Anda di halaman 1dari 20

MATERIALITAS

DAN RISIKO AUDIT

Kelompok 1
 Andriyawan 20210070089
 Erida Junianti 20210070137
 Luthfi Nabila 20210070024
Pengertian Materialitas

Materalitas adalah besarnya suatu penghilangan


atau salah saji informasi akuntansi yang dipandang
dari keadaan-keadaan yang melingkupinya,
memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh
orang yang mengandalkan pada informasi menjadi
berubah atau dipengaruhi oleh penghilangan atau
salah saji tersebut.
Langkah-Langkah Dalam
Menerapkan Materialitas

1. Menetapkan pertimbangan awal materialitas


2. Mengalokasikan pertimbangan awal materialitas kepada
segmen audit.
3. Mengestimasi keseluruhan dalam segmen.
4. Membandingkan keseluruhan estimasi dengan pertimbangan
awal materialitas yang telah direvisi
Pertimbangan Awal
Materialitas
1. Tingkat Laporan Keuangan
2. Tingkat Saldo Akun

Pengalokasian
Materialitas Laporan
Keuangan ke Akun-akun
1. Besar relative akun
2. Besar variable akun
3. Pertimbangan profesional
Menggunakan Materialitas
Dalam Audit
 Menentukan bidang-bidang laporan keuangan yang perlu di
audit
 Menetapkan konteks untuk strategi audit menyeluruh
 Merencanakan sifat, waktu, dan luas prosedur audit spesifik
 Menentukan materialitas untuk golongan transaksi saldo
akun
Konsep Materialitas
1. Tingkat laporan keuangan (financial statement level)
 Materialitas Keseluruhan (Overall Materiality)
 Overall Performance Materiality

2. Tingkat laporan keuangan (financial statement level)

 Specific Materiality
 Specific Performance Materiality
Risiko Audit
1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan
keseluruhan.
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun
individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan.

Unsur Risiko Audit


1. Risiko bawaan.
2. Risiko pengendalian
3. Risiko deteksi
Tipe Risiko

a. Risiko Deteksi Terencana


b. Risiko inheren
c. Resiko pengendalian
d. Resiko akseptibilitas audit
e. Resiko kecurangan
Pengujian Pengendalian
1. Melakukan wawancara dengan pegawai yang tepat
2. Memeriksa dokumen, catatan-catatan, dan laporan-laporan
3. Mengamati kegiatan-kegiatan pengendalian
4. Melaksanakan kembali prosedur audit

Pengujian Substantif
1. Pengujian substantif atas transaksi
2. Prosedur analitis
3. Pengujian terinci atas saldo
Terimakasih 
LECTURER NOTES

Mata Kuliah : Auditing I


Kelompok 1 : - Andriawan
- Erida Junianti
- Luthfi Nabila

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT

Pengertian Materialitas

Adalah besarnya suatu penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dipandang dari
keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang
yang mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh penghilangan atau salah
saji tersebut.

Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialitas

1. Menetapkan pertimbangan awal materialitas


2. Mengalokasikan pertimbangan awal materialitas kepada segmen audit.
3. Mengestimasi keseluruhan dalam segmen.
4. Membandingkan keseluruhan estimasi dengan pertimbangan awal materialitas yang telah
direvisi.

Pertimbangan Awal Materialitas

Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus mempertimbangkan materialitas pada dua
tingkatan yaitu;

1. Tingkat Laporan Keuangan karena pendapatan auditor mengenai kewajaran mencakup


laporan keuangan sebagai keseluruhan.
2. TingkatAkun karena auditor melakukan verifikasi atas saldo-saldo Akun untuk dapat
memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran laporan keuangan.

Materialitast pada tingkat Laporan Keuangan

a. Meliputi besarnya salah saji minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting
sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Dalam membuat pertimbangan awal tentang materialitas, auditor menentukan tingkat


materialitas awal keseluruhan untuk setiap jenis laporan keuangan, sebagai contoh, auditor
menaksir bahwa kekeliruan sebesar Rp.1.000.000 untuk laporan rugi laba dan Rp.2.000.000
untuk neraca dipandang material. Dalam hal ini tidaklah tepat apabila auditor menggunakan
materialitas neraca dalam perencanaan audit karena apabila salah saji neraca Rp. 2.000.000
mempengaruhi rugi-laba, maka laporan rugi-laba akan salah saji material.

Untuk tujuan perencanaan, auditor harus menggunakan perimbangan awal mengenai


tingkat materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan yang melekat
pada proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan
yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Auditor biasanya
menggunakan salah saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salat satu laporan
keuangan.

b. Pertimbangan Kualitatif yaitu berhubungan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji
yang secara kuantitatif tidak material, bisa menjadi material secara kualitatif, misalnya:
apabila suatu salah saji berhubungan dengan ketidakberesan atau tindakan melawan hukum
oleh klien. Ditemukannya hal demikian dalam audit, akan berakibat auditor menarik
kesimpulan bahwa terdapat risiko signifikan sebagai tambahan atas risiko untuk salah saji
yang sama tetapi tidak berhubungan dengan ketidakberesan atau tindakan melawan hukum.

Salah saji dapat disebabkan:

1. Salah penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum.


2. Penyimpangan dari kenyataan sesungguhnya.
3. Penyembunyian informasi yang mestinya perlu diungkapkan.

Materialitas Pada Tingkat Saldo Akun

Materialitas saldo Akun adalah minimum salah saji yang bisa ada pada suatu saldo Akun yang
dipandang sebagai salah saji material. Salah saji sampai tingkat tersebut salah saji bisa diterima.
Konsep materialitas pada tingkat saldo Akun hendaknya tidak dicampuradukkan dengan istilah saldo
Akun yang material. Perlu dipahami bahwa saldo Akun yang material menunjukkan besarnya saldo
sebuah Akun yang tercatat dalam pembukuan, sedangkan konsep materialitas dengan jumlah salah
saji yang bisa berpengaruh terhadap pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan.

Pengalokasian Materialitas Laporan Keuangan ke Akun-akun

Apabila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasi maka
taksiran awal materialitas untuk setiap akun bisa diperoleh dengan cara mengalokasikan materialitas
laporan keuangan ke masing-masing akun rugi-laba juga berpengaruh terhadap neraca, dan karena
akun neraca biasanya lebih sedikit, maka auditor umumnya melakukan alokasi berdasarkan akun-
akun neraca.

Pengalokasian materialitas dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Besar relative akun


2. Besar variable akun
3. Pertimbangan profesional

Hubungan Antara Materialitas dengan Bukti Audit

Materialitas adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertimbangan auditor tentang
kecukupan (jumlah yang dibutuhkan) bukti audit. Dalam melakukan generalitas tentang hubungan
ini, perbedaan antara pengertian materialitas dengan saldo Akun material.

Menentukan dan Menggunakan Materialitas Dalam Audit

Materialitas adalah dasar untuk penilaian risiko (risk assessments) dan penentuan luasnya prosedur
audit. Materialitas akan digunakan antara lain untuk :

• Menentukan bidang-bidang laporan keuangan yang perlu di audit


• Menetapkan konteks untuk strategi audit menyeluruh
• Merencanakan sifat, waktu, dan luas prosedur audit spesifik
• Menentukan materialitas untuk golongan transaksi saldo akun atau pengungkapan tertentu
yang mengandung kesalahan penyajian yang jumlahnya lebih rendah daripada materialitas
laporan keuangan secara keseluruhan diperkirakan secara masuk akal akan mempengaruhi
keputusan ekonomi yang dibuat oleh para pemakai berdasarkan laporan keuangan tersebut.
Konsep materialitas dibagi menjadi 2 tingkat yaitu:

1. Tingkat laporan keuangan (financial statement level)

Materialitast ini terdiri dari :

• Materialitas Keseluruhan (Overall Materiality)

Materialitas Keseluruhan didasarkan atas apa yang layaknya diharapkan


berdampak terhadap terhadap keputusan yang dibuat pengguna laporan
keuangan. Jika auditor memperoleh informasi yang menyebabkan ia
menentukan angka materialitas yang berbeda dari yang ditetapkannya
semula, angka materialitas semula seharusnya direvisi.

• Overall Performance Materiality

Overall performance materiality ditetapkan lebih rendah dari overall


materiality. Performance materiality memungkinkan auditor menanggapi
penilaian risiko tertentu (tanpa mengubah overall materiality) dan
menurunkan ke tingkat rendah yang tepat (appropriately low level)
probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji yang tidak
terdeteksi secara agregat (aggregate of uncorrected and undetected
misstatement) melampaui overall materiality. Performance materiality perlu
diubah berdasarkan temuan audit.

2. Accounte balance, class of transactions and disclosures level

Account balance, class of transactions and disclosures level dibagi menjadi 2 :

• Specific Materiality

Specific materiality untuk jenis transaksi, saldo akun atau disclosures


tertentu dimana jumlah salah sajinya akan lebih rendah dari overall
materiality.

• Specific Performance Materiality

Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari specific


materiality. Hal ini memungkinkan auditor menanggapi penilaian risiko
tertentu dan memperhitungkan kemungkinan adanya salah saji yang tidak
terdeteksi dan salah saji yang tidak material, yang secara agregat dapat
berjumlah material.

Overall Materiality

Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (overall materiality) didasarkan pada
kearifan professional auditor mengenai jumlah terbesar salah saji dalam laporan keuangan tanpa
mempengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan keuangan. Jika jumlah salah saji yang tidak
dikoreksi (amount of uncorrected misstatement), terpisah atau digabungkan, lebih besar dari overall
materiality yang ditetapkan untuk penugasan tersebut, maka laporan keuangan disalahsajikan
secara material.

Performance Materiality

Performance materiality (materialitas yang digunakan dalam pelaksaan audit atau disingkat
“materialitas pelaksanaan”) digunakan auditor untuk menekan risiko sampai ke titik rendah yang
dapat diterima (appropriately low level). Yang ditekan adalah risiko besarnya salah saji melampaui
angka materialitas. Dalam hal ini salah saji yang dimaksud adalah akumulasi salah saji yang tidak
dikoreksi entitas dan salah saji yang tidak teridentifikasi oleh auditor (accumulation of uncorrected
and unidentified misstatement).

Ada beberapa hal dimana salah saji yang lebih kecil dari angka materialitas untuk laporan keuangan
secara keseluruhan dapat diperkirakan secara layak, akan mempengaruhi pengambil keputusan oleh
pemakai laporan keuangan, diantaranya:

▪ Disclosures yang sensitive, seperti remunerasi manajemen dan TCWG


▪ Related party transactions (transaksi hubungan istimewa)
▪ Ketidakpatuhan terhadap perjanjian pinjaman, perikatan lainnya, ketentuan perundangan,
dan kewajiban pelaporan statute atau yang ditetapkan regulator
▪ Pengeluaran tertentu seperti illegal payments (suap, gratifikasi) atau biaya eksekutif
▪ Besarnya cadangan dan biaya eksplorasi dalam perusahaan tambang
▪ Besarnya biaya penelitian dan pengembangan dalam perusahaan farmasi
▪ Bisnis yang baru diakuisisi atau perluasan usaha
▪ Kegiatan usaha yang dihentikan
▪ Peristiwa luar biasa atau contingencies (seperti tuntutan hukum)
▪ Perkenalan produk atau jasa baru

Specific Performance Materiality

Ini serupa dengan performance materiality yang dibahas diatas, kecuali dalam hal ini performance
materiality-nya berhubungan dengan penetapan angka materialitas yang spesifik. Specific
performance materiality ditetapkan lebih rendah dari angka specific materiality, untuk memastikan
pekerjaan audit yang cukup, dilaksanakan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang tepat,
probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi melebihi specific materiality.

Karena angka materialitas ditentukan berdasar kearifan professional (professional judgment),


sangatlah penting faktor-faktor dan angka- angka yang digunakan dalam materialitas pada berbagai
tingkat, didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi ini terjadi selama:

▪ Tahap perencanaan, ketika keputusan dibuat mengenai luasnya pekerjaan audit yang harus
dilaksanakan
▪ Audit, jika berdasarkan temuan audit, diperlukan revisi atas overall materiality atau
performance materiality untuk jenis transaksi, saldo akun atau disclosures tertentu.

Salah Saji Yang Dapat Ditoleransi

▪ Perlu karena bahan bukti dikumpulkan berdasarkan segmen-segmen daripada L/K secara
keseluruhan. Berguna untuk membantu auditor dalam memutuskan jumlah bahan bukti
yang cukup untuk dikumpulkan dalam segmen tersebut sehingga akan meminimalisasi biaya
audit.
▪ Sebagian besar alokasi materialitas pada pos-pos neraca karena neraca memiliki lebih sedikit
komponen. Kesulitan pengalokasian materialitas pada akun neraca :

1. Anggapan bahwa akun tertentu lebih banyak kekeliruan daripada yang lain.
2. Perlunyaimbangkan apakah kekeliruan tersebut lebih saji atau kurang saji.
3. Biaya audit relatif dari prosedur audit yang mempengaruhi alokasi untuk tiap akun sulit
diramalkan

▪ Salah saji yang dapat ditoleransi (tolerable misstatement) yaitu materialitas yang
dialokasikan dalam pertimbangan awal kepada saldo perkiraan.
▪ Tolerable misstatement dapat melebihi materialitas dalam hal :

1. Kecilngkinan seluruh akun akan salah saji sejumlah tolerable misstatement.


2. Kemungkinan bahwa sebagian akun terjadi lebih saji dan lainnya kurang saji, berakibat efek
nettonya menjadi lebih kecil dari nilai materialitas total.

Risiko audit

Adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatannya
sebagaimana semestinya, atau suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.

Risiko audit dibagi menjadi dua :

1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan keseluruhan.


2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang dicantumkan
dalam laporan keuangan.

Terdapat tiga unsur risiko audit:

▪ Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu
salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
pengendalian intern yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo
akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain.
▪ Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak
dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.
▪ Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi ditentukan oleh efektivitas prosedur audit
dan penerapannya oleh auditor.

Tipe Risiko

1. Risiko Deteksi Terencana

Risiko deteksi terencana (planned detection risk) merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas
segmen tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji
yang masih dapat ditoleransi, andaikan salah saji semacam itu ada. Terdapat dua poin utama
tentang risiko deteksi terencana ini yaitu sebagai berikut :

Risiko ini tergantung pada ketiga faktor lainnya yang terdapat dalam model. Risiko deteksi terencana
hanya akan berubah jika auditor melakukan perubahan pada salah satu dari ketiga faktor lainnya
tersebut.

Risiko ini menentukan nilai substantif yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan, yang
merupakan kebalikan dari ukuran risiko deteksi terencana itu sendiri. Jika nilai risiko deteksi
terencana berkurang, maka auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai
nilai risiko deteksi yang berkurang ini.

2. Risiko inheren

Risiko inheren (inheren risiko) merupakan suatu ukuran yang dipergunakan oleh auditor dalam
menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang material (kekeliruan atau
kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia mempertimbangkan keefektifan dan pengendalian
intern yang ada. Dengan mengasumsikan tiadanya pengendalian intern, maka risiko inheren ini
dapat dinyatakan sebagai kerentanan laporan keuangan terhadap timbulnya salah saji yang material.
Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern, menyimpulkan bahwa terdapat suatu
kecenderungan yang tinggi atas keberadaan sejumlah salah saji, maka auditor akan menyimpulkan
bahwa tingkat risiko inherennya tinggi. Pengendalian intern diabaikan dalam menetapkan dalam
menetapkan nilai risiko inheren karena pengendalian intern ini dipertimbangkan secara terpisah
dalam model risiko audit sebagai risiko pengendalian. Penilaian ini cenderung didasarkan atas
sejumlah diskusi yang telah dilakukan dengan pihak manajemen, pemahaman yang dimiliki akan
perusahaan, serta hasil- hasil yang diperoleh dari tahun-tahun sebelumnya.

Hubungan antara risiko dengan risiko deteksi terencana serta dengan bukti audit yang direncanakan
adalah sebagai berikut : risiko inheren saling berlawanan dengan risiko deteksi terencana serta
memiliki hubungan yang searah dengan bukti audit.

Selain semakin meningkatnya bukti audit yang diperlukan untuk suatu tingkat risiko inheren yang
lebih tinggi dalam suatu area audit tertentu, merupakan hal yang umum dilakukan pula untuk
menugaskan staf yang telah memiliki lebih banyak pengalaman untuk melakukan audit pada area
tersebut serta melakukan riview yang lebih mendalam pada kertas kerja yang telah selesai dibuat.

Sebagai contoh: jika risiko inheren atas keusangan persediaan sanagt tinggi, maka sangatlah masuk
akal bila kantor akuntan publik memilih staf yang berpengalaman untuk melakukan sejumlah tes
yang lebih mendalam atas keusangan persediaan ini dan melakukan review yang lebih cermat atas
hasil-hasil yang diperoleh dari audit ini.

3. Resiko pengendalian

Resiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang digunakan oleh auditor untuk menilai
adanya kemungkina bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi nilai salah saji yang
masi dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan tidak terhadang atau tidak terdeteksi oleh
pengendalian intern yang dimiliki klien. Resiko pengendalian ini memperhatikan 2 hal berikut:

1. Penilaianpakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk mencegah atau
mendeteksi terjadinya salah saji.
2. Kehendak membuat penilaian tersebut senantiasa berada di bawah nilai maksimum (100
persen) sebagai bagian dari rencana audit yang dibuatnya.

Model resiko audit menunjukan hubungan yang erat antara resiko inheren dan resiko pengendalian.

Sama dengan yang terjadi pada resiko inheren, hubungan antara resiko pengendalian dan resiko
deteksi terencana adalah saling berlawanan, sementara hubungan antara resiko pengendalian dan
bukti substantif merupakan hubungan yang searah. Sebagai contoh, jika auditor menyimpulkan
bahwa pengendalian intern bersifat efektif, maka nilai resiko deteksi terencana dapat meningkat
sehingga jumlah bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan akan turun. Auditor dapat
meningkatkan resiko deteksi terencana pada saat pengendalian intern bersifat efektif karena
pengendalian intern yang efektif akan mengurangi kemungkinan hadirnya salah saji dalam laporan
keuangan.

Sebelum auditor dapat menetapkan nilai resiko pengendalian kurang dari 100 persen, auditor harus
memahami pengendalian intern yang ada, dan berdasarkan pemahaman itu, auditor melakukan
evaluasi tentang bagaimana seharusnya fungsi pengendalian intern tersebut, serta melakukan uji
atas efektifitas pengendalian intern tersebut. Hal pertama dari semua ini adalah keharusan untuk
memahami semua jenis audit. Dua hal terakhir adalah langkah-langkah penilaian resiko
pengendalian yang diperlukan jika auditor memilih untuk memberikan nilai atas resiko pengendalian
supaya berada di bawah nilai maksimum.

4. Resiko akseptibilitas audit

Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat kesediaan auditor
untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih mengandung salah saji yang
material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit wajar tanpa syarat telah
diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk menetapkan suatu tingkat resiko akseptibilitas audit
yang lebih rendah, hal tersbut berarti bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan yang lebih
tinggi bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material. Resiko nol berarti yakin
sekali, dan suatu tingkat resiko sebesar 100 persen berarti benar-benar tidak yakin.

Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat keyakinan, yaitu merupakan pelengkap dari
resiko akseptibilitas audit. Audit assurance dihitung dengan perhitungan satu dikurangi resiko
akseptibilitas audit. Sebagai contoh, tingkat resiko akseptibilitas audit sebesar 2 persen sama dengan
tingkat audit assurance sebesar 98 persen.

Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat adanya hubungan yang searah antara resiko
akseptibilitas audit dan resiko deteksi terencana, serta hubungan yang saling berlawanan antara
resiko akseptibilitas audit dan bukti audit yang direncanakan. Sebagai contoh, jika auditor
memutuskan akan mengurangi nilai resiko akseptibilitas audit, maka akan mengurangi pula resiko
deteksi terencana serta bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan harus ditingkatkan. Auditor
pun seringkali harus menugaskan staf yang lebih berpengalaman atau mereview kertas kerja dengan
lebih cermat bagi klien dengan tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah.

5. Resiko kecurangan

Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas dan resiko ini biasanya di perhitungkan
di luar dari model resiko audit. Karena resiko kecurangan secara konsep dan praktek sangat sulit
untuk dipisahkan faktor-faktornya ke dalam 4 jenis resiko di atas. Kecurangan sendiri memiliki arti
kesalahan penyajian yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk penggelapan aktiva dan
kecurangan pelaporan keuangan.

Untuk menilai resiko kecurangan, auditor mengumpulkan informasi untuk menentukan luasnya
keberadaan kondisi kecurangan. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya resiko kecurangan antara lain
tekanan yang diterima manajemen baik kelompok maupun individual, kesempatan yang tercipta,
dan perilaku manajemen untuk membiarkan terjadinya tindakan ketidakjujuran tersebut.

Evaluasi Resiko
Setelah auditor merencanakan penugasan dan mengumpulkan bukti audit, hasil-hasilnya dapat
diyatakan dalam versi evaluasi model resiko audit. SAS 107 menyatakan model resiko audit untuk
mengevaluasi hasil-hasil audit sebagai berikut, di mana:

▪ AcAR = Achieved Audit Risk (risiko audit yang dicapai).

Ukuran risiko yang sudah diambil auditor bahwa suatu akun dalam laporan disalahsajikan secara
material setelah auditor mengumpulkan bukti audit.

▪ IR = Inherent Risk (risiko inheren).

Faktor risiko inheren yang sama yang dibahas dalam perencanaan kecuali sudah direvisi karena ada
informasi baru.

▪ CR = Control Risk (risiko pengendalian).

Risiko pegendalian yang sama yang telah dibahas sebelumnya kecuali sudah direvisi selama audit.

▪ AcDR = Achieved Detection Risk (risiko deteksi yang dicapai).

Ukuran risiko bahawa bukti audit untuk suatu segmen tidak mendeteksi salah saji yang melampaui
salah saji yang dapat ditoleransi, jika salah saji semacam itu memang ada. Auditor dapat mengurangi
risiko deteksi yang dicapai ini hanya dengan mengumpulkan bukti.

Berdasarkan riset, tidak tepat menggunakan rumus evaluasi ini untuk benar-benar menghitung risiko
audit yang dicapai sebagai mana yang dinyatakan rumus di atas. Riset menununjukkan bahwa
penggunaan rumus ini dapat mengakibatkan risiko audit yang dicapai kurang saji. Namun, hubungan
yang ada dalam rumus itu valid dan harus digunakan dalam praktik.

Rumus tersebut menunjukkan tiga cara untuk mengurangi risiko audit yang dicapai ke tingkat yang
dapat diterima:

1. Mengurangi risiko inheren


2. Mengurangi risiko pengendalian
3. Mengurangiteksi yang dapat dicapai dengan meningkatkan pengujian audit substantive

Penggabungan ketiga faktor tersebut secara subjektif untuk mencapai tingkat risiko audit yang cukup
rendah membutuhkan pertimbangan profesional yang matang. Model risiko audit merupakan model
perencanaan, sehingga penggunaannya terbatas pada mengevaluasi hasil audit saja.

Meskipun tidak ada kesulitan yang dihadapi oleh auditor dalam mengumpulkan bukti yang
direncanakan dan menyimpulkan bahwa penilaian setiap risiko sudah wajar atau lebih baik daripada
yang diduga semula, auditor tetap harus sangat hati-hati dalam mengambil keputusan.

Penilaian awal atas risiko pengendalian atau risiko inheren dapat ditetapkan terlalu rendah atau
risiko audit yang dapat diterima ditetapkan terlalu tinggi.

Dalam keadaan seperti itu, auditor harus mengikuti pendekatan dua langkah:

1. Auditor harus merevisi penilaian awal atas tingkat risiko yang tepa
2. Auditor harus mempertimbangkan dampak revisi tersebut terhadap kebutuhan bukti, tanpa
menggunakan model risiko audit.

Pengujian Pengendalian
Fungsi utama dari pemahaman auditor terhadap pengendalian intern adalah untuk memperkirakan
risiko pengendalian dalam setiap tujuan audit berkait transaksi. Contohnya adalah memperkirakan
tujuan ketepatan untuk transaksi pendapatan adalah lemah dan untuk tujuan eksistensi adalah
sedang. Pengujian pengendalian dilakukan untuk menentukan kelayakan dari rancangan dan
efektifitas operasi dari pengendalian intern khusus. Pengendalian intern ini dapat dengan cara
manual atau terotomatisasi. Pengujian pengendalian mencakup prosedur-prosedur audit dibawah
ini:

1. Melakukan wawancara dengan pegawai yang tepat


2. Memeriksa dokumen, catatan-catatan, dan laporan-laporan
3. Mengamati kegiatan-kegiatan pengendalian
4. Melaksanakan kembali prosedur auditan

Pengujian Substantif

Pengujian substantif adalah prosedur-prosedur audit yang didesain untuk menguji kesalahan
dalam nilai rupiah yang mempengaruhi langsung kebenaran dari saldo-saldo dalam laporan
keuangan. Salah saji (monetary misstatement) seperti itu adalah indikasi yang jelas dari salah saji
dari akunakun. Terdapat 3 (tiga) macam pengujian substantif yaitu :

▪ Pengujian substantif atas transaksi,


▪ Prosedur analitis,
▪ Pengujian terinci atas saldo.

Pengujian substantif atas transaksi

Tujuan dari pengujian substantif atas transaksi adalah untuk menentukan apakah semua tujuan
audit berkaitan dengan transaksi (transaction-related audit objectives) telah terpenuhi untuk setiap
kelas transaksi. Sebagai contoh auditor melakukan pengujian substantif atas transaksi untuk menguji
apakah transaksi yang dicatat benar-benar ada dan transaksi yang ada semua telah dicatat.

Auditor juga melakukan pengujian ini untuk menentukan apakah transaksi belanja telah dicatat
dengan benar, transaksi belanja telah dicatat pada periode laporan yang tepat, belanja telah
diklasifikasikan dengan benar dalam neraca, dan apakah belanja telah diikhtisarkan dan diposting
dengan benar ke buku besar. Jika auditor merasa yakin bahwa transaksi-transaksi telah dicatat dan
diposting dengan benar, auditor dapat meyakini bahwa jumlah dalam buku besar juga benar.

Anda mungkin juga menyukai