Anda di halaman 1dari 15

NAMA : PUTU RISKA INDAH MENTARI

NIM : 121211847

A. MATERIALITAS

FASB 2 (Financial Accounting Standard Board) mendefinisikan materialitas


sebagai berikut:

“Besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi keuangan


yang dalam hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya,
membuat hal itu memiliki kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat
oleh seorang yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau
terpengaruh oleh penghapusan atau kesalahan penyajian tersebut.”

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan
perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya penghilangan atau salah saji
itu. ISA 320 alinea 8 menjelaskan bahwa salah satu tujuan auditor menerapkan
secara tepat konsep materialitas dalam merencanakan dan melaksanakan audit.

Hal itu mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan yang


berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan
kepercayaan atas laporan keuangan auditan, karena jumlah yang material dalam
laporan keuangan entitas tertentu mungkin tidak material dalam laporan
keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda.

Materialitas digunakan dalam membuat dan mengaudit laporan keuangan


dengan mempertimbangkan dampak terhadap pengambil keputusan ekonomis,
situasi yang ada (yang dipengaruhi ukuran dan sifat salah saji), dan kebutuhan
pemakai laporan secara umum. Dalam menentukan materialitas auditor
mengasumsikan pemakai:

1. Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, kegiatan ekonomis, dan


akuntansi, dan berkeinginan mempelajari informasi dalam laporan keuangan
dengan cukup cermat.
2. Memahami bahwa laporan keuangan dibuat dan diaudit pada tingkat
materialitas
3. Menerima ketidakpastian yang inheren dalam penggunaan estimasi,
judgment, dan pertimbangan mengenai peristiwa di kemudian hari
4. Membuat keputusan ekonomis yang wajar atas dasar informasi dalam
laporan keuangan.

Konsep Materialitas dalam Audit

Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya dalam
penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut:

1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas

2. Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas ini kedalam


segmen-segmen

3. Mengestimasi total kesalahan penyajian yang terdapat dalam segmen

4. Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan

5. Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan awal atau


pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat materialitas
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan
jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan
keuangan auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan
biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas
laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini :

1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta


pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.

2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai


dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.

3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat


perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara
wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan
kecurangan.

Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:
1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat
diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh
salah saji tersebut.

2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk


mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah
saji material.

Pertimbangan Awal tentang Materialitas

Auditor pada awal masa penugasan audit terlebih dahulu menetapkan nilai
kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya
adalah material. Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang tingkat
materialitas (preliminary judgment about materiality) karena pertimbangan ini
merupakan suatu pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa
penugasan jika ternyata situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Alasan
penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk
membantu auditor merencanakan bukti audit yang memadai yang harus
dikumpulkan.

Auditor seringkali mengubah kembali pertimbangan awalnya tentang tingkat


materialitas selama berlangsungnya proses audit. Ketika hal tersebut dilakukan,
pertimbangan yang baru itu disebut revisi atas pertimbangan tentang
materialitas. Alasan-alasan dipergunakannya revisi pertimbangan dapat
mencakup karena adanya perubahan salah satu faktor yang dipergunakan dalam
menetukan pertimbangan awal atau karena adanya kebijaksanaan akibat dari
auditor bahwa pertimbangan awal ternyata bernilai terlalu besar atau terlalu
rendah.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penilaian

Materialitas lebih merupakan konsep yang relatif bukannya absolut sehingga


sejumlah dasar pertimbangan diperlukan untuk mengevaluasi tingkat
materialitas. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan
kualitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu
dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab
salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara
kualitatif bersifat material, karena penyebabnya yang menimbulkan salah saji
tersebut.

Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor


adalah,

1. Faktor Kuantitatif, misalnya hubungan salah saji dengan jumlah kunci


tertentu dalam laporan seperti:
o Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
o Total aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca
2. Faktor kualitatif seperti:
o Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum dan
kecurangan
o Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan
pada tingkat minimum tertentu.
o Adanya gangguan dalam trend laba.
o Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.

Karakteristik salah saji dapat dilihat ukuran, sifat, dan situasi yang meliputinya.
Salah saji dinyatakan dalam ukuran uang. Sifat salah saji adalah ukuran
kualitatif salah saji tersebut. Situasi di sekitar salah saji tersebut juga dapat
mempengaruhi materialitas salah saji.

Salah saji yang lazim antara lain


1. Error atau fraud dalam pembuatan laporan keuangan
2. Penyimpangan pada kerangka pelaporan keuangan
3. Kecurangan oleh manajemen atau karyawan
4. Management error
5. Estimasi tidak tepat
6. Penjelasan yang keliru

Materialitas dalam proses audit

Tahapan proses audit Auditor melaksanakan


Risk assesment • Menentukan materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan (overall
materiality) dan performance materiality
• Merencanakan prosedur penilaian risiko
yang harus dilaksanakan
• Mengidentifikasi dan menilai risiko salah
saji material
Risk response • menentukan sifat, waktu, dan luas
prosedur audit selanjutnya
• merevisi angka materialitas karena
perubahan situasi selama audit
berlangsung
Reporting • mengevaluasi salah saji yang belum
dikoreksi oleh entitas tersebut
• merumuskan pendapat auditor

Contoh Panduan Materialitas

Berikut panduan digambarkan dalam Figur 9-2, yang diterjemahkan dari


Auditing and assurance services: An integrated approach 14th Edition, dalam
bentuk panduan kebijakan dari sebuah KAP. Perhatikan bahwa panduan
tersebut merupakan formula yang menggunakan satu atau lebih dasar dan
rentang persentase. Penerapan panduan, seperti yang digambarkan berikut ini,
memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.
BERGER AND ANTHONY, CPAs
Gary, Indiana 46405
PERNYATAAN KEBIJAKAN
Charles G. Berger
No.321C Joe
Anthony

Judul: Panduan Materialitas

Penilaian profesional digunakan sepanjang waktu dalam menetapkan dan


menerapkan panduan materialitas. Sebagai panduan umum, kebijakan berikut
akan diterapkan .

1. Total saji gabungan dalam laporan keuangan yang lebih besar dari 6%
biasanya dianggap material. Total gabungan kurang dari 3% dianggap tidak
material jika tidak ada faktor kualitatif yang mendukung. Salah saji gabungan
antara 3-6% memerlukan penilaian profesional yang paling tinggi dalam
menentukan materialitasnya.

2. Ukuran 3-6% harus dihitung dengan menggunakan dasar yang tepat.


Seringkali digunakan lebih dari satu dasar untuk membandingkan salah saji
tersebut. Panduan berikut direkomendasikan dalam memilih dasar yang tepat:

a. Laba rugi. Salah saji gabungan dalam laporan laba rugi biasanya harus diukur
sebesar 3 sampai 6 persen dari laba operasi sebelum pajak. Panduan 3 sampai 6
persen tepat digunakan untuk tahun dimana laba yang dihasilkan luar biasa
tinggi atau rendah. Ketika laba operasi disuatu tahun tertentu tidak dianggap
representatif untuk digunakan sebagai dasar ukuran tersebut. Misalnya, rata-rata
laba operasi selama periode 3 tahun dapat digunakan sebagai dasar yang tepat.

b. Neraca. Salah saji gabungan dalam neraca harus dievaluasi untuk aset lancar,
liabilitas lancar, dan total aset. Untuk aset lancar dan liabilitas lancar,
panduannya adalah sekitar 3 sampai 6 persen, diterapkan dengan cara yang sama
seperti di laporan rugi laba. Untuk total aset, panduannya adalah sebesar 1
sampai 3 persen dan diterapkan dengan cara yang sama seperti di laporan laba
rugi.
3. Faktor-faktor kualitatif harus dievaluasi secara seksama dalam semua
pengauditan. Dalam banyak kasus, faktor kualitatif tersebut lebih penting
daripada panduan yang diterapkan untuk laba rugi dan neraca. Maksud
penggunaan laporan keuangan dan sifat informasi dalam laporan tersebut,
termasuk catatan kakinya, harus dievaluasi secara seksama.

Dengan menggunakan panduan Ilustrasi di atas, marilah kita pelajari


pertimbangan materialitas awal untuk Hillsburg Hardware Co. Panduannya
adalah sebagai berikut;

Pertimbangan Materialitas Awal (dibulatkan, dalam ribuan)

Minimal Maksimal ___

Presentasi Jumlah($) Presentase


Jumlah($)

Laba operasi 3 $ 221 6 $ 442

Aset Lancar 3 1.531 6 3.062

Total Aset 1 614 3 1.841

Liabilitas lancar 3 396 6


793

Jika auditor Hillsburg Hardware Co. memutuskan bahwa panduan umum diatas
adalah wajar, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi
apakah ada faktor kualitatif yang secara signifikan mempengaruhi penilaian
materialitas. Anggaplah tidak ada faktor kualitatif yang mempengaruhi
penilaian materialitas, jika auditor menyimpulkan di akhir auditnya bahwa salah
saji gabungan atas laba operasi sebelum pajak kurang dari $ 221,000,- maka
laporan tersebut dianggap telah disajikan secara wajar, Jika salah saji gabungan
melebihi $ 442,000,- maka laporan tersebut dianggap tidak disajikan secara
wajar. Jika salah saji diantara $ 221,000,- sampai $ 442,000,- maka diperlukan
pertimbangan yang lebih hati-hati atas semua fakta yang ada. Auditor kemudian
menerapkan proses yang sama untuk ketiga dasar pengukuran lainnya.
B. RISIKO

Laporan Audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh


keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji
yang material. Karena audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah
bebas dari salah saji yang material, maka terdapat beberapa derajat resiko bahwa
laporan keuangan mengandung salah saji yang tidak terditeksi oleh auditor.
Dengan demikian dalam perencanaan pekerjaannya, auditor harus
mempertimbangkan risiko audit tersebut. Semakin pasti auditor dalam
menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia
untuk menanggungnya

Risiko secara umum diartikan sebagai suatu kejadian/kondisi yang berkaitan


dengan hambatan dalam pencapaian tujuan. Sedangkan Risiko Audit (Audit
Risk) adalah risiko bahwa auditor mungkin tanpa sengaja telah gagal untuk
memodifikasi pendapat secara tepat mengenai laporan keuangan yang
mengandung salah saji material.

Risiko Audit dibagi menjadi dua bagian :

1. Risiko Audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai


keseluruhan.
Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk) merupakan besarnya risiko
yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan
keuangan disajikan wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut
berisi salah saji material.
Misalkan, auditor memperkirakan auditor bersedia menanggung risiko audit
5% bahwa ia akan menerima laporan keuangan yang berisi salah saji
material, hal ini berarti juga auditor 95% yakin bahwa laporan keuangan
disajikan secara wajar sebagaimana pendapat wajar tanpa pengecualian yang
diberikan oleh auditor.
2. Risiko Audit Individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual
yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Risiko ini perlu ditentukan
karena akun tertentu seringkali sangat penting karena besar saldonya dan
/atau frekuensi transaksi perubahannya.
Auditor membuat penilaian mengenai berbagai komponen risiko audit untuk
mengarahkan keputusan tentang sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit dan
juga keputusan mengenai penetapan staf audit.

SAS NO. 47 (AU 312.20) menyatakan bahwa risiko audit terdiri dari 3
komponen:

1. Risiko bawaan (Inherent risk)

Risiko bawaan merupakan kerentanan asersi terhadap salah saji


(misstatement) yang material, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada
pengendalian yang berhubungan. Risiko salah saji (misstatement) seperti itu
lebih besar dalam beberapa asersi laporan keuangan dan saldo-saldo atau
pengelompokan yang berhubungan daripada yang lainnya. Risiko ini
dipertimbangkan pada tahap perencanaan audit. Sebagai contoh, perhitungan
yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan
perhitungan yang sederhana. Akun yang terdiri dari jumlah yang berasal
estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar dibandingkan
dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta.

2. Risiko Pengendalian (Control Risk)

Risiko Pengendalian merupakan risiko bahwa suatu salah saji yang material
yang akan terjadi dalam asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian perusahaan. Risiko ini merupakan fungsi
keefektifan perancangan dan operasi pengendalian internal dalam mencapai
tujuan entitas yang relevan untuk menyusun laporan keuangan entitas.
Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan yang
melekat pada pengendalian internal. Sebagai contoh, pengendalian intern
mungkin menjadi tidak efektif karena kelalaian manusia akibat ceroboh atau
bosan atau karena adanya kolusi di antara pesonel pelaksanaannya.

3. Risiko Deteksi (Detection Risk)

Risiko Deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah
saji material yang terdapat dalam suatu perusahaan. Risiko ini merupakan
fungsi keefektifan prosedur audit dan aplikasinya oleh auditor. Hal ini
sebagian muncul dari ketidakpastian yang ada ketika auditor tidak memeriksa
semua saldo akun atau kelompok transaksi untuk mengumpulkan bukti
tentang asersi lainnya. Hal ini dapat dikurangi hingga pada tingkat yang dapat
diabaikan melalui perencanaan dan supervisi dan pelaksanaan praktik audit
yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.

Model Risiko Audit

Auditor tidak dapat memeriksa semua bukti yang berkaitan dengan


setiap asersi untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Model risiko audit
menjadi pedoman para auditor dalam pengumpulan bukti audit, sehingga
auditor dapat mencapai tingkat keyakinan yang memadai yang diinginkan.
Model Risiko audit (audit risk model) dapat dinyatakan secara kuantitatif
sebagai berikut:

AR = IR X CR X
DR

Dimana :

AR = Risiko Audit (Audit Risk)


IR = Risiko bawaan (Inherent Risk)
CR = Risiko Pengendalian (Control Risk)
DR = Risiko Deteksi (Detection Risk)
Sebagai contoh, dalam menaksir risiko deteksi dalam audit atas persediaan,
auditor melakukan pertimbangan berikut :

1. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditentukan risiko audit individual untuk


akun Persediaan pada tingkat 5%.
2. Kemudian ditentukan risiko bawaan pada tingkat 60%, karena akun
Persediaan bersaldo besar, beberapa perhitungannya rumit, dan frekuensi
transaksinya tinggi.
3. Ditentukan pengendalian sebesar 30% karena pengendalian klien dianggap
efektif berdasarkan audit tahun lalu.
4. asumsikan auditor telah membuat penilaian risiko berikut untuk suatu asersi
tertentu seperti aserti kelengkapan untuk persediaan.
AR = 5%; IR = 60%; CR = 30%

Risiko deteksi dapat ditentukan sebagai berikut :

𝐴𝑅 0,05
DR = 𝐼𝑅 𝑥 𝐶𝑅 = = 28%
0,60 𝑋 0,30

Risiko deteksi sebesar 28% dapat digunakan oleh auditor dalam memutuskan
jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor dalam audit atas akun
Persediaan.

Hubungan Antara Risiko Audit dengan Bukti Audit

Semakin rendah risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko rendah
sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi, auditor
perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak. Sebaliknya,
semkain tinggi risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko audit
tinggi sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor rendah, auditor
perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah kecil saja.

C. STRATEGI AUDIT AWAL

Tujuan utama auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk
mengurangi resiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung
suatu pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam
segala hal yang material.

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk asersi-asersi auditor


menspesifikasikan 4 komponen sebagai berikut :

1. Tingkat risiko bawaan yang dinilai


2. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai dengan
mempertimbangkan luas pemahaman pengendalian intern dan pelaksanaan
pengujian pengendalian.
3. Tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan dengan petimbangan
pemahaman tentang bisnis & industri yang diperoleh dan pelaksanaan
prosedur analitis mengenai penyajian suatu asersi.
4. Tingkat pengujian rincian yang direncanakan ,apabila dikombinasikan
dengan prosedur lain mengurangi risiko audit hingga tingkat rendah yang
sesuai

Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:

1. Primarily substantive approach

2. Lower assessed level of control risk approach

Dalam memilih alternatif strategi audit tersebut, auditor mempertimbangkan


faktor-faktor sebagai berikut:

1. Planned assessed level of control risk. Luas pemahaman auditor terhadp


struktur pengendalian intern yang dihimpun
2. Test of control yang dilaksanakan dalam menentukan risiko pengendalian
3. Planned assessed level of substantive test yang dilaksanakan auditor untuk
mengurangi risiko audit pada tingkat serendah mungkin.

Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of


control risk) yang tinggi, berarti auditor mengangap bahwa struktur
pengendalian intern klien adalah sangat efektif dan dapat mengurangi
kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor harus menguji kebenaran
anggapannya tersebut. Auditor lebih banyak melakukan pengujian
pengendalian.

Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of


control risk) yang rendah, berarti auditor menganggap bahwa struktur
pengendalian intern klien sangat tidak efektif dan tidak akan dapat mencegah
terjadinya salah saji. Oleh karena itu, auditor kemudian menguji apakah salah
saji yang tak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern klien tersebut, dapat
dideteksi oleh prosedur audit. Oleh karena itu, auditor melakukan pengujian
substantif.

Luas pemahaman auditor terhadap struktur pengendalian intern juga


mempengaruhi pemilihan strategi audit. Apabila auditor sangat memahami
struktur pengendalian intern klien, maka auditor dapat memilih strategi audit
Primarily substantive approach. Apabila auditor kurang memahami struktur
pengendalian intern klien, maka auditor dapat memilih strategi audit Lower
assessed level of control risk approach.
Strategi audit pendahuluan bukanlah merupakan spesifikasi rinci (detail)
prosedur auditing. Strategi audit pendahuluan merupakan suatu judgement
pendahuluan mengenai endekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan audit.

Primarily substantive approach

Pada strategi ini, auditor lebih mengutamakan pengujian substantif daripada


pengujian pengendalian. Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur untuk
memperoleh pemahaman struktur pengedalian intern klien. Strategi ini lebih
banyak dipakai dalam audit yang pertama kali daripada atas klien lama. Strategi
ini digunakan apabila auditor, atas dasar pengalaman maupun tahap
perencanaan sebelumnya, menemukan kondisi sebagai berikut:

1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi, tidak efektif. Oleh karena
itu, salah saji tidak akan dpat dicegah atau dideteksi oleh struktur
pengendalian intern klien. Auditor kemudian menguji apakah salah saji
yang tak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern klien tersebut, dapat
dideteksi oleh prosedur audit. Dengan demikian, auditor akan lebih banyak
melakukan pengujian substantive.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. Prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur
pengendalian intern
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk
melebihi biaya untuk melaksanakan test substantif yang lebih ekstensif.

Kedua kondisi ini biasanya terkait dengan asersi akun:

1. Yang dipengaruhi terutama oleh transaksi tidak rutin atau jarang terjadi
seperti aktiva tetap, utang obligasi, dan modal saham
2. Yang sangat memerlukan jurnal penyesuaian seperti akumulasi depresiasi.

Lower assessed level of control risk approach

Auditor lebih mengutamakan pengujian pengendalian daripada pengujian


substantive pada strategi ini. Hal ini bukan berarti auditor sama sekali tidak
melakukan pengujian substantif. Auditor tetap melakukan pengujian substantif
meskipun tidak se-ekstensif pada Primarily substantive approach. Auditor lebih
banyak melakukan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur
pengendalian intern klien. Strategi ini lebih banyak dipakai dalam audit atas
klien lama daripada audit yang pertama kali atas klien baru. Strategi ini
digunakan apabila auditor, atas dasar pengalaman maupun tahap perencanaan
sebelumnya, menemukan kondisi sebagai berikut:

1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi dirancang dengan baik, dan
sangat efektif. Struktur pengendalian intern klien sangat efektif tersebut
akan dapat mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor
harus menguji apakah struktur pengendalian intern klien benar-benar
efektif dalam mendeteksi salah saji. Auditor lebih banyak melakukan
pengujian pengendalian.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur
pengendalian intern.
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk
lebih rendah dari pada biaya untuk melaksanakan tes substantif yang
lebih ekstensif. Akun yang diperiksa adalah akun yang dipengaruhi
transaksi rutin, dan volumenya tinggi. Contoh akun seperti itu adalah:
penjualan, piutang dagang, persediaan, biaya upah dan gaji.

Anda mungkin juga menyukai