Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN MATERI KULIAH

“Materialitas dan Risiko Audit”

Dosen Pengampu:
Dr. I Ketut Budiartha, S.E., M.Si., Ak., CPA.

Disusun oleh :
1. Ni Putu Ayu Dinda Upadani (2207531158)
2. Ni Made Widya Anggraeni (2207531161)
3. Kadek Gita Prilya Udayani (2207531163)

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
1. Materialitas
1.1 Materialitas Dalam Konteks Audit
Kerangka pelaporan keuangan seringkali membahas materialitas dalam konteks
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Walaupun kerangka pelaporan keuangan
mungkin membahas materialitas menggunakan istilah yang berbeda-beda, kerangka
tersebut umum menjelaskan bahwa:
a. Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan
penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat memengaruhi
keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna laporan
keuangan tersebut.
b. Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi
yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian, atau
kombinasi keduanya;dan
c. Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum diperiukan
oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup. Kemungkinan dampak kesalahan
penyajian terhadap pengguna laporan keuangan individual tertentu, yang kebutuhannya
beragam, tidak dipertimbangkan.
Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan profesional dan
dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang informasi keuangan oleh para pengguna laporan
keuangan. Dalam konteks ini adalah masuk akal bagi auditor untuk mengasumsikan bahwa
pengguna laporan keuangan:
a. Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas dan ekonomi serta akuntansi
dan kemauan untuk mempelajari informasi yang ada dalam laporan keuangan dengan
cermat;
b. Memahami bahwa laporan keuangan disusun; disajikan dan diaudit berdasarkan tingkat
materialitas tertentu;
c. Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang
ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi;pertimbangan dan pertimbangan masa
depan; dan
d. Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dalam laporan
keuangan.
1.2 Tahapan Dalam Penerapan Materialitas
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam
audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi; jika ada, terhadap laporan keuangan dan
pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor. Sebagaimana ditetapkan dalam standar
audit (SA 320. A1). “Materialitas dan risiko audit perlu dipertimbangkan sepanjang
pelaksanaan audit , khususnya pada saat:
a. Mengidentifikasi dan menilai kesalahan penyajian material;
b. Menentukan sifat, saat; dan luas prosedur audit selanjutnya;
c. Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi; jika ada terhadap
laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan auditor."
Standar auditing (SA 320.10) menyatakan bahwa "pada saat menetapkan strategi audit
secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan". Hal ini disebut pertimbangan awal materialitas karena meskipun opini
ditetapkan secara profesional, namun hal itu bisa berubah ketika pengauditan sedang
berlangsung. Kebijakan awal ini harus didokumentasikan dalam file audit.
1.3 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Kebijakan Awal Materialitas
Ada sejumlah faktor yang berpengaruh pada kebijakan awal materialitas yang
ditetapkan auditor untuk laporan keuangan yang akan diauditnya. Beberapa faktor
terpenting adalah:
a. Konsep Materialitas adalah Relatif, Bukan Absolut
Sejumlah kesalahan penyajian bisa material bagi sebuah perusahaan kecil, tetapi
jumlah sekian tidak material bagi perusahaan lain yang lebih besar. Oleh karena itu,
tidaklah mungkin untuk membuat suatu pedoman jumlah rupiah untuk menetapkan
kebijakan awal materialitas yang akan berlaku umum bagi semua klien audit.
b. Diperlukan Dasar Tertentu untuk Mengevaluasi Materialitas
Mengingat bahwa materialitas bersifat relatif, maka diperlukan suatu dasar
untuk menetapkan apakah kesalahan penyajian dipandang material. Laba bersih
sebelum pajak sering digunakan sebagai dasar utama untuk menentukan apa yang
material bagi perusahaan yang berorientasi laba, karena laba bersih sebelum pajak
merupakan hal yang penting bagi para pengguna laporan.
1.4 Faktor Kualitatif Juga Mempengoruhi Materialitas
Jenis-jenis kesalahan penyajian tertentu seringkali lebih berpengaruh terhadap
pengguna laporan keuangan daripada lainnya, walaupun jumlah rupiahnya sama. Sebagai
contoh:
a. Kesalahan penyaijian yang menyangkut kecurangan (fraud) dipandang lebih serius
daripada kekeliruan tidak disengaja jumlah rupiahnya sama, karena kecurangan
mencerminkan ketidakjujuran dan keandalan manajemen atau orang-orang lain yang
terlibat.
b. Kesalahan penyajan yang jumlah rupiahnya kecil bisa menjadi material apabila terkait
dengan kewajiban kontraktual.
c. Kesalahan penyajian yang kelihatannya tidak material, bisa menjadi material apabila
kesalahan penyajian tersebut memengaruhi tren laba.
1.5 Menentukan Materialitas Pelaksanaan
Standar auding (SA 320.9) merumuskan materialitas pelaksanaan sebagai berikut:
Materialitas pelaksanaan (performance materiaity) adalah suat jumlah yang ditetapkan oleh
auditor, pada tingkat yang lebih rendah daripada materialitas untuk laporan keuangan
secara keseluruhan, untuk mengurangi ke tingkat rendah yang semestinya kemungkinan
kesalahan penyaljian yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi yang secara agregat
melebihi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika berlaku, materialitas
pelaksanaan dapat ditietapkan oleh auditor pada jumlah yang lebih rendah daripada
materialitas golongan transaksi, saldo akun atau pengungkaoan tertentu.
1.6 Memperkirakan Kesalahan Penyajian dan Membandingkan dengan Kebijakan Awal
Pada saat auditor melaksanakan prosedur audit untuk setiap segmen audit, auditor
mendokumentasikan semua kesalahan penyajian yang ditemukannya. Kesalahan penyajian
dalam suatu akun bisa terdiri dari dua tipe, yaitu: kesalahan penyajian diketahui (known
misstatement) dan kesalahan penyajan diperkirakan (likely misstatement). Kesalahan
penyajian diketahui adaiah kesalahan penyajian dalam akun yang bisa ditentukan
jumlahnya. Sebagai contoh, ketika mengaudit aset auditor menjumpai adanya leased aset
yang dikapitalisasi, padahal seharusnya diperlakukan sebagai beban karena merupakan
operating aset.

2. Risiko Audit
Standar audit (SA 315) mewajibkan auditor untuk mendapatkan pemahaman tentang
entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menetapkan risiko
kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan klien.
2.1 Model Risiko Audit Untuk Perencanaan
Risiko kesalahan penyajian material didefinisikan dalam standar audit (SA 200.13. (n))
sebagai: Risiko bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material
sebelum audit dilakukan. Risiko kesalahan penyajian material dapat terjadi di dua tingkat:
a. Tingkat laporan keuangan secara keseluruhan.
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan secara
keseluruhan mengacu ke risiko kesalahan penyajian material yang berdampak luas
(pervasif) terhadap laporan keuangan secara keseluruhan dan berpotensi memengaruhi
banyak asersi.
b. Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo, akun, dan pengungkapan.
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi dinilai untuk
menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh
bukti audit yang cukup dan tepat. Bukti audit tersebut memungkinkan auditor untuk
menyatakan opini atas laporan keuangan pada tingkat rendah yang dapat diterima.
Risiko kesalahan material pada tingkat asersi terdiri dari dua komponen, yaitu: risiko
inheren dan risiko pengendalian.
Auditor menggunakan beberapa pendekatan untuk mencapai tujuan penilaian risiko
kesalahan penyajian material. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan para auditor
adalah dengan menggunakan suatu model yang menggambarkan hubungan umum berbagai
komponen risiko audit dalam istilah matematis untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima yang disebut model risiko audit. Model tersebut berguna untuk merencanakan
prosedur audit. Dalam prosedur perencanaan, auditor mempertimbangkan risiko untuk
mendapatkan bukti audit terutama dengan menerapkan model risiko audit.
2.2 Komponen-Komponen Model Risiko Audit
a. Risiko Deteksi
Standar audit (SA 200. 13 (e)) mendefinisikan risiko deteksi sebagai berikut:
Risiko deteksi adalah risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor untuk
menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima tidak akan mendeteksi
suatu kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin material, baik secara individual
maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya. Ada
dua hal yang perlu diketahui tentang risiko deteksi (atau lebih tepat disebut risiko
deteksi yang direncanakan), yaitu:
• Risiko deteksi merupakan dependen dari tiga faktor lain yang tercakup dalam
model. Risiko ini akan berubah hanya jika auditor mengubah salah satu (atau
lebih) faktor lain dalam model risiko.
• Risiko deteksi menentukan jumlah bukti substantif yang direncanakan akan
dikumpulkan auditor yang berkebalikan dengan ukuran risiko deteksi. Apabila
risiko deteksi berkurang, auditor harus mengumpulkan bukti yang lebih banyak
untuk mencapai risiko deteksi yang telah berkurang tersebut.
b. Risiko Inheren
Standar audit (SA 200.13 (n)) mendefinisikan risiko inheren sebagai berikut:
Risiko inheren merupakan kerentanan suatu asersi tentang suatu golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan terhadap suatu kesalahan penyajian yang mungkin
material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan
kesalahan penyajian lainnya, sebelum mempertimbangkan pengendalian internal yang
terkait.
c. Risiko Pengendalian
Standar audit (SA 200. 13 (n)) mendefinisikan risiko pengendalian sebagai
berikut: Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu kesalahan penyajian yang
mungkin terjadi dalam suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau
pengungkapan yang mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektif
ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya, tidak akan dapat dicegah, atau
dideteksi dan dikoreksi, secara tepat waktu oleh pengendalian internal entitas.
d. Risiko Audit
Standar audit (SA 200.13 (c)) mendefinisikan risiko audit sebagai berikut:
Risiko audit menyatakan suatu opini audit yang tidak tepat ketika laporan keuangan
mengandung kesalahan penyajian material. Risiko audit merupakan suatu fungsi
kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.
Ada perbedaan besar dalam hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko dalam
model risiko audit. Untuk risiko audit yang bisa diterima, auditor memutuskannya sesuai
dengan kesediaan kantor akuntan menerima risiko bahwa laporan keuangan mengandung
kesalahan penyajian setelah audit selesai dikerjakan, berdasarkan berbagai faktor yang
menyangkut klien.
2.3 Menetapkan Risiko Audit Bisa Diterima
a. Dampak Risiko Penugasan terhadap Risiko Audit Bisa Diterima
Risiko penugasan adalah risiko yang harus ditanggung auditor atau kantor
akuntan setelah suatu audit diselesaikan, walaupun laporan audit yang dibuat sudah
benar. Perlu dicatat bahwa para auditor berbeda pendapat tentang apakah risiko
penugasan perlu dipertimbangkan atau tidak dalam perencanaan audit. Para penentang
berargumentasi bahwa auditor tidak memberi pendapat audit untuk berbagai tingkat
keyakinan sehingga oleh karenanya tidak perlu memberi keyakinan lebih atau kurang
karena adanya risiko penugasan. Para pendukung berargumentasi bahwa auditor
seyogyanya mengumpulkan bukti tambahan, menugaskan auditor yang lebih
berpengalaman, dan mereview audit lebih cermat dalam audit yang berpotensi besar
digugat secara hukum atau tindakan perlawanan lain yang mempengaruhi keberadaan
auditor, sepanjang tingkat keyakinan tidak berada di bawah suatu tingkat tinggi tertentu
manakala terdapat risiko risiko penugasan yang rendah.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Audit Bisa Diterima
• Seberapa Jauh Pengguna Eksteren Mengandalkan Laporan Keuangan Auditan.
Beberapa faktor bisa menjadi indikator tentang seberapa jauh laporan diandalkan
oleh pengguna eksteren:
a) Ukuran entitas. Secara umum, semakin besar entitas yang diaudit, semakin
besar pula kemungkinan laporan digunakan. Ukuran entitas, diukur dengan total
aset atau pendapatan, akan memiliki dampak terhadap tingkat risiko audit bisa
diterima.
b) Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan entitas-entitas publik biasanya
menjadi andalan lebih banyak pemakal dibandingkan dengan entitas tertutup.
Dalam perusahaan publik banyak pihak luar juga berkepentingan seperti
misalnya Bapepam, analis-analis keuangan, dan masyarakat luas.
c) Sifat dan jumlah kewajiban (utang). Apabila laporan berisi jumlah utang yang
besar, laporan tersebut kemungkinan besar akan banyak digunakan oleh para
kreditur (termasuk kreditur potensial) dibandingkan dengan apabila tidak berisi
banyak kewajiban.
d) Kemungkinan Klien Mengalami Kesulitan Keuangan Setelah Laporan Audit
Diterbitkan. Tidak mudah bagi auditor untuk memprediksi kegagalan keuangan
sebelum hal itu terjadi, tetapi beberapa faktor bisa menjadi indikator yang baik
tentang kemungkinan terjadinya hal tersebut.
e) Posisi likuiditas. Apabila klien sering mengalami kekurangan kas dan modal
kerja, hal itu menunjukkan kemungkinan terjadinya kesulitan membayar utang
di masa depan. Auditor harus menilai kemungkinan dan signifikansi penurunan
posisi likuiditas yang terjadi terus menerus.
f) Laba (rugi) tahun-tahun lalu. Apabila perusahaan mengalami penurunan laba
yang drastis atau peningkatan kerugian selama bertahun-tahun, auditor harus
menyadari kemungkinan terjadinya masalah solvabilitas yang akan dihadapi
klien. Juga perlu diperhatikan perubahan laba yang mempengaruhi saldo laba
ditahan.
g) Metoda pendanaan. Semakin besar ketergantungan klien pada pinjaman untuk
memenuhi kebutuhan dananya, semakin besar pula risiko terjadinya kesulitan
keuangan apabila keberhasilan operasi perusahaan menurun. Auditor harus
menilai apakah aset-aset tetap didanai oleh pinjaman jangka pendek atau
pinjaman jangka panjang, karena jumlah pengeluaran kas yang besar dalam
waktu singkat akan bisa menyebabkan perusahaan bangkrut.
h) Sifat operasi klien. Jenis-jenis entitas tertentu memiliki risiko inheren yang
besar dibandingkan perusahaan lainnya.
i) Kompetensi manajemen. Manajemen yang kompeten akan selalu waspada
terhadap kesulitan keuangan potensial dan segera memodifikasi metoda
operasinya untuk meminimumkan pengaruh masalah jangka pendek. Auditor
harus menilai kemampuan manajemen sebagai bagian dari kemungkinan
terjadinya kebangkrutan.
2.4 Menilai Risiko Inheren
Dimasukkannya risiko inheren ke dalam model risiko audit merupakan konsep paling
penting dalam pengauditan. Hal itu berarti bahwa auditor harus berusaha memprediksi
dimana kesalahan penyajian paling mungkin dan mana yang paling kecil kemungkinannya
dalam laporan keuangan. Informasi tersebut mempengaruhi banyaknya bukti yang perlu
dikumpulkan auditor, staf audit yang akan diberi penugasaan, dan review atas kertas kerja
audit.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Inheren
Auditor harus menilai faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko dan memodifikasi
bukti audit untuk dipertimbangkan. Untuk menetapkan risiko inheren, auditor harus
mempertimbangkan beberapa faktor penting berikut:
1. Sifat Bisnis Klien.
Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Sebagai contoh,
pabrik peralatan elektronik berhadapan dengan kemungkinan keusangan persediaan
lebih besar dari pada pabrik baja. Risiko inheren berbeda-beda antara perusahaan yang
satu dengan perusahaan lainnya, untuk akun seperti persediaan, piutang usaha, dan aset
tetap. Sifat bisnis klien tidak mempunyai dampak atau kecil dampaknya terhadap risiko
inheren untuk akun seperti kas, utang wesel, dan utang hipotik. Informasi yang
diperoleh pada tahap mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien
dan penetapan risiko.
2. Hasil Audit Periode Sebelumnya.
Kesalahan penyajian yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya memiliki
kemungkinan besar untuk terjadi lagi dalam audit tahun ini, karena banyak tipe
kesalahan penyajian yang sifatnya sistemik, dan organisasi seringkali lambat
melakukan perubahan untuk meniadakan kesalahan penyajian seperti itu. Oleh karena
itu, auditor akan dipandang lalai jika hasil audit tahun lalu diabaikan pada saat ia
mengembangkan program audit untuk tahun ini.
3. Penugasan Baru atau Penugasan Ulangan.
Auditor mendapat pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya
kesalahan penyajian setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Apabila tidak ada
hasil audit tahun lalu, sebagian besar auditor akan menilai risiko inheren yang tinggi
pada audit yang pertama kali dilakukan dibandingkan dengan penugasan ulangan yang
pada waktu lalu tidak ditemukan kesalahan penyajian material.
4. Pihak-pihak yang Berelasi
Contoh transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi (related parties) adalah transaksi
antara perusahaan induk dengan perusahaan anak, dan antara manajemen dengan
entitas perusahaan. Karena transaksi semacam ini tidak terjadi antara dua pihak yang
independen yang melakukan tawar menawar secara bebas, maka terdapat kemungkinan
besar bahwa transaksi demikian direkayasa yang menyebabkan naiknya risiko inheren.
5. Transaksi-transaksi Non Rutin.
Transaksi-transaksi yang tidak biasa terjadi (non-rutin) pada perusahaan klien
mempunyai kemungkinan besar dicatat secara salah dibandingkan dengan transaksi
rutin, karena klien tidak berpengalaman dalam mencatatnya. Dengan mengetahui bisnis
klien dan mereview notulensi rapat, auditor akan dapat menilai konsekuensi dari
transaksi non-rutin.
6. Pertimbangan yang Diperlukan Untuk Mencatat Saldo Akun dan Transaksi Dengan
Benar.
Banyak saldo akun seperti misalnya investasi tertentu yang dicatat atas dasar nilai wajar
(fair value), cadangan kerugian piutang, keusangan persediaan, kewajiban untuk
pembayaran garansi, dan reserve untuk kerugian utang bank, memerlukan estimasi dan
sarat dengan pertimbangan manajemen. Karena hal-hal seperti itu membutuhkan
pertimbangan tertentu, kemungkinan kesalahan penyajiannya cukup tinggi, dan
akibatnya auditor biasanya menetapkan risiko inheren yang tinggi.
7. Pembentuk Populasi.
Kadang-kadang unsur individual tertentu yang membentuk populasi juga berpengaruh
terhadap ekspektasi auditor tentang kesalahan penyajian material. Auditor biasanya
akan menggunakan risiko inheren yang lebih tinggi untuk piutang usaha apabila
sebagian besar tagihan telah lewat waktu dibandingkan dengan apabila sebagian besar
belum jatuh tempo.
8. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kecurangan Pelaporan Keuangan dan
Penyalahgunaan Aset.
Dari segi konsep maupun praktik, sulit untuk. memisahkan antara faktor risiko
kecurangan menjadi risiko audit bisa diterima, risiko inheren, atau risiko pengendalian.
Sebagai contoh, manajemen yang rendah integritasnya dan bermotivasi untuk
melakukan kesalahan penyajian laporan keuangan adalah salah satu faktor dalam risiko
audit bisa diterima, tetapi hal itu juga merupakan mempengaruhi risiko pengendalian.
Demikian pula sejumlah faktor risiko mempengaruhi karekteristik manajemen sebagai
bagian dari pengendalian lingkungan.

Menetapkan Risiko Inheren


Auditor harus mengevaluasi risiko inheren dan menetapkan tingkat risiko inheren untuk
setiap siklus, informasi-informasi yang mempengaruhi dan untuk setiap tujuan audit. Dalam
standar audit (SA 200. A38) disebutkan bahwa risiko inheren dapat lebih tinggi untuk
beberapa asers dan golongan transaksi, saldo akun, serta pengungkapan tertentu. Kondisi
eksternal yang menimbulkan risiko bisnis juga dapat memengaruhi risiko bawaan. Faktor
dalam entitas dan lingkungannya yang berhubungan dengan sebagian atau semua golongan
transaksi, saldo akun, atau pengungkapan dapat memengaruhi risiko bawaan yang berkaitan
dengan asersi tertentu. Sejumlah faktor tertentu lainnya juga bisa memengaruhi, seperti
misalnya audit pertama kali atau audit ulangan, akan berpengaruh terhadap banyak atau
bahkan mungkin semua siklus, sedangkan faktor lainnya seperti misalnya transaksi non-
rutin, hanya akan berpengaruh terhadap akun-akun tertentu atau tujuan audit tertentu.

Mendapatkan Informasi Untuk Menetapkan Inheren


Auditor memulai penetapan risiko inheren pada tahap perencanaan dan memutahirkan
penetapan tersebut selama audit berlangsung. Bab 6 telah membahas tentang bagaimana
auditor mengumpulkan informasi yang relevan untuk penetapan risiko inheren selama tahap
perencanaan audit. Sebagai contoh, untuk mendapatkan tentang bisnis dan bidang usaha
klien, auditor bisa melakukan peninjauan mengelilingi perusahan dan mengidentifikasi
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Demikian pula berbagai hal yang telah dibahas sebelumnya yang berkaitan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi risiko inheren, seperti misalnya hasil audit tahun lalu dan
transaksi non-rutin telah dibahas secara terpisah untuk membantu menilai risiko inheren.
Mengingat bahwa pengujian dilakukan di kala audit berlangsung, auditor bisa memperoleh
informasi tambahan yang mempengaruhi penilaian awal risiko inheren.
2.5 Hubungan Antara Risiko Dengan Bukti dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Risiko
Auditor menanggapi risiko terutama dengan mengubah luasnya pengujian dan jenis
prosedur audit, termasuk pula dengan memadukan hal-hal tak terduga dalam prosedur audit
yang digunakan. Selain dengan memodifikasi bukti audit, ada dua cara lain yang dapat
diubah auditor untuk menanggapi risiko:
• Penugasan mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman.
• Penugasan harus di review lebih cermat.

Risiko Audit Per Segemen

Risiko inheren dan risiko pengendalian tidak ditetapkan untuk audit sebagai
keseluruhan, melainkan ditetapkan untuk setiap siklus, setiap akun dalam suatu siklus,
bahkan kadang-kadang untuk setiap tujuan audit pada suatu akun. Untuk audit yang sama,
risiko yang ditetapkan bisa berbeda-beda antara siklus yang satu dengan siklus yang lain,
antara akun yang satu dengan akun yang lain, dan antara tujuan yang satu dengan tujuan
yang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko inheren seperti misalnya kerentanan
terhadap penyalahgunaan aset dan transaksi rutin juga bisa berbeda antara akun yang satu
dengan akun lainnya.

Mengaitkan Materialitas Pelaksanaan (Kesalahan Penyajian Bisa DItoleransi) dan


Risiko Dengan Tujuan Audit Atas Saldo
Meskipun dalam praktik lazim untuk menetapkan risiko inheren dan risiko
pengendalian untuk setiap tujuan audit saldo akun, namun tidak lazim untuk
mengalokasikan materialitas pada tujuan-tujuan tersebut. Auditor akan lebih efektif untuk
menggunakan risiko yang berbeda-beda untuk tujuan yang berbeda, dan biasanya tidaklah
sulit untuk menghubungkan risiko dengan satu atau dua tujuan. Sebagai contoh, keusangan
dalam persediaan kemungkinan besar hanya akan berpengaruh terhadap nilai bersih bisa
direalisasi. Akan jauh lebih sulit untuk memutuskan berapa banyak materialitas yang
dialokasikan pada suatu akun akan dialokasikan lebih lanjut pada satu atau dua tujuan
tertentu. Oleh karena itu kebanyakan auditor tidak berusaha mengalokasikan materialitas
pada tujuan-tujuan audit tertentu.

Keterbatasan Pengukuran

Salah satu keterbatasan paling besar dalam penerapan model risiko audit adalah adanya
kesulitan dalam pengukuran komponen-komponen dalam model. Disamping kerja keras
auditor dalam membuat perencanaan audit, penetapan risiko audit bisa diterima, risiko
inheren, risiko pengendalian, dan selanjutnya risiko deteksi direncanakan sangat bersifat
subyektif dan hanya merupakan perkiraan.

Hubungan Antara Risiko dan Materialitas Dengan Bukti AUdit

Bahwa kesalahan penyajian bisa ditoleransi tidak mempengaruhi satu pun dari keempat
risiko, dan risiko tidak mempunyai pengaruh : terhadap kesalahan penyajian bisa ditoleransi,
namun secara bersama- sama keduanya menentukan bukti yang direncanakan. Dengan kata
lain, kesalahan penyajian bisa ditoleransi bukan merupakan bagian dari model risiko audit,
tetapi perpaduan antara kesalahan penyajian bisa ditoleransi dan faktor-faktor model risiko
audit menentukan bukti audit direncanakan.

Merevisi Penilaian Risiko dan Bukti

Model risiko audit utamanya merupakan model perencanaan dan oleh karena itu
kegunaannya terbatas dalam mengevaluasi hasil. Tidak ada kesulitan ketika auditor
mengumpulkan bukti yang direncanakan dan menyimpulkan bahwa penetapan setiap risiko
telah dilakukan secara wajar atau lebih baik dari yang semula diperkirakan. Auditor akan
berkesimpulan bahwa bukti yang tepat dan cukup telah terkumpul untuk akun atau siklus
tersebut.

2.6 Risiko Signifikan

Dalam melakukan pertimbangan atas penentuan suatu risiko sebagai risiko yang
signifikan (significant risk), auditor harus mempertimbangkan paling tidak hal-hal sebagai
berikut:

a) Apakah risiko tersebut merupakan suatu risiko kecurangan;


b) Apakah risiko tersebut terkait dengan perkembangan terkini yang signifikan dalam
bidang ekonomi, akuntansi, atau lainnya, dan oleh karena itu, membutuhkan perhatian
spesifik;
c) Kompleksitas transaksi;
d) Apakah risiko tersebut melibatkan transaksi signifikan dengan pihak berelasi;
e) Derajat subyektivitas dalam pengukuran informasi keuangan yang berkaitan risiko,
terutama pengukuran yang melibatkan ketidakpastian pengukuran yang luas; dan
f) Apakah risiko tersebut melibatkan transaksi signifikan yang terjadi di luar kegiatan
kegiatan bisnis normal entitas, atau yang tampaknya tidak biasa.
Jika auditor telah menentukan bahwa terdapat suatu risiko signifikan, auditor harus
memperoleh suatu pemahaman tentang pengendalian entitas, termasuk aktivitas
pengendalian yang relevan dengan risiko tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Jusup, AI. Haryono(2001). Pengauditan. Buku 1. Yogyakarta: Bagian Penerbit STIE YKPN
Abdul Halim 2001. Auditing 1: dasar-dasar audit laporan keuangan. Ed.2, Upp-AMP
YKPN, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai