Dosen Pengampu:
Dr. I Ketut Budiartha, S.E., M.Si., Ak., CPA.
Disusun oleh :
1. Ni Putu Ayu Dinda Upadani (2207531158)
2. Ni Made Widya Anggraeni (2207531161)
3. Kadek Gita Prilya Udayani (2207531163)
2. Risiko Audit
Standar audit (SA 315) mewajibkan auditor untuk mendapatkan pemahaman tentang
entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menetapkan risiko
kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan klien.
2.1 Model Risiko Audit Untuk Perencanaan
Risiko kesalahan penyajian material didefinisikan dalam standar audit (SA 200.13. (n))
sebagai: Risiko bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material
sebelum audit dilakukan. Risiko kesalahan penyajian material dapat terjadi di dua tingkat:
a. Tingkat laporan keuangan secara keseluruhan.
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan secara
keseluruhan mengacu ke risiko kesalahan penyajian material yang berdampak luas
(pervasif) terhadap laporan keuangan secara keseluruhan dan berpotensi memengaruhi
banyak asersi.
b. Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo, akun, dan pengungkapan.
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi dinilai untuk
menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh
bukti audit yang cukup dan tepat. Bukti audit tersebut memungkinkan auditor untuk
menyatakan opini atas laporan keuangan pada tingkat rendah yang dapat diterima.
Risiko kesalahan material pada tingkat asersi terdiri dari dua komponen, yaitu: risiko
inheren dan risiko pengendalian.
Auditor menggunakan beberapa pendekatan untuk mencapai tujuan penilaian risiko
kesalahan penyajian material. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan para auditor
adalah dengan menggunakan suatu model yang menggambarkan hubungan umum berbagai
komponen risiko audit dalam istilah matematis untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima yang disebut model risiko audit. Model tersebut berguna untuk merencanakan
prosedur audit. Dalam prosedur perencanaan, auditor mempertimbangkan risiko untuk
mendapatkan bukti audit terutama dengan menerapkan model risiko audit.
2.2 Komponen-Komponen Model Risiko Audit
a. Risiko Deteksi
Standar audit (SA 200. 13 (e)) mendefinisikan risiko deteksi sebagai berikut:
Risiko deteksi adalah risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor untuk
menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima tidak akan mendeteksi
suatu kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin material, baik secara individual
maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya. Ada
dua hal yang perlu diketahui tentang risiko deteksi (atau lebih tepat disebut risiko
deteksi yang direncanakan), yaitu:
• Risiko deteksi merupakan dependen dari tiga faktor lain yang tercakup dalam
model. Risiko ini akan berubah hanya jika auditor mengubah salah satu (atau
lebih) faktor lain dalam model risiko.
• Risiko deteksi menentukan jumlah bukti substantif yang direncanakan akan
dikumpulkan auditor yang berkebalikan dengan ukuran risiko deteksi. Apabila
risiko deteksi berkurang, auditor harus mengumpulkan bukti yang lebih banyak
untuk mencapai risiko deteksi yang telah berkurang tersebut.
b. Risiko Inheren
Standar audit (SA 200.13 (n)) mendefinisikan risiko inheren sebagai berikut:
Risiko inheren merupakan kerentanan suatu asersi tentang suatu golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan terhadap suatu kesalahan penyajian yang mungkin
material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan
kesalahan penyajian lainnya, sebelum mempertimbangkan pengendalian internal yang
terkait.
c. Risiko Pengendalian
Standar audit (SA 200. 13 (n)) mendefinisikan risiko pengendalian sebagai
berikut: Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu kesalahan penyajian yang
mungkin terjadi dalam suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau
pengungkapan yang mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektif
ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya, tidak akan dapat dicegah, atau
dideteksi dan dikoreksi, secara tepat waktu oleh pengendalian internal entitas.
d. Risiko Audit
Standar audit (SA 200.13 (c)) mendefinisikan risiko audit sebagai berikut:
Risiko audit menyatakan suatu opini audit yang tidak tepat ketika laporan keuangan
mengandung kesalahan penyajian material. Risiko audit merupakan suatu fungsi
kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.
Ada perbedaan besar dalam hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko dalam
model risiko audit. Untuk risiko audit yang bisa diterima, auditor memutuskannya sesuai
dengan kesediaan kantor akuntan menerima risiko bahwa laporan keuangan mengandung
kesalahan penyajian setelah audit selesai dikerjakan, berdasarkan berbagai faktor yang
menyangkut klien.
2.3 Menetapkan Risiko Audit Bisa Diterima
a. Dampak Risiko Penugasan terhadap Risiko Audit Bisa Diterima
Risiko penugasan adalah risiko yang harus ditanggung auditor atau kantor
akuntan setelah suatu audit diselesaikan, walaupun laporan audit yang dibuat sudah
benar. Perlu dicatat bahwa para auditor berbeda pendapat tentang apakah risiko
penugasan perlu dipertimbangkan atau tidak dalam perencanaan audit. Para penentang
berargumentasi bahwa auditor tidak memberi pendapat audit untuk berbagai tingkat
keyakinan sehingga oleh karenanya tidak perlu memberi keyakinan lebih atau kurang
karena adanya risiko penugasan. Para pendukung berargumentasi bahwa auditor
seyogyanya mengumpulkan bukti tambahan, menugaskan auditor yang lebih
berpengalaman, dan mereview audit lebih cermat dalam audit yang berpotensi besar
digugat secara hukum atau tindakan perlawanan lain yang mempengaruhi keberadaan
auditor, sepanjang tingkat keyakinan tidak berada di bawah suatu tingkat tinggi tertentu
manakala terdapat risiko risiko penugasan yang rendah.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Audit Bisa Diterima
• Seberapa Jauh Pengguna Eksteren Mengandalkan Laporan Keuangan Auditan.
Beberapa faktor bisa menjadi indikator tentang seberapa jauh laporan diandalkan
oleh pengguna eksteren:
a) Ukuran entitas. Secara umum, semakin besar entitas yang diaudit, semakin
besar pula kemungkinan laporan digunakan. Ukuran entitas, diukur dengan total
aset atau pendapatan, akan memiliki dampak terhadap tingkat risiko audit bisa
diterima.
b) Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan entitas-entitas publik biasanya
menjadi andalan lebih banyak pemakal dibandingkan dengan entitas tertutup.
Dalam perusahaan publik banyak pihak luar juga berkepentingan seperti
misalnya Bapepam, analis-analis keuangan, dan masyarakat luas.
c) Sifat dan jumlah kewajiban (utang). Apabila laporan berisi jumlah utang yang
besar, laporan tersebut kemungkinan besar akan banyak digunakan oleh para
kreditur (termasuk kreditur potensial) dibandingkan dengan apabila tidak berisi
banyak kewajiban.
d) Kemungkinan Klien Mengalami Kesulitan Keuangan Setelah Laporan Audit
Diterbitkan. Tidak mudah bagi auditor untuk memprediksi kegagalan keuangan
sebelum hal itu terjadi, tetapi beberapa faktor bisa menjadi indikator yang baik
tentang kemungkinan terjadinya hal tersebut.
e) Posisi likuiditas. Apabila klien sering mengalami kekurangan kas dan modal
kerja, hal itu menunjukkan kemungkinan terjadinya kesulitan membayar utang
di masa depan. Auditor harus menilai kemungkinan dan signifikansi penurunan
posisi likuiditas yang terjadi terus menerus.
f) Laba (rugi) tahun-tahun lalu. Apabila perusahaan mengalami penurunan laba
yang drastis atau peningkatan kerugian selama bertahun-tahun, auditor harus
menyadari kemungkinan terjadinya masalah solvabilitas yang akan dihadapi
klien. Juga perlu diperhatikan perubahan laba yang mempengaruhi saldo laba
ditahan.
g) Metoda pendanaan. Semakin besar ketergantungan klien pada pinjaman untuk
memenuhi kebutuhan dananya, semakin besar pula risiko terjadinya kesulitan
keuangan apabila keberhasilan operasi perusahaan menurun. Auditor harus
menilai apakah aset-aset tetap didanai oleh pinjaman jangka pendek atau
pinjaman jangka panjang, karena jumlah pengeluaran kas yang besar dalam
waktu singkat akan bisa menyebabkan perusahaan bangkrut.
h) Sifat operasi klien. Jenis-jenis entitas tertentu memiliki risiko inheren yang
besar dibandingkan perusahaan lainnya.
i) Kompetensi manajemen. Manajemen yang kompeten akan selalu waspada
terhadap kesulitan keuangan potensial dan segera memodifikasi metoda
operasinya untuk meminimumkan pengaruh masalah jangka pendek. Auditor
harus menilai kemampuan manajemen sebagai bagian dari kemungkinan
terjadinya kebangkrutan.
2.4 Menilai Risiko Inheren
Dimasukkannya risiko inheren ke dalam model risiko audit merupakan konsep paling
penting dalam pengauditan. Hal itu berarti bahwa auditor harus berusaha memprediksi
dimana kesalahan penyajian paling mungkin dan mana yang paling kecil kemungkinannya
dalam laporan keuangan. Informasi tersebut mempengaruhi banyaknya bukti yang perlu
dikumpulkan auditor, staf audit yang akan diberi penugasaan, dan review atas kertas kerja
audit.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Inheren
Auditor harus menilai faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko dan memodifikasi
bukti audit untuk dipertimbangkan. Untuk menetapkan risiko inheren, auditor harus
mempertimbangkan beberapa faktor penting berikut:
1. Sifat Bisnis Klien.
Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Sebagai contoh,
pabrik peralatan elektronik berhadapan dengan kemungkinan keusangan persediaan
lebih besar dari pada pabrik baja. Risiko inheren berbeda-beda antara perusahaan yang
satu dengan perusahaan lainnya, untuk akun seperti persediaan, piutang usaha, dan aset
tetap. Sifat bisnis klien tidak mempunyai dampak atau kecil dampaknya terhadap risiko
inheren untuk akun seperti kas, utang wesel, dan utang hipotik. Informasi yang
diperoleh pada tahap mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien
dan penetapan risiko.
2. Hasil Audit Periode Sebelumnya.
Kesalahan penyajian yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya memiliki
kemungkinan besar untuk terjadi lagi dalam audit tahun ini, karena banyak tipe
kesalahan penyajian yang sifatnya sistemik, dan organisasi seringkali lambat
melakukan perubahan untuk meniadakan kesalahan penyajian seperti itu. Oleh karena
itu, auditor akan dipandang lalai jika hasil audit tahun lalu diabaikan pada saat ia
mengembangkan program audit untuk tahun ini.
3. Penugasan Baru atau Penugasan Ulangan.
Auditor mendapat pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya
kesalahan penyajian setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Apabila tidak ada
hasil audit tahun lalu, sebagian besar auditor akan menilai risiko inheren yang tinggi
pada audit yang pertama kali dilakukan dibandingkan dengan penugasan ulangan yang
pada waktu lalu tidak ditemukan kesalahan penyajian material.
4. Pihak-pihak yang Berelasi
Contoh transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi (related parties) adalah transaksi
antara perusahaan induk dengan perusahaan anak, dan antara manajemen dengan
entitas perusahaan. Karena transaksi semacam ini tidak terjadi antara dua pihak yang
independen yang melakukan tawar menawar secara bebas, maka terdapat kemungkinan
besar bahwa transaksi demikian direkayasa yang menyebabkan naiknya risiko inheren.
5. Transaksi-transaksi Non Rutin.
Transaksi-transaksi yang tidak biasa terjadi (non-rutin) pada perusahaan klien
mempunyai kemungkinan besar dicatat secara salah dibandingkan dengan transaksi
rutin, karena klien tidak berpengalaman dalam mencatatnya. Dengan mengetahui bisnis
klien dan mereview notulensi rapat, auditor akan dapat menilai konsekuensi dari
transaksi non-rutin.
6. Pertimbangan yang Diperlukan Untuk Mencatat Saldo Akun dan Transaksi Dengan
Benar.
Banyak saldo akun seperti misalnya investasi tertentu yang dicatat atas dasar nilai wajar
(fair value), cadangan kerugian piutang, keusangan persediaan, kewajiban untuk
pembayaran garansi, dan reserve untuk kerugian utang bank, memerlukan estimasi dan
sarat dengan pertimbangan manajemen. Karena hal-hal seperti itu membutuhkan
pertimbangan tertentu, kemungkinan kesalahan penyajiannya cukup tinggi, dan
akibatnya auditor biasanya menetapkan risiko inheren yang tinggi.
7. Pembentuk Populasi.
Kadang-kadang unsur individual tertentu yang membentuk populasi juga berpengaruh
terhadap ekspektasi auditor tentang kesalahan penyajian material. Auditor biasanya
akan menggunakan risiko inheren yang lebih tinggi untuk piutang usaha apabila
sebagian besar tagihan telah lewat waktu dibandingkan dengan apabila sebagian besar
belum jatuh tempo.
8. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kecurangan Pelaporan Keuangan dan
Penyalahgunaan Aset.
Dari segi konsep maupun praktik, sulit untuk. memisahkan antara faktor risiko
kecurangan menjadi risiko audit bisa diterima, risiko inheren, atau risiko pengendalian.
Sebagai contoh, manajemen yang rendah integritasnya dan bermotivasi untuk
melakukan kesalahan penyajian laporan keuangan adalah salah satu faktor dalam risiko
audit bisa diterima, tetapi hal itu juga merupakan mempengaruhi risiko pengendalian.
Demikian pula sejumlah faktor risiko mempengaruhi karekteristik manajemen sebagai
bagian dari pengendalian lingkungan.
Risiko inheren dan risiko pengendalian tidak ditetapkan untuk audit sebagai
keseluruhan, melainkan ditetapkan untuk setiap siklus, setiap akun dalam suatu siklus,
bahkan kadang-kadang untuk setiap tujuan audit pada suatu akun. Untuk audit yang sama,
risiko yang ditetapkan bisa berbeda-beda antara siklus yang satu dengan siklus yang lain,
antara akun yang satu dengan akun yang lain, dan antara tujuan yang satu dengan tujuan
yang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko inheren seperti misalnya kerentanan
terhadap penyalahgunaan aset dan transaksi rutin juga bisa berbeda antara akun yang satu
dengan akun lainnya.
Keterbatasan Pengukuran
Salah satu keterbatasan paling besar dalam penerapan model risiko audit adalah adanya
kesulitan dalam pengukuran komponen-komponen dalam model. Disamping kerja keras
auditor dalam membuat perencanaan audit, penetapan risiko audit bisa diterima, risiko
inheren, risiko pengendalian, dan selanjutnya risiko deteksi direncanakan sangat bersifat
subyektif dan hanya merupakan perkiraan.
Bahwa kesalahan penyajian bisa ditoleransi tidak mempengaruhi satu pun dari keempat
risiko, dan risiko tidak mempunyai pengaruh : terhadap kesalahan penyajian bisa ditoleransi,
namun secara bersama- sama keduanya menentukan bukti yang direncanakan. Dengan kata
lain, kesalahan penyajian bisa ditoleransi bukan merupakan bagian dari model risiko audit,
tetapi perpaduan antara kesalahan penyajian bisa ditoleransi dan faktor-faktor model risiko
audit menentukan bukti audit direncanakan.
Model risiko audit utamanya merupakan model perencanaan dan oleh karena itu
kegunaannya terbatas dalam mengevaluasi hasil. Tidak ada kesulitan ketika auditor
mengumpulkan bukti yang direncanakan dan menyimpulkan bahwa penetapan setiap risiko
telah dilakukan secara wajar atau lebih baik dari yang semula diperkirakan. Auditor akan
berkesimpulan bahwa bukti yang tepat dan cukup telah terkumpul untuk akun atau siklus
tersebut.
Dalam melakukan pertimbangan atas penentuan suatu risiko sebagai risiko yang
signifikan (significant risk), auditor harus mempertimbangkan paling tidak hal-hal sebagai
berikut:
Jusup, AI. Haryono(2001). Pengauditan. Buku 1. Yogyakarta: Bagian Penerbit STIE YKPN
Abdul Halim 2001. Auditing 1: dasar-dasar audit laporan keuangan. Ed.2, Upp-AMP
YKPN, Yogyakarta