Materialitas
1. Hakikat Materialitas
a. Materialitas ialah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi pemakai
informasi. SA Seksi 320 mengenai “Materialitas dalam Tahap Perencanaan
dan Pelaksanaan Audit”.
b. Material berdampak pada pendapat yang akan diberikan. Sebagai contoh
adalah adanya pembatasan lingkup audit oleh klien. Apabila pembatasan
tersebut tidak material, maka auditor dapat memberikan pendapat wajar
tanpa pengecualian. Tetapi apabila pembatasan tersebut sangat material dan
mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan, maka auditor harus
menolak untuk memberikan pendapat. Selain itu, materialitas dapat
menghimpun bukti audit kompeten yang cukup. Bukti audit kompeten yang
cukup dapat dijadikan dasar yang memadai untuk melakukan evaluasi
terhadap kewajaran laporan keuangan.
1
Nayya Faqda Iksaniya-K7720061-Kelas B-Semester 5
pengevaluasian kinerja keuangan, pengguna laporan keuangan cenderung
akan fokus pada laba, pendapatan maupun aset bersih);
c. Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta
lingkungan ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi;
d. Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (sebagai contoh: jika
pendanaan sebuah entitas hanya dari utang dan bukan dari ekuitas, maka
pengguna laporan keuangan akan lebih menekankan pada aset dan klaim
atas aset tersebut daripada pendapatan entitas); dan
e. Fluktuasi relatif tolok ukur tersebut.
6. Materialitas dalam Perencanaan Audit
a. Laporan keuangan mengandung salah saji yang material apabila
mengandung kekeliruan dan ketidakberesan yang secara individu maupun
kolektif sangat penting pengaruhnya terhadap kewajaran laporan keuangan.
b. Salah saji dapat disebabkan: salah penerapan prinsip akuntansi yang
berterima umum, penyimpangan dari kenyataan sesungguhnya, dan
penyembunyian informasi yang mestinya perlu diungkapkan.
c. Tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan, yaitu: laporan
rugi laba yaitu materialitas yang berhubungan dengan total pendapatan laba
operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih; neraca yaitu materialitas
yang didasarkan atas total aktiva, total aktiva lancar, modal kerja, serta
ekuitas pemegang saham.
d. Pertimbangan materialitas meliputi kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan
kuantitatif lebih banyak dipakai dalam standar audit yang dikeluarkan oleh
American Institue of Certified Public Accountant (AICPA) yaitu Generally
Accepted Auditing Standard (GAAP) sementara sebaliknya pendekatan
kualitatif lebih banyak dipakai standard yang dikeluarkan oleh International
Auditing and Assurance Standard Board (IIASB) yaitu International
Standard on Auditing (ISA) (Eyo et al., 2018).
1) Contoh panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
• 5% sampai 10 % dari laba sebelum pajak
• 1/2% sampai 1 % dari total aktiva
• 1% dari total modal
• ½ % sampai 1% dari pendapatan kotor
• Persentase yang berbeda-beda berdasarkan total aktiva atau
pendapatan mana yang lebih besar.
2) Contoh panduan kualitatif yang digunakan dalam praktik :
apabila suatu salah saji berhubungan dengan ketidakberesan atau
tindakan melawan hukum oleh klien. Ditemukannya hal demikian dalam
audit, akan berakibat auditor menarik kesimpulan bahwa terdapat risiko
signifikan sebagai tambahan atas risiko untuk salah saji yang sama tetapi
tidak berhubungan dengan ketidakberesan atau tindakan melawan
hukum.
7. Tingkat materialitas :
a. Materialitas tingkat laporan keuangan (financial statement materiality),
adalah salah saji agregat minimum laporan keuangan untuk mencegah saji
secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang berterima umum. Pada laporan
laba rugi, total pendapatan laba operasional, laba sebelum pajak, dan laba
2
Nayya Faqda Iksaniya-K7720061-Kelas B-Semester 5
bersih. Pada neraca materialitas didasarkan atas total altiva, total aktiva
lancar, modal kerja, dan ekuitas pemegang saham.
3
Nayya Faqda Iksaniya-K7720061-Kelas B-Semester 5
a. Risiko tipe I: saldo akun mengandung kesalahan yang jika digabungkan
dengan kesalahan-kesalahan pada saldo akun yang lain. Terdiri bawaan dan
risiko pengendalian, hal tersebut dapat dikendalikan oleh auditor tapi dapat
dinilai.
b. Risiko Tipe II: adanya risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi adanya
kesalahan. Risiko ini merupakan risiko deteksi, dapat dan harus
dikendalikan auditor.
3. Komponen Risiko Audit
a. Risiko bawaan (inherent risk)
1) Merupakan salah saji material dengan tidak ada kebijakan dan prosedur
struktur pengendalian intern yang terkait.
2) Faktor penentuan risiko bawaan pada banyak akun:
a) Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan, semakin kecil risiko
bawaannya.
b) Semakin sensitif operasi suatu perusahaan, semakin tinggi risiko
bawaannya.
c) Perusahaan yang sedang menghadapi masalah kebangkrutan
mempunyai risiko bawaan yang tinggi.
d) Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila banyak
salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya.
e) Semakin baik integritas, reputasi, dan pengetahuan tentang akuntansi
yang dimiliki manajemen klien, semakin kecil risiko bawaannya.
3) Faktor penentuan risiko bawaan pada banyak akun:
a) Semakin tinggi tingkat auditabilitas akun, semakin rendah risiko
bawaan pada akun tersebut.
b) Masalah akuntansi yang rumit akan meningkatkan risiko audit.
c) Risiko bawaan pada suatu akun akan dinilai tinggi apabila banyak
salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya.
b. Risiko pengendalian (control risk)
1) adalah salah saji material pada suatu asersi, tidak dapat dideteksi ataupun
dicegah secara tepat pada waktunya oleh berbagai kebijakan dan
prosedur pengendalian intern perusahaan.
2) Semakin efektif struktur pengendalian intern perusahaan klien, semakin
kecil risiko pengendaliannya.
3) Karakter perusahaan ber CR tinggi, antar lain: Struktur Organisasi (SO),
tidak jelas dengan pembagian tugas yang juga tidak jelas. Jika ini terjadi
maka bisa dipastikan CR nya tinggi; Lemahnya pengawasan manajemen
(para manager) terhadap operasional perusahaan (ciri ini bisa dilihat dari
beberapa hal, misal: tidak ada level otorisasi transaksi yang jelas, semua
orang bisa mengakses semua data/informasi, tidak ada aktivitas
supervisi, tidak pernah ada audit fisik, tidak ada performance review,
tidak ada budgeted financial statement).
c. Risiko deteksi (detection risk)
1) merupakan risiko ketika auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi. Dapat dikendalikan oleh
auditor.
4
Nayya Faqda Iksaniya-K7720061-Kelas B-Semester 5
2) Semakin besar risiko audit, semakin besar pula risiko deteksi, sedangkan
semakin besar risiko bawaan ataupun risiko pengendalian, semakin kecil
risiko deteksi.
3) dibagi ke dua jenis risiko yaitu risiko revierw analitis (Analytical Review
Risk): risiko yang timbul karena prosedur-prosedur review analitis tidak
dapat mendeteksi kesalahan yang material; dan risiko tes substantif
(Substantive Tests Risk): risiko kesalahan material tidak dapat dideteksi
melalui penggunaan prosedur tes substantif. //
a. Risiko sampling merupakan adalah kemungkinan bahwa sampel yang telah
diambil tidak mewakili populasi, sehingga sebagai akibatnya, atas dasar
sampel tersebut auditor menarik kesimpulan yang salah atas atas saldo akun
atau kelompok transaksi.
b. Risiko non sampling ialah risiko kekeliruan auditor dan timbul dari
kemungkinan auditor mengambil sampel dari populasi yang salah untuk
pengujian asersi, tidak dapat menemukan salah-saji material pada saat
penerapan prosedur audit, salah menerjemahkan hasil audit.
5
Nayya Faqda Iksaniya-K7720061-Kelas B-Semester 5
c. Hubungan Risiko Audit dengan Bukti Audit: Risiko audit mempunyai
hubungan terbalik dengan bukti audit. Semakin tinggi risiko audit dan risiko
deteksi, semakin sedikit bukti audit yang diperlukan. Risiko bawaan dan
risiko pengendalian mempunyai hubungan searah dengan kecukupan bukti
audit. Semakin tinggi risiko bawaan maupun risiko pengendalian, semakin
banyak bukti audit yang harus dihimpun auditor.
d. Hubungan Timbal Balikantara Materialitas,Risiko Audit,dan Bukti Audit
jika kita ingin mengurangi risiko audit, kita dapat melakukan salah satu hal
berikut:(1) menaikkan tingkat materialitas sementara menahan bukti audit
konstan, (2) menaikkan bukti audit sementara menahan tingkat materialitas
konstan,atau (3) membuat kenaikan yang lebih kecil untuk jumlah bukti
audit dan tingkat materialitas.
Contoh :
Ilustrasi Penghitungan Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan Secara
Keseluruhan Kebijakan KAP, materialitas pada tingkat laporan keuangan dihitung
2% dari jumlah asset:
Opsi 3, dihitung berjenjang dengan
Opsi 1, dihitung tanpa stratifikasi stratifikasi
Opsi 2, dihitung dengan stratifikasi 1. R 200 miliar pertama, 1%
R 200 miliar pertama, 1% 2. R 300 miliar kedua, 1,5%
R 300 miliar kedua, 0,6% 3. Kelebihannya, 2% Opsi 2
Kelebihannya, 0,4% Misalkan, jumlah aset PT. Sumber
Rezeki, Tbk IDR 907 miliar
Opsi 1
Materialitas pada tingkat laporan keuangan = 2% x IDR 907 miliar = IDR 18,14
miliar
Opsi 2
Materialitas pada tingkat laporan keuangan:
Jenjang 1 = IDR 200 miliar x 1% = IDR 2 miliar
Jenjang 2 = IDR 300 miliar x 0,6% = IDR 1,8 miliar
Jenjang 3 = IDR 407 [907 – 500] miliar x 0,4% = IDR 1,63 miliar
Maka materialitas pada tingkat laporan keuangan adalah: IDR [2+1,8+1,63] miliar =
IDR 5,43 miliar.
Opsi 3
Materialitas pada tingkat laporan keuangan:
Jenjang 1 = IDR 200 miliar x 1% = IDR 2 miliar
Jenjang 2 = IDR 300 miliar x 1,5% = IDR 4,5 miliar
Jenjang 3 = IDR 407 miliar x 2% = IDR 8,14 miliar
Maka materialitas pada tingkat laporan keuangan adalah: IDR [2+4,5+8,14] miliar =
IDR 14,64 miliar.
Sumber :
www.jurnalakuntansikeuangan.com ; Halim , A. (2008). Auditing: Dasar-Dasar
Audit Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.