NIM : 121211847
A. MATERIALITAS
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan
perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya penghilangan atau salah saji
itu. ISA 320 alinea 8 menjelaskan bahwa salah satu tujuan auditor menerapkan
secara tepat konsep materialitas dalam merencanakan dan melaksanakan audit.
Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya dalam
penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut:
Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:
1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat
diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh
salah saji tersebut.
Auditor pada awal masa penugasan audit terlebih dahulu menetapkan nilai
kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya
adalah material. Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang tingkat
materialitas (preliminary judgment about materiality) karena pertimbangan ini
merupakan suatu pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa
penugasan jika ternyata situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Alasan
penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk
membantu auditor merencanakan bukti audit yang memadai yang harus
dikumpulkan.
Karakteristik salah saji dapat dilihat ukuran, sifat, dan situasi yang meliputinya.
Salah saji dinyatakan dalam ukuran uang. Sifat salah saji adalah ukuran
kualitatif salah saji tersebut. Situasi di sekitar salah saji tersebut juga dapat
mempengaruhi materialitas salah saji.
1. Total saji gabungan dalam laporan keuangan yang lebih besar dari 6%
biasanya dianggap material. Total gabungan kurang dari 3% dianggap tidak
material jika tidak ada faktor kualitatif yang mendukung. Salah saji gabungan
antara 3-6% memerlukan penilaian profesional yang paling tinggi dalam
menentukan materialitasnya.
a. Laba rugi. Salah saji gabungan dalam laporan laba rugi biasanya harus diukur
sebesar 3 sampai 6 persen dari laba operasi sebelum pajak. Panduan 3 sampai 6
persen tepat digunakan untuk tahun dimana laba yang dihasilkan luar biasa
tinggi atau rendah. Ketika laba operasi disuatu tahun tertentu tidak dianggap
representatif untuk digunakan sebagai dasar ukuran tersebut. Misalnya, rata-rata
laba operasi selama periode 3 tahun dapat digunakan sebagai dasar yang tepat.
b. Neraca. Salah saji gabungan dalam neraca harus dievaluasi untuk aset lancar,
liabilitas lancar, dan total aset. Untuk aset lancar dan liabilitas lancar,
panduannya adalah sekitar 3 sampai 6 persen, diterapkan dengan cara yang sama
seperti di laporan rugi laba. Untuk total aset, panduannya adalah sebesar 1
sampai 3 persen dan diterapkan dengan cara yang sama seperti di laporan laba
rugi.
3. Faktor-faktor kualitatif harus dievaluasi secara seksama dalam semua
pengauditan. Dalam banyak kasus, faktor kualitatif tersebut lebih penting
daripada panduan yang diterapkan untuk laba rugi dan neraca. Maksud
penggunaan laporan keuangan dan sifat informasi dalam laporan tersebut,
termasuk catatan kakinya, harus dievaluasi secara seksama.
Jika auditor Hillsburg Hardware Co. memutuskan bahwa panduan umum diatas
adalah wajar, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi
apakah ada faktor kualitatif yang secara signifikan mempengaruhi penilaian
materialitas. Anggaplah tidak ada faktor kualitatif yang mempengaruhi
penilaian materialitas, jika auditor menyimpulkan di akhir auditnya bahwa salah
saji gabungan atas laba operasi sebelum pajak kurang dari $ 221,000,- maka
laporan tersebut dianggap telah disajikan secara wajar, Jika salah saji gabungan
melebihi $ 442,000,- maka laporan tersebut dianggap tidak disajikan secara
wajar. Jika salah saji diantara $ 221,000,- sampai $ 442,000,- maka diperlukan
pertimbangan yang lebih hati-hati atas semua fakta yang ada. Auditor kemudian
menerapkan proses yang sama untuk ketiga dasar pengukuran lainnya.
B. RISIKO
SAS NO. 47 (AU 312.20) menyatakan bahwa risiko audit terdiri dari 3
komponen:
Risiko Pengendalian merupakan risiko bahwa suatu salah saji yang material
yang akan terjadi dalam asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian perusahaan. Risiko ini merupakan fungsi
keefektifan perancangan dan operasi pengendalian internal dalam mencapai
tujuan entitas yang relevan untuk menyusun laporan keuangan entitas.
Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan yang
melekat pada pengendalian internal. Sebagai contoh, pengendalian intern
mungkin menjadi tidak efektif karena kelalaian manusia akibat ceroboh atau
bosan atau karena adanya kolusi di antara pesonel pelaksanaannya.
Risiko Deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah
saji material yang terdapat dalam suatu perusahaan. Risiko ini merupakan
fungsi keefektifan prosedur audit dan aplikasinya oleh auditor. Hal ini
sebagian muncul dari ketidakpastian yang ada ketika auditor tidak memeriksa
semua saldo akun atau kelompok transaksi untuk mengumpulkan bukti
tentang asersi lainnya. Hal ini dapat dikurangi hingga pada tingkat yang dapat
diabaikan melalui perencanaan dan supervisi dan pelaksanaan praktik audit
yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
AR = IR X CR X
DR
Dimana :
𝐴𝑅 0,05
DR = 𝐼𝑅 𝑥 𝐶𝑅 = = 28%
0,60 𝑋 0,30
Risiko deteksi sebesar 28% dapat digunakan oleh auditor dalam memutuskan
jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor dalam audit atas akun
Persediaan.
Semakin rendah risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko rendah
sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi, auditor
perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak. Sebaliknya,
semkain tinggi risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko audit
tinggi sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor rendah, auditor
perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah kecil saja.
Tujuan utama auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk
mengurangi resiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung
suatu pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam
segala hal yang material.
Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:
1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi, tidak efektif. Oleh karena
itu, salah saji tidak akan dpat dicegah atau dideteksi oleh struktur
pengendalian intern klien. Auditor kemudian menguji apakah salah saji
yang tak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern klien tersebut, dapat
dideteksi oleh prosedur audit. Dengan demikian, auditor akan lebih banyak
melakukan pengujian substantive.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. Prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur
pengendalian intern
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk
melebihi biaya untuk melaksanakan test substantif yang lebih ekstensif.
1. Yang dipengaruhi terutama oleh transaksi tidak rutin atau jarang terjadi
seperti aktiva tetap, utang obligasi, dan modal saham
2. Yang sangat memerlukan jurnal penyesuaian seperti akumulasi depresiasi.
1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi dirancang dengan baik, dan
sangat efektif. Struktur pengendalian intern klien sangat efektif tersebut
akan dapat mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor
harus menguji apakah struktur pengendalian intern klien benar-benar
efektif dalam mendeteksi salah saji. Auditor lebih banyak melakukan
pengujian pengendalian.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur
pengendalian intern.
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk
lebih rendah dari pada biaya untuk melaksanakan tes substantif yang
lebih ekstensif. Akun yang diperiksa adalah akun yang dipengaruhi
transaksi rutin, dan volumenya tinggi. Contoh akun seperti itu adalah:
penjualan, piutang dagang, persediaan, biaya upah dan gaji.