BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya,
semakin rendah resiko audit yang auditor bersedia menanggung nya.
Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelakasanaan proses audit adalah
mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya.
Tujuan ini dicapai dengan mengumpulkan bukti audit tentang asersi yang terdapat
dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.
1) Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti :
a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan.
b. Total aktiva dalam neraca.
c. Total aktivalancardalamneraca.
d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca.
2) Faktor kualitatif seperti :
a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum.
b. Kemungkinan terjadinya kecurangan.
c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.
d. Adanya gangguan dalam trend laba.
e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat berikut ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan
keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai
kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas. Berikut ini
diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin
terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep
materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah
saldo akun material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat
sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat
mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan. Saldo suatu akun yang
tercatat umumnya mencerminkan batas atas labih saji (overstatement) dalam akun
tersebut.
Penggunaanmaterialitasdalammengevaluasibukti audit.
Jikapadatahapperencanaan audit,
auditormenaksirbahwasalahsajidipandangmaterialuntuk total aktiva,
kemudiandipakaiolehauditoruntukmengevaluasibukti audit yang
dikumpulkandalammembuktikanberbagaiasersi yang terkandungdalamakun-
akunaktivadalamneraca.
Pada saat auditor mengalokasikan pertimbangan awal tingkat materialitas ini ke saldo
akun-akun, maka tingkat materialitas yang dialokasikan ke saldo akun tertentu dibahas dalam
SAS 39 (AU 350) dinyatakan sebagai salah saji yang masih dapat ditoleransi (tolerable
misstatment) .
Terdapat tiga kesulitan utama dalam upaya mengalokasikan tingkat materialitas ke akun-
akun neraca (segmen-segmen): auditor memiliki ekspektasi bahwa sejumlah akun tertentu
mengandung lebih banyak salah saji daripada akun-akun lainnya, baik salah saji lebih
(overstatment) maupun salah saji kurang (understatement) harus tetap dipertimbangkan, dan
biaya-biaya audit secara relatif mempengaruhi pengalokasian ini.
Terdapat dua alasan mengapa nilai total salah saji yang masih dapat ditoleransi,
diperkenankan melebihi nilai materialitas keseluruhan. Pertama, tidaklah mungkin bahwa
semua akun akan mengandung salah saji dengan nilai sebesar nilai slah saji yang masih dapat
ditoleransinya. Kedua, beberapa akun cenderung mengandung salah saji lebih (overstated),
sementara beberapa akun lainnya cenderung mengandung salah saji kurang (understated),
yang mengakibatkan dalam suatu nilai bersih yang cenderung lebih rendah daripada nilai
total materialitas.
Pada prakteknya, seringkali merupakan hal yang sulit untuk meramalkan akun-akun
mana saja yang paling mungkin mengalami salah saji dan apakah salah saji yang terjadi
tersebut merupakan salh saji lebih atau salah saji kurang. Oleh karena itu, merupakan suatu
pertimbangan profesional yang sulit untuk melakukan alokasi atas pertimbangan awal tentang
tingkat materialitas kepada masing-masing akun. Sehingga banyak kantor akuntan publik
mengembangkan suatu panduan yang ketat serta berbagai metode statistika yang canggih
untuk melakukan hal tersebut.
Dengan demikian, tujuan dari pengalokasian pertimbangan awal tentnag tingkat
materialitas pada akun-akun neraca adalah untuk membantu auditor memutuskan jenis bukti
audit yang tepat untuk dikumpulkan bagi setiap akun.
Pengalokasianpertimbanganmaterialitasawalkesetiapbagianmerupakanhal yang
pentinguntukdilakukankarena auditor mengumpulkanbukti audit
perbagiandibandingkandenganlaporankeuangansecarakeseluruhan. Jika para
auditormemilikipenilaianmaterialitasawaluntuksetiapbagian,
haltersebutdapatmembantumerekadalammemutuskanbukti audit yang tepatuntukdikumpulkan
.
Sebagianbesarpraktisimengalokasikanmaterialitaspadaakun-akunneracadaripadaakun-
akunlabarugi, karenasebagianbesarsalahsajidalamlaporanlabarugimemilikipengaruh yang
sampaidanneracakarenaadanya system pencatatanberganda.
Tidaktepatuntukmengalokasikanpertimbanganawalpadalabarugidanneracasekaligus,
karenaakanmenyebabkanperhitunganganda, yang akhirnyamenyebabkansalahsaji yang
dapatditerima yang lebihkecildaripada yang diharapkan. Hal inimemungkinkan auditor
untukmengalokasikanmaterialitaspadaakun-akunlabarugiatauneraca.
Karenadalamsebagianbesarpengauditanakun-
akunneracalebihsedikitdibandingkandenganakun-akunlabarugi,
dankarenasebagianbesarprosedur audit menekankanpadaakun-akunneraca,
makamaterialitasseharusnyahanyadialokasikanpadaakun-akunneraca.
Ketigakesuliatantersebutharusdipertimbangkandalampengalokasiannya. Auditor
harusmenggabungkansemuasalahsajiakrualdansalahsajiestimasidanmembandingkannyadenga
npenilaianmaterialitasawal. Dalammengalokasikansalahsaji yang dapatditerima, auditor
mencobauntukmelakukan audit seefisienmungkin.Dalampengalokasian yang
pentinguntukdiperhatikanoleh auditor adalahdampakgabunganpadalabaoperasidarisalahsaji di
setiapakunneraca. Suatulebihsajidalamakun asset memilikipengaruh yang
samadalamlaporanlabarugi, sebagaimanakurangsajidalamakunliabilitas. Sebaliknya,
salahklasifikasidalamneracamisalnyaklasifikasisuatuweselbayarsebagaiutangdagang,
tidakakanberpengaruhpadalabaoperasi. Sehinggamaterilaitasdariunsur-unsur yang
tidakmempengaruhilaporanlabarugiharusdipertimbangkantersendiri.
Olehkarenaitu, tujuanpengalokasianpertimbanganmaterialitasawalpadaakun-
akunneracaadalahuntukmembantu auditor dalammenetukanbukti yang tepat yang
harusdikumpulkanuntksetiapakunneracamaupunlabarugi. Salah
satutujuanpengalokasianadalahuntukmeminimalkanbiaya audit
tanpaharusmengorbankankualitasauditnya. Tidakpedulibagaimanaalokasidilakukan, ketika
audit telahselesai, auditor
harusyakinbahwasalahsajigabungandalamsemuaakunlebihkecilatausamadenganpenilaianawal
materialitas
Risiko audit (audit risk) merupakan Risiko kesalahan auditor dalam memberikan
pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara material.
Menurut SA seksi 312 (PSA No. 25) yang dikutip oleh Soekrisno Agoes (2004),
risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor, tanpa disadari tidak memodifikasikan
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah
saji material.
Audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji material,
maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji yang
tidak terdeteksi oleh auditor. Dengan demikian dalam perencanaan pekerjaannya, auditor
harus mempertimbangkan risiko audit tersebut.
3. Risiko Deteksi – Atau ‘Detection Risk’ (DR), adalah risiko yang bisa timbul akibat
kegagalan auditor dalam menedeteksi adanya salahsaji bersifat material dan/atau penggelapan
(fraud). DR ada dalam kendali auditor. Karena DR sepenuhnya ada pada kendali auditor,
maka sudah pasti mereka harus berupaya untuk menekan risiko ini hingga ke tingkatakan
yang paling minimal (tidak mungkin menghilangkan risiko ini sepenuhnya).
2.6 Dampak dari Risiko Kontrak Kerja Terhadap Risiko Audit yang Dapat
Diterima
a. Ukuran klien
Umumnya makin besar kegiatanoperasi klien, makin luas penggunaan
laporankeuangan. Ukuran klien yang diukur denganaset total atau pendapatan total
akan berpengaruh pada risiko audit yang dapat diterima
b. Distribusi kepemilikan
Laporan keuangan perusahaan publik umumnya diandalkan oleh lebih
banyak pengguna dibandingkan dengan perusahaan tertutup. Untuk perusahaan publik
,pihak yang berkepentingan adalah SEC, analis keuangan, dan masyarakat umum
c. Sifat dan jumlah liabilitas
Ketika laporan memiliki sejumlah besar liabilitas, besar kemungkinan laporantersebut
akan digunakan secara lebih luas oleh para kreditor yang ada atau calonkreditor
dibandingkan dengan perusahaa yang memiliki lebih sedikit liabilitas
2. Kemungkinan Klien Akan Mengalami Kesulitan Keuangan Setelah Laporan
AuditDiterbitkan
Dalam situasi dimana auditor yakin bahwa kemungkinan kegagalan keuangan ataukerugian
itu tinggi sehingga meningkatkan risiko kontrak kerja, risiko audit yang dapatditerima harus
dikurangi. Jika tantangan berikutnya muncul, auditor akan lebih baik beradadalam posisi
mempertahankan hasil auditnya yang memuaskan.
Sulit bagi auditor untuk memprediksi kegagalan keuangan sebelum itu terjadi,
namun beberapa faktor berikut dapat menjadi indikator yang baik atas meningkatnya kemung
kinankegagalan keuangan tersebut:
a. Posisi likuiditas
Jika klien terus menerus kekurangan kas dan modal kerja, hal ini
mengindikasikanadanya masalah di masa mendatang dalam pembayaran utangnya.
Auditor harusmenilai kemungkinan dan seberapa besar penurunan likuiditas yang
terjadi terusmenerus.
1. Integritas Manajemen
Jika manajemen didominasi satu atau beberapa orang yang integritasnya kurang,
maka kemungkinan bahwa laporan keuangan disalah sajikan akan lebih besar.
Auditor mengambil risiko profesional dan hukum yang besar jika mereka menerima
penugasan dari klien yang integritasnya kurang, dan banyak kantor akuntan publik
tidak akan menerima penugasan demikian.
2. Motivasi Klien
Dalam situasi tertentu, manajemen dapat merasa bahwa akan lebih menguntungkan
mensalah sajikan laporan keuangan. Misalkan jika manajemen akan menerima
presentase dari laba sebagai bonus, maka mungkin terjadi kecenderungan untuk
melebih sajikan laba bersih. Demikian pula kalau suatu utang obligasi mensyaratkan
rasio likuiditas tertentu, klien mungkin berkeinginan untuk melebih sajikan aktiva
lancar dan mengkurang sajikan utang lancar untuk memenuhi hal tersebut. Juga,
perlu dipertimbangkan motivasi untuk mengurang sajikan laba sebelum pajak untuk
mengurangi pajak yang harus dibayar. Jadi kalau manajemen tidak memiliki
integritas yang tinggi, motivasi tertentu bisa membuat mereka mensalah sajikan
laporan keuangan.
Salah saji yang terjadi pada audit sebelumnya memiliki kemungkinan untuk terjadi
lagi dalam audit tahun berjalan. Ini disebabkan beberapa salah saji mempunyai sifat
yang sistemis dan organisasi cenderung lambat untuk melakukan pengubahan untuk
mengatasinya. Maka auditor harus dianggap lalai jika tidak memperhatikan hasil
audit tahun sebelumnya dalam audit program tahun berjalan.
5. Hubungan Istimewa
Transaksi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan satu antara perusahaan
dengan pribadi manajemennya adalah contoh hubungan istimewa seperti yang
didefinisikan PSAK 7. Transaksi yang dilakukan dua pihak yang independen dan
dilaksanakan secara normal tidak termasuk dalam definisi ini. Dalam hal transaksi
semacam ini terjadi, auditor harus meningkatkan risiko bawaan klien yang
bersangkutan.
Transaksi yang tidak biasa akan lebih besar kemungkinannya untuk tidak dicatat
dengan benar karena kurangnya pengalaman klien dalam penanganannya.
Contohnya, adalah kerugian karena kebakaran, pembelian tanah dan bangunan yang
besar atau persetujuan sewa guna usaha.
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit
digambarkan sebagai berikut :
1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan
2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti
audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah
satu dari tiga cara berikut ini :
a. Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang
dikumpulkan.
b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap
dipertahankan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/11175010/TUGAS_AUDITING_Materialitas_dan_Risiko
http://sebicorner.blogspot.com/2015/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar_93.html