Nama :
1. Kadek Dwi Paramartha (21111501019)
2. Yosua (21111501030)
3. Stefania Hona Nalu (21111501001)
1. MATERIALITAS
a. Materialitas dalam konteks Audit
Dalam konteks penyusunan dan penyajian laporan keuangan menjelaskan materialitas
secara umum sebagai berikut:
1) Kesalahan penyajian, termasuk peghilangan, dianggap material bila kesalahan
penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan
keuangan oleh pengguna laporan keuangan tersebut.
2) Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai
kondisi yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan
penyajian, atau kombinasi keduannya, dan;
3) Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum
diperlukan oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup. Kemungkinan
dampak kesalahan penyajian terhadap pengguna laporan keuangan individu
tertentu, yang kebutuhannya beragam, tidak dipertimbangkan.
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi
dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan
keuangan dan pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor.
1
3) Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi; jika ada;
terhadap laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan
auditor.
Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan
Dalam Standar Auditing (SA 320. 10) menyatakan bahwa “pada saat menetapkan
strategi audit secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan”. Hal ini disebut pertimbangan awal materialitas.
Berikut ini tahapan-tahapan dalam penerapan materialitas:
Tahapan Merencanakan Luas pengujian:
Tahap 1: Menetapkan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan
Tahap 2: Menentukan materialitas pelaksanaan
Tahapan Mengevaluasi hasil:
Tahap 3: Memperkirakan total kesalahan penyajian dalam segmen
Tahap 4: Memperkirakan keseluruhan kesalahan penyajian
Tahap 5: Membandingkan taksiran keseluruhan dengan kebijakan awal materialitas
2
2) Diperlukan dasar tertentu untuk mengevaluasi materialitas
Laba bersih sebelum pajak sering digunakan sebagai dasar utama untuk
menentukan apa yang material bagi perusahaan yang berorientasi laba. Dasar
lain yang lazim digunakan adalah penjualan bersih, laba kotor, atau total asset.
Setelah menetapkan dasar utama, auditor harus menetapkan juga apakah
kesalahan penyajian bisa secara material mempengaruhi kewajaran dasar yang
lain seperti misalnya, asset lancar, asset tetap, kewajiban lancar, ekuitas
pemilik.
3) Faktor Kualitatif juga mempengaruhi Materialitas
Jenis-jenis kesalahan penyajian tertentu seringkali lebih berpengaruh terhadap
pengguna laporan keungan daripada lainnya.
Standar akuntansi dan Standar auditing tidak memberika pedoman khusus tentang
materialitas bagi para praktisi. Hal tersebut disebabkan karena ada kekhawatiran
bahwa pedoman tersebut akan diterapkan tanpa mempertimbangkan berbagai
kompleksitas yang akan mempengaruhi keputusan akhir auditor.
3
e. Hubungan antara materialitas dengan bukti Audit
Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kecukupan (kuantitas) bukti audit. Dalam membuat
generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah
materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat
materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan (hubungan terbalik). Sebagai
cantoh, diperlukan lebih banyak bukti untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa
saldo sediaan yang tercatat tidak disajikan salah lebih dari Rp100.000 dibandingkan
dengan diyakini bahwa saldo tersebut tidak salah saji lebih dari Rp200.000. Semakin
besar atau semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak jumlah bukti yang
diperlukan (hubungan langsung). Sebagai contoh, lebih banyak bukti diperlukan untuk
sediaan yang berjumlah 30% dari total aktiva dibandingkan bila sediaan tersebut hanya
berjumlah 10% dari total aktiva.
2. RISIKO AUDIT
Menurut SA Seksi 312 Resiko Audit dan Materialitas dalam pelaksanaan audit, Risiko
Audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah
saji material.
Auditor merusmuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas
dasar bukti yang diperloleh dari verifikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara
individual atau golongan transaksi. Tunjuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada
tingkat saldo sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam
menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat
yang rendah.
a. Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun
Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian:
1) Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan
sebagai keseluruhan
2) Resiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun
individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
4
b. Unsur Risiko Audit
1) Risiko bawaan. Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau
golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi
bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang
terkait.
2) Risiko Pengendalian. Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya
salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.
3) Risiko deteksi. Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor yang
tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu
asersi.
5
DAFTAR RUJUKAN
Arens, Alvin A. dan James K. Loebbecke (2000). Auditing: An Integrated Approach. New
Jersey: Prentice Hall International, Inc
Mulyadi (2017). Auditing. Buku satu Edisi 6. Jakarta. Salemba empat.