Kelas : AK-2B
No : 10
A. KONSEP MATERIALITAS
Definisi tersebut mensyaratkan auditor untuk mempertimbangkan baik (1)
situasi yang berkenaan dengan entitas dan (2) informasi yang dibutuhkan oleh mereka
yang akan bergantung pada laporan keuangan yang di audit. Contohnya, suatu jumlah
yang material bagi laporan keuangan suatu entitas mungkin tidak material bagi laporan
keuangan entitas lainnya yang memiliki ukuran atau sifat yang berbeda. Juga apa yang
material bagi laporan keuangan entitas tertentu mungkin akan berubah dari satu
periode lainnya. Oleh karena itu, auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat
materialitas untuk akun modal kerja seharusnya lebih rendah untuk suatu perusahaan
yang berada diambang kebangkrutan daripada pada suatu perusahaan yang memiliki
rasio lancer. Misalnya, dalam mempertimbangkan informasi yang diperlukan oleh
pemakai laporan keuangan sangat baik untuk mengasumsikan bahwa pemakai laporan
keuangan adalah investor yang akan memperoleh informasi secara memadai.
B. MATERIALITAS PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN
Materialitas laporan keuangan (financial statement materiality) adalah salah saji
agregat minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting untuk mencegah
laporan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip- prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Dalam konteks ini, salah saji mungkin diakibatkan karena penerapan yang salah
dari GAAP, berangkat dari fakta, atau penghilangan informasi yang diperlukan. Dalam
perencanaan audit, auditor harus mengakui bahwa terdapat lebih dari satu tingkat
materialitas yang berhubungan dengan laporan keuangan. Setiap laporan pada
kenyataannya, dapat memiliki beberapa tingkatan. Untuk laporan laba-rugi, materialitas
dapat dihubungkan dengan total pendapatan, laba operasi, laba sebelum pajak, atau
laba bersih. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar,
modal kerja, atau ekuitas pemegang saham.
Dalam membuat suatu pertimbangan pendahuluan mengenai materialitas,
auditor mula-mula menentukan tingkat agregat (keseluruhan) materialitas untuk setiap
laporan. Sebagai contoh, diperkirakan bahwa kekeliruan berjumlah $100.000 untuk
laporan laba-rugi dan $200.000 untuk neraca akan material. Dalam kasus ini tidak tepat
bagi auditor untuk menggunakan materialitas neraca dalam merencanakan audit karena
jika salah saji dalam neraca yang berjumlah hingga $200.000 juga mem- pengaruhi
laporan laba-rugi, laporan laba-rugi akan mengandung salah saji yang material. Untuk
tujuan perencanaan, auditor harus menggunakan tingkat agregat terkecil dari salah saji
yang dipertimbangkan sebagai material untuk setiap laporan keuangan. Peraturan
keputusan ini tepat karena (1) laporan keuangan saling berkaitan dan (2) banyak
prosedur audit berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan. Sebagai contoh,
prosedur audit untuk menentukan apakah penjualan kredit akhir tahun telah dicatat
pada periode yang sesuai menyediakan bukti mengenai piutang usaha (neraca) dan
penjualan (laporan laba-rugi).
Pertimbangan pendahuluan auditor mengenai materialitas seringkali dibuat enam
hingga sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Alternatif lain, materialitas dapat
ditetapkan menurut hasil keuangan satu tahun yang lalu atau hasil keuangan lebih dari
satu tahun yang lalu yang di- sesuaikan dengan perubahan-perubahan pada saat ini,
seperti kondisi umum dari ekonomi dan tren industri.
Pertimbangan materialitas melibatkan pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.
1. Pedoman Kuantitatif
Pada saat ini baik standar akuntansi maupun standar auditing berisi pedoman
resmi mengenai pengukuran kuantitatif dari materialitas. Berikut adalah gambaran
mengenai beberapa pedoman yang digunakan dalam praktik.
5% hingga 10% dari laba bersih sebelum pajak (10% untuk laba yang lebih kecil,
5% untuk laba yang lebih besar)
1/2% hingga 1% dari total aktiva
1% dari ekuitas
1/2% hingga 1% dari pendapatan kotor
Suatu persentase variabel berdasarkan mana yang lebih besar antara total aktiva
atau total pendapatan.
2. Pertimbangan Kualitatif
Pertimbangan kualitatif berhubungan dengan penyebab dari salah saji. Salah saji
yang secara kuantitatif tidak material mungkin secara kualitatif akan material. Hal ini
dapat terjadi misalnya ketika salah saji diakibatkan oleh suatu ketidakberesan
(irregularities) atau tindakan melanggar hukum oleh klien. Penemuan atas terjadinya
hal-hal tersebut dapat menga- kibatkan auditor menyimpulkan bahwa terdapat risiko
yang signifikan akan adanya salah saji tambahan yang serupa. AU 312.13 menyatakan
bahwa walaupun auditor harus waspada terhadap salah saji yang secara kualitatif
material, biasanya tidak praktis untuk merancang prosedur untuk mendeteksi salah saji
tersebut.
B. MATERIALITAS PADA TINGKAT SALDO AKUN
Materialitas saldo akun (account balance materiality) adalah salah saji minimum
yang dapat muncul dalam suatu saldo akun hingga dianggap mengandung salah saji
material. Salah saji hingga tingkat tersebut dikenal sebagai salah saji yang dapat ditolerir
(tolerable misstatement)Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh
dikacaukan dengan istilah saldo akun material. Istilah yang terakhir tersebut merujuk
pada ukuran dari suatu saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas
berkenaan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan seorang
pemakai. Saldo yang tercatat dari suatu akun secara umum menyajikan batas atas
jumlah di mana suatu akun dapat disajikan lebih. Oleh karena itu, akun dengan saldo
yang lebih rendah dari materialitas kadangkala disebut tidak material berkenaan dengan
risiko salah saji. Namun demikian, tidak terdapat batasan mengenai jumlah di mana
suatu akun dengan saldo tercatat yang sangat kecil mungkin disajikan kurang. Oleh
karena itu, harus disadari bahwa akun-akun yang tampak memiliki saldo tidak material
mungkin akan mengandung kurang saji yang melebihi materialitas.
Dalam membuat pertimbangan mengenai materialitas pada tingkat saldo akun,
auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materia- litas pada tingkat saldo
akun dan materialitas pada tingkat laporan keuangan. Pertimbangan ini harus
mengarahkan auditor untuk meren- canakan audit guna mendeteksi salah saji yang
mungkin tidak material secara individual, tetapi apabila diagregasi dengan salah saji
pada saldo akun lainnya, mungkin akan material terhadap laporan keuangan secara
keseluruhan.
C. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DAN BUKTI AUDIT
Materialitas adalah satu dari faktor- faktor yang mempengaruhi pertimbangan
auditor mengenai kecukupan (kuantitas yang diperlukan) bahan bukti. Dalam membuat
generalisasi mengenai hubungan tersebut, perbedaan antara istilah materialitas dan
saldo akun material yang telah disinggung sebelumnya harus tetap diingat.
D. RISIKO AUDIT
Membuat keputusan mengenai risiko audit merupakan salah satu langkah kunci
yang terlibat dalam melaksanakan audit seperti telah dibahas dalam Bab 5. Konsep
risiko audit adalah penting sebagai dasar untuk meng- ekspresikan konsep keyakinan
yang memadai. Auditor membuat penilaian mengenai berbagai komponen risiko audit-
risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi-untuk mengarahkan keputusan
tentang sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit dan juga keputusan mengenai
penetapan staf audit.
Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari konsep
keyakinan yang memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam
menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan ia terima. Jika
99% kepastian diinginkan, hatib tagab in maka risiko audit adalah 1%, sementara jika
kepastian sebesar 95% indianggap memuaskan, maka risiko audit adalah 5%. Biasanya
per- timbangan profesional berkenaan dengan keyakinan yang memadai dan Ashen
naalam keseluruhan tingkat risiko audit dirancang sebagai satu kebijakan kantor tobom
akuntan publik, dan risiko audit akan dapat dibandingkan antara satu audit dengan audit
lainnya.
E. MODEL RISIKO AUDIT
Konsep risiko audit terutama penting saat auditor mempertimbangkan tingkat
yang tepat untuk risiko deteksi ketika merencanakan prosedur audit untuk mengaudit
suatu asersi. Untuk tingkat risiko audit tertentu, terdapat hubungan ter- balik antara
tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang dinilai atas suatu asersi dan tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima oleh auditor untuk asersi tersebut. Oleh karena itu,
semakin rendah penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian, semakin tinggi tingkat
yang dapat diterima untuk risiko deteksi.
Dalam menghubungkan komponen-komponen risiko audit, auditor dapat
mengekspresikan setiap komponen dalam istilah kuantitatif, seperti persentase, atau
dalam istilah nonkuantitatif seperti sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau
maksimum. Dalam kedua kasus tersebut, pemahaman mengenai hubungan yang
diekspresikan dalam model risiko audit adalah penting ketika menentukan tingkat risiko
deteksi yang direncanakan dapat diterima. Pembahasan berikut akan mengilustrasikan
model risiko audit dengan contoh kuantitatif dan nonkuantitatif. Keseluruhan
pembahasan akan diikuti dengan suatu pembahasan mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi evaluasi auditor atas setiap komponen.
1. Mengilustrasikan Model Risiko Audit QUA
Model risiko audit (audit risk model) mengekspresikan hubungan antara
komponen-komponen risiko audit sebagai berikut:
AR = IR X CR × DR
Simbol-simbol tersebut mewakili risiko audit, risiko bawaan, risiko pengendalian,
dan risiko deteksi, secara berurutan.
Untuk mengilustrasikan penggunaan dari model tersebut, asumsikan bahwa
auditor telah membuat penilaian risiko berikut untuk suatu asersi tertentu seperti asersi
kelengkapan untuk persediaan.
- Tim audit dapat dipilih dengan suatu cara yang memastikan bahwa pengetahuan,
keahlian, dan kemampuan personel yang ditugaskan dalam tanggung jawab
perikatan yang signifikan sesuai denganpenilaian auditor terhadap tingkat risiko.
- Tim audit dapat melaksanakan audit dengan memperjelas tingkat skeptisme
profesional.
- Auditor dapat memutuskan untuk mempertimbangkan lebih lanjut pemilihan
dan penerapan manajemen terhadap prinsip-prinsip akun- tansi yang berlaku
umum, terutama masalah-masalah yang ber- hubungan dengan pengakuan
pendapatan atau penilaian aktiva.
- Kemampuan auditor untuk menilai risiko pengendalian di bawah maksimum
dapat dikurangi dan auditor harus peka terhadap ke- mampuan manajemen
untuk mengesampingkan pengendalian.
Pada akhirnya, auditor harus merencanakan suatu audit untuk mem- a berikan
keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material,
baik akibat dari kecurangan atau kekeliruan.
4. RISIKO DETEKSI
Risiko deteksi dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi dari risiko prosedur
analitis dan risiko pengujian terinci. Risiko prosedur analitis dan risiko pengujian terinci
merupakan fungsi dari efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Tidak
seperti risiko bawaan dan risiko pengendalian, tingkat aktual dari risiko prosedur analitis
atau risiko pengujian terinci dapat dirubah oleh auditor dengan memvariasikan sifat,
waktu, dan ekstensivitas pengujian-pengujian atau penempatan staf audit yang
berhubungan dengan pengujian substantif yang dilaksanakan pada suatu asersi.
Penggunaan prosedur audit yang lebih efektif akan menghasilkan suatu risiko deteksi
yang lebih rendah daripada prosedur audit yang tidak efektif. Secara serupa,
pelaksanaan pengujian substantif yang dilaksanakan pada atau dekat dengan tanggal
neraca daripada tanggal interim, penggunaan sampel yang lebih besar daripada sampel
yang lebih kecil, atau penggunaan lebih banyak staf yang berpengalaman daripada staf
yang tidak berpengalaman, akan menghasilkan tingkat risiko deteksi yang lebih rendah.
Dalam menentukan risiko deteksi auditor juga harus mempertimbang- alkan
kemungkinan akan membuat suatu kekeliruan, seperti salah menerapkan prosedur
audit atau salah menginterpretasikan bukti yang diperoleh. Aspek-aspek dari risiko
deteksi tersebut dapat dikurangi melalui perencanaan yang cukup dan pengawasan
yang tepat dan mengacu pada stan- dar pengendalian intern.
Dalam tahap perencanaan audit, suatu tingkat risiko deteksi yang direncanakan
dapat diterima (planned acceptable level of detection risk) untuk prosedur analitis dan
pengujian terinci ditentukan untuk setiap asersi yang signifikan dengan menggunakan
model risiko audit yang dibahas di atas. Ketika diperlukan, tingkat yang direncanakan
dari risiko deteksi direvisi terus-menerus berdasarkan bukti yang diperoleh mengenai
efektivitas pengendalian intern atau temuan audit yang spesifik.
G. RISIKO AUDIT PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN DAN TINGKAT SALDO AKUN
Auditor menentukan tingkat risiko audit secara keseluruhan yang akan dicapai
untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Secara umum, tingkat yang sama
diterapkan pada setiap saldo akun dan semua asersi yang berkaitan. Saat ini, jika
seorang auditor akan menggunakan tingkat risiko audit yang berbeda untuk akun-akun
dan asersi-asersi yang berbeda, tidak akan ada suatu cara yang berlaku secara umum
untuk mengkom- binasikan hasil-hasil tersebut dalam menentukan tingkat risiko audit
keseluruhan yang dicapai untuk laporan keuangan secara keseluruhan.
Sebaliknya, penilaian tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian serta tingkat
komponen-komponen risiko deteksi yang dapat diterima, bervariasi untuk setiap akun
dan asersi. Seperti dicatat sebelumnya, auditor tidak mengendalikan tingkat komponen
risiko pengendalian dan O risiko bawaan, dan secara sengaja memvariasikan tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima secara terbalik dengan tingkat yang dinilai dari
komponen risiko lainnya untuk menjaga agar risiko audit konstan. Oleh karena itu,
pernyataan mengenai tingkat risiko bawaan, risiko pengendali- an, risiko prosedur
analitis, dan risiko pengujian terinci berhubungan dengan asersi individual pada tingkat
saldo akun, bukan pada laporan keuangan secara keseluruhan.
H. HUBUNGAN ANTAR RISIKO AUDIT DAN BUKTI AUDIT
Terdapat suatu hubungan terbalik antara risiko audit dan jumlah bukti yang
diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Untuk klien
tertentu, semakin rendah tingkat risiko audit yang ingin dicapai, semakin besar jumlah
bukti yang diperlukan. Hubungan terbalik ini juga berlaku bagi komponen risiko deteksi.
Untuk asersi tertentu, semakin rendah tingkat yang dapat diterima dari risiko prosedur
analitis atau risiko pengujian terinci yang ditentukan oleh auditor, maka semakin besar
kecukupan dan kompetensi pengujian substansial yang diperlukan untuk membatasi
risiko deteksi keseluruhan pada tingkat tersebut.
Akan tetapi, harus diakui bahwa, menurut GAAS adalah tidak tepat ogy a bagi
auditor untuk menyimpulkan bahwa risiko bawaan dan risiko pengendalian sangat
rendah sehingga tidak perlu untuk melaksanakan pengujian substantif atas semua asersi
yang berhubungan dengan akun. Beberapa bukti harus selalu diperoleh melalui
pengujian substantif untuk setiap saldo akun yang signifikan, walaupun tidak perlu
untuk setiap asersi yang berkaitan dengan akun.
I. HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA MATERIALITAS RISIKO AUDIT, DAN BUKTI AUDIT
Dalam bagian yang terpisah, kami sebelumnya telah menjelaskan bahwa
terdapat suatu hubungan terbalik antara materialitas dan bukti audit, dan suatu
hubungan terbalik antara risiko audit dan bukti audit. Sebagai contoh, jika kami
menetapkan risiko audit konstan dan mengurangi tingkat mate- rialitas, maka bukti
audit harus ditingkatkan untuk melengkapi lingkaran. Dengan cara yang sama, jika kami
menetapkan tingkat materialitas konstan dan mengurangi bukti audit, maka risiko audit
harus ditingkatkan untuk melengkapi lingkaran. Atau jika kami ingin mengurangi risiko
audit, kami dapat melakukan salah satu hal berikut: (1) menaikkan tingkat materialitas
tena sementara menahan bukti audit konstan, (2) menaikkan bukti audit se- namentara
menahan tingkat materialitas konstan, atau (3) membuat kenaikan yang lebih kecil
untuk jumlah bukti audit dan tingkat materialitas.
J. PERINGATAN AKAN ADANYA RISIKO AUDIT
Secara periodik, staf AICPA dalam berkonsultasi dengan Auditing Standards Board,
menerbitkan peringatan akan adanya risiko audit (audit risk alerts). Tujuan mereka
adalah memberikan suatu tinjauan mengenai perkembangan ekonomi baru-baru ini
kepada auditor, perkembangan profesional dan perkembangan peraturan yang mungkin
akan mem pengaruhi audit untuk klien dalam banyak industri.
K. STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN
Tujuan utama auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk
mengurangi risiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung suatu
pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang
material. Hal ini dicapai dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti berkenaan
dengan asersi-asersi yang terdapat dalam laporan keuangan manajemen.
Karena hubungan timbal balik antara bukti, materialitas, dan kom- ponen risiko
audit yang dibahas di awal, auditor dapat memilih di antara strategi audit pendahuluan
alternatif dalam merencanakan audit untuk asersi individual atau sekelompok asersi. Di
sisa bab ini kami akan meng- identifikasikan komponen-komponen strategi audit
pendahuluan, mendeskripsikan empat alternatif strategi audit, dan menjelaskan
penerapannyaterhadap golongan transaksi dan siklus transaksi.
Strategi audit pendahuluan (preliminary audit strategy) bukan merupa- kan
spesifikasi mendetil dari prosedur audit yang akan dilaksanakan dalam menyelesaikan
audit. Sebaliknya, strategi ini merepresentasikan pertimbangan pendahuluan auditor
mengenai suatu pendekatan audit dan didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu
mengenai pelaksanaan audit. Dalam audit awal, sebagai contoh, auditor
mengembangkan kesimpulan sementara mengenai penekanan relatif yang akan
diberikan pada berbagai jenis pengujian audit. Dalam perikatan yang berulang,
spesifikasi dari berbagai komponen strategi audit pendahuluan mungkin termasuk suatu
anggapan oleh auditor bahwa prosedur analitis, pengujian pengendalian, atau pengujian
terinci yang digunakan pada tahun sebelumnya akan sesuai untuk tahun berjalan.
Keputusan akhir mengenai hal-hal tersebut dibuat sejalan dengan dilaksanakannya
audit.
L. KOMPONEN STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN
Dalam mengembangkan strategi audit pendahuluan untuk asersi-asersi, auditor
menspesifikasikan empat komponen sebagai berikut: