dalam pengungkapan kualitatif bersifat material, auditor dapat
mengidentifikasi faktor-faktor yang relevan seperti:

 Kondisi entitas pada periode tersebut (sebagai contoh: entitas mungkin telah melakukan
kombinasi bisnis signifikan selama periode tersebut).
9

 Kerangka pelaporan keuangan yang berlaku, termasuk perubahan di dalamnya (sebagai


contoh: suatu standar pelaporan keuangan baru yang mengharuskan pengungkapan
kualitatif baru yang signifikan bagi entitas).
 Pengungkapan kualitatif yang penting bagi pengguna laporan keuangan karena sifat
entitas (sebagai contoh: pengungkapan risiko likuiditas mungkin penting bagi pengguna
laporan keuangan suatu institusi keuangan).
3.3 Penentuan materialitas dan materialitas pelaksanaan dalam perencanaan audit
1. Pertimbangan Spesifik atas Entitas Sektor Publik
Dalam kasus entitas sektor publik, pembuat undang-undang dan regulator merupakan
pengguna utama laporan keuangan. Di samping itu, laporan keuangan mungkin
digunakan untuk membuat keputusan selain keputusan ekonomi. Oleh karena itu,
penentuan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku,
tingkat materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan tertentu)
dalam audit atas laporan keuangan entitas sektor publik juga dipengaruhi oleh peraturan
perundang-undangan atau kewenangan lain, dan oleh kebutuhan informasi keuangan para
pembuat undang-undang dan masyarakat umum dalam kaitannya dengan program sektor
publik.
2. Penggunaan Tolok Ukur dalam Menentukan Materialitas untuk Laporan Keuangan
secara Keseluruhan
Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan profesional. Sebagai
langkah awal dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan, persentase tertentu sering kali diterapkan pada suatu tolok ukur yang telah
dipilih. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses identifikasi suatu tolok ukur yang
tepat mencakup:
 Unsur-unsur laporan keuangan (sebagai contoh: aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan,
beban);
 Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna laporan
keuangan suatu entitas tertentu (sebagai contoh: untuk tujuan pengevaluasian kinerja
keuangan, pengguna laporan keuangan cenderung akan fokus pada laba, pendapatan
maupun aset bersih);
 Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan
ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi;
 Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (sebagai contoh: jika pendanaan sebuah
entitas hanya dari utang dan bukan dari ekuitas, maka pengguna laporan keuangan
10

akan lebih menekankan pada aset dan klaim atas aset tersebut daripada pendapatan
entitas); dan
 Fluktuasi relatif tolok ukur tersebut.

Contoh tolok ukur yang tepat, tergantung dari kondisi entitas yang bersangkutan,
mencakup kategori penghasilan yang dilaporkan seperti laba sebelum pajak, jumlah
pendapatan, laba bruto dan jumlah beban, jumlah ekuitas atau nilai aset bersih. Laba
sebelum pajak dari operasi berjalan sering kali digunakan oleh entitas yang berorientasi
laba. Jika laba sebelum pajak dari operasi berjalan berfluktuasi, tolok ukur lain mungkin
lebih tepat, seperti laba bruto dan jumlah pendapatan.

Dalam hubungannya dengan tolok ukur yang dipilih, data keuangan yang relevan
biasanya mencakup hasil dan posisi keuangan periode lalu, hasil dan posisi keuangan
periode kini dan anggaran atau prakiraan untuk periode kini, yang disesuaikan dengan
adanya perubahan signifikan yang terjadi di entitas tersebut (sebagai contoh: adanya
akuisisi bisnis yang signifikan) dan perubahan kondisi industri atau lingkungan ekonomi
yang relevan, yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi. Sebagai contoh, jika sebagai
titik awal, materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan suatu entitas
ditentukan berdasarkan suatu persentase terhadap laba sebelum pajak dari operasi
berjalan, kondisi-kondisi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan laba yang luar
biasa dapat mengakibatkan auditor menyimpulkan bahwa penentuan tingkat materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan akan lebih tepat jika ditentukan dengan
menggunakan angka laba sebelum pajak dari operasi berjalan yang telah dinormalisasi
berdasarkan hasil masa lalu.

Materialitas berkaitan dengan laporan keuangan yang diaudit dan dilaporkan oleh
auditor. Jika laporan keuangan disusun untuk periode pelaporan keuangan yang lebih
atau kurang dari 12 bulan, sebagai contoh, dalam kasus entitas baru berdiri atau adanya
perubahan dalam periode pelaporan, materialitas akan mengacu pada laporan keuangan
yang disusun untuk periode pelaporan keuangan tersebut.

Penentuan persentase yang akan diterapkan pada suatu tolok ukur yang dipilih
membutuhkan pertimbangan profesional. Terdapat hubungan antara persentase dan tolok
ukur yang dipilih, seperti persentase yang diterapkan atas laba sebelum pajak dari operasi
berjalan pada umumnya akan lebih tinggi daripada persentase yang diterapkan atas
jumlah pendapatan. Sebagai contoh, auditor dapat mempertimbangkan bahwa lima
11

persen dari laba sebelum pajak dari operasi berjalan merupakan tolok ukur yang tepat
untuk entitas dalam industri manufaktur yang berorientasi laba, sedangkan auditor
mempertimbangkan satu persen dari jumlah pendapatan atau beban merupakan tolok
ukur yang tepat untuk entitas nirlaba. Namun, persentase yang lebih tinggi atau lebih
rendah dapat juga dianggap tepat tergantung dari kondisi entitas yang bersangkutan.

3. Pertimbangan Spesifik atas Entitas yang Lebih Kecil

Ketika suatu entitas memiliki laba sebelum pajak dari operasi berjalan yang secara
konsisten bernilai kecil, seperti yang mungkin terjadi dalam suatu usaha yang dikelola
sendiri oleh pemiliknya, yang sebagian besar dari laba sebelum pajak perusahaan diambil
oleh pemiliknya dalam bentuk remunerasi, maka laba sebelum remunerasi dan pajak
dapat merupakan tolok ukur yang lebih relevan.

4. Pertimbangan Spesifik atas Entitas Sektor Publik

Dalam suatu audit atas entitas sektor publik, jumlah biaya atau biaya bersih (beban
dikurangi pendapatan atau pengeluaran dikurangi penerimaan) dapat menjadi tolok ukur
yang tepat untuk aktivitas program. Jika suatu entitas sektor publik melakukan
penyimpanan aset publik, maka aset dapat merupakan tolok ukur yang tepat.

5. Tingkat Materialitas untuk Golongan Transaksi, Saldo Akun, atau Pengungkapan


Tertentu

Faktor-faktor yang dapat mengindikasikan adanya satu atau lebih golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan tertentu dimana kesalahan penyajian dengan nilai
dibawah materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan dapat memengaruhi
keputusan ekonomi yang diambil oleh para pengguna laporan keuangan mencakup hal-
hal berikut ini:

 Apakah peraturan perundang-undangan atau kerangka pelaporan keuangan yang


berlaku memengaruhi harapan para pengguna laporan keuangan terhadap pengukuran
atau pengungkapan hal-hal tertentu (sebagai contoh: transaksi dengan pihak berelasi,
dan remunerasi manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
perusahaan, dan analisis sensitivitas atas estimasi akuntansi nilai wajar dengan
ketidakpastian estimasi yang tinggi).
12

 Pengungkapan utama dalam kaitannya dengan industri yang di dalamnya entitas


tersebut beroperasi (sebagai contoh: biaya penelitian dan pengembangan bagi
perusahaan farmasi).
 Apakah perhatian difokuskan pada aspek tertentu bisnis entitas yang diungkapkan
secara terpisah dalam laporan keuangan (sebagai contoh: pengungkapan tentang
segmen atau suatu kombinasi bisnis signifikan).

Dalam kondisi spesifik tertentu entitas, dalam mempertimbangkan atas ada atau tidak
adanya golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan tersebut di atas, auditor
mungkin perlu mendapat pemahaman atas pandangan dan harapan dari pihak-pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen.

6. Materialitas Pelaksanaan

Perencanaan audit yang hanya ditujukan untuk mendeteksi kesalahan penyajian


material secara individual mengabaikan fakta bahwa gabungan atas kesalahan penyajian
yang tidak material secara individual dapat mengakibatkan kesalahan penyajian material
dalam laporan keuangan dan juga tidak meninggalkan celah bagi adanya kemungkinan
kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi. Materialitas pelaksanaan (yang sebagaimana
yang didefinisikan merupakan satu atau lebih dari satu jumlah) ditetapkan untuk
menurunkan ke level rendah yang dapat diterima kemungkinan bahwa kesalahan
penyajian yang tidak dikoreksi dan tidak terdeteksi dalam laporan keuangan tidak
melebihi materialitas laporan keuangan secara keseluruhan.

Begitu juga, materialitas pelaksanaan yang berkaitan dengan tingkat materialitas yang
ditentukan untuk golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan tertentu ditetapkan
untuk menurunkan ke level rendah yang dapat diterima kemungkinan bahwa gabungan
kesalahan penyajian yang tidak terkoreksi dan tidak terdeteksi dalam golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan tertentu melebihi tingkat materialitas golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan. Penentuan materialitas pelaksanaan bukan merupakan
suatu perhitungan mekanis yang sederhana dan membutuhkan adanya pertimbangan
profesional. Penentuan ini dipengaruhi oleh pemahaman auditor atas entitas, yang
dimutakhirkan selama pelaksanaan prosedur penilaian risiko; dan sifat serta luasnya
kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit sebelumnya serta harapan auditor
berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam periode kini.

3.4 Revisi sejalan dengan progres audit


13

Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku, tingkat
materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan tertentu) mungkin
perlu direvisi sebagai akibat dari perubahan kondisi yang terjadi selama proses audit (sebagai
contoh: keputusan untuk melepaskan suatu bagian signifikan bisnis entitas), adanya informasi
baru, atau perubahan pemahaman auditor atas entitas dan operasinya yang muncul akibat
pelaksanaan prosedur audit lanjutan. Sebagai contoh, jika selama audit ditemukan bahwa
hasil keuangan aktual kemungkinan akan berbeda secara substansial dengan hasil keuangan
yang pada awalnya digunakan untuk menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan, maka auditor harus merevisi materialitas tersebut.

3.5 Contoh Kasus

Planning Materiality (PM) ditentukan oleh auditor sebelum proses audit di lapangan
berjalan. PM dapat ditentukan dari Total Revenue ataupun Total Assets. Biasanya suggested
range untuk revenue adalah 0,5% s.d 1%. Sedangkan untuk aset berkisar antara 1% s.d 5%.
Antara Revenue dan Total Assets, cukup digunakan salah satunya saja. Biasanya Revenue
lebih sering dipakai sebagai acuan dalam PM. Dengan syarat bahwa revenue komparatif
antara tahun berjalan dengan tahun sebelumnya tidak mengalami penurunan atau kenaikan
yang signifikan. Bila revenue bersifat fluktuatif, maka biasanya total asset yang digunakan.
Selanjutnya, setelah menentukan PM, ada yang namanya PAJE Scope, yaitu jumlah minimum
dari salah saji yang akan di adjust. Biasanya sebesar 2% dari PM.

Sebuah perusahaan yang akan diaudit memiliki Total Revenue komparatif tahun 2007
sebesar Rp. 2.400.000.000,-. Maka Planing Materiality untuk tahun 2008 adalah 0,5% X Rp.
2.400.000.000,- = Rp. 12.000.000,-.

Artinya, jumlah minimum akun dalam neraca yang harus di vouching adalah Rp.
12.000.000,- keatas. Kalau kurang dari itu dianggap tidak material. Selanjutnya, bila auditor
menemukan salah saji dalam laporan keuangan dan harus disesuaikan, maka jumlah
minimum yang harus diadjust adalah 2% x Rp. 12.000.000,- = Rp. 240.000,-. Artinya, bila
salah saji ditemukan dan adjustment yang perlu dilakukan berjumlah kurang dari Rp.
240.000,-, maka tidak usah dilakukan adjustment, tapi kalau jumlahnya diatas Rp. 240.000,-
harus dibuat adjustment nya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa materialitas merupakan dasar
penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang
dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh
terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut,
karena adanya penghilangan atau salah saji itu.

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam


perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang sering kali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan
pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena
keadaan yang melingkupi berubah, informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama
berlangsungnya audit. Kemudian audit yang telah dilaksanakan dapat memastikan bahwa
karena sumber pembelanjaan tersebut, solvabilitas klien dalam periode yang diaudit telah
mengalami peningkatan secara signifikan.

Materialitas dalam tahap perencaan dan pelaksanaan audit berpedoman pada Standar
Audit 320 (Revisi 2021) yang berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk
periode yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2022.

4.2 Saran
Setelah membahas dan mempelajari materialitas dalam tahap perencanaan dan
pelaksanaan audit ini, diharapkan kita dapat menganalisis tingkat materialitas pada suatu peru
sahaan tertentu sebagai skill penunjang bagi seorang auditor.
15

DAFTAR PUSTAKA

Setiadi, Bintang. 2019. Materialitas pada Proses Audit. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Unsurya.
Vol. 4, No. 2

Elder, Randal J., Mark S. Beasley, Alvin A. Arens, Amir Abadi Jusuf. 2011. Jasa Audit dan
Assurance. Salemba empat, Jakarta.

Harindahyuni, Senny. 2017. Realitas Materialitas Audit dalam Teori dan Praktik. Jurnal
Akuntansi Bisnis vol.8 No 1

Mulyadi ( 2012 ), Auditing edisi 6. Jakarta. Salemba Empat.


Agoes, Soekrisno ( 2014 ), Auditing Buku 1. Jakarta. Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai