Anda di halaman 1dari 25

Auditing I

Sesi - 09

Perencanaan Audit &


Prosedur Analitis

Fitri Mareta, M.Sc

S1- Akuntansi
Perencanaan Audit
▶ Perencanaan Audit
▶ Tiga alasan utama mengapa auditor harus merencanakan penugasan
dengan tepat:
1. Auditor dapat memperoleh bukti yang cukup kompeten tentang
kondisi perusahaan klien.
2. Menjaga agar biaya audit yang dikeluarkan tetapwajar.
3. Menghindari kesalahpahamannya dengan klien.

S1- Akuntansi
Perencanaan Audit
Perencanaan awal audit
berkaitan dengan
perolehan informasi untuk
membantu auditor menilai
resiko

Risiko audit yang


Risiko inheren
dapat diterima

S1- Akuntansi
Menerima klien
dan melakukan Memahami bisnis Menilai risiko bisnis
perencanaan dan industri klien klien
audit awal

Tahapan dalam Menentukan Memahami


merencanakan audit Melaksanakan materialitas dan pengendalian
prosedur analisis menetapkan risiko internal dan
dan merancang pendahuluan audit yang dapat memiliki risiko
pendekatan audit diterima pengendalian
awal

Menyusun seluruh
rencana serta
program audit

S1- Akuntansi
1. Menerima Klien Dan Melakukan Perencanaan Audit Awal

Perencanaan Audit Investigasi Alasan


Klien Meminta
Awal Penugasan Audit

Membuat Memilih Staf untuk


Kesepahaman Melakukan
dengan Klien Penugasan

Mengevaluasi
Kebutuhan akan
Spesialis dari Luar

S1- Akuntansi
2. Memahami Bisnis Dan Industri Klien

Industri dan Operasi dan


Lingkungan Proses Bisnis
Eksternal

Manajemen dan Tujuan dan


Pemerintah Strategi Klien

Ukuran dan
Kinerja

S1- Akuntansi
Prosedur Analitis
Evaluasi atas informasi keuangan yang dilakukan dengan menganalisi hubungan
yang masuk akal antara data keuangan dan nonkeuangan.
Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah
saldo akun atau data lain terlihat wajar berkaitan dengan ekpektasi auditor

Diwajibkan dalam tahap perencanaan untuk


membantu menentukan sifat, luas, dan penepatan
waktu prosedur audit.

Dilakukan selama tahap pengujian audit sebagai


pengujian subtansif.

Sebagai review menyeluruh informasi keuangan


pada tahap review akhir audit.

S1- Akuntansi
Lima Jenis Prosedur Analitis

1. Membandingkan Data Klien dan Industri

2. Membandingkan Data Klien dengan Data Periode yang


Serupa

3. Membandingkan Data Klien dengan Hasil yang diharapkan


yang ditentukan Klien

4. Membandingkan Data Klien dengan Hasil yang Diharapkan


yang Ditentukan Auditor

5.Membandingkan Data Klien dengan Hasil yang


Diharapkan yang Menggunakan Data Nonkeuangan

S1- Akuntansi
S1- Akuntansi
LECTURER NOTES
MATA KULIAH : AKUNTANSI BIAYA
MATERI : METODE HARGA POKOK PROSES-LANJUTAN
SESI PERTEMUAN : 9 (SEMBILAN)

PERSEDIAAN PRODUK DALAM PROSES AWAL


Apabila pada awal periode terdapat persediaan awal barang dalam proses maka timbul masalah untuk menentukan harga pokok barang jadi. Hal ini tiimbul karena persediaan barang dalam
proses tersebut telah mempunyai harga pokok yang berasal dari periode sebelumnya.

METODE HARGA POKOK PROSES-LANJUTAN


Ada dua metode menentukan harga pokok adalah metode rata-rata tertimbang dan metode masuk pertama, keluar pertama. Harga pokok persediaan produk dalam proses yang dihitung harga
pokoknya pada akhir periode, akan menjadi harga pokok persediaan produk dalam proses pada awal periode dalam departemen produksi yang bersangkutan. Harga pokok persediaan produk
dalam proses awal periode akan berpengaruh dalam penentuan harga harga pokok produk jadi. Ada dua metode yang bisa digunakan untuk menghitung harga pokok persediaan produk, yaitu:
1. Metode harga pokok rata-rata tertimbang (Weighted Average)
2. Metode masuk pertama-keluar pertama (First In First Out)

METODE RATA-RATA TERTIMBANG VS FIFO


Kalkulasi biaya rata - rata dan biaya FIFO masing - masing mempunyai keunggulan tersendiri. Tidak layaklah untuk menyatakan bahwa metode yang satu lebih sederhana atau lebih akurat
daripada metode lain. Pemilihan salah satu metode itu akan tergantung seluruhnya pada sikap manajemen mengenai prosedur penentuan biaya yang dapat memberikan angka - angka yang andal
bagi pedoman manajerial.
Perbedaan mendasar antara kedua metode terutama berkaitan dengan perlakuan terhadap persediaan awal barang dalam proses. Dalam metode rata - rata, biaya persediaan awal barang dalam
proses ditambahkan ke biaya dari departemen sebelumnya dan ke biaya bahan, pekerja, dan overhead pabrik yang dikeluarkan selama periode itu. Biaya perunit akan ditentukan dengan membagi
biaya - biaya ini dengan kuantitas produksi ekuivalen. Unit - unit serta biayanya kemudian ditrasfer ke departemen berikutnya sebagai suatu angka kumulatif.
Dalam metode FIFO, biaya persediaan awal barang dalam proses dicantumkan sebagai satu angka yang terpisah. Biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan unit - unit persediaan awal
ditambahkan ke biaya tadi. Jumlah kedua biaya ini kemudian ditransfer ke departemen berikutnya. Unit yang dimulai dan diselesaikan selama periode tersebut memiliki biaya per unit tersendiri
yang lazimnya berbeda dengan biaya per unit lengkap untuk unit - unit dalam proses. Jadi metode FIFO mengidentifikasi secara terpisah biaya - biaya per unit.

METODE HARGA POKOK RATA-RATA TERTIMBANG


S1- Akuntansi
Dalam metode ini, jumlah harga pokok produk dalam proses awal ditambahkan dengan biaya produksi yang dikeluarkan periode sekarang dibagi dengan unit ekuivalensi produk untuk
menghasilkan harga pokok rata-rata tertimbang. Harga pokok produk yang dihasilkan oleh departemen setelah departemen pertama merupakan harga pokok kumulatif, yaitu merupakan
penjumlahan harga pokok dari departemen satu ditambahkan dengan departemen berikutnya yang bersangkutan.

Proses Pemberlakuan Metode Rata-rata Tertimbang


Di departemen – Pertama :
• Dihitung total biaya untuk masing-masing jenis biaya produksi, yaitu : biaya bahan, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik dengan cara biaya yang melekat pada persediaan barang
dalam proses awal ditambah biaya-biaya periode berjalan.
• Dihitung jumlah unit ekuivalen produksi yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan : Barang jadi (yang ditransfer ke departemen berikutnya) ditambah barang dalam proses akhir
menurut unit ekuivalen. Harga pokok rata-rata kemudian dihitung berdasarkan total biaya dibagi jumlah unit ekuivalen.

Di departemen – Lanjutan :
• Dihitung harga pokok rata-rata yang berasal dari departemen sebelumnya. Harga pokok tersebut terdiri dari : Harga pokok persediaan awal dan harga pokok yang diterima pada periode yang
bersangkutan.
• Dihitung harga pokok rata-rata per satuan yang ditambahkan dalam departemen yang bersangkutan.
• Menghitung harga pokok rata-rata per satuan di departemen yang bersangkutan dengan cara : Harga pokok rata-rata dari departemen yang mendahului ditambah harga pokok rata-rata di
departemen yang bersangkutan.

METODE HARGA POKOK RATA-RATA TERTIMBANG (WEIGHTED AVERAGE)


Contoh PT Risa Rimendi memproduksi produknya melalui dua departemen produksi: departemen 1 dan Departemen 2. Data produksi dan biaya produksi bulan januari 20x1 di kedua departemen
produksi tersebut disajikan dalam gambar berikut:

PT RISA RIMENDI
Data produksi dan biaya produksi bulan Januari 20X1

Dep 1 Dep2
Data produksi
Produksi dalam proses awal:
Biaya bahan baku 100 %; BK 40 % 4.000 kg -
Biaua tenaga kerja 20 %; BOP 60% - 6.000 kg
Dimasukkan dalam proses bulan ini 40.000 kg -
Unit yang ditransfer ke departemen 2 35.000 kg -

S1- Akuntansi
Unit yang diterima dari departemen 1 - 35.000 kg
Produk jadi yang ditransfer ke gudang - 38.000 kg
Produk dalam proses akhir;
Biaya bahan baku 100 %; biaya konversi 70 % 9.000 kg -
Biaya tenaga kerja 40%; biaya overhead pabrik 80% - 3.000kg
Harga pokok produk dalam proses awal; Rp 11.150.000
Harga pokok dari departemen 1 - -
Biaya bahan baku Rp 1.800.000 1.152.000
Biaya tenaga kerja 1.200.000 4.140.000
Biaya overhead pabrik 1.920.000
Biaya produksi
Biaya bahan baku Rp 20.200.000
Biaya tenaga kerja 29.775.000 Rp 37.068.000
Biaya overhead pabrik 37.315.000 44.340.000
Rumus Perhitungan Harga Pokok Per Unit Produk Departemen Pertama dengan Menggunakan Metode Rata-rata Tertimbang

Perhitungan biaya produksi per satuan departemen 1 Bulan Januari 20X1

S1- Akuntansi
Perhitungan harga pokok produk selesai dan persediaan produk dalam proses departemen 1

Laporan biaya produksi departemen pertama metode harga pokok rata-rata tertimbang

PT. RISA RIMENDI


Laporan Biaya Produksi Departemen I

Data Produksi
S1- Akuntansi
Produk dalam proses awal 4.000 kg
Produk masuk proses 40.000 kg
Jml produk yang diolah 44.000 kg
Produk selesai yang ditransfer ke Dept. B 35.000 kg
Produk dalam proses akhir 9.000 kg
Jumlah produk yang dihasilkan 44.000 kg

Biaya Yang Dibebankan di Dept. 1


Biaya Jumlah Per Unit
BBB Rp. 22.000.000 Rp. 500
BTKL Rp. 30.975.000 Rp. 750
BOP Rp. 39.235.000 Rp. 950
Jumlah Rp. 92.210.000 Rp. 2.200

Perhitungan Biaya
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Dept. 2
35.000 kg @ Rp 2.200 = Rp. 77.000.000
Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir (9.000kg) :
BBB = Rp. 4.500.000
BTKL = Rp. 4.725.000
BOP = Rp. 5.985.000 = Rp. 15.210.000
Jumlah biaya produksi yang dibebankan ke Dept. 1 = Rp. 92.210.000

Metode harga pokok rata-rata tertimbang – departemen setelah departemen pertama


Rumus perhitungan harga pokok per unit produk Departemen ke dua dengan menggunakan Metode harga pokok rata-rata tertimbang

S1- Akuntansi
Perhitungan harga pokok kumulatif per satuan produk departemen 2 dengan menggunakan metode harga pokok rata-rata tertimbang

(100% X 38.000) + (100% X 3.000) = 41.000


(100% X 38.000) + (40% X 3.000) = 39.200
(100% X 38.000) + (80% X 3.000) = 40.400

S1- Akuntansi
Perhitungan harga pokok produk selesai dan persediaan produk dalam proses departemen 2
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke gudang
38.000 x Rp. 4.325 Rp. 164.350.000
Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir
Yang berasal dari dep. 1 = 3.000 x Rp. 2.150 = Rp. 6.450.000
Yang ditambahkan dalam dep. 2
∙ BTKL : 3.000 x 40% x Rp. 975 Rp. 1.170.000
∙ BOP : 3.000 x 80% x Rp.1.200 Rp. 2.880.000
Rp. 10.500.000
Jumlah biaya produksi yang dibebankan ke dalam Dept 2 Rp. 174.850.000
Laporan biaya produksi departemen kedua metode harga pokok rata-rata tertimbang
PT. RISA RIMENDI
Laporan Biaya Produksi Departemen 2

Data Produksi
Produk dalam proses awal 6.000 kg
Diterima dari Dept. 1 35.000 kg
Jml produk yang diolah dalam bulan April 41.000 kg
Produk selesai yang ditransfer ke Dep 2 38.000 kg
Produk dalam proses akhir 3.000 kg
Jumlah produk yang dihasilkan 41.000 kg

Biaya Yang Dibebankan dalam Dept. 2


Biaya Jumlah Per Unit
- Biaya dari Dept. 1 Rp. 88.150.000 Rp. 2.150
- Biaya ditambah di Dept. 2
BTK Rp. 38.220.000 Rp. 975
BOP Rp. 48.480.000 Rp. 1.200
Jml biaya yang di-
bebankan Dept. 2 Rp.174.850.000 Rp. 4.325

S1- Akuntansi
Perhitungan Biaya
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke gudang
38.000 x Rp. 4.325 Rp. 164.350.000
Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir
Yang berasal dari Dept.1 :3.000 x Rp.2.150 Rp. 6.450.000
Yang ditambahkan dalam Dept. 2
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. 1.170.000
Biaya Overhead Pabrik Rp. 2.880.000
Rp. 10.500.000
Jumlah biaya produksi yang dibebankan Dept B Rp. 174.850.000

METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA (FIRST IN FIRST OUT)


Asumsi dari metode masuk pertama keluar pertama adalah biaya produksi periode sekarang pertama kali digunakan untuk menyelesaikan produk yang masih dalam proses awal periode, sisanya
digunakan untuk mengolah produk yang dimasukkan dalam proses pada periode sekarang, sehingga dalam perhitungan unit ekuivalen, tingkat pengumpulan persediaan produk dalam poses awal harus
diperhitungkan.

Perhitungan unit ekuivalensi biaya bahan baku departemen 1 dengan menggunakan MPKP
Persediaan produk dalam proses awal 0 kg
Produk selesai yang ditransfer ke departemen 2 31.000 kg
Produk dalam proses akhir 100% x 9.000 9.000 kg
Jumlah 40.000 kg

Perhitungan unit ekuivalensi biaya konversi departemen 1 dengan menggunakan MPKP


Persediaan produk dalam proses awal (100%-40%) 2.400 kg
Produk selesai yang ditransfer ke departemen 2 31.000 kg
Produk dalam proses akhir 70% x 9.000 6.300 kg
Jumlah 39.700 kg

Perhitungan biaya per satuan dengan menggunakan metode MPKP


Unsur biaya produksi Total biaya Unit ekuivalensi Biaya produksi per satuan
Biaya bahan baku Rp 20.200.000 40.000 Rp 505
Biaya tenaga kerja 29.775.000 39.700 750
Biaya overhead pabrik 37.315.000 39.700 940

S1- Akuntansi
87.290.000 2.195

Perhitungan harga pokok produk selesai dan persediaan produk dalam proses departemen 1
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke departemen 2:
Harga pokok persediaan produk dalam proses awal 4.920.000
Biaya penyelesaian produk dalam proses awal:
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja 60 % x 4.000 kg x Rp 750 1.800.000
Biaya overhead pabrik 60 % x 4.000 kg x Rp 940 2.256.000
8.976.000
Harga pokok produk dari produksi sekarang 31.000 kg x Rp 2.195 68.045.000
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Departemen 2 Rp 77.019.000
Harga pokok produk dalam proses akhir:
Biaya bahan baku : 9.000 kg x 100% x Rp 505 = Rp 5.545.000
Biaya tenaga kerja : 9.000 kg x 70% x Rp 750 = Rp 4.725.000
Biaya overhead Pabrik : 9.000 kg x 70 % x Rp 940 =5.922.000 15.192.000
Jumlah biaya yang dibebankan dalam departemen 1 Rp 92.210.000

PT. RISA RIMENDI


Laporan Biaya Produksi Departemen 1

Data Produksi
Produk BDP awal (BBB 100%, 60%) 4.000 kg
Masuk proses 40.000
Jumlah 44.000
Produk selesai yang ditransfer ke Dept. 2 35.000
BDP akhir (BBB 100%, BK 70%) 9.000
44.000
Biaya Yang Dibebankan dalam Dept. 1
Biaya Jumlah Per kg
Harga pokok produk dalam proses awal Rp. 4.920.000 -
Biaya yang dikeluarkan sekarang :

S1- Akuntansi
Biaya Bahan Baku Rp. 20.200.000 Rp. 505
Biaya Tenaga Kerja Rp. 29.775.000 Rp. 750
Biaya Overhead Pabrik Rp. 37.315.000 Rp. 940
Jumlah Rp. 92.210.000 Rp. 2.195

Perhitungan Biaya
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Dept. 2
Harga Pokok persediaan produk dalam proses awal Rp. 4.920.000
Biaya penyelesaian produk dalam proses awal
Biaya Bahan Baku Rp. –
Biaya Tenaga Kerja Rp. 1.800.000
Biaya Overhead Pabrik, Rp. 2.256.000 Rp. 4.056.000
Rp. 8.976.000
Harga pokok produk dari produksi sekarang 31.000 x Rp 2.195 Rp. 68.045.000
Rp. 77.019.000*
Harga pokok produk dalam proses akhir
Biaya Bahan Baku Rp. 4.545.000
Biaya Tenaga Kerja Rp. 4.725.000
Biaya Overhead Pabrik Rp. 5.922.02100 Rp. 15.192.000
Jumlah biaya produksi yang dibebankan dalam Dept. 2 Rp. 92.210.000

*jumlah sesungguhnya adalah Rp 77.021.000. Pencantuman jumlah tersebut dikurangi Rp 3.000 karena adanya pembulatan angka pada waktu perhitungan biaya ovrhead pabrik per kg.

METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA DEPARTEMEN SETELAH DEPARTEMEN PRODUKSI PERTAMA
Perhitungan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan departemen 2
Total biaya Unit ekuivalensi Biaya per unit
Harga pokok produk yang ditransfer dari departemen 1 Rp 77.019.000 35.000 kg Rp 2.201
Biaya yang dikeluarkan departemen 2 dalam periode sekarang:
Biaya tenaga kerja
Biaya overhead pabrik 37.068.000 38.000 975
44.340.000 36.800 1.205
S1- Akuntansi
Jumlah Rp 158.427.000 Rp 4.381
((100%-20%) x 6.000 unit) + 32.000 unit + (40%x3.000 unit)
((100%-60%) x 6.000 unit) + 32.000 unit + (80%x3.000 unit)

Perhitungan harga pokok produk selesai dan persediaan produk dalam proses departemen 2

*jumlah sesungguhnya adalah Rp 164.206.000. Pencantuman jumlah tersebut dikurangi Rp 2.000 karena adanya pembulatan angka pada waktu perhitungan biaya per unit.

Laporan Biaya Produksi Departemen 2 dengan menggunakan MPKP

S1- Akuntansi
Tambahan bahan baku mempunyai dua kemungkinan:
a. Tambahan jumlah produk yang dihasilkan oleh departemen produksi yang mengkonsumsi tambahan bahan baku tersebut. Jika tambahan bahan baku tidak menambah jumlah produk yang
dihasilkan, maka tambahan ini tidak berpengaruh terhadap perhitungan unit ekuivalensi produk yang dihasilkan, dan sebagai akibatnya tidak mempengaruhi perhitungan harga pokok produksi per
satuan produk yang diterima dari departemen produksi sebelumnya
b. Menambah jumlah produk yang dihasilkan oleh departemen produksi yang mengkonsumsi tambahan bahan baku tersebut. Jika terjadi tambahan produk yang dihasilkan dengan adanya tambahan
bahan baku dalam departemen setelah departemen produksi sebelumnya. Penyesuaian ini dilakukan karena total harga pokok produk yang berasal dari departemen sebelumnya, yang semula

S1- Akuntansi
dipikul oleh jumlah tertentu, sekarang harus dipikul oleh jumlah produk yang lebih banyak sebagai akibat tambahan bahan baku tersebut. Akibatnya harga pokok produk per unit yang berasal dari
departemen sebelumnya menjadi lebih kecil.

Contoh
PT Oki Sasongko memproduksi produknya melalui dua departemen produksi, yaitu Departemen 1 dan Departemen 2. Bahan baku tidak hanya diproses dalam Departemen 1 saja, namun juga
ditambahkan jumlah unit produk yang dipakai sebagai penyebut dalam penghitungan harga pokok produk yang berasal dari Departemen 1 bertambah, sehingga harga pokok per satuan produk
yang diterima dari Departemen 1 menjadi lebih rendah. Data produksi dan biaya produksi departemen 2 dalam bulan Januari 20X1 tercantum sebagai berikut;
Dep2
Data produksi
Produksi dalam proses awal:
Biaua tenaga kerja 20 %; BOP 60% 6.000 kg
Dimasukkan dalam proses bulan ini -
Unit yang diterima dari departemen 1 35.000 kg
Tambahan produk karena tambahan bahan baku 4.000 kg
Produk jadi yang ditransfer ke gudang 38.000 kg
Produk dalam proses akhir;
Biaya tenaga kerja 40%; biaya overhead pabrik 80% 7.000kg
Harga pokok produk dalam proses awal; Rp 11.150.000
Harga pokok dari departemen 1 -
Biaya bahan baku 950.000
Biaya tenaga kerja 1.152.000
Biaya overhead pabrik 4.140.000
Harga pokok kumulatif persediaan produk dalam proses awal Rp 17.392.000
Harga pokok produk yang diterima dari departemen 1 dalam bulan ini 35.000 x Rp 2.201 Rp 77.019.000
Biaya produksi
Biaya bahan baku 15.000.000
Biaya tenaga kerja Rp 37.068.000
Biaya overhead pabrik 44.340.000
Jumlah biaya produksi Departemen 2 bulan ini Rp 96.408.000

Perhitungan biaya produksi per satuan dengan metode MPKP jika tambahan bahan baku menambah produk yang dihasilkan di departemen 2
Total biaya Biaya per satuan
Harga pokok persediaan produk dalam proses awal Rp 17.392.000
Harga pokok produk yang diterima dari departemen 1 77.019.000 Rp 2.201
Penyesuaian karena adanya tambahan bahan baku yang menambah produk yang dihasilkan 226
S1- Akuntansi
Harga pokok produk yang diterima dari departemen 1 setelah disesuiakan Rp 1.975
Biaya produksi yang ditambahkan dalam departemen 2:
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja 15.000.000 385
Biaya overhead 37.068.000 936
44.340.000 1.109
190.819.000 4.405
(77.019.000 : 35.000) - (77.019.000 : 39.000) = 2.201-1.975= 226

Perhitungan harga pokok produk jadi dan persediaan produk dalam proses departemen 2 dengan metode MPKP
Total biaya
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke gudang Rp 17.392.000
Harga pokok persediaan produk dalam proses awal
Biaya penyelesaian produk dalam proses awal:
BTK 80% x 6.000 x Rp 936 4.492.800
BOP 40 % x 6.000 x Rp 1.109 2.661.600

Harga pokok produk dari produksi sekarang 32.000 units x Rp 4.405 140.960.000
165.468.600
Harga pokok produk dalam proses akhir :
Harga pokok dari departemen 1 = 7000 x Rp 1.975 13.825.000
BBB : 7.000 kg x 100% x Rp1.975 2.695.000
BTK : 7.000 kg x 40% x Rp 936 2.620.800
BOP : 7.000 kg x 80 % x Rp 1.109 6.210.400 25.350.400
Jumlah biaya yang dibebankan dalam departemen 2 190.819.000
*jumlah sesungguhnya adalah Rp 165.506.400. Pencantuman jumlah tersebut dikurangi Rp 37.800 karena adanya pembulatan angka pada waktu perhitungan biaya per unit.
Laporan Biaya Produksi Departemen 2 bulan Januari 20X1 tambahan baku dalam departemen produksi setelah departemen pertama.

S1- Akuntansi
S1- Akuntansi
Referensi
1. Datar, Srikant M., Foster, George., dan Horngren, Charles T. (2006). Akuntansi Biaya: Dengan Penekanan Manajerial. Edisi 12. Diterjemahkan oleh: Lestari, P.A., S.E. Penerbit Erlangga,
Jakarta.
2. Datar, Srikant M., Foster, George., dan Horngren, Charles T. (2011). Cost Accounting; A Managerial Emphasis. 14th edition. Prentice Hall.
3. Mulyadi, 2014. Akuntansi Biaya Edisi 5. Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta.

S1- Akuntansi

Anda mungkin juga menyukai