lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang
mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. Dalam SA Seksi 319 Risiko
Audit dan Materialitas Audit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan materialitas dalam perencanaan audit, dan penilaian terhadap kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Pengertian Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji
informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan
perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan
terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
B. PERTIMBANGAN AWAL TENTANG MATERIALITAS
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan
auditnya. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif yang berkaitan dengan
hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan dan kualitatif yang
berkaitan dengan penyebab salah saji.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat
berikut ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan keuangan
sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan
menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang
materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama, auditor
menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada saat mengevaluasi bukti
audit dalam pelaksanan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi
materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang
dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk
menyatakan kewajaran laporan keuangan.
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan
atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan, sedemikian signifikan
sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan
secara keliru prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau
penghilangan informasi yang diperlukan.
Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat
materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan. Kenyataannya, setiap laporan keuangan
dapat memiliki dari satu tingkat materialitas. Untuk laporan laba-rugi, materialitasnya dapat
dihubungkan dengan total pendapatan, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, atau laba
bersih setelah pajak. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar,
modal kerja, atau modal saham.
Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat enam sampai dengan
sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu, pertimbangan tersebut dapat didasarkan
atas data laporan keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan tersebut dapat
didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau lebih yang telah lalu, yang disesuaikan dengan
perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum dan trend industri.
Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas. Berikut ini diberikan contoh beberapa
panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
a. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5 %
sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
b. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ %
sampai 1 % dari total aktiva.
c. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1 % dari
total pasiva.
d. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ %
sampai 1 % dari pendapatan bruto.
2. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat
dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada timgkat
saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material. Saldo akun material
adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan
jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan.
Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji
( overstatement ) dalam akun tersebut. Oleh krena itu, akun dengan saldo yang jauh lebih kecil
dibandingkan materialitas seringkali disebut sebagai tidak material mengenai risiko lebih saji.
Namun, tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan saldo tercatat yang sangat
kecil. Oleh karena itu, harus disadari oleh auditor, bahwa akun yang kelihatannya bersaldo tidak
material, dapat berisi kurang saji ( understatement ) yang melampaui materialitasnya.
3. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan,
penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan
materialitas laporan keuangan kea kun secara individual. Dalam melakukan alokasi, auditor
harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya
yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.
C. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT
Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan
auditor tentang kuantitas (kecukupan) bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan antara
materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus tetap
diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan.
(hubungan terbalik). Semakin besar atau semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak
jumlah bukti yang diperlukan.
D. RISIKO AUDIT
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA
Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah risiko
yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti
auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas
dasar bukti yang diperoleh dari verifikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara
individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat
saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam menyatakan
pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.
E. MODEL RISIKO AUDIT
Model risiko audit dapat dinyatakan secara kuantitatif sebagai berikut :
AR = IR × CR × DR
Di mana :
AR = Risiko audit (Audit Risk)
IR = Risiko bawaan (Inherent Risk)
CR = Risiko pengendalian (Control Risk)
DR = Risko deteksi (Detection Risk)
Untuk menggambarkan penggunaan model tersebut, asumsikan bahwa auditor membuat
pertimbangan professional untuk asersi tertentu, seperti asersi penilaian atau asersi penilaian atau
alokasi untuk piutang usaha sebagai berikut :
AR = 5%, IR = 90%, dan CR = 20%
Risko deteksi dapat ditentukan dengan menyelesaikan model tersebut sebagai berikut :
DR = (AR)/(IR × CR)
= 0,05/(0,9 × 0,2)
= 0,28