Anda di halaman 1dari 26

BAB VI

MATERIALITAS, RISIKO, DAN STRATEGI AUDIT AWAL


Pada bab 5 telah di jelaskan tentang dua laban pertama dalam perancanaan
audit, yaitu (I) mendapatkan pemabaman mengeai bisnis klien dan industry, dan (2)
melakukan prosedur analitis, dalam bab ini akan di babas tiga labapan perencanaan
audit berikutnya, pertama-tama akan dibabas tentang konsep materialitas dalam
auditing dan factor-faktor yang perlu di pertimbangkan oleh auditor dalam
melakukan pertimbangan awal tentang variabel yang penting ini. Selanjutnya akan
dibabas tentang risiko audit beserta ulasan tentang tiga komponen risiko. Pada
bagian akhir bab ini akan kita babas pula tentang alternative strategi audit yang
bias digunakan dalam perencanaan audit atas asersi-asersi spesifik laporan
keuangan.

TUJUAN PENGAJARAN
Setelah selesai mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu untuk :
1. Menyebutkan definisi konsep materialitas yang digunakan dalam auditing.
2. Menerangkan bagaimana auditor membiat penetapan awal tentang
3.
4.
5.
6.
7.

materialitas pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat saldo rekening.
Menjelasakan hubungan antara materialitas denga bukti audit.
Menjelaskan arti penting konsep risiko serta ketiga komponennya.
Menjelaskan hubungan antara risiko audit dengan bukti audit.
Menjelaskan hubungan antara materialitas. Risiko audit, dan bukti audit
Membedakan dua alternative strategi audit awal yang bias digunakan untuk
perancanaan audit.

MATERIALITAS
Materialitas mendasari penerapan standar uditing, terutama yang berkaitan
dengan penerapan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena
itu materialitas merupakan factor yang sangat penting dalam suatu audit atas
laporan keuangan. PSA No. 25, risiko audit dan meterialitas dalam melaksanakan
audit

(SA

312.

08)

menyatakan

bahwa

auditor

harus

mempertimbangkan

materialitas dalam (a) merencanakan audit dan merancang prosedur audit, dan (b)
mengevakuasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar,

dalam semua hal yang

material, sesuai dengan prinsip akutansi yang berlaku

umum. Arti konsep ini dan relevansinya terhadap perencanaan audit akan dibahas
di bawah ini.

KONSEP MATERIALITAS
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinasiakan materialitas sebagai
:
Besarnya suatu pembilangan atau salah saji informasi akutansi yang,
dipandang dari keadaan-keadaan yang melengkapinya, memungkinkan
pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi
menjadi berubah atau dipengaruhi oleh pembilangan atau salah saji tersebut.
Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan (1) keadaankeadaan yang berhubungan dengan satuan usaha (perusahan klien), dan (2)
informasi yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan
keuangan yang telah diaudit. Sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi
laporan keuangan suatu perusahan tertentu, mungkin tidak material bagi laproran
keuangan perusaham lain yang berbeda ukuran atau sufatnya. Selain itu, apa yang
material bagi laporan keuangan suatu perusahan , bias beruba dari period eke
periode. Oleh karena itu, auditor misalnya dapat menyimpulkan bahwa tingkat
materialitas untuk rekening-rekening modal kerja (working capital account) pada
sebuah perusahan yang hanmpir bangkrut harus lebih rendah bila dibandingkan
dengan materialitas yang memiliki risiko lancar 4 : 1. Dalam pertimbangan
informasi yang diperlukan bagi pemakai laporan keuangan, hendaknya dilandasi
dengan asumi yang tepat, misalnya bahwa pemakai laporan keuangan adalah
investor-investor yang memahami informasi keuangan.

PERTIMBANGAN AWAL MATERIALITAS


Auditor membuat pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan

audit.

Pertimbangan

ini,

sering

disebut

materialitas

yang

direncanakan, pada akhirnya mungkin bias menjadi berbeda dengan tingkat


materialitas yang digunakan dalam pengambilan keputusan audit ketika auditor
mengevaluasi hasil temuan. Karena (1) keadaan-keadaan yang melengkapi mungkin

berubah, dan (2) tambahan informasi tentang klien yang diperoleh selama audit
berlansung. Sebagai contoh, klien kita mendapat tambahan dana yang diperlukan
untuk mampu melangsungkan kegiatan usahanya

yang diragukan auditor ketika

dulu audit direncanakan , dan hasil audit member penegasan bahwa kemampuan
perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendeknya telah berubah secara
sugnifikan selama audit berlansung. Dalam keadaan semacam itu, tingkat
materialitas yang digunakan untuk mengevluasi temuan-temuan audit bias menjadi
lebih tinggi dari pada materialitas yang direncanakan.
Dalam

melaksanakan

suatu

audit,

auditor

harus

mempertimbangkan

materialitas pada dua tingkatan, yaitu:

Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai kewajaran

mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.


Tingkat saldo rekening karena auditor melakuka ferivikasi atas saldo-saldo
rekening

untuk

dapat

memperoleh

kesimpulan

menyeluruh

mengenai

kewajaran laporan keuangan.


Factor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam membuat pertimbangan awal
tentang materialitas pada setiap tingkatan akan dijelaskan pada bagian berikut.
MATERIALITAS PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN
Materialitas laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji
minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat
laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsipprinsip akutansi yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji diakibatkan oleh
prinsip akutansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta, atau karena hilangnya
informasi penting.
Dalam merencanakan audit, auditor bias menggunakan lebih dari satu tingkatan
materialitas terhadap laporan keuangan, dan setiap jenis laporan keuangan bias
memiliki beberapa tingkatan materialitas. Untuk laporan rugi-laba, materialitas bias
dihubungkan dengan total pendapatan, laba kotor operasi, laba sebelum pajak, atau
laba bersih. Untuk neraca, materialitas bisa didasarkan pada total aktiva, aktiva
lancar, modal kerja, atau ekuitas pemegang saham.

Dalam membuat pertimbangan awal tentang materialitas, auditor menentukan


tingkat materialitas awal keseluruhan untuk setiap jenis laporan keuangan. Sebagai
contoh, auditor menaksirbahwa kekeliruan sebesar Rp1.000.000.00 untuk laporan
rugi-laba dan Rp.2.000.000.00 untuk neraca dipandang material,dalam hal ini
tidaklah

tepat

apabila

auditor

menggunakan

materialitas

neraca

dalam

perencanaan audit karena apabila salah saji neraca sebesar Rp2.000.000.00


mempengaruhi rugi laba, maka laporan rugi-laba akan salah saji material. Untuk
tujuan perencanaan, auditor harus menggunakan perkembangan awal mengenai
tingkat material denga suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan yang
melekat pada proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk
mencapai keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material. Audit biasanya menggunakan salah saji terkecil yang dapat dianggap
material untuk salah satu laporan keuangan. Aturan pengambilan keputusan ini
dilakukan karena (1) laporan keuangan saling berhubungan, dan (2) seagian besar
prosedur audit berhubungan dengan lebih dari satu jenis laporan keuangan.
Sebagai contoh, prosedur auditing untuk menentukan apakah penjualan kredit yang
terjadi pada akhir tahun telah dicatat pada periode yang tepat, akan memberikan
bukti baik bagi piutang dagang (neraca) maupun untuk penjualan (laporan rugilaba).
Pertimbangan awal editor tentang materialitas sering dibuat antara enam
sampai senbilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu pertimbangan awal
sering dibuat berdasarkan data interim yang kemudian ditaksir untuk data setahun.
Alternative lain, pertimbangan awal bias juga berdasarkan laporan keuangan dari
tahun atau tahun-tahun Yang lalu yang disesuaikan dengan perubahan-perubahan
pada tahun tahun berjalan, seperti miasalnya kondisi umum perekonomian dan
industry.
Pertimbangan materialitas menyangkut baik pertimbangan kuantitatif maupun
kualitatif.
Pedoman kuantitatif

Pada saat ini tidak ada standar akuntansi ataupun standar auditing yang berisi
pedoman tentang pengukuran materialitas secara kuantitatif. Contoh berikut ini
adalah pedoman yang sering digunakan oleh kantor-kantor akuntansi dalam praktik:

5% sampai 10% dari labah bersih (10% untuk labah bersih kecil, dan 5%

untuk yang lebih besar)


1/2% sampai 1% dari total aktiva.
1% dari modal.
1/2% sampai 1% dari pendapatan kantor
Presentase yang berbeda beda berdasarkan total aktiva atau pendapatan,
mana yang lebih besar.

Pertimbangan kualitatif
Pertimbangan kualitatif berhubungan dengan penyebab salah saji. Suatu salah
saji yang secara kuantitatif tidak material, bias menjadi material secara kualitatif.
Hal ini terjadi, misalnya apabila suatu salah saji berhubungan dengan ketidak
besaran atau tindakan melawan hokum oleh klien. Ditemukannya hal demikian
dalam audit, akan berakibat auditor menarik kesimpulan bahwa terdapat risiko
signifikan sebagai tanbahan atas risiko untuk salah saji yang sama tetapi tidak
berhubungan dengan ketidak besaran atau tindakan melawan hukum. SA 312.13
menyatakan bahwa walau editor harus waspad terhadap salah saji yang mungkin
maerial secara kualitatif, pada umumnya tidaklah parktis untuk merangsang
prosedur pendeteksinya.

MATERIALITAS PADA TINGKAT SALDO REKENING


Materialitas saldo rekening adalah minimum salah saji yang bias ada pada suatu
saldo rekening yang dipandang sebagai salah saji material. Salah saji sampai
tingkat tersebut disebut salah saji bias diterima. Konsep materialitas pada
tingkat saldo rekening hendaknya tidak dicampuradukan dengan istilah saldo
rekening yang material. Perlu dipahami bahwa saldo rekening yang material
menunjukan besarnya saldo sebuah rekening yang tercatat dalam pembukuan,

sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang bias
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan.
Saldo rekening yang tercatat pada pembukuan disebut material bila saldo tersebut
menggambarkan batas atas waktu jumlah dan diatas jumlah itu rekening tersebut
bisa terlalu tinggi (overstated). Namun demikian, tidak ada batasa mengenai jumlah
suatu rekening

bersaldo sangat kecil untuk bias menjadi terlalu rendah

(understated). Oleh karena itu perlu dipahami bahwa bias terjadi suatu rekening
yang keliatannya memiliki saldo tidak material, sebenarnya telah dilaporkan terlalu
rendah yang melebihi materialitas.
Dalam

membuat

pertimbangan

tentang

materialitas

pada

tingkat

saldo

rekening, auditor harus mempertimbangkan hubungannya dengan materialitas


laporan keuangan. Pertimbanga ini akan membantu auditor dalam merencanakan
audit untuk mendeteksi salah saji yang secara individual tidak material, tetapi
sebagai kumpulan dengan salah saji dalam rekening yang lain, bias menjadi
material ditinjau dari laporan keuangan sebagai keseluruhan.

PENGALOKASIAN MATERIALITAS LAPORAN KEUANGAN KE REKENINGREKENING


Apabila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan
dikuantifikasi, maka taksiran awal materialitas ntuk setiap rekening bias diperoleh
dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke masing-masing rekening.
Pengelokasian bisa dilakukan baik pada rekening-rekening niraca maupun rekeningrekening rugi-laba.

Namun, mengingat bahwa sebagian besar salah saji pada

rekening rugi-laba juga berpengaruh pada neraca, dank area rekening neraca
biasanya lebih sedikit, maka auditor umumnya melakukan alokasih berdasarkan
rekening-rekening neraca.
Dalam

melakukan

pengalokaisian,

auditor

harus

mempertimbangkan

(1)

kemungkinan salah saji dalam rekeng, dan (2) biaya yang mungkn diperlukan untuk
memriksa suatu rekening. Sabagai contoh, salah saji lebih mungkin terjadi pada

persediaan dibandingkan dengan aktiva tetap, dan biasanya audit persediaan lebih
memakai biaya dari pada audit terhadap aktiva tetap.

Rekening

Saldo

Kas
Piutang dagang
Persediaan
Aktiva tetap

Rp
500.000
1.500.000
3.000.000
5.000.000
Rp.
10.000.000

5
15
30
50
100

Aditor menduka terdapat sedikit salah saji dalam kas dan aktiva tetap dan
semua salah saji dalam piutang dagang dan persediaan. Berdasarkan pengalaman
di masa lalu dengan klien, auditor memperkirakan bahwa kas dan aktiva tetap
hanya sedikit memakan biaya untuk pemeriksaannya di banbingkan dengan
rekening lainnya. Dengan asumsi bahwa taksiran awal materialitas laporan
keuangan adalah 1% dari total aktiva Rp 1.000.000.00, maka auditor bisa membuat
dua rencana pengalokasian sebagai berikut

Pengalokasian materialitas
Rekening

Rencana A

Kas

Rp
5.000.00

Rencana B

Rp
2.000.00

Piutang dagang

15.000.00

15

18.000.00

18

Persediaan

30.000.00

30

50.000.00

50

Aktiva tetap

50.000.00

50

30.000.00

30

Total

Rp
1.000.000.00

100

Rp

100.000.00

100

Dalam rencana A, materialitas telah di alokasikan secara proporsional kie tiap


rekening tanpa mempertimbangkan salah saji yang di perkirakan ataupun biaya
pemeriksaannya.

Dalam

rencana

B,

pengalokasian

materialitas

lebih

besar

diberikan pada piutang dan persediaan karena di perkirakan memiliki salah saji
lebih besar dan biaya pendeteksinyta juga besar. Oleh karena itu, jumlah bukti yang
diperlukan untuk rekening- rekening ini juga lebih sedikit (bandingkan dengan
rencana A) karena terdapat hubungan terbalik antara materialitas saldo rekening
dengan bukti. Sebagai akibatnya, auditor menetapkan proporsi lebih besar dari total
salah saji yang di perkirakan pada rekening- rekening tersebut yangbiaya
pendeteksian salah sajinya lebih mahal. Meskipun pengalokasian materialitas untuk
kas dan aktiva tetap yang lebih kecil menyebabkan bertambahnya jumlah bukti
yang di perlukan untuk rekening- rekening tersebut ( bandingkan rencana A),
namun karena biaya pendeteksiannnya rendah, maka secara keseluruhan tetap
akan lebih hemat.
Pengalokasian

taksiran

awal

materialitas

bisa

direvisi

sejalan

dengan

perkembangan pekerjaan lapangan. Sebagai contoh, dalam rencana B, jika setelah


dilakukan audit atas piutang, maksimum salah saji dalam rekening tersebut
diperkirakan Rp 8000.00, maka kelebihannya yang tidak terpakai sebesar Rp
10.000.00 dari rekening tersebut dapat direalokasi ke persediaan.
Meskipun dalam contoh di atas pengalokasian materialitas laporan keuangan
kerekening-rekening terkesan dilakukan dengan perhitungan yang pasti,namun
dalam praktik analisis terakhir dari proses ini sangat tergantung pada pertimbangan
subyektif Si auditor.

HUBUNGAN ANTARA MATERIAREALITAS DENGAN BUKTI AUDIT


Seperti telah di sebutkan pada bab 4,materialitas adlah salah satu factor yang
berpengaruh terhadap pertimbangan auditor tentang kecukupan ( jumlah yang di
butuhkan ) bukti

audit. Dalam melakukan generalisasi tentang hubungan

ini,perbedaan antara pengertian matrerialitas dengan saldo rekening materialI


harus selalu diperhatikan. sebagai contoh, memang benar di katakana bahwa
semakin rendah tingkat materialitas,semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan (
hubungan terbalik ). Hal ini sama saja mengatakan bahwa kita harus mengambil
bukti lebih banya untuk mendapatkan keyakinan memadai bahwa setiap salah Sali
dalam saldo persediaantidak lebih dari Rp 100.000,00, dibandingkan dengan bila
kita ingin mendapat keyakinan bahwasalah sajinya tidak lebih dari Rp 200.000,00.

Selain itu, benar pula untuk dikatakan bahwa semakin besar ataw lebih signifikan
saldo suatu rekening, akan lebih banyak juga jumlah bukti yang diperlukan
( berhubungan langsung). Hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa bukti untuk
persediaan dibutuhkan lebih banyak bila rekening tersebutmencerminkan 30% dari
total aktiva, di bandingkan dengan jika hanya 10%.

RISIKO AUDIT
Dalam merencanakan audit, auditor harus juga mempertimbangkan risiko audit.
SA312.02 merumuskan risiko audit sebagai berikut:
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak
memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material.
Semkain besar keinginan auditor untuk menyatakan pendapat yang benar,
semakin rendah risiko audit yang akan bisa ia terima. Apabila keyakinan 99% benar
ia inginkan, maka hanya 1% risiko audit yang akan ia terima. Demkan pula, jika
95%, benar ia pandang memuaskan, maka risisko auditnya

adalah 5%. Auditor

sebaiknya memilih untuk menetapkan risiko audit pada tingkat yang rendah,
apabila ia mengaudit perusahaan publik yang banyak pemakai laporan keuangan
dan laporan auditnya, dibandingkan denga perusahaan privat yang sedikit pemakai
laprannya. Selain itu, auditor sebaiknya juga menetapkan risiko audit yang rendah,
jika ia mengaudit perusahaaan yang diperkirakan

buruk keadaan keuangannya,

dibandingkan dengan perusahaan yang sehat keuangannya.


Auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atas
dasr

bukti

yang

ia

peroleh

melalui

pemeriksaan

atas

asersi-asersi

yang

berhubungan dengan setiap ssaldo rekening atau kelompok transaksi. Tujuannya


adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat saldo rekening sehingga pada
waktu menyimpulkan hasil audit, risiko audit dalam menyatakan pe4ndapat tentang
laporan keuangan sebagai keseluruhan akan memililki risiko pada tingkat yang
rendah.
KOMPONEN-KOMPONEN RISDIKO AUDIT

Risiko audit

terdiri dari tiga komponen, yaitu risiko bawahan( inherent risk),

risiko pengendalian ( control risk), dan risiko deteksi ( detection risk). Berikut ini
akan dibahas masing-masing risiko tersebut.

Risiko bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo rekening atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji yang material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait.
Perhitungan tentang risiko bawaan membutuhkan pertimbangan tetang berbagai
hal yang bisa berpengaruh terhadap asersi- asersi dari semua atau banyak rekening
dan hal-hal yang berhubungan hanya dengan asersi-asersi untuk rekening tertentu.
Contoh hal-hal yang bisa berpengaruh pada berbagai rekening adalah:

Profitabilitas perusahaan klien dibandingkan dengan industry.


Sensitive tidaknya hasil operasi terhadap factor- factor ekonomi.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan kemampuan melanjutkan

usaha, seperti misalnya kecukupan modal kerja.


Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang diketahui atau mungkin

terjadi, yang terdeteksi pada audit tahun lalu.


Perputaran (turnover) manajemen, reputasi, dan kemampuan akutansi.
Pengaruh perkembangan tehnologi tehadap operasi perusahaan dan
kemampuan bersaing.

Contoh hal-hal ynag hanya berpengaruh pada rekening tertentu:

Tingkat kesulitan dalam mengaudit rekening atau transaksi.


Keterkaitan dengan persoalan akuntansi yang rumit dan menjadi bahan

perdebatan.
Ketentuan terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan.
Kompleksitas perhitungan.
Kebutuhan akan pertimbangan yang berhubungan dengan asersi-asersi.
Sensitivitas penilaian terhadap factor-faktor ekonomi.

Sifat penyebab, dan jumlah salah saji yang diketahui atau mungkin terjadi
yang terdeteksi pada audit tahun lalu.

Risiko bawaan bisa lebih besar untuk beberapa asersi dibandingkan dengan
untuk aseri lainnya. Contoh, asersi keberadaan atau keterjadian untuk kas lebih
rentan

terhadap

salah

saji

melalui

penyelahgunaan

atau

penyelewengan,

dibandikan dengan sersi yang sama untuk aktiva tetap. Demikian pula, asersi
penilaian atau pengalokasian untuk aktiva sawa guan (leased asset) lebih rentan
terhadap

salah

saji

berhubung

dengan

perhitungan-perhitungannya

cukup

kompleks. Dibandingkan dengan asersi yang sama untuk akumulasi sepresiasi yang
dilakukan dengan metode garis lurus yang sederhana.
Risiko bawaan merupakan factor independen terhadap audit laporan keuangan.
Ini berarti bahwa auditor tidak dapat mengubah tingkat sesungguhnya (actual
level) dari risiko bawaan pada tingkat yang sesuai dengan memilih tinggkat
maksimum. Hal ini dilakukan auditor apabila ia berkesimpulan bahwa yang
diperlukan untuk mengefaluasi risiko bawaan untuk sesuatu asersi, lebih besar dari
pengurangn prosedur audit potensial yang bisa diperoleh dari penggunaan tingkat
risiko yang lebih rendah.
Auditor biasanya melakukan risiko bawaan terutama pada tahap perencanaan
audit.

Risiko pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa salah satu salah saji material yang
dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara
tepat waktu oleh struktur pengendalian intern suatu usaha.
Risiko pengen dalian adalah fungsi dari keefektifan kebijakan dan prosedur
struktur pengendalian tntern klien. Keefektifan pengendalian intern atas suatu
asersi

akan

mengurangi

risiko

pengendalian

sebeliknya

kertidakefektifan

pengendalian intern akan meningkat risiko pengendalian. Risiko pengendalian tidak


akan pernah mencapai nol, karena pengendalian intern tidak bisa menjamin
sepenuhnya bahwa semua salah saji material akan dapat dicegah atau dideteksi.
Sebagai contoh, pengendalian bisa menjadi tidak efektif pada saat-saat tertentu
karena kesalahan.
Seperti halnya risiko bawaan, tingkat risiko pengendalian sesungguhnya tidak
bisa diubah olleh auditor. Namun demikia, auditor bisa mengubah tingkat risiko
pengendalian yang ditetapkan dengan modifikasi (1) prosedur-prosedur yang
digunakan untuk mendapat pemahaman mengenai struktur pengendalian intern
yang berhubungan dengan asersi-asersi, dan (2) prosedur-prosedur yang digunakan
untuk melakukan pengujian pengendalian. Prosedur-prosedur ini aka dibahas secara
mendalam pada bab 7 dan bab 8. Pada umumnya kedua prosedur tersebut
digunakan secara ebih ekstensif, apabila auditor ingin mendapat pendukung untuk
tingkat risiko pengendalian yang lebih randah.
Biasanya auditor menetapkan perhitungan tingkat risiko pengendalian
direncanakan untuk setiap asesri

laporan keuangan pada tahap perencanaan

audit. Tingkat risiko direncenakan didasarkan pada asumsi tentang keefektifan


rncangan dan operasi bagian yang relevan dari struktur pengendalian intern klien.
Dalam penugasan ulangan, tingkat risiko direncanakan biasanya didasarkan pada
informasi yang diperoleh dalam kertas kerja tahun lalu.penrhitungan tingkat
risiko pengendalian sesungguhnya. Ditentukan kemudian untuk setiap asersi
berdasarkan bukti yang diperoleh dari studi dan evaluasi ekstruktur pengendalian
intern klien selama pekerjaan interim dalam tahap pengujian audit tahun pelajaran.
Risiko deteksi
Risikodeteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi.
Risiko deteksi adalah suatu fungsi dari keefektifan prosedur auditing dan
penerapannya oleh auditor. Berbeda dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian
tingkat risiko deteksi sesungguhnya. Bisa diubah oleh auditor dengan memodifikasi
sifat, saat, dan luas pengujian substansif yang dilakukan untuk setiap asersi.

Sebagai contoh, penggunaan prosedur yang lebih efektif akan mengahasilkan


tingkat risiko dieteksi yang lebih randah dibandingkan dengan pemakaian prosedur
yang kurang efektif. Demikian pula, pengujian subtantif yang dilakukan pada
tanggal atau mendekati tanggal neraca, akan menghasilkan risiko deteksi lebih
rendah dibandingkan dengan pengujian subtantif yang dilakukan pada periode
interim. Contoh lain, penggunaan sampel yang lebih besar akan mengakibatkan
risiko deteksi lebih rendah, dibandingkan dengan sampel yang lebih kecil.
Dalam menentukan risiko deteksi,

auditor juga harus memperhitungkan

kemungkinan bahwa ia melakukan kesalahan, seperti misalnya salah menerapkan


prosedur akuntansi atau salah dalam mengiterpresikan bukti yang diperoleh. Aspek
risiko deteksi ini dapat dikurang melalui perencanaan yang memadai dan supervisi
yang tepat serta melalui penerapan stadar pengendalian mutu.
Dalam tahap perencanaan audit, tingkat risiko deteksi direncanakan yang
dapat diterima ditentukan untuk setiap bagian sigfnifikan dengan menerapkan
model risiko audit yang menghubungkan kompenen-kompenen risiko audit seperti
diterangkan dalam bagian berikut. Tingkat risiko deteksi yang direncanakan apabila
diperlukan bisa diubah kemudian, berdasarkan bukti yang dikumpulkan tentang
efektifitas pengendalian intern.
Ringkasan tentang kompoen-komponen risiko audit dapat dilihat pada gambar di

sersi-asersi

Salah saji bisa


dideteksi oleh
produseer
audit yang
digunakan
auditor

Prosedurprosedur
auditor
untuk
memeriksa

Saah saji
Salah saji
material
material yang
dalam laporan
tetap tak
keuangan
terdeksi dalam
dengan
asersi-asersi
pendapatan
individual
wajar tanpa
pengecualian
dalam laporan
auditor

DETEKSI RISIKO

RISIKO
AUDIT

bawah ini.

Salah saji
material
tidak dapat
dicegah atau
didetaksi
oleh struktur

Salah saji bisa


dicegah atau
dideteksi oleh
struktur
pengendalian
intern klien

material Kerentanan
pengendalian
asersi-asersi
intern klien
individual
pengendalia Struktur
terhadap
n intern
salah saji
klien

RISIKO
PENGENDALI
BAWAAN RISIKO

HUBUGAN ANTARA KOMPONEN-KOMPONEN RISIKO


Untuk suatu tingkat risiko audit tertentu, terhadap hubangan terbalik antara
tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan untuk suatu
asersi, dengan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima auditor untuk asersi
tersebut. Artinya, semakin rendah risiko bawaan dan risiko pengendalian yang
diperhitungkan, semakin tinggi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Risiko
bawaa dan risiko pengendalian berhubungan erat dengan keadaan klien, sedangkan
risiko deteksi dapat dikendalikan (controllable) oleh auditor, seperti telah di
terangkan diatas oleh karena itu, auditor akan mengandalikan risiko audit dengan
cara menyesuaikan risiko deteksi sesuai dengan tingkat risiko bawaan dan risiko
pengendalian yang diperhitungkan.
Didalam

menghubungkan

komponen-komponen

risiko

audit,

auditor

bisa

menyatakan setiap komponen dalam bentuk kuantitatif (misalnya dalam bentuk


presentase) atau non-kantitatif (sangat rendah, moderat, tinggi, dan sangat tinggi).
Dalam hal ini, pemahaman tentang hubungan yang dinyatakan dalam model risiko

audit sangat penting dalam menentukan tingkat risiko deteksi direncanakan yang
dapat diterima.
Model risiko audit
Model risiko audit menyatakan hubungan antara komponen-komponen risiko
audit sebagai berikut :
RA = RB x RD
Dalam model diatas symbol-simbol berarti sebagai berikut :
RA = Risiko audit
RB = Risiko bawaan
RP = Risiko pengendalian
Rd = Risiko deteksi
Untuk menggambarkan penggunaan model diatas, misalkan auditor telah membuat
perhitungan risiko berikut untuk suatu asersi tertentu, seperti misalnya asersi
penilaian atau pengalokasian atas persediaan:
RB = 50%
RP= 50%
Misalkan auditor telah menetapkan risiko audit (RA) keseluruhan sebesar 5%
risiko deteksi dapat ditentukan dengan menggunakan model untuk RD sebagai
berikut :
RD
`

= RA/(RB x RP)
= 0,05/(0,5 x 0,5)
= 20%

Apabila auditor memutuskan bahwa RB tidak dapat dikuantifikasi, atau bila


usaha melakukan untuk melakukan itu akan melebihi manfaat tercapainya
perhitungan risiko yang lebih rendah, maka auditor biasanya akan mengambil sikap
konservatif yaitu dengan menetapkan risiko bawaan pada tingkat maksimum

(100%). Dalam situasi demikian, dengan asumsi factor-faktor lain dalam contoh
yang lalu tetap, maka model akan menghasilkan RD sebesar 10% [yaitu: 0,05/(1,0 x
0,5)]. Apabila auditor juga memperhitungkan RP pada tingkat maksimum, maka RD
akan menjadi 5% [yaitu: 0,5/(1,0 x 1,0)].
Jika model risiko audit digunakan dalam tahap perencanaan untuk menentukan
risiko deteksi direncanakan untuk suatu asersi, RP didasarkan pada perhitungan
tingkat risiko pengendalian direncanakan. Apabila kemidian ditentukan bahwa
perhitungan tingkat risiko pengendalian sesungguhnya berbeda dari tingkat risiko
direncanakan, maka model dapat diteraokan kembali dengan menggunakan
perhitungan tingkat risiko sesungguhnya untuk RP risiko deteksi yang telah direvisi
selanjutnya digunakan untuk menyelasaikan rancangan pengujian subtantif.
Dalam praktik, banyak auditor tidak berusaha untuk mengkuantifikasi setiap
komponen

risiko,

sehingga

tidak

memunkinkan

untuk

secara

matematis

menggunakan model risiko. Namun demikian, walaupun tidak diselesaikan dengan


cara matematis, pemahaman tentang model tersebut akan membuat hubungan
berikut menjadi jelas yaitu:
Pada suatu tingkat risiko pengendalian dipertimbangkan, akan semakin
rendah tingkat risiko pengendalian diperhitungkan, akan semakin rendah
tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.
Matrix komponen-komponen risiko
Para auditor yang mengunakan pernyataan risiko secara nonkuantitatif, biasanya
menggunakan matrix komponen risiko seperti Nampak pada gambar 6-2 untuk
menghubungkan komponen-komponen risiko. Dengan mempelajari matrix tersebut
akan Nampak kesamaan dengan model risiko yang dibicarakan di atas, yaitu bahwa
tingkat

risiko

deteksi

yang

dapat

diterima

berhubungan

terbalik

dengan

perhitungan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Sebagai contoh, matrix


menunjukan bahwa apabila risiko bawaan diperhitungkan tinggi dan risiko
pengendalian moderat, maka tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah
rendah.

Matrix ini didasarkan pada asumi bahwa risiko audit dibatasi pada tingkat
rendah, matrix ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk menentukan risiko deteksi
pada tingkatan risiko audit yang lain.

Perhitungan
risiko
bawaan
Maksimum

Maksimum

Perhitungan risiko pengendalian


Tinggi
Moderat

Rendah

Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk mencapai risiko


audit rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah

Rendah

Rendah

Sangat Rendah

Rendah

Rendah

Moderat

Moderat

Rendah

Rendah

Moderat

Tinggi

Rendah

Rendah

Moderat

Tinggi

Tinggi

RISIKO AUDIT PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN DAN SALDO


REKENING
Auditor merumuskan tingkat risiko audit keseluruhan bagi laporan keuangan
sebagai keseluruhan. Pada umumnya, tingkat risiko yang sama diterapkan pula
pada setiap saldo rekening dan semua asersi yang berkaitan. Apabila auditor akan
menggunakan tingkat risiko yang berbeda untuk rekening dan asersi-asersinya,
dewasa ini belum ada cara yang berlaku umum untuk menggabungkan hasilnya
guna menentukan tingkat risiko audit keseluruhan yang dicapai untuk laporan
keuangan sebagai keseluruhan.
Sebaliknya, tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan,
dan tingkat risiko deteksi yang bisa diterima, dapat ditentukan secara berbeda-beda
untuk setiap rekening dan asersi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, auditor tidak
dapat mengendalikan tingkat risiko bawaan dan tingkat risiko deteksi, dan dengan
sengaja menetapkan secara berbeda tingkat risiko komponen-komponen lainya,
agar risiko auditnya tetap. Jadi, penetapan tingkat risiko bawaan, pengendalian, dan
deteksi menyangkut masing-masiang asersi pada tingkat saldo rekening, bukan
pada laporan keuangan sebagai keseluruhan.

HUBUNGAN ANTARA RISIKO AUDIT DENGAN BUKTI AUDIT

Seperti halnya materialitas, risiko yang juga disinggung pada bab 4, merupakan
salah satu factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kecukupan
bukti. Untuk membuat generalisasi tentang hubungan ini, kita harus hati-hati dalam
merumuskan istilah risiko yang akan dibuat generalisasinya.
Terdapat hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang
diperlukan untuk mendukung pendapat pendapat auditor atas laporan keuangan.
Artinya, untuk klien tertentu , semakin rendah tingakat risiko audit yang ingin
dicapai, semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan untuk membatasi tingkat
risiko deteksi pada tingkat tersebut. Sebaliknya, risiko bawaan dan risiko
pengendalian mempunyai hubungan lansung dengan jumlah bukti yang diperlukan.
Bukti yang diperlukan semakin sedikit apabila risikonya redah karena dalam situasi
demikian risiko deteksinya dapat menjadi tinggi.
Namun demikian, perlu diingat bahwa menurut standar audit, auditor tidak bisa
dibenarkan untuk menetapkan risiko bawaan dan risiko pengendalian sedemikian
rendah sehingga tidak diperlukan lagi untuk melakukan pengujian subtantif untuk
seluruh asersi yang berkenaan dengan suatu rekening. Betapapun setidaknya,
sejumlah bukti tetap harus di peroleh melalui pengujian subtantif untuk setiap saldo
rekening yang signifikan, meskipun tidak harus untuk setiap asersi

yang

berhubungan dengan rekening tersebut.

HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, DAN BUKTI AUDIT


Diatas telah dijelaskan bahwa terdapat hubungan terbalik antara materialitas
dengan bukti audit, dan terdapat hubungan terbalik antara risiko audit dengan bukti
audit. Gambar 6-3 melukiskan hubungan antara ketiga konsep tersebut. Dalam
gambar ini kita akan mempertahakan agar risiko audit tetap, dan apabila kita
menurukan tingkat materialitas, sementara bukti audit tetap, ataupun apabila kita
ingin mengurangi risiko audit, maka kita bisa melakukan salah satu dari hal-hal
berikiut: (1) meningkatkan tingkat materialitas, sementara bukti audit tetap, (2)

menaikan bukti audit, sementara tingkat materialitas tetap, atau (3) melakukan
sedikit kenaikan pada jumlah bukti audit dan pada tingkat materialitas.

Hubungan antara materialitas, resiko audit, dan bukti audit

BUKTI AUDIT

TINGKAT
MATERIALITAS

RESIKO AUDIT

STRATEGI AUDIT AWAL


Tujua akhir perencanaan dan pelaksanaan audit adalah mengurangi risiko audit
yang dilakukan auditor pada tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung suatu
pendapat apakah laporan keuangan disajikan secara wajar didalam segala hal yang
material. Hal ini dicapai dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang
berhubungan dengan asersi-asersi dalam laporan keuangan yang disusun oleh
manajemen.
Mengingat adanya saling hubungan antara bukti, materialitas, komponenkomponen risiko audit seperti telah direncanakan diatas,maka auditor bisa memilih
strategi audit awal dalam perencanaan audit atau masing-masing asersi atau
kelompok asersi. Pada pembahasan berikut, akan diterangkan tentang komponenkomponen strategi audit awal, dan dua alternative strategi, serta penerapanya pada
kelompok transaksi dan siklus-siklus.

KOMPONEN-KOMPONEN STRATEGI AUDIT AWAL


Dalam mengembangkan strategi audit awal
merumuskan empat komponen sebagai berikut:

untuk

asersi-asersi,

auditor

Penetapan tingkat risiko pengendalian direcanakan


Luasnya pemahaman atas struktur pengendalian intern yang harus dicapai.

Pengujian pengendalian yang akan dilakuakan dalam penetapan risiko


pengandalian
Tingkat pengujian subtantif direncanakan yang akan dilakukan untuk
mengurangi risiko audit pada tingkat rendah yang sesuai.

Strategi Audit Awal Untuk Asersi-Asersi Material Laporan Keuangan

PENDEKATAN
RESIKO PENGENDALIAN
DITETAPKAN
MAKSIMUM

STRATEGI AUDIT

PENDEKATAN
RESIKO PENGENDALIAN
DITETAPKAN
LEBIH RENDAH

TINGKAT RESIKO PENGEDALIAN DIRENCANAKAN


MAX
RENDAH

TINGGI

MODERAT

LUAS PEMAHAMAN ATAS


STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN

PENGUJIAN PENDELAIAN

TINGKAT
PENGUJIAN SUBSTANSI
DIRENCANAKAN

BIAYA KESELURUHAN PROSEDUR

Suatu stragi audit awal tidak merinci spesivikasi prosedur audit yang harus
dilakukan dalam melakukan audit.stragi ini mencerminkan pertimbangan awal
auditor tentang pendekatan audit dan didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu
mengenai pelaksanaan audit. Sabagai contoh, dalam audit pertama kali komponenkomponen strategi audit biasanya tidak mencakup pengujian pengendalian tertentu
dan pengujian substatif yang akan dilakukan, melainkan hanya kesimpulan
samantara tentang penekanan yang harus dilakukan terhadap dua kelompok
pengujian tersebut. Dalam audit ulangan, penentuan kompone-kompoen ini
mencakup kesimpulan sementara auditor bahwa pengujian pengendalian dan
pengujian subtantif yang digunakan pada periode yang lalu akan dapat digunakan
juga pada tahun ini. Keputusan mengenai hal ini dilakukan sejalan dengan
perkembangan audit.
Cara begaimana auditor merumuskan keempat komponen strartegi audit akan
diuraikan untuk dua alternatif strategi audit pada bagian berikut. Kedua strategi
tersebut

adalah

pendekatan

tingkat

risiko

pengandalian

ditetapkan

maksimum (primaliry substatif approach) dan pendekatan tingkat risiko


pengendalian ditetapkan lebih rendah (lower assessed level of control risk
approach). Srategi-strategi tersebut merupakan dua kemungkinan strategi yang
masing-masing memiliki spesifikasi yang berbeda untuk setiap komponen yang
telah di sebutkan diatas. Gambar 6-4 melukiskan tinjauan tentang spesifikasi yang
berbeda untuk komponen pertama dan berbagai tingkat penekanan yang diberikan
pada ketiga komponen lainya pada kedua strategi alternatif. Bagian paling bawa
dari gambar tersebut melukiskan tentang penghematan biaya potensial dari kedua
pendekata tersebut.

PENDEKATAN
MAKSIMUM

TINGKAT

RISIKO

PENGENDAIAN

DITETAPKAN

Dalam pendakatan ini, auditor menetapkan komponen-komponen strategi audit


sbagai berikut:

Menggunakan perhitungan tingkat risiko pengendalian direncanakan yang

maksimum (atau sedikit dibawa maksimum).


Merencanakan untuk mendapatkan pemahaman minimum atas struktur

pengendalian intern yang relevan.


Merencanakan untuk hanya sedikit melakukan pengujian pengendalian (atau

bahkan sama sekali tidak melakukan pengujian pengendalian).


Merencanakan untuk melakukan pengujan substantif yang

ekstensif

berdasarkan tingkat risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima yang


rendah.
Auditor bisa menggunakan pendekatan ini, apabila ia telah mengetahui dari awal,
mingkin dari pengalaman yang lalu dengan klien yang bersangkutan atau dari
tahap perencanaan sebelumnya, bahwa tidak ada pengendalian yang berhubungan
dengan asersi-asersi atau pengendaliannya tidak efektif. Strategi ini juga dipilih,
apabila auditor menyimpulkan bahwa biaya untuk melaksanakan tambahan
prosedur untuk mendapatkan pemahaman tentang struktur pengendalian intern
dan

pengujian

pengendalian

untuk

mendukung

perhitungan

tingkat

risiko

pengendalian yang lebih rendah akan lebih besar dibandangkan dengan biaya yang
perlukan untuk melakukan pengujian substantif yangf lebih ekstensif. Keadaan
tersebut bersangkutan dengan esersi-esersi untuk rekening-rekening yang terutama
dipengaruhi oleh :

(1) transaksi-transaksi yang jarang terjadi atau (2) jurnal

penyesuaian. Sebagai contoh, esersi yang berhubungan dengan transaksi yang


jarang terjadi, misalnya esersi-esersi yang berhubungan dengan aktiva tetap, utang
obligasi, dan modal saham. Contoh aseri yang kedua, adalah asersi-asersi yang
berhubungan akumulasi depresias, utang biaya, atau pendapatan masih diterima.
Pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan maksimum ini biasanya lebih
tepat digunakan dalam audit pertama dibandingkan dengan audit ulangan.

PENDEKATAN TINGKAT RISIKO PENGENDALIAN DITETAPKAN LEBIH


RENDAH

Dalam pendekatan ini, auditor menetapkan komponen-komponen strategi audit


sebagai berikut:

Menggunakan perhitungan tingkat risiko pengendalian direncanakan yang

moderat atau rendah.


Merencanakan untuk mendapat pehaman yang mendalam tentang struktur

pengendalia intern yang relevan.


Merencanakan untuk melakuan pengujian dan pengendalian yang ekstesif.
Merencanakan untuk membatasi pengujian substantif berdasarkan tingkat
risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima yang moderat atau tinggi.

Auditor bisa menggunakan strategi ini, apabila ia berkeyakinan bahwa pengedalian


yang berhubungan dengan asersi-asersi telah dirancang dengan baik dan berjalan
dengan efektif. Selain itu auditor yakin bahwa biaya untuk melaksanakan prosedur
yang lebih ekstensif untuk mendapat pemahaman tentang struktur pengendalian
intern dan pengujian pengendalian masih lebih rendah dibandingkan dengan
penghematan biaya sebagai akibat adanya pengurangan dalam pelaksanaan
pengujian

substantive.

Hal

ini

terutama

sering

terjadi

pada

asersi

yang

berhubungan dengan rekening-rekening yang terpengaruh oleh transaksi rutin yang


tinggi volumenya, sperti misalnya penjualan, piutang dagang, persediaan, dan gaji
pegawai. Pendekatan ini juga baik digunakan untuklebih banyak asersi pada audit
ulangan bandingkan dengan audit pertama kali.

HUBUNGAN ANTARA STRATEGI DENGAN SIKLUS TRANSAKSI


Strategi seperti telah diuraikan diatas, tidak dimaksudkan untuk diterapkan sebagai
pendekatan pada keseluruhan

audit, melainkan hanya sebagai pendekatan

alternatif untuk mengaudit asersi secara individual. Dalam praktik, masing-masing


pendekatan digunakan untuk s4ejumlah asersi.
Namun demikian sering kali strategi diterapkan pada sekelompok asersi yang
terpengaruh oleh suatu kelompok transaksi dalam suatu siklus transaksi. Logikanya
adalah karena banyak pengendalian intern difokuskan pada pengolahan satu tipe
transaksi dalam satu siklus. Meskipun kantor-kantor akuntan publik menggunakan

nama berbeda-beda untuk kelompok-kelompok transaksi dan siklus dan bahkan


kadang-kadang berbeda pula dalam mengelompokan transaksi yang dimasukan
kedalam suatu siklus, namun pengelompokan berikut ini banyak digunakan dalam
praktik :

Siklus

kelompok

Pendapatan

penjualan,

penerimaan

kas,

dan

penyesuaian

penjualan
Pengeluaran

pembelian dan pengeluaran kas

Jasa personil

penggajian

Produksi

manufaktur

Investasi

investasi jangka pendek dan jangka panjang

Keuangan

utang jangka panjang dan modal saham

Contoh berikut ini melukiskan bagaimana kerangka pengelompokkan transaksi


ini di kerja dalam perencanaan dan pengorganisasian audit. Dua rekening yang
hamper selalu memiliki pengaruh signifikan atas laporan keuangan adalah
penjualan dalam laporan rugi-laba dan piutang dagang dalam neraca. Kedua
rekening inilah yang antara lain biasanya diidentifikasi sebagai siklus pendapatan.
Saldo rekening penjualan dan piutang dagang brtambah dengan adanya transaksi
penjualan yang sering kali sangat banyak jumlahnya. Oleh karena itu, asersi
keberadaan atau ketrjadian pada kedua rekening tersebut dipengaruhi oleh asersi
keberadaan atau keterjadian kelompok transaksi, yaitu penjualan. Oleh karena
saldo piuatang dagang juga dipengaruhi oleh transaksi-transaksi penerimaan kas
dan penyesuaian penjualan, selain oleh transaksi penjualan maka ekspektasi
auditor tentan efektifitas pengendalian atas ketiga kelompok transaksi harus
sipertimbangkan dalam mengembangkan stragi awal audit untuk asersi-asersi
piutang dagang.

Dalam tiga beb berikut, akan dibahas secara lebih rinci tentang bagaimana
auditor

menerapkan

pendakatan

tingkat

risiko

pengendalian

ditetapkan

maksimum dan pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan lebih redah


untuk perencanaan dan pengorganisasian audit dalam kerangka siklus transaksi.
Bab 7 akan membahas tentang bagaimana auditor mendapatkan pemahaman
tentang struktur pengendalian intern pada masing-masing pendekatan yang telah
dibahas

diatas.

Bab

menguraikan

tentang

metodologi

untuk

pengujian

pengendalian dan memperhitungkan risiko pengendalian pada masing-masing


pendekatan. Kedua bab tersebut menekankan pada pengumpulan informasi da
perhitungan risiko pengendalian untuk kelompok-kelompok transaksi. Bab 8 juga
menerangkan bagaiman informasi yang diperoleh untuk kelompok transaksi
digunakan dalam penetapan risiko pengendalian untuk asersi-asersi saldo rekening.
Bab 9 menjelaskan bagaimana pada akhirnya penetapan tersebut mempengaruhi
penentuan risiko deteksi dan merancang pengujian substantif.

RINGKASAN
Tiga komponen penting dalam perencanaan audit adalah membuat pertimbangan
awal tentang tingkat materialitas, mempertimbangkan risiko audit, dan menetapkan
strategi audit. Materialitas harus dipertimbangkan baik untuk tingkat laporan
keuangan maupun pada tingkat saldo rekening dan bisa dinyatakan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Tingkat materialitas mempunyai hubungan terbalik
dengan sejumlah bukti yang diperlukan.
Risiko audit terdiri dari tiga komponen. Risiko bawaan dan risiko pengendalian
berada diluar control auditor dan hanya ditetapkan oleh auditor. Risiko deteksi
berhubungan terbalik dengan komponen risiko audit lainya. Auditor menetapkan
risiko audit pada tingkat rendah yang sesuai dengan mengendalikan risiko deteksi
seperti halnya materialitas, risiko audit bisa dinyatakan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif, dan mempunyai hubungan terbalik dengan sejumlah bukti yang
diperlukan.

Untuk asersi-asersi laporan keuangan yang signifikan bisa ditetapkan strategi


audit yang berbeda. ada dua strategi audit yang dikenal dalam literature auditing
yaitu pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan maksimum (primaliry
subtantive approach) dan pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan lebih
rendah (the lower assessed level of control risk approach).

Anda mungkin juga menyukai