BAB I
PENDAHULUAN
Audit merupakan suatu pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak
independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-
catatan pembukuan dan buktibukti pendukungnya, dengan tujuan untuk memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut (Agoes, 2017). Oleh karena itu,
auditor perlu membuat perencanaan awal untuk mengetahui tujuan dari penugasan audit.
Menurut Elder, et al. (2011), auditor harus melakukan perencanaan kerja yang
memadai dan harus melakukan pengawasan secara saksama terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh para asistennya, tahap yang dilakukan, menerima klien dan melakukan
perencanaan awal audit, memahami bisnis dan industri klien, menilai risiko bisnis klien dan
melakukan prosedur analitis awal. Setelah melakukan perencanaan dalam proses audit
berikutnya penentuan tingkat materialitas.
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan
2
atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap
informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berikut ini disajikan contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan
oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas.
1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan.
b. Total aktiva dalam neraca.
c. Total aktiva lancar dalam neraca.
d. Total equitas pemegang saham dalam neraca.
2. Faktor kualitatif, seperti:
a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum.
b. Kemungkinan terjadinya kecurangan.
c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.
d. Adanya gangguan dalam tren laba.
e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.
5
Adapun dalam auditor syariah yang dilakukan terhadap Obyek material pengawasan
syariah pada dasarnya adalah produk-produk yang dikembangkan dan dijalankan oleh
perbankan syariah. Produk bank syariah dapat diklasifikasikan menjadi produk pengumpulan
dana, produk penyaluran dana dan produk pelayanan jasa keuangan. Masing-masing produk
dikembangkan dan dijalankan sesuai dengan prinsip syariah yang melandasinya. Dalam
upaya memenuhi kemampuan penghimpunan dana sebagai sumber pembiayaan yang
seimbang dan kesehatan perbankan diperlukanya kebijakan standar operasional
penghimpunan dana yang mengacu pada UU Perbankan, Fatwa DSN, Peraturan BI serta tidak
bertentangan dengan syariah Islam.
Semua dana pihak ketiga merupakan Amanah yang harus dijaga keamanan dan
kemaslahatannya bagi pemilik dana dan bank. Oleh karena itu setiap proses penghimpunan
dan penerimaan dana harus dilakukan berdasar ketentuan yang ada. Materiality menurut
FABS No. 2 dalam Boynton et al (2014 :200) “Materialitas (materiality) adalah besarnya
pengabaian atau salah saji informasi akuntansi dalam kaitannya dengan kondisi di sekitarnya,
akan memungkinkan pertimbangan pihak yang berkepentingan yang mengandalkan informasi
tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut.” Dikutip
dalam buku Soekrisno Agoes ( 2014 ). Tingkatan Materialitas dalam audit yaitu:
1. Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas sampai
laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan
keseluruhan kewajaran laporan keuangan.
Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat
berikut:
Sedangkan “specific” materiality adalah materialitas untuk jenis transaksi, saldo akun atau
pengungkapan (disclosures) tertentu.
informasi yang menyebaban ia menentukan angka materialitas yang berbeda dari yang
ditetapkannya semula, angka materialitas semula seharusnya direvisi
2. “Overall” performance materiality, ditetapkan lebih rendah dari overall materiality.
Performance materiality memungkinkan auditor menanggapi penilaian resiko tertentu
(tanpa mengubah overall materiality), dan menurunkan ke tingkat rendah yang tepat
(appropriately low level) probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji
yang tidak terdeteksi secara agregat (aggregate of uncorrected and undetected
misstatements) melampui overall materiality. Performance materiality perlu diuba
berdasarkan temuan audit
3. “Specific” materiality, untuk jenis transaksi, saldo akun atau disclosure tertentu
dimana jumlah salah sajinya akan lebih rendah dari overall materiality
4. “Specific”performance materiality, ditetapkan lebih rendah dari specific materiality.
Hal ini memungkin auditor menanggapi penilaian resiko tertentu, dan
memperhitungkan kemungkinan adanya salah saji yang tidak terdeteksi dan salah saji
yang tidak material, yang secara agregat dapat berjumlah materiality.
8
BAB III
PEMBAHASAN
Kondisi entitas pada periode tersebut (sebagai contoh: entitas mungkin telah melakukan
kombinasi bisnis signifikan selama periode tersebut).
9
akan lebih menekankan pada aset dan klaim atas aset tersebut daripada pendapatan
entitas); dan
Fluktuasi relatif tolok ukur tersebut.
Contoh tolok ukur yang tepat, tergantung dari kondisi entitas yang bersangkutan,
mencakup kategori penghasilan yang dilaporkan seperti laba sebelum pajak, jumlah
pendapatan, laba bruto dan jumlah beban, jumlah ekuitas atau nilai aset bersih. Laba
sebelum pajak dari operasi berjalan sering kali digunakan oleh entitas yang berorientasi
laba. Jika laba sebelum pajak dari operasi berjalan berfluktuasi, tolok ukur lain mungkin
lebih tepat, seperti laba bruto dan jumlah pendapatan.
Dalam hubungannya dengan tolok ukur yang dipilih, data keuangan yang relevan
biasanya mencakup hasil dan posisi keuangan periode lalu, hasil dan posisi keuangan
periode kini dan anggaran atau prakiraan untuk periode kini, yang disesuaikan dengan
adanya perubahan signifikan yang terjadi di entitas tersebut (sebagai contoh: adanya
akuisisi bisnis yang signifikan) dan perubahan kondisi industri atau lingkungan ekonomi
yang relevan, yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi. Sebagai contoh, jika sebagai
titik awal, materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan suatu entitas
ditentukan berdasarkan suatu persentase terhadap laba sebelum pajak dari operasi
berjalan, kondisi-kondisi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan laba yang luar
biasa dapat mengakibatkan auditor menyimpulkan bahwa penentuan tingkat materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan akan lebih tepat jika ditentukan dengan
menggunakan angka laba sebelum pajak dari operasi berjalan yang telah dinormalisasi
berdasarkan hasil masa lalu.
Materialitas berkaitan dengan laporan keuangan yang diaudit dan dilaporkan oleh
auditor. Jika laporan keuangan disusun untuk periode pelaporan keuangan yang lebih
atau kurang dari 12 bulan, sebagai contoh, dalam kasus entitas baru berdiri atau adanya
perubahan dalam periode pelaporan, materialitas akan mengacu pada laporan keuangan
yang disusun untuk periode pelaporan keuangan tersebut.
Penentuan persentase yang akan diterapkan pada suatu tolok ukur yang dipilih
membutuhkan pertimbangan profesional. Terdapat hubungan antara persentase dan tolok
ukur yang dipilih, seperti persentase yang diterapkan atas laba sebelum pajak dari operasi
berjalan pada umumnya akan lebih tinggi daripada persentase yang diterapkan atas
jumlah pendapatan. Sebagai contoh, auditor dapat mempertimbangkan bahwa lima
11
persen dari laba sebelum pajak dari operasi berjalan merupakan tolok ukur yang tepat
untuk entitas dalam industri manufaktur yang berorientasi laba, sedangkan auditor
mempertimbangkan satu persen dari jumlah pendapatan atau beban merupakan tolok
ukur yang tepat untuk entitas nirlaba. Namun, persentase yang lebih tinggi atau lebih
rendah dapat juga dianggap tepat tergantung dari kondisi entitas yang bersangkutan.
Ketika suatu entitas memiliki laba sebelum pajak dari operasi berjalan yang secara
konsisten bernilai kecil, seperti yang mungkin terjadi dalam suatu usaha yang dikelola
sendiri oleh pemiliknya, yang sebagian besar dari laba sebelum pajak perusahaan diambil
oleh pemiliknya dalam bentuk remunerasi, maka laba sebelum remunerasi dan pajak
dapat merupakan tolok ukur yang lebih relevan.
Dalam suatu audit atas entitas sektor publik, jumlah biaya atau biaya bersih (beban
dikurangi pendapatan atau pengeluaran dikurangi penerimaan) dapat menjadi tolok ukur
yang tepat untuk aktivitas program. Jika suatu entitas sektor publik melakukan
penyimpanan aset publik, maka aset dapat merupakan tolok ukur yang tepat.
Faktor-faktor yang dapat mengindikasikan adanya satu atau lebih golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan tertentu dimana kesalahan penyajian dengan nilai
dibawah materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan dapat memengaruhi
keputusan ekonomi yang diambil oleh para pengguna laporan keuangan mencakup hal-
hal berikut ini:
Dalam kondisi spesifik tertentu entitas, dalam mempertimbangkan atas ada atau tidak
adanya golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan tersebut di atas, auditor
mungkin perlu mendapat pemahaman atas pandangan dan harapan dari pihak-pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen.
6. Materialitas Pelaksanaan
Begitu juga, materialitas pelaksanaan yang berkaitan dengan tingkat materialitas yang
ditentukan untuk golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan tertentu ditetapkan
untuk menurunkan ke level rendah yang dapat diterima kemungkinan bahwa gabungan
kesalahan penyajian yang tidak terkoreksi dan tidak terdeteksi dalam golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan tertentu melebihi tingkat materialitas golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan. Penentuan materialitas pelaksanaan bukan merupakan
suatu perhitungan mekanis yang sederhana dan membutuhkan adanya pertimbangan
profesional. Penentuan ini dipengaruhi oleh pemahaman auditor atas entitas, yang
dimutakhirkan selama pelaksanaan prosedur penilaian risiko; dan sifat serta luasnya
kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit sebelumnya serta harapan auditor
berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam periode kini.
Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku, tingkat
materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan tertentu) mungkin
perlu direvisi sebagai akibat dari perubahan kondisi yang terjadi selama proses audit (sebagai
contoh: keputusan untuk melepaskan suatu bagian signifikan bisnis entitas), adanya informasi
baru, atau perubahan pemahaman auditor atas entitas dan operasinya yang muncul akibat
pelaksanaan prosedur audit lanjutan. Sebagai contoh, jika selama audit ditemukan bahwa
hasil keuangan aktual kemungkinan akan berbeda secara substansial dengan hasil keuangan
yang pada awalnya digunakan untuk menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan, maka auditor harus merevisi materialitas tersebut.
Planning Materiality (PM) ditentukan oleh auditor sebelum proses audit di lapangan
berjalan. PM dapat ditentukan dari Total Revenue ataupun Total Assets. Biasanya suggested
range untuk revenue adalah 0,5% s.d 1%. Sedangkan untuk aset berkisar antara 1% s.d 5%.
Antara Revenue dan Total Assets, cukup digunakan salah satunya saja. Biasanya Revenue
lebih sering dipakai sebagai acuan dalam PM. Dengan syarat bahwa revenue komparatif
antara tahun berjalan dengan tahun sebelumnya tidak mengalami penurunan atau kenaikan
yang signifikan. Bila revenue bersifat fluktuatif, maka biasanya total asset yang digunakan.
Selanjutnya, setelah menentukan PM, ada yang namanya PAJE Scope, yaitu jumlah minimum
dari salah saji yang akan di adjust. Biasanya sebesar 2% dari PM.
Sebuah perusahaan yang akan diaudit memiliki Total Revenue komparatif tahun 2007
sebesar Rp. 2.400.000.000,-. Maka Planing Materiality untuk tahun 2008 adalah 0,5% X Rp.
2.400.000.000,- = Rp. 12.000.000,-.
Artinya, jumlah minimum akun dalam neraca yang harus di vouching adalah Rp.
12.000.000,- keatas. Kalau kurang dari itu dianggap tidak material. Selanjutnya, bila auditor
menemukan salah saji dalam laporan keuangan dan harus disesuaikan, maka jumlah
minimum yang harus diadjust adalah 2% x Rp. 12.000.000,- = Rp. 240.000,-. Artinya, bila
salah saji ditemukan dan adjustment yang perlu dilakukan berjumlah kurang dari Rp.
240.000,-, maka tidak usah dilakukan adjustment, tapi kalau jumlahnya diatas Rp. 240.000,-
harus dibuat adjustment nya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa materialitas merupakan dasar
penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang
dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh
terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut,
karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
Materialitas dalam tahap perencaan dan pelaksanaan audit berpedoman pada Standar
Audit 320 (Revisi 2021) yang berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk
periode yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2022.
4.2 Saran
Setelah membahas dan mempelajari materialitas dalam tahap perencanaan dan
pelaksanaan audit ini, diharapkan kita dapat menganalisis tingkat materialitas pada suatu peru
sahaan tertentu sebagai skill penunjang bagi seorang auditor.
15
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi, Bintang. 2019. Materialitas pada Proses Audit. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Unsurya.
Vol. 4, No. 2
Elder, Randal J., Mark S. Beasley, Alvin A. Arens, Amir Abadi Jusuf. 2011. Jasa Audit dan
Assurance. Salemba empat, Jakarta.
Harindahyuni, Senny. 2017. Realitas Materialitas Audit dalam Teori dan Praktik. Jurnal
Akuntansi Bisnis vol.8 No 1