Anda di halaman 1dari 7

Nama : Andhika Bagas Prasetya

Nim/Kelas : B12.2021.04426 / B12.3.3

TUGAS

Mahasiswa yang ber NIM Genap, mencari dan mengumpulkan artikel atau tulisan tentang
materialitas. Kemudian ceritakan tentang organisasi profesi IAPI.

JAWAB

ARTIKEL MATERIALITAS

1. Konsep Materialitas dan Risiko

Materialitas dan risiko merupakan konsep-konsep fudamental yang sifatnya penting


dalam perencanaan audit dan dalam perancangan atas pendekatan audit yang akan
dipergunakan. Paragraf pendapat dalam laporan auditor mengandung dua pertanyaaan
penting yang secara langsung berhubungan dengan materialitas dan risiko, seperti paragraf
berikut ini :

 Kami melaksanakan audit berdasarkan standar profesional akuntan publik. Standar


tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit agar kami
memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material.

Frase memperoleh keyakinan yang memadai dimaksudkan untuk memberi informasi


kepada para pengguna laporan bahwa auditor tidak dapat memberikan garansi atau
memastikan kewajaran dari penyajian laporan keuangan, maka kita lihat bahwa dalam frase
tersebut terdapat sejumlah risiko bahwa laporan keuangan tidak disajikan dengan wajar
bahkan jika pendapat auditor yang diterbitkan adalah wajar tanpa syarat.

Frase bebas dari salah saji material dimaksudkan untuk memberikan informasi
kepada para pengguna laporan bahwa tanggung jawab auditor terbatas pada informasi
keuangan yang material saja. Materialitas merupakan hal yang penting karena bukan
merupakan hal yang praktis bagi para auditor untuk menyediakan keyakinan bagi nilai-nilai
yang tidak material, maka materialitas merupakan faktor pertimbangan utama dalam jenis
laporan audit yang tepat untuk diterbitkan dalam keadaan tertentu. Misalnya, apabila ada
kesalahan kecil dalam penyajian laporan keuangan perusahaan dan pengaruhnya terhadap
periode selanjutnya diperkirakan tidak terlalu berarti, maka dapatlah dikeluarkan suatu
laporan tanpa kualifikasi.
Seperti yang sudah kita lihat pada paragraf tersebut maka terdapat hubungan yang erat
antara materialitas dan risiko. Paragraf tersebut menguraikan audit sebagai suatu proses
yang dirancang untuk memperoleh kepastian yang layak (yang mengandung pengertian
beberapa tingkat risiko) mengenai apakah laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian
yang material.

Sehingga dengan dijelaskannya mengenai materialitas dan risiko terhadap penyajian


laporan keuangan dalam makalah ini maka kita bisa menyajikan laporan keuangan tersebut
dengan secara wajar atau tepat.

2. DEFINISI MATERIALITAS
Dalam SA 320 dijelaskan bahwa materialitas pelaksanaan (performance materiality)
adalah suatu jumlah yang ditetapkan oleh auditor, pada tingkat yang lebih rendah daripada
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan, untuk mengurangi ke tingkat
rendah yang semestinya kemungkinan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi dan yang
tidak terdeteksi yang secara agregat melebihi materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan. Jika berlaku, materialitas pelaksanaan dapat ditetapkan oleh auditor pada
jumlah yang lebih rendah daripada materialitas golongan transaksi, saldo akun atau
pengungkapan tertentu. Pada saat menetapkan strategi audit secara keseluruhan, auditor
harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika, dalam
kondisi spesifik entitas, terdapat satu atau lebih golongan transaksi, saldo akun atau
pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian yang jumlahnya lebih rendah
daripada materialitas laporan keuangan secara keseluruhan diperkirakan secara masuk akal
akan memengaruhi keputusan ekonomi yang dibuat oleh para pengguna berdasarkan
laporan keuangan tersebut, maka auditor harus menetapkan materialitas yang akan
diterapkan terhadap golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu tersebut.
Auditor harus menetapkan materialitas pelaksanaan untuk menilai risiko kesalahan
penyajian material dan menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit lanjutan.
Terdapat tiga tingkat materialitas yang digunakan untuk menentukan jenis pendapat
yang akan diterbitkan, yaitu :
1. Nilainya tidak material
2. Nilainya material tetapi tidak mempengaruhi keseluruhan penyajian laporan
3. Nilainya sangat material sehingga kewajaran seluruh laporan keuangan dipertanyakan

FASB 2 mendefinisikan materialitas sebagai berikut :

 Besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi keuangan yang,


dalam hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya, membuat hal itu
memiliki kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat oleh seorang yang
mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan
atau kesalahan penyajian tersebut.

Definisi tersebut memberikan penekanan kepada para pengguna laporan yang


menyandarkan diri mereka kepada laporan keuangan dalam membuat berbagai keputusan.
Oleh sebab itu, para auditor harus memiliki pengetahuan tentang pihak-pihak yang akan
memanfaatkan laporan keuangan klien mereka serta keputusan-keputusan apakah yang akan
dibuat.

Tanggung jawab auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan mengandung


kesalahan penyajian yang material. Jika auditor memutuskan bahwa terdapat suatu salah saji
yang material, maka ia akan menunjukkannya kepada sang klien sehingga suatu koreksi atas
kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan, maka suatu pendapat wajar dengan
pengecualian atau pendapat tidak wajar harus diterbitkan. Oleh karenanya, auditor harus
memiliki suatu pengetahuan yang mendalam dalam penerapan prinsip materialitas ini.

3. TAHAPAN-TAHAPAN DALAM MENENTUKAN MATERIALITAS


Terdapat lima tahap yang saling terkait satu sama lainnya dalam penerapan
materialitas, yaitu :
1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
2. Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas ini ke dalam segmen-
segmen
3. Mengestimasi total kesalahan penyajian yang terdapat dalam segmen
4. Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan
5. Membandingkan antara estimasi tentang gabungan dan pertimbangan awal atau
pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat materialitas.
3.1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
Idealnya, auditor pada masa penugasan audit terlebih dahulu menetapkan nilai
kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah material.
SAS 46 (AU 312) mendefinisikan nilai tersebut sebagai pertimbangan awal tentang
tingkat materialitas (preliminary judgement about materiality). Pertimbangan ini disebut
sebagai pertimbangan awal tentang tingkat materialitas karena pertimbangan ini merupakan
suatu pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa penugasan jika ternyata
situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Jadi, pertimbangan awal tentang tingkat
materialitas adalah nilai maksimum yang diyakini auditor merupakan kesalahan penyajian
yang mungkin masih terdapat dalam laporan keuangan dan tetapi tidak mempengaruhi
keputusan-keputusan yang diambil oleh para pengguna laporan keuangan. Pertimbangan ini
merupakan satu dari sejumlah keputusan paling penting yang harus dibuat oleh auditor.
Alasan penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk
membantu auditor merencanakan bukti audit yang memadai yang harus dikumpulkan. Jika
auditor menetapkan nilai dollar yang rendah, maka akan diperlukan bukti audit yang lebih
banyak daripada ia menetapkan nilai dollar yang lebih tinggi. Auditor seringkali mengubah
kembali pertimbangan awalnya tentang tingkat materialitas selama berlangsungnya proses
audit. Pengubahan kembali pertimbangan awal tentang tingkat materialitas disebut revisi atas
pertimbangan tentang materialitas. Alasan-alasan dipergunakannya revisi pertimbangan dapat
mencakup karena adanya perubahan salah satu faktor yang dipergunakan dalam menentukan
pertimbangan awal atau karena adanya kebijaksanaan akibat dari auditor bahwa
pertimbangan awal ternyata bernilai terlalu besar atau terlalu rendah.
Ada beberapa faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi penetapan pertimbangan
awal materialitas untuk seperangkat laporan keuangan tertentu, faktor-faktor tersebut
dijelaskan sebagai berikut :
a) Materialitas lebih merupakan konsep yang relatif bukannya absolut.
Kesalahan penyajian atas besaran tertentu mungkin saja bersifat material bagi
perusahaan kecil, sedangkan kesalahan penyajian dengan jumlah dollar yang sama,
bagi lainnya yang berskala besar, dapat bersifat tidak material.
b) Diperlukan dasar-dasar pertimbangan untuk mengevaluasi tingkat materialitas.
Karena tingkat materialitas ini bersifat relatif, maka hal yang wajib untuk memiliki
sejumlah dasar pertimbangan agar dapat menentukan apakah kesalahan penyajian
tersebut bernilai material. Laba bersih sebelum pajak umumnya merupakan dasar
pertimbangan utama yang dipergunakan untuk menentukan tingkat materialitas karena
item ini dianggap sebagai item penting dalam penyediaan informasi kepada para
pengguna laporan. Sebagai tambahan dalam membangun suatu dasar pertimbangan,
merupakan hal yang penting pula untuk memutuskan apakah kesalah saji yang ada
secara material dan dapat mempengaruhi kewajaran dari berbagai dasar pertimbangan
lainnya yang mungkin dipilih seperti aktiva lancar, total aktiva, kewajiban lancar dan
modal pemegang saham.
c) Faktor-faktor kualitatif pun mempengaruhi tingkat materialitas
Beberapa jenis salah saji tertentu seringkali dianggap lebih penting bagi para
pengguna laporan dibandingkan dengan sejumlah salah saji jenis lainnya, walaupun
jika ternyata nilai dollar dari seluruh salah saji tersebut sama nilainya. FASB dan
AICPA pada saat ini tidak bersedia menyediakan berbagai panduan spesifik tentang
materialitas bagi para praktisi, karena berbagai panduan semacam itu barangkali akan
langsung diterapkan tanpa mempertimbangkan semua kompleksitas yang seharusnya
mempengaruhi pertimbangan akhir auditor.
3.2. Mengalokasikan Pertimbangan Awal Tingkat Materialitas ke Segmen (Salah
Saji yang Masih Dapat Ditoleransi)

Pentingnya tahap ini adalah karena bukti-bukti audit yang terkumpul berdasarkan
segmen-segmen dalam laporan keuangan, bukan keseluruhan dari laporan keuangan. Setelah
pertimbangan awal tingkat meterialitas ditetapkan, maka auditor dapat memutuskan bukti-
bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan. Mayoritas praktisi mengalokasikan tingkat
materialitas ke akun-akun neraca daripada ke akun laba rugi. Hal ini dikarenakan sistem
pembukuan double entry yang mengakibatkan salah saji yang terkandung dalam laporan laba
rugi mempengaruhi kesalahan salah saji yang sama besar ke akun neraca. Dengan demikian,
mengalokasikannya ke akun neraca adalah sangat tepat karena jumlah akunnya lebih sedikit
dan prosedur audit difokuskan pada akun-akun neraca. Tingkat materialitas yang
dialokasikan ke akun tertentu dinyatakan sebagai salah saji yang masih dapat ditoleransi
(tolerable misstatement), dibahas dalam SAS 39 (AU 350).

Terdapat tiga kesulitan dalam mengalokasikan tingkat materialitas ke akun-akun


neraca, yaitu :

 Auditor memiliki ekspetasi bahwa sejumlah akun tertentu mengandung lebih banyak
salah saji dari akun-akun lain.
 Salah saji lebih (overstatement) atau kurang (understatement) harus tetap
dipertimbangkan.
 Dua alasan mengapa nilai total salah saji yang dapat ditoleransi diperkenankan
melebihi nilai materialitas keseluruhan :
- Tidaklah mungkin bahwa semua akun akan mengandung salah saji senilai dengan
total toleransinya
- Beberapa akun cenderung mengandung salah saji lebih (overstatement), sementara
beberapa akun linnya cenderung mengandung salah saji kurang (understatement),
hal ini mengakibatkan nilai bersih cenderung lebih rendah dari nilai total
materialitas.
3.3. Mengestimasi Nilai Salah Saji serta Membandingkannya dengan Nilai
Pertimbangan Awal
Dua tahap sebelumnya merupakan perencanaan sementara tiga tahap terakhir yang
dibahas sekaligus dalam sub bab ini merupakan hasil dari pelaksanaan sejumlah uji audit.
Dalam sub bab ini hanya akan menampilkan keterkaitan ketiga tahap tersebut dengan dua
tahap sebelumnya.Pada saat auditor menemukan salah saji pada setiap segmen, maka ia harus
mencatatnya dalam kertas kerja. Mengestimasi atau mentotal salah saji tiap-tiap segmen
adalah tahap ketiga dalam penerapan materialitas. Nilai total tiap segmen disebut suatu
estimasi atau suatu proyeksi.Kemudian tahap keempat adalah menggabungkan proyeksi tiap
segmen dalam selembar kertas kerja. Pada tahap akhir auditor membandingkan total
gabungan salah saji tersebut dengan tingkat materialitas yang ditetapkan sebelumnya.
4. KESIMPULAN
Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam penerimaan jenis laporan audit
yang tepat untuk diterbitkan. Tanggung jawab auditor adalah menentukan apakah laporan
keuangan mengandung kesalahan penyajian yang material. Jika auditor memutuskan bahwa
terdapat suatu salah saji material, maka ia akan menunjukan kepada klien sehingga suatu
koreksi dapat dilakukan. Para auditor harus memiliki pengetahuan tentang pihak-pihak yang
akan memanfaatkan laporan keuangan klien mereka serta keputusan-keputusan apakah yang
akan dibuat.
Alasan penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk
membantu auditor merencanakan bukti-bukti audit yang memadai yang harus dikumpulkan.
Asosiasi-asosiasi akuntansi di dunia pada saat ini tidak bersedia menyediakan panduan
spesifik mengenai materialitas bagi praktisi. Petimbangannya karena berbagai panduan itu
barangkali akan diterapkan secara langsung tanpa mempertimbangkan semua kolektisitas
yang seharusnya mempengaruhi pertimbangan akhir auditor.
ORGANISASI PROFESI IAPI
1. Sejarah IAPI
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) atau Indonesian Institute of Certified Public
Accountants (IICPA), mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang, dimulai dari
didirikannya Ikatan Akuntan Indonesia di tahun 1957 yang merupakan perkumpulan akuntan
Indonesia yang pertama. Perkembangan profesi dan organisasi Akuntan Publik di Indonesia
tidak bisa dipisahkan dari perkembangan perekonomian, dunia usaha dan investasi baik
asing maupun domestik, pasar modal serta pengaruh global. Secara garis besar tonggak
sejarah perkembangan profesi dan organisasi akuntan publik di Indonesia memang sangat
dipengaruhi oleh perubahan perekonomian negara pada khususnya dan perekonomian dunia
pada umumnya.
2. Jejak Langkah

Prof. R. Soemardjo Tjitrosidojo dan empat orang lulusan pertama Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia yakni Drs. Basuki T. Siddharta, Drs. Hendra Darmawan, Drs. Tan
Tong Joe, dan Drs. Go Tie Siem, mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada 23
Desember 1957.
Pada 7 April 1977, dua puluh tahun setelah IAI berdiri, Drs. Theodorus M. Tuanakotta
membentuk Seksi Akuntan Publik sebagai wadah para akuntan publik di Indonesia untuk
melaksanakan program-program pengembangan akuntan publik.
Dalam Kongres IAI ke VII tahun 1994, anggota IAI sepakat memberikan hak otonomi
kepada akuntan publik dengan mengubah Seksi Akuntan Publik menjadi Kompartemen
Akuntan Publik. Hal ini untuk merespons perkembangan pasar modal dan perbankan di
Indonesia, yang memerlukan perubahan Standar Akuntansi Keuangan dan Standar
Profesional Akuntan Publik yang setara dengan standar internasional.
Pada 24 Mei 2007 Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) resmi berdiri. Pendirian ini
diputuskan melalui Rapat Umum Anggota Luar Biasa IAI – Kompartemen Akuntan Publik.
Perubahan organisasi ini ditujukan agar dapat memenuhi persyaratan International Federation
of Accountans (IFAC) mengenai profesi dan etika akuntan publik.
Terbit KMK no. 443/KMK.01/2011 tentang Penetapan IAPI sebagai Asosiasi Profesi
Akuntan Publik yang mengakui IAPI sebagai organisasi yang berwenang melaksanakan
Ujian Profesi Akuntan Publik, penyusunan dan penetapan Standar Profesional dan Etika
Akuntan Publik, serta menyelenggarakan Program Pendidikan Berkelanjutan, sekaligus
Reviu Mutu Akuntan Publik.

Anda mungkin juga menyukai