Anda di halaman 1dari 29

MATERI AUDITING

MATERIALITAS DAN RESIKO AUDIT

NAMA KELOMPOK :

1. RISKA MAHVIANA MUBAZIN ( 19.1.01.02.0005 )


2. NADILA APRILIA YUSTIKA ( 19.1.02.01.0025)

Kelas : 3B

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI

2021
A. KONSEP MATERIALITAS
Materialitas mendasari penerapan standar auditing, terutama yang berkaitan
dengan penerapan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Materialitas
merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu audit atas laporan keuangan.
Menurut FASB, melalui Statement of Financial Statements Concept no.2,
mendefinisikan materialitas sebagai “besarnya kealpaan dan salah saji informasi
akuntansi, yang didalam lingkungan tersebut membuat kepercayaan seseorang
berubah atau terpengaruh oleh adanya kealpaan dan salah saji tersebut”.
Sedangakan menurut IAI dalam SPAP-nya mendefinisika sebagai “besarnya nilai
yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilohat dari keadaan yang
melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengatuh
terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut
karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut”
Jadi materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji
informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan entitas, yang dapat merubah pengaruh
terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi
tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
Defini materialitas tersebut mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan
baik ( 1) keadaan yang berkaitan dengan entitas, ( 2) kebutuhan informasi pihak yang
akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan. Sebagai contoh suatu
jumlah material dalam laporan keuangan entitas tertentu dari periode akuntansi yang
satu ke periode akuntansi yang lain. Oleh karena itu, auditor dapat menyimpulkan
bahwa tingkat materialitas akun modal kerja harus lebih rendah bagi perusahaan yang
berada dalam situasi bangkrut bila dibandingkan dengan suatu perusahaan yang
memiliki current ratio 4 : 1. Dalam mempertimbangkan kebutuhan informasi pemakai
informasi keuangan semestinya harus dianggap, sebagai contoh bahwa pemakai
informasi keuangan adalah para investor yang perlu mendapatkan informasi memadai
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan mereka. Auditor harus
mempertimbangkan materialitas untuk merencanakan audit dan merancang prosedur
audit. Dengan mempertimbangkan materialitas, auditor dapat merancang proses audit
secara efisien dan efektif. Auditor perlu mempertimbangkan materialitas pada saat
akan mengeluarkan pendapat. Material tidaknya suatu kondisi atau masalah akan
membedakan pendapat yang akan diberikan. Laporan keuangan mengandung salah
saji meterial apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang
dampaknya secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat
mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam suatu hal yang
meterial sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum. Hal ini dapat terjadi
akibat dari penerapan yang keliru terhadap prinsip akuntansi yang bertemu umum
penyimpangan fakta, atau dihilangkannya informasi yang diperlukan. Jumlah material
untuk laporan keuangan perusahaan kecil bisa jadi sangat tidak meterial bagi
perusahaan besar. Sedangkan, tingkat materialitas untuk laporan keuangan perusahaan
yang terancam bangkrut adalah lebih rendah dibandingkan tingkat materialitas
perusahaan yang mempunyai likuiditas dan solvabilitas yang baik.

Mengapa Konsep Materialitas Penting Dalam Audit Atas Laporan Keuangan ?

Dalam audit atas laporan keuangan , auditor tidak dapat memberikan jaminan
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan
adalah akurat. Auditor tidak dapat memberikan jaminan karena ia tidak memeriksa
setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan
apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Jika auditor diharuskan
untuk memberikan jaminan mengenai keakuratan laporan keuangan auditan, hal ini
tidak mungkin dilakukan, karena akan memerlukan banyak waktu dan biaya yang
jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Disamping itu, tidak lah mungkin seseorang
menyatakan keakuratan laporan keuangan ( yang berarti ketepatan semua informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan ), mengingat bahwa laporan keuangan sendiri
berisi pendapat, estimasi, dan pertimbangan dalam proses penyusunannya, yang
sering kali pendapat, estimasi, dan pertimbangan tersebut tidak tepat atau akurat
seratus persen. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor
memberikan keyakinan, sebagai berikut :

1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam


laoran keuangan beserta pengungkapanya telah dicatat, diringkas, digolongkan,
dan dikompilasi.
2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulakan bukti audit
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat ( atau memberikan
informasi dalam hal terdapat perkecualian ) bahwa laporan keuangan sebagai
keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena
kekeliruan dan kecurangan.

Dengan demikian, ada dua konep yang melandasi keyakinan yang diberikan
oleh auditor : konsep materialitas dan konsep resiko audit. Karena auditor tidak
memerikasa setiap transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan, maka ia
harus bersedia menerima beberapa jumlah kekeliruan kecil. Konsep materialitas
menunjukan berapa besar salah saji yang dapat diterima oleh audito agar pemakai
laporan keuangan tidak terpengaruhi oleh salah saji tersebut. Berapa jumlah
kekeliruan atau salah saji yang auditor bersedia untuk menerimanya dalam laporan
keuangan namun ia tetap dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian
karena laporan keuangan tidak berisi salah saji material ?. konsep resiko audit
menunjukkan tingkat resiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas
laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.

Pertimbangan Awal Tentang Materialitas

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam


perencanaan auditnya. Penetuan materialitas ini yang sering kali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang
digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan
audit karena ( 1 ) keadaan yang melingkupi berubah, ( 2 ) informasi tambahan
tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit. Hal ini disebabkan karena
sifatnya yang relatif maka tingkat materialitas juga berubah. Tingkat materialitas awal
yang direncanakan (planning materiality) suatu perusahaan dapat berubah karena dua
hal tersebut.

Sebagai contoh klien mungkin dapat memperoleh sumber pembelanjaan untuk


melanjutkan usahanya yang pada saat audit direncanakan auditor meragukan
kemampuan klien dalam mempertahankan kelangsungan hidup usaha klien.
Kemudian audit yang telah dilaksanakan dapat memastikan bahwa sumber
pembelanjaan tersebut, sovabilitas klien dalam periode yang diaudit telah mengalami
peningkatan yang signifikan. Dalam keadaan ini tingkat materialitas yang digunakan
oleh auditor dalam mengevaluasi temuan audit dapat lebih tinggi dibandingkan
dengan materialitas perencanaan.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan dua pertimbangan, yaitu:

1. Pertimbangan kuantitatif, pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan


salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
2. Pertimbangan kualitatif, pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebbab
salah saji, suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dan secara
kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.

Berikut ini disajikan contoh pertimbangan kuantitatif dn kualitatif yang


dilakukan oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas.

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti :
a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
b. Total aktiva dalam neraca
c. Total aktiva lancar dalam neraca
d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca
2. Faktor kualitatif, seperti :
a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum
b. Kemungkinan terjadinya kecurangan
c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dan bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada
tingkat minimum teretntu.
d. Adanya gangguan dalam trend laba
e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan

Dalam perencanaan suatu audit, auditor dalam menetapkan materialitas pada dua
tingkat berikut :

a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup


laporan keuangan sebagai keseluruhan
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverivikasi saldo akun dalam mencapai
kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan
Faktor yang harus dipertimbangan dalam melakukan pertimbangan awal
tentang materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1. Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan

Materialitas laporan keuangan (financial statement materiality) adalah salah


saji agregrat minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting untuk
mencegah laporan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji bisa diakibatkan oleh penerapan prinsip
akuntansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta, atau karena hilangnya informasi
penting.

Auditor menentukan materialitas pada tingkat laporan keuangan karena


pendapat auditor tentang kewajaran adalah mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan dan tidak sepotong-potong. Laporan keuangan mengandung salah saji
yang meterial apabila mengandung kekliruan dan ketidakberesan yang secara individu
maupun kolektif sangat penting pengaruhnya terhadap kewajaran laporan keuangan.
Salah saji dapat disebabkan karena :

a. Salah penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum


b. Penyimpangan dari kenyataan sesungguhnya
c. Penyembunyian informasi yang semestinya perlu diungkapkan.

Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama,


auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit. Kedua, pada saat
mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit,
auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik
antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan
jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan
keuangan. Alasan yang mendasari adalah lebih sulit mencari kekeliruan kecil daripada
mencari kekeliruan besar.

Oleh karena itu, auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran


materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika auditor menentukan jumlah rupiah
materialitas terlalu rendah , auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang
sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah
materialitas terlalu tinggi, auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan
sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan
yang sebenarnya berisi salah saji material.
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi
kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan,
sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan
tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah
saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akuntansi berterima
umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau penghilang informasi yang
dilakukan.

Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari
satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan . Adapun beberapa
tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporang keuangan :

1. Laporan laba rugi , materialitas dapat dihubungan dengan total penderitaan , laba
bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, atau laba bersih setelah pajak.
2. Neraca , materialitas dapat didasarnkan padatotal aktiva, aktiva lancar, modal
kerja, atau kodal saham.

Dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas , mula-mula auditor


menentukan tingkat materialitas gabungan untuk setiap laporan keuangan. Sebagai
contah, auditor dapat menaksir bahwa kekeliruan berjumlah Rp 2 juta untuk laporan
laba rugi dan Rp 4 juta untuk neraca merupakan kekeliruan material. Dalam keadaan
ini, auditor tidak semestinya menggunakan materialitas neraca dalam perencanaan
audit karena jika salah saji neraca berjumlah Rp 4 juta juga berdampak terhadap
laporan laba rugi , sehingga laporan laba rugi akan salah saji secara material. Untuk
tujuan perencanaan , auditor harus menggunakan tingkat salah saji gabungan yang
terkecil yang dianggap material terhadap salah satu laporan keuangan. Auditor
biasanya menggunakan salah saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salah
satu laporan keuangan. Dasar pengambilan keputusan ini semestinya digunakan
karena:

( 1 ) Laporan keuangan saling berkaitan. Jika salah satu laporan keuangan


mengandung salah saji meterialitas, maka akan mempengaruhi laporan keuangan
lainnya atau dapat dikatakan saling berhubungan satu dengan lainnya

( 2 ) Banyak prosedur audit berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan.
Sebagai contoh , prosedur audit untuk menentukan apakah penjualan kredit
pada akhir tahun dicatat Dallam periode akuntansi semestinya memberikan bukti
tentang baik piutang usaha ( neraca ) dan pendapatan penjualan ( laporan laba rugi ).

Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat enam sampai


dengan sembilan bulan sebelum neraca. Oleh karena itu, pertimbangan tersebut dapat
didasarkan atas adata laporan keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternative,
pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau yang telah
lalu, yang disesuaikan dengan perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum dan
trend industry. Pertimbangan materialitas menyangkut baik pertimbangan kuantitatif
maupun kualitatif

 Pedoman Kuantitatif
Pada saat ini ada standar akuntansi ataupun satndar auditing yang berisi
pedoman tentang pengukuran materialitas secara kuantitatif. Contoh berikut ini
adalah pedoman yang sering digunakan oleh kantor-kantor akuntan dalam praktik
:
a. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah
saji 5 % sampai 10 % dari laba sebelum pajak
b. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah
saji ½ % sampai 1 % dari total aktiva
c. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah
saji 1 % dari pasiva
d. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah
saji ½ % sampai 1 % dari pendapat bruto
 Pertimbangan Kualitatif
Pertimbangan kualitatif berhubungan dengan penyebab salah saji. Suatu salah
saji yang secara kuantitatif tidak material, bisa menjadi material secara kualitatif.
Hal ini terjadi, misalnya apabila salah saji berhubungan dengan ketidak beresan
atau tindakan melawan hukum oleh klien. Ditemukannya hal demikian dalam
audit, akan berakibat auditor menarik kesimpulan bahwa terdapat risiko
signifikan sebagai tambahan atas risiko untuk salah saji yang sama tetapi tidak
berhubungan dengan ketidakberesan atau melawan hukum. SA 312.13
menyatakan bahwa walaupun auditor harus waspada terhadap salah saji yang
mungkin material secara kualitatif, pada umumnya tidaklah praktis untuk
merancang prosedur pendeteksinya.
2. Materialitas Pada Tingkat Saldo Akun
Meskipun auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara
keseluruhan , namun ia harus melakukan audit terhadap akun-akun secara
individual dalam mengumpulkan bukti audit yang dipakai sebagai dasar untuk
menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan auditan. Oleh karena itu, taksiran
materialitas yang dibuat pada tahap perencanaan audit harus dibagi ke akun-akun
laporan keuangan secara individual yang akan diperiksa. Bagian materialitas yang
dialkasikan ke akun-akun secara individual ini dikenal dengan sebutan salah saji
yang dapat diterima untuk akun tertentu.
Material pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin
terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep
materialitas pada saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo
akun material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat,
sedangkan konsep material berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat
mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan. Dalam
mempertimbangkan materialias pada tingkat saldo akun , auditor harus
mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas
laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan
audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara
individual, namun jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain,
dpat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan. Materialitas pada
tingkat saldo akun sering disebut dengan tolerable misstatement. Ada hubungan
erat antara tolerable misstatement dengan materialitas pada tingkat laporan
keuangan, yaitu akun-akun yang secara individual tidak material, bila
diakumulasikan dapat menjadi meterial secara kumulatif pada tingkat laporan
keuangan.
Salah saji yang biasanya terdapat pada akun dan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu salah saji yang dikenal(known misstatement) dan kemungkinan salah saji
(likely misstatement). Salah saji yang dikenal atau known misstatement adalah
salah saji dimana auditor dapat menemukan banyak salah saji akun. Contohnya,
ketida mengaudit properti, plant, dan equipment/peralatan. Dalam hal ini auditor
dapat mengidentifikasi peralatan yang diakui sebagai sewa yang dikapitalisasi
padhal seharusnya dibebankan pada sewa guna biasa atau sewa operasional.
Kemungkinan salah saji atau likely misstetement dibagi menjadi dua yaitu:
1) Salah saji yang muncul dari perbedaan penilaian antara manajemen dan
auditor mengenai saldo suatu akun
2) Proyeksi salah saji berdasarkan uji sampel pada populasi yang dilakukan
auditor
3. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan Ke Akun
Jika pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan
dikuantifikasikan penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat
diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara
individual. Pengalokasian ini dapat dilakukn baik untuk akun neraca maupun akun
laba rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba rugi juga
mempengaruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit, banyak auditor yang
melakukan alokasi atas dasar akun neraca. Pengalokasian materialitas laporan
keuangan pada akun-akun baik neraca maupun laporan laba rugi lebih sering
didasarkan pada neraca, karena setiap salah saji pada laporan laba rugi pasti akan
mempengaruhi neraca. Akun neraca relatif lebih sedikit daripada akun laba rugi.
Pengalokasian materialitas dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
 Besar relatif akun
 Besar variabel akun
 Pertimbangan profesional

Dalam melakukan alokasi auditor harus mempertimbangkan kemungkinan


terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk memverifikasi akun tersebut. Sebagai contoh, salah saji lebih kemungkinan
lebih besar terdapat dalam sediaan dibandingkan dengan aktiva tetap, dan
umumnya biaya untuk mengaudit sediaan lebih mahal dibandingkan dengan biaya
untuk mengaudit aktiva tetap. Auditor juga harus mempertimbangkan biaya untuk
memeriksa akun dalam melakukan pengalokasian. Sebagai contoh, biaya untuk
melakukan pemeriksaan atas rekening piutang dagang pada umumnya lebih besar
daripada biaya pemeriksaan aktiva tetap.

Dalam mengalokasikan materialitas pada akun-akun neraca, seorang auditor


juga memiliki hambatan, yaitu :
a. Auditor mengekspetasikan beberapa akun memiliki salah saji lebih banyak
dari akun lainnya
b. Baik overstatement maupun understatement harus dipertimbangkan
c. Biaya audit relatif memiliki pengaruh pada alokasi

Tingkat materialitas salah saji akun memiliki hubungan terbalik dengan bukti.
Jika materialitas yang dipertimbangkan tinggi, maka bukti yang diperlukan akan
lebih sedikit daripada materialitas rendah. Berkurangnya bukti akan menurunkan
biaya auditing. Perlu dibedakan secara jelas antara materialitas tingkat saldo akun
dengan akun yang material. Jika semakin rendah tingkat meterialitas, maka
semakin kecil pula tingkat kesalahan yang ditoleransi. Jika semakin kecil tingkat
kesalahan yang ditoleransi, maka semakin banyak bukti yang diperlukan.
Semakin material suatu akun, maka semakin banyak bukti yang harus dihimpun
dan semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan. Akun piutang dagangb
lebih material daripada akun surat berharga bagi perusahaan perdagangan. Oleh
karena itu, bukti yang harus dihimpun pada pemeriksaan piutang dagang harus
lebih banyak.

4. Penggunaan Materialitas Dalam Mengevaluasi Bukti Audit


Jika pada tahap perencanaan audit, auditor menaksir bahwa salah saji Rp
9.000.000 dipandang material untuk total aktiva, jumlah ini kemudian dipakai oleh
auditor untuk mengevaluasi bukti audit yang dikumpulkan dalam membuktikan
berbagai asersi yang terkandung dalam akun –akun aktiva dalam neraca. Misalnya ,
auditor kemudian menemukan salah saji sebesar Rp 3.000.000 dalam akun
persediaan. Apakah auditor dengan penemuan ini auditor kemudian mengambil
kesimpulan bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan berisi salah saji material ?
tidak semudah itu perimbangannya. Auditor akan menjumlah berbagai kekeliruan
yang ditemukan data audit atas berbagai akun yang termasuk dalam kelompok aktiva.

Pertimbangan Materialitas Oleh Auditor


Berdasarkan penelitian empiris, ada beberapa faktor yang mempengaruhi auditor
dalam menentukan besarnya materialitas (materiality judgement). Faktor-faktor
tersebut adalah (Carpenter, 1992):
1. Faktor Individu Audior
Karakter personal mempunyai pengaruh terhadap tingkat keyakinan auditor
mengenai keputusan materialitas. Penentuan besarnya materialitas juga
dipengaruhi oleh pengalaman auditor yag bersangkutan.
2. Faktor Eksternal Perusahaan
Informasi non keuangan yang bersifat kontekstual dapat pula digunakan oleh
auditor praktisi dalam menentukan materialitas. Faktor kontekstual antara lain
faktor jenis industri perusahaan auditor dan kondisinya.
3. Tingkat Pengaruh Suatu Akun
Besarnya pengaruh yang diberikan suatu akun terhadap laba bersih merupakan
faktor terpenting dalam menentukan besarnya tingkat materialitas audit.
4. Faktor Kondisi Kantor Akuntan Publik
Penentuan tingkat materialitas audit dipengaruhi oleh struktur dari kantor akuntan
publik yang melaksanakan tugas.

B. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT


Materialitas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kecukupan ( kuantitas) bukti audit. Dalam membuat
generalisai hubungan antara materialitas dengan bukti audit , perbedaan istilah
materialitas dan saldo material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat
materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan. Semakin besar atau
semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak jumlah bukti yang dieprlukan
( hubungan langsung ).

C. RESIKO AUDIT
“Risiko” adalah kemungkinan adanya konsekuensi jelek/ tidak
menguntungkan, rugi dan lain sebagainya. Semua orang pasti akan menghadapi apa
yang nama risiko, entah risiko yang dialami itu besar maupun kecil. Seseorang yang
bertidak pasti bisa mengambil risiko. Dan risiko yang dialami seseorang tergantung
dari apa yang dia lakukan. Resiko dalam auditing berarti bahwa auditor menerima
suatu tingkat ketidakpastian tertentu dalam pelaksanaan audit. Resiko audit
didefinisikan sebagai probabilitas dikeluarkannya pendapat yang tidak tepat terhadap
laporang keuangan karena adanya kesalahan materiil yang tidak dapat ditemukan
dalam pemeriksaan. Resiko audit adalah kemungkinan risiko salah saji bersifat
material dan penggelapan /fraud yang dapat lolos dari proses audit jika auditor tidak
melakukan tugasnya secara cermat
Dalam perencanaan audit , auditor harus mempertimbangkan resiko audit.
Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit Dan Materialitas Dalam Pelaksanaan Audit,
resiko audit adalah resiko yang terjadi dalam hal auditor , tanpa disadari , tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Audit Risk and Materiality in Conducting and Audit
(SAS Nos.47 dan 48), AU 312.02, mendefinisikan risiko audit adalah risiko bahwa
auditor mungkin tanpa sengaja telah gagal untuk memodifikasi pendapat secara tepat
mengenai laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko udit yang
ingin diterima auditor mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat keinginannya
mengekspresikan pendapat yang tepat.
Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya , semakin rendah resiko
audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya. Jika diinginkan tingkat kepastian
99 % , resiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya adalah 1 %,
sedangkan jika 95 % kepastian dipandang mencukupi , resiko audit yang auditor
bersedia untuk menanggungnya adalah 5 %. Dalam audit yang atas laporan keuangan
perusahaan yang go public , auditor biasanya menetapkan resiko audit pada tingkat
yang rendah mengingat banyaknya pemakai laporan audit , dibandingkan dengan
pemakai laporan audit perusahaan perorangan. Begitu juga jika auditor menghadapi
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan, resiko audit yang auditor bersedia
untuk menanggungnya adalah rendah.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai
keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari verifikasi asersi yang berkaitan
dengan saldo akun secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk
membatasi resiko audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir
proses audit, resiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai
keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.
Selain risiko audit, auditor sebenarnya juga mengahadapi yang namanya
resiko kerugian praktik profesional yang disebabkan adanya tuntutan pengadilan,
publikasi negatif, atau peristiwa lain yang timbul berakibat dengan laporan keuangan
yang telah diaudit dan dilaporkan. Risiko usaha, adalah risiko yang selalu dihadapi
oleh auditor meskipun telah malaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan oleh IAI dan telah melaporkan hasil audit atas laporan keuangan dengan
semestinya. Penelitian empiris pada risiko audit menyimpulkan bahwa risiko bisnis
yang tinggi meningkatkan jumlah jam audit tetapi tidak fee per jam sehingga akan
meningkatkan total fee audit. Hal ini terjadi karena tingginya risiko audit mendorong
auditor untuk meningkatkan upaya auditnya.
Standar auditing seksi 312 “Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan
Audit”, mengaharuskan seorang auditor untuk mempertimbangka risiko audit dalam:
a. Perencanaan audit dan perancangan program audit
b. Pengevaluasian akhir apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan
secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang berterima umum.

Seorang auditor harus mempertimbangkan risiko audit untuk merncakan audit


dan merancang prosedur audit. Dengan mempertimbangka risiko audit, maka auditor
dapat merancang prosedur audit secara efisien dan efektif. Semakin kecil risiko audit,
maka semakin banyak bukti audit yang diperlukan. Oleh karena itu, semakin kecil
risiko audit, maka semakin banyak prosedur audit yang harus diterapkan. Dengan
demikian, prosedur audit dapat digunakan untuk menghimpun bukti audit kompeten
yang cukup. Bukti audit kompeten yang cukup dapat dijadikan sebagai dasar untuk
mengevaluasi terhadap kewajaran laporan keuangan.

Meningkatnya laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan dapat


meningkatkan kemungkinan terjadinya laporang keuangan yang mengandung
kecurangan sehingga akan meningkatkan upaya audit. Keseluruhan resiko audit akan
meningkat jika auditor semata-mata menggunakan laporan keuangan dari auditan.

Resiko Audit Pada Tingkat Laporan Keuangan Dan Tingkat Saldo Akun
Kenyataanya bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang
ketepatan informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan
auditor mempertimbangkan baik materialitas maupun resiko audit – resiko yang
terjadi dalam hal auditor , tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji
material.
Resiko audit seperti materialitas dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :
1. Resiko audit keseluruhan, yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai
keseluruhan ( sesuai dengan definisi resiko audit yang disajikan diatas )
2. Resiko audit individual, yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
 Resiko Audit Keseluruhan
Pada tahap perencanaan auditnya , auditor pertama kali harus menentukan
resiko audit keseluruhan yang direncanakan ( overall planned audit risk ) yang
merupakan besarnya resiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam
menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal
kenyataanya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material.
Resiko audit dapat ditaksir secara kuantitatif atau kualitatif. Dalam penentuan
resiko audit keseluruhan , auditor juga menyatakan tingkat kepercayaan ( level of
confidence ). Sebagai contoh jika auditor bersedia menanggung resiko audit 5%
bahwa ia akan menerima laporan keuangann yang berisi salah saji material. Hal
ini berarti auditor juga 95 % yakin bahwa laporan keuangan disajikan secara
wajar tanpa pengecualian yang diberikan oleh auditor. 10% resiko audit juga
berarti juga 90% tingkat kepercayaan. Resiko audit merupakan pelengkap tingkat
kepercayaan.
Jika misalnya auditor memperkirakan resiko audit keseluruhan pada tingkat
laporan keuangan sebesar 5% ( oleh karena itu, tingkat kepercayaan sebesar
95% ) dengan menggabungkan resiko audit tersebut dengan tafsiran materialitas
dalam raba bersih sebelum pajak sebesar Rp 4.000.000 auditor dapat membuat
panduan sebagai berikut :
Pada tingkat resiko audit keseluruhan 5% laporan keuangan akan diterima sebagai
disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, jika salah saji keseluruhan
dalam laba bersih sebelum pajak adalah lebih dari Rp 4.000.000.
 Resiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secera individual ,
resiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepada akun-akun berkaitan. Resiko
audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun tertentu seringkali sangat
penting karena besar saldonya dan frekuensi transaksi perubahannya. Dari
pengalaman audit di tahun sebelumnya , auditor dapat menaksir resiko audit atas
akun tertentu.
Tipe-tipe Risiko Audit
Menurut Taylor dan Glezer tipe risiko audit pada dasarnya ada dua, yaitu:
1. Risiko tipe l
Adanya risiko bahwa suatu saldo akun mengandung kesalahan yang
jika digabungkan dengan kesalahan-kesalahan pada saldo akun yang lain,
dapat mengakibatkan laporan keuangan salah saji secara material. Hal iri
diakibatkan Oleh adanya kesalahan yang dilakukan oleh pegawai klien dalam
memproses suatu transaksi akuntar.si
Contoh: Karena kesalahan klien dalam memposting mengakibatkan kesalahan
sebesar Rp600.000,dalam piutang dagang. Kesalahan tersebut tidak material
namun ketika digabung dengan kesalahan dalam akun yang lain jumlah
kesalahan tersebut menjadi Rp2.500.000.Jika ternyata penghasi:an bersih
perusahaan hanya sebesar Rp25.000.000,maka laporan keuangan menjadi
salah saji secara material. Risiko tipe I .ni terdiri atas nsiko bawaan dan risixo
pengendalian. Kedua nisiko iru tidax dapat dikendalikan oleh auditor tapi
dapat dinilai.
2. Risiko tipe II
Adanya risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi adanya kesalahan
seperti alam risiko tipe I di atas.
Contoh: Auditor memilih sampel yang kecil dari piutang dagang untuk
konfirmasi. ternyata dari sampel tersebut tidak mengandung akun vang salah.
Auditor percaya bahwa piutang dagang tersebut telah disajikan secara wajar
walaupun sebenarnya tidak resiko ini merupakan resiko deteksi yang harus
dikendalikan auditor.

Komponen Risiko Audit


Terdapat 3 unsur resiko audit sebagai berikut :
1. Resiko bawaan
Resiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan
dan prosedur pengendalian internal yang terkait. Resiko salah saji demikian
adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan
dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin
mengakibatkan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana.uang
tunai lebih mudah dicuri daripada persedian batu bara. Akun yang terdiri dari
jumlah yang berasal dari estimasi akuntansi cenderung mengandung resiko salah
saji lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relative rutin dan berisi
data berupa fakta. Faktor eksternal juga mempengaruhi resiko bawaan. Sebagai
contoh, perkembangan teknologi mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi
uang, sehingga mengakibatkan persediaan cenderung dilaporkan lebih besar.
Disamping itu terhadap faktor-faktor tersebut yang khusus menyangkut saldo
akun atau golongan transaksi tertentu , faktor-faktor yang berhubungan dengan
beberapa atau seluruh saldo akun atau golongan transaksi mungkin mempengaruhi
resiko bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi
tertentu. Faktor yang terakhir ini mencakup misalnya kekurangan modal kerja
untuk melanjutkan usaha atau penurunan aktivitas industry yang ditandai oleh
banyaknya kegagalan usaha.
Risiko bawaan merupakan faktor independen terhadap audit laporan
keuangan. Yang artinya bahwa auditor tidak dapat mengubah tingkat
sesungguhnya dari risiko bawaan. Namun auditor dapat mengubah tingkat risiko
yang ditetapkan dari risiko bawaan. Auditor dapat langsung memperkirakan risiko
bawaan pada tingkat yang sesuai dengan memilih tingkat maksimum.
Resiko bawaan selalu ada dan tidak pernah mencapai angka nol. Risiko
bawaan tidak dapat diubah oleh penerapan prosedur audit yang paling baik
sekalipun. Meskipun demikian, apabila auditor berkesimpulan bahwa usaha untuk
mengevaluasi risiko bawaan tidak sebanding dengan pengurangan prosedur audit,
maka auditor harus menetapkan risiko bawaan pada tingkat maksimum pada saat
merancang prosedur audit. Risiko bawaan bervariasi untuk setiap asersi. Risiko
bawaan juga dibedakan atas resiko bawaan setiap akun dan resiko bawaan
keseluruhan untuk banyak akun.
Berikut merupakan beberapa faktor yang menentukan risiko bawaan pada banyak
akun :
a. Profitabilitas perusahaan secara relatif dibandingkan dengan perusahaan pada
umumnya. Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan, maka semakin kecil
resiko bawaannya
b. Jenis usaha sensitivitas operasi. Perusahaan yang bergerak paada bidang
keuangan lebih besar risiko bawaannya daripada perusahaan ekspedisi karena
bidang keuangan sangat sensitif terhadap perubahan kurs mata uang, dan
perubahan tingkat suku bunga. Oleh karena itu, semakin sensitif operasi suatu
perusahaan, maka semakin tinggi resiko bawaannya. Bidang usaha sangat
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan kompetensi usaha yang ketat,
sehingga mengakibatkan resiko bawaan tinggi.
c. Masalah kelangsungan usaha. Perusahaan yang sedang menghadap masalah
kebangkrutan mempunyai resiko bawaan tinggi.
d. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi dalam audit tahun
sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila
banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya.
e. Integritas, reputasi, dan pengetahuan akuntansi dari manajemen. Semakin baik
integritas, reputasi, dan pengetahuan tentang akuntansi yang dimiliki
manajemen klien, maka semakin kecil resiko bawaannnya.

Berikut merupakan beberapa faktor yang menentukan resiko bawaan suatu akun
tertentu :

a. Auditabilitas akun atau transaksi. Semakin tinggi tingkat audibilitas akun,


maka semakin rendah resiko bawaan pada akun tersebut.
b. Kerumitan masalah akuntansi yang terkait. Hal ini meliputi masalah
pengakuan dan kerumitan penilaian akun. Masalah akuntansi yang rumit akan
meningkatkan risiko audit.
c. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi pada audit tahun
sebelumnya. Risiko bawaan pada suatu akun akan dinilai tinggi apabila
banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya

2. Resiko Pengendalian
Resiko pengendalian adalah resiko terjadinya salah saji material dalam suatu
asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian internal entitas. Resiko ini ditentukan oleh efektivitas kebijakan dan
prosedur pengendalian internal untuk mencapai tujuan umun pengendalian
internal yang relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas. Resiko
pengendalian tertentu akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap
pengendalian internal. Sebagai contoh pengendlaian internal mungkin menjadi
tidak efektif karena kelalaian manusia akibat ceroboh atau bosan atau karena
adanya kolusi diantara personel pelaksanaaanya.
Risiko pengendalian tidak pernah mencapai angka nol karena pengendalian
internal tidak akan dapat menghasilkan keyakinan penuh bahwa semua salah saji
material akan dapat dideteksi ataupun dicegah. Risiko pengendalian merupakan
fungsi dari efektivitas struktur pengendalian internal. Semakin efektif struktur
pengendalian internal perusahaan klien, maka semakin kecil resiko
pengendaliannya. Penetapan resiko pengendalian didasarkan atas kecukupan bukti
audit yang menyatakan bahwa struktur pengendalian internal klien adalah efektif.
Pada saat perencanaan audit, auditor menentukan besarnya resiko
pengendalian yang direncanakan untuk setiap asersi yang signifikan. Risiko
pengendalian yang direncanakan ditentukan berdasarkan asumsi tentang
efektivitas rancangan dan operasi struktur pengendalian internal yang relevan.
Risiko pengendalian yang direncanakan ditentukan berdasarkan informasi audit
tahun sebelumnya. Pada saat mengevaluasi hasil akhir atas temuan audit, risiko
bawaan aktual akan diketahui. Risiko pengendalian aktual ditentukan berdasarkan
bukti mengenai pemahaman struktur pengendalian internal klien yang diperoleh
selama tahap pengujian audit.

3. Resiko Deteksi

Resiko deteksi adalah resiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi
salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Resiko deteksi tergantung
atas penetapan auditor terhadap risiko audit, risiko bawaan, dan risiko
pengendalian. Resiko deteksi ditentukan oleh efektivitas prosedur audit dan
penerapannya oleh auditor. Resiko deteksi merupakan resiko yang dikendalikan
oleh auditor. Hal ini disebabkan oleh risiko deteksi yang merupakan fungsi dari
efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Resiko ini timbul
sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa
100% saldo akun atau golongan transaksi , dan sebagian lagi karena
ketidakpastian yang ada., walaupun saldo akun dan goongan transaksi tersebut
diperiksa 100% . ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin
memilih suatu prosedur yang tidak cocok , menerapkan secara keliru prosedur
yang tepat , atau salah menafsiirkan hasil audit. Ketidapksatian ini dapat
dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan
supervisi memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar
pengendalian mutu. Resiko deteksi adalah suatu fungsi dari keefektifan prosedur
auditing dan penerapannya oleh auditor. Berbeda dengan risiko bawaan dan
resiko pengendalian, tingkat resiko deteksi sesungguhnya bisa diubah oleh auditor
dengan memodifikasi sifat, saat, dan luas pengujian substantif yang dilakukan
untuk setiap asersi.

Dalam tahap perencanaan audit, tingkat resiko deteksi direncanakan yang


dapat diterima ditentukan untuk setiap bagian signifikan dengan enerapkan model
resiko audit yang menghubungkan komponen-komponen risiko audit. Tingkat
resiko deteksi yang direncanakan apabila diperlukan bisa diubah kemudian
berdasarkan bukti yang dikumpulkan tentang efektifitas pengendalian internal.

Ada perbedaan yang mendasar antara risiko bawaan dan risiko pengendalian
dengan risiko deteksi. Kedua risiko terdahulu ada terlepaas dari dilakukan atau
tidaknya audit atas laporan keuangan. Sedangkan risiko deteksi berhubungan
dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor sendiri. Risiko
deteksi dapat lagi dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Resiko review analitis


Adalah resiko yang timbul karena prosedur-prosedur review analitis tidak
dapat mendeteksi kesalahan material.
2) Resiko tes substantif
Adalah resiko kesalahan material tidak dapat dideteksi melalui
penggunaan prosedur tes substantif.
Selain rsiko-resiko diatas, resiko didalam audit dapat pula dibagi atas resiko
sampling dan resiko non sampling. Resiko sampling merupakan resiko atas
kesimpulan auditor yang diambil dari hasil pengujian terhadap karakteristik
tertentu dari sampel tertentu. Resiko non sampling merupakan bagian dari resiko
audit yang tidak hanya berkaitan dengan data, tetapi lebih banyak dihasilkan dari
faktor lain, seperti kesalahan faktor manusia, kesalahan penerapan prosedur audit
untuk tujuan audit, dan salah menginterpretasikan hasil suatu sampel.

Penggunaan Informasi Resiko Audit

Taksiran resiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh
auditor untuk menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk membuktikan
kewajaran penyajian saldo akun tertentu. Untuk itu, auditor menetukan resiko deteksi
dari formula resiko audit berikut ini :

resiko audit individual = reiko bawaan X resiko pengendalian X resiko deteksi

Dari formula tersebut , resiko deteksi dapat dihitung dengan formula berikut ini :

resiko audit individual

Resiko deteksi =

Resiko bawaan X resiko pengendalian

Dari formula diatas, resiko deteksi dihitung melalui tahap – tahap berikut ini :
1. Menetapkan resiko audit, resiko bawaan , dan resiko pengendalian secara
individual berdasarkan pertimbangan professional auditor.
2. Melakukan perhitungan resiko deteksi sesaui dengan formula tersebut

Contoh :

Dalam menaksir resiko deteksi dalam audit atas sediaan, auditor melakukan
pertimbangan berikut ini :

1. Berdasarkan pertimbangan auditor , ditentukan resiko audit individual untuk akun


sediaan pada tingkat 5% ( karena resiko audit keseluruhan juga ditetapkan sebesar
5%)
2. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditentukan resiko bawaan pada tingkat 60%
karena akun sediaan bersaldo besar, beberapa perhitungannya rumit, frekuensi
transaksi yang berkaitan dengan akun sediaan adalah tinggi.
3. Berdasarkan pertimbangan auditor , ditentukan resiko pengendalian sebesar 30%
karena pengendalian klien efektif beradasarkan hasil pengujian pengendalian yang
dilakukan dalam audit tahun lalu.

Berdasarkan berbagai pertimbangan auditor tersebut diatas, resiko deteksi ditentukan


sebesar :

0,05

0,60 x 0,30

= 0,28 atau 28%

Resiko deteksi sebesar 28% dapat digunakan oleh auditor dalam memutuskan
jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor dalam audit atas akun sediaan. Jika
teknik statistical sampling digunakan oleh auditor, resiko deteksi sebesar 28%
tersebut menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh auditor menggunakan
non-statistical sampling, auditor akan memilih resiko deteksi yang lebih tinggi dan
oleh karena itu , ia akan membatasi pengujian yang dilakukan terhadap akun sediaan.

Pengklasifikasian pertimbangan sebagaimana yang diuraikan diatas


merupakan pekerjaan yang sulit bagi auditor. Oleh karena itu beberapa auditor lebih
menyukai pertimbangan kualitatif dalam menaksir bebagai macam resiko yang
membentuk resiko audit. Disamping itu, penggunaan pendekatan kuantitaif memaksa
auditor untuk memikirkan dengan mendalam berbagai pertimbangan auditnya.

Hubungan Antar Komponen Resiko

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa komponen resiko audit


terdiri dari risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Risiko bawaan dan
risiko pengendalian berkaitan dengan kondisi klien. Risiko deteksi dapat dikendalikan
oleh auditor. Resiko bawaan dan resiko pengendalian berbeda dengan resiko deteksi.
Kedua resiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit
atau laporan keuangan, sedangkan resiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit
dan dapat diubaholeh keputusan auditor itu sendiri. resiko deteksi mempunyai
hubungan yang terbalik dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian. Semakin
kecil resiko bawaan dan resiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin
besar resiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya resiko
bawaan dan resiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin kecil tingkat
resiko deteksi yang dapat diterima. Komponen resiko audit ini dapat ditentukan secara
kuantitatif, seperti dalam bentuk presentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar,
misalnyadari minimum sampai dengan maksimum.

Melukiskan hubungan antar resiko, resiko bawaan merupakan kerentanan


asersi individual terhadap salah saji material. Resiko ini dapat dicegah atau dideteksi
oleh pengendalian internal klien. Namun, jika salah saji material tidak dapat dicegah
dengan pengendalian internal klien, timbullah resiko pengendalian. Oleh karena itu
melalui audit atas laporan keuangan , auditor independen melakukan verifikasi
terhadap asersi individual, dengan harapan salah saji yang ada dalam asersi tersebut
dapat terdeteksi dengan prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor. Namun, jika
salah saji material tetap tidak dapat dideteksi oleh prosedur audit yang dilakukan oleh
auditor, timbullah resiko deteksi. Sebagai akibatnya, jika pengendalian internal klien
tidak dapat mencegah dan mendeteksi salah saji material akan diberi pendapat wajar
tanpa pengecualian. Timbullah kemudian resiko audit, resiko yang terjadi dalam hal
auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas
suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.

Hubungan Antara Risiko Audit dengan Bukti Audit

Risiko mempengaruhi judgement yang dilakukan auditor mengenai kecakupan


bukti audit. Risiko audit mempunyai hubungan terbalik dengan bukti audit. Semakin
tinggi risiko audit dan risiko deteksi, maka semakin sedikit bukti audit yang
diperlukan. Risiko bawaan dan risiko pengendalian mempunyai hubungan searah
dengan kecukupan bukti audit. Semakin tinggi risiko bawaan maupun risiko
pengendalian, maka semakin banyak bukti audit yang harus dihimpun auditor.

Model Risko Audit


 meurut (SAS NO.47 AU 312.20 ) Model risiko audit menyatakan hubungan antara
komponen-komponen risiko Audit sebagai berikut;
AR = IR x CR X DR

Dalam model di atas simbol-simbol berarti sebagai berikut;

AR =  Audit Risk / Risiko Audit.


IR   =  Inherent Risk /Risiko Bawaan

CR =  Control Risk / Risiko Pengendalian

DR = Detection Risk / Risiko Deteksi ( resiko yang dapat dikendalikan oleh auditor )

 Menurut Richard W. Houston dan Michael F. Peters , 1999

DR = AAR

IR X CR

Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:

1. Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka persentase
Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).
2. Menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan
faktor eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Sedangkan
CR diukur dengan menilai desain dan implementasi sistim pengendalian internal
yang dimiliki oleh auditee seperti yang sudah saya jelaskan di atas.
3. menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas, kemudia besaran DR
inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
merancang prosedur audit, substantive test dan rencana audit secara keseluruhan.

Untuk menggambarkan penggunakan model diatas, misalkan auditor telah


membuat perhitungan risiko berikut untuk suatu asersi tertentu, Misalnya Asersi
penilaian atau pengalokasian atas persediaan:

IR = 50%

CR = 50%

 Misalkan auditor telah menetapkan risiko audit (AR) keseluruhan sebesar 5%


risiko deteksi dapat ditentukan dengan menggunakan model untuk DR sebgai
berikut:
DR = AR / (IRX CR)
  = 0,05/(0,5X0,5)
= 20%
 Apabila auditor memutuskan bahwa risiko bwaan tidak dapat dikuantifikasi, maka
IR nya adalah 1. Sehingga:
DR = AR / (IRxCR)
= 0,05 / (1x0,05)
= 10%
 Apabila Auditor memutuskan bahwa risiko bawaan tidak dapat dikuantifikasi, dan
evaluasi terhadap efektivitas struktur pengendalian intern tidak efesien, maka
risiko deteksinya besarnya sama dengan risiko audit. Sehingga dapat dirumuskan:
DR = AR / ( IRxCR)
= 0,05 / (1x1)
=5%

Penelitian menunjukkan penggunaan rumus ini bisa menghsilkan resiko salah


saji terhadap resiko audit yang dicapai. Walaupun tidak tepat menggunakan rumusan
ini, namun hubungan-hubungan dalam rumusan ini benar dan bisa digunakan dalam
praktiknya. Rumusan ini menunjukkan tiga cara untuk mengurangi resiko audit

1. Mengurangi resiko bawaan. Karena resiko bawaan dinilai oleh auditor


berdasarkan kondisi klien, penilaian ini diseesaikan selama perencanaan dan
biasanya tidak berubah kecuali fakta-fakta baru terbuka saat audit berjalan
2. Mengurangi resiko pengendalian. Resiko pengendalian yang dinilai,
dipengaruhi oleh pengendalian internal dari klien dan pengujian auditor
terhadap pengendalian itu. Auditor bisa mengurangi resiko pengendalian
dengan melakukan uji pengendalian lebih luas jika klien memiliki
pengendalian yang efektif
3. Mengurangi resiko deteksi dengan meningkatkan uji audit substantif. Auditor
mengurangi resiko deteksi yang dicapai dengan mengumpulkan bukti
menggunakan prosedur analitis, tes substantive dari transaksi dan tes dari
rincian saldo. Prosedur audit tambahan, mengasumsikan kalau prosedur itu
efektif dan ukuran sampel lebih besar, keduanya mengurangi resiko dateksi
yang dicapai.

Secara subjektif, menggabugkan tiga faktor ini untuk mencapai risiko audit
yang rendah, membutuhkan pertimbangan professional yang dapat diputuskan.
Beberapa KAP mengembangkan pendekatan yang bagus untuk membantu auditor
membuat pertimbangan tersebut, dan juga KAP lain yang menyerahkan keputusan itu
kepada setiam tim audit
Pengembangan model risiko audit

Beberapa model yang dijelaskan diatas merupakan model umum yang


digunakan oleh auditor. Tetapi model model tersebut dapat juga dijabarkan atau
dikembangkan menjadi:

AR = IRxCRxARRxSTR atau AR = IrxCRxDRxSR

AR =  Audit Risk

IR =  Inherent Risk

CR =  Control Risk

ARR = Analytical Review Risk

STR = Subtansive Test Risk

SR = Sampling Risk

DR = Detection Risk

Matriks Komponen-komponen Risiko

Matriks ini didasarkan pada asumsi bahwa risiko audit dibatasi pada tingkat
rendah. Matrix ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk menentukan risiko deteksi
pada tingkatan risiko audit yang lain.

Risiko Bawaan Risiko Pengendalian


Maksimum Tinggi Moderat Rendah
Maksimum Tingkat risiko yang dapat diterimanuntuk mencapai risiko audit yang rendah
Sangat Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah
Tinggi Sangat Rendah Rendah Rendah Moderat
Moderat Rendah Rendah Moderat Tinggi
Rendah Rendah Moderat Tinggi *
*Tes Substansif mungkin tidak diperlukan untuk asersi tertentu

Matriks tersebut menunjukkan konsistensi dari model risiko audit yakni tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima berhubungan terbalik dengan tingkat risiko bawaan dan
risiko pengendalian. Misalnya jika risiko bawaan dsn risiko pengendalian ditentukan
moderat, makatingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah.
D. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, DAN BUKTI
AUDIT
Di awal telah dijelaskan bahwa terdapat hubungan berlawanan antara
materialitas dan bukti audit. Jika materilitas rendah, jumlah salah saji yang kecil saja
dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan auditor perlu
mengumpulkan bukti audit komponen dalam jumlah banyak. Sebaliknya, jika
materialitas tinggi, jumlah salah saji besar baru dapat mempengaruhi keputusan
pemakai informasi keuangan, auditor hanya perlu mengumpulkan buku audit
kompeten dalam jumlah sedikit.
Demikian pula hubungan anatar resiko audit dengan bukti audit,. Semakin
rendah resiko audit, auditor bersedia untuk menanggung resiko audit rendah sehingga
tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi, auditor perlu
mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak. Sebaliknya , semakin
tinggi resiko audit, auditor bersedia untuk menanggung resiko audit tinggi sehingga
tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah rendah, auditor perlu
mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah kecil saja.
Hubungan antara materialitas, resiko audit, dan bukti audit dapat dilukiskan
dan digambarkan sebagai berikut :
1. Jika auditor mempertahankan resiko audit konstan dan tingkat materialitas
dikurangi , auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
2. Jika auditor mempertahanan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah
bukti audit yang dikumpulkan , resiko audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi resiko audit , auditor dapat
menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini :
a. Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti
audit yang dikumpulkan.
b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan , sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan.
c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama

tingkat
resiko
materialitas
bukti audit
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi., 2008., Auditing., Edisi 6, Buku 1., Salemba Empat, Jakarta


Abdul, Halim. 2018. Auditing (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan). Jilid 1. Edisi Revisi.
UPP STIM YKPN: Yogyakarta

Abdul, Halim. 2015. Auditing (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan). Jilid 1. Edisi Lima.
UPP STIM YKPN: Yogyakarta

AL. Haryono Jusup., 2001., Auditing (Pengauditan), Buku 1., Cetakan Pertama. Penerbit
STIE-YKPN, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai