Anda di halaman 1dari 17

TUGAS 3

Jelaskan setiap sub materi berikut ini :


1. Konsep materialitas yang digunakan dalam pengauditan;
2. Hubungan antara materialitas dan bukti audit;
3. Prosedur analitis dalam perencanaan dan pelaksanaan audit;
4. Penilaian materialitas pada level laporan keuangan;
5. Penilaian materialitas pada level neraca;
6. Identifikasi risiko salah saji material dengan menggunakan prosedur analitis.

Tugas 3 diketik dengan huruf Time New Roman 12, Spasi 1,25 dalam format PDF.
Selamat mengerjakan.
KONSEP MATERIALITAS

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang
dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan perubahan atas suatu
pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi itu,
karena adanya penghilangan atau salah saji itu. Hal itu mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan keadaan yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak
yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan.

Contohnya, jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu mungkin tidak
material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda.
Maka, auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas akun modal kerja lebih rendah
bagi perusahaan yang berada dalam situasi bangkrut bila dibandingkan dengan suatu
perusahaan yang memiliki current ratio 4 : 1.

Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan keuangan?

Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
(guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi
manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan
keyakinan berikut ini :

1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta


pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.
2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian),
bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak
terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.

Aad dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:

1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh
auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.
2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.

Pertimbangan Awal tentang Materialitas

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan


auditnya yang disebut materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat
materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam
mengevaluasi temuan audit karena (1) keadaan yang melingkupi berubah (2) informasi
tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif berkaitan dengan
hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan
kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak
material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji
tersebut.

Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor adalah,

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
o Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
o Total aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca
2. Faktor kualitatif seperti:
o Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum dan kecurangan
o Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.
o Adanya gangguan dalam trend laba
o Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan

Sebagai contoh, auditor memutuskan kombinasi salah saji berjumlah 8 % dari laba bersih
sebelum pajak dipandang material untuk laporan laba-rugi, dengan memperhatikan faktor
kualitatif dalam salah saji tersebut. Oleh karena itu, jika kombinasi salah saji kurang dari 3 %,
auditor akan memandang sebagai salah saji yang tidak material, dengan memperhatikan
faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Salah saji berada diantara 3 % dan 8 %
memerlukan pertimbangan auditor untuk memutuskan materialitasnya. Jika misalnya, laba
bersih sebelum pajak yang dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah Rp 100 juta, maka batas
materialitas (materiality border) untuk laporan laba-rugi berada dalam kisaran :

Rp 3.000.000 sampai Rp 8.000.000

Batas bawah dihitung 3% x Rp100.000.000 dan batas dihitung 8% x Rp 100.000.000.

Contoh berikut ini menunjukan batas materialitas yang ditentukan oleh auditor :

1. Untuk total aktiva dalam neraca Rp 41 juta s.d Rp 100 juta


2. Untuk aktiva lancar Rp 25 juta s.d Rp 60 juta
3. Untuk total ekuitas pemegang saham dalam neraca Rp 15 juta s.d Rp 45 juta

Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat
laporan keuangan, karena pendapat auditor atas lapoaran sebagai keseluruhan dan tingkat
saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan
menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Materialitas pada tingkat Laporan Keuangan

Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas yaitu:

Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, dengan membuat


estimasi materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah dalam laporan
keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang
diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.

Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.

Contoh panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :

1. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji
5 % sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
2. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji
½ % sampai 1 % dari total aktiva.
3. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji
1 % dari total pasiva.

Materialitas pada Tingkat Saldo akun

Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam
saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat
saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.

Alokasi Materialitas laporan Keuangan ke Akun

Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah


saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun
tersebut.

HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT

Materialitas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan


auditor tentang kecukupan ( kuantitas ) bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan
antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material
harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti
yang diperlukan ( hubungan terbalik ).
HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DAN BUKTI AUDIT

Materialitas adalah salah satu dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor
mengenai kecukupan (kuantitas yang diperlukan) bahan bukti. Ada perbedaan antara istilah
materialitas dengan saldo akun material. Contohnya, secara umum adalah benar mengatakan
bahwa semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan
(hubungan terbalik). Secara umum juga benar untuk mengatakan bahwa semakin besar atau
semakin signifikan suatu saldo akun, maka semakin besar jumlah bukti yang diperlukan
(hubungan langsung).

RISIKO AUDIT

Risiko audit (audit risk) adalah risiko bahwa auditor mungkin tanpa sengaja telah gagal untuk
memodifikasi pendapat secara tepat mengenai laporan keuangan yang mengandung salah saji
material. Terdapat 3 komponen risiko audit sebagai risiko bawaan, risiko pengendalian, dan
risiko deteksi. Konsep resiko audit terutama penting saat auditor mempertimbangkan tingkat
yang tepat untuk resiko deteksi ketika merencanakan prosedur audit untuk mengaudit sutu
asersi. Semakin rendah penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian, semakin tinggi
tingkat yang dapat diterima untuk risiko deteksi.

Mengilustrasikan Model Resiko Audit

Model resiko audit mengekspresikan hubungan antara komponen-komponen resiko audit sbb
:

AR = IR x CR x DR

AR = risiko audit CR = risiko pengendalian

IR = Risiko bawaan DR = risiko deteksi

Terdapat banyak jenis pengujian kuantitatif, salah satunya model resiko audit yang diperluas
yang membagi risiko deteksi menjadi 2 komponen. Hubungan antara komponen-komponen
risiko audit dapat diekspresikan sbb :

AR = IR x CR x AP x TD

AP = risiko prosedur analitis

AP = risiko yang berkaitan dengan risiko pengujian terinci /pengujian transaksi atau
pengujian saldo

Model risiko audit yang diperluas menyediakan auditor suatu alat untuk mempertimbangkan
keyakinan yang diperoleh dengan melaksanakan prosedur analitis. Hal ini memungkinkan
auditor untuk mempertimbangkan keyakinan yang diperoleh baik dari prosedur audit top
down maupun bottom up. Dalam praktik, banyak auditor tidak menyelesaikan secara
matematis model resiko. Namun untuk menetapkan risiko audit pada suatu tingkat tertentu,
semakin tinggi tingkat yang diperkirakan untuk risiko bawaan, risiko pengendalian, risiko
prosedur analitis, semakin rendah tingkat risiko yang dinilai untuk pengujian terinci.

Beberapa auditor yang menggunakan ekspresi nonkuantitatif untuk risiko menggunakan suatu
matriks komponen risiko. Studi mengenai matriks ini menunjukkan bahwa konsisten dengan
model resiko audit, yaitu bahwa tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berhubungan
secara terbalik dengan penilaian resiko bawaan, resiko pengendalian dan resiko prosedur
analitis. Matriks tersebut mengasumsikan bahwa resiko audit dibatasi pada suatu tingkat yang
rendah.
PROSEDUR ANALITIS

Menurut PSA 22 (SA 329) prosedur analitis didefinisikan sebagai “evaluasi atas informasi
keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara data keuangan dan
nonkeuangan, meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat dengan ekspektasi
auditor.” Definisi ini menekankan pada ekspektasi yang dikembangkan oleh auditor. Prosedur
analitis dapat dilakukan dalam tiga kesempatan selama penugasan audit berlangsung yakni
saat perencanaan, pengujian dan penyelesaian audit.

Prosedur analitis pada tahap perencanaan bertujuan:

a) Memahami kegiatan entitas yang diaudit


Umumnya auditor mempertimbangkan pengetahuan dan pengalaman tentang auditan
yang diperoleh di tahun sebelumnya sebagai titik tolak perencanaan audit tahun
berjalan. Dengan melakukan prosedur analitis, perubahan yang terjadi dapat diamati
dari perbandingan informasi tahun berjalan (yang belum diaudit) dengan informasi
tahun sebelumnya yang telah diaudit. Perubahan tersebut dapat mencerminkan
kecenderungan yang penting atau kejadian spesifik. Contohnya menurunnya
persentase marjin kotor selama beberapa waktu dapat mengindikasikan inefisiensi
kinerja perusahaan.
b) Menunjukkan kemungkinan salah saji
Perbedaan yang tidak diharapkan (fluktuasi yang tidak biasa) antara data keuangan
tahun berjalan yang belum diaudit dengan data keuangan yang dijadikan pembanding
dapat mengindikasikan adanya salah saji atau ketidakberesan akuntansi. Fluktuasi
yang tidak biasa terjadi jika diperkirakan tidak ada perbedaan tetapi kenyataannya
terjadi perbedaan, atau bila diperkirakan terjadi perbedaan, yang ternyata tidak terjadi.
Aspek prosedur analitis ini sering disebut “arahan perhatian” karena prosedur ini
menghasilkan prosedur yang lebih rinci dalam bidang audit khusus di mana terdapat
kemungkinan ditemukannya salah saji.
c) Mengurangi pengujian terinci
Jika prosedur analitis tidak mengungkapkan fluktuasi yang tidak biasa, maka
implikasinya adalah adanya kemungkinan salah saji material telah diminimalisasikan.
Dengan kata lain, pos tersebut tidak memerlukan pengujian rinci, prosedur audit
tertentu dapat dihilangkan, sampel dapat dikurangi, atau pelaksanaan prosedur audit
pada pos tersebut dapat dilaksanakan sesudah tanggal neraca. Prosedur analitis lebih
sering digunakan pada audit keuangan karena data keuangan yang menjadi analisis
dalam audit keuangan memiliki hubungan dan kecenderungan antar berbagai data dari
berbagai akun-akun pencatatan. Walaupun demikian, prosedur analitis juga dapat
digunakan pada audit-audit lain terutama bila data yang digunakan adalah data-data
kuantitatif. Kecenderungan (trend) tingkat kematian bayi, misalnya, dapat digunakan
dalam prosedur analitis pemeriksaan kinerja efektivitas Program Imunisasi Nasional.

Auditor umumnya melakukan beberapa langkah berikut untuk mencapai tujuan-tujuan


prosedur analitis awal, yaitu:
a) Membandingkan angka-angka pada tahun berjalan dengan angka-angka pada tahun lalu,
baik data keuangan maupun data kuantitatif nonkeuangan.

b) Mengidentifikasi fluktuasi-fluktuasi atau kecenderungan-kecenderungan yang tidak


biasa.

c) Mengevaluasi kemungkinan faktor-faktor penyebab terjadinya fluktuasi-fluktuasi.

Prosedur analitis merupakan prosedur yang paling murah. Perhatian harus diberikan pada
bagaimana prosedur analitis dapat membantu pencapaian risiko deteksi yang dapat diterima
sebelum memilih pengujian terinci. Pada saat hasil prosedur analitis sesuai dengan yang
diharapkan dan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima tinggi, maka tidak perlu dilakukan
pengujian terinci.

Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan-hubungan (korelasi) untuk


memperkirakan apakah saldo akun atau data yang lain telah disajikan dengan layak. Contoh
dari prosedur analitis adalah membandingkan persentase gross margin pada tahun ini dengan
tahun yang lalu. Prosedur analitis digunakan secara luas dalam praktik dan kegunaanya
meningkat sejak adanya komputer yang membantu melakukan penghitungan-penghitungan
ini.

Dalam audit atas laporan keuangan, Prosedur analitis menjadi bukti audit yang sangat penting
karena dilakukan pada 3 (tiga) tahapan audit yaitu pada waktu perencanaan, pengujian
substantif dan pada waktu penyelesaian audit. Menurut Arens dan Loebbecke, tujuan dari
prosedur analitis dalam audit atas laporan keuangan adalah:

a) Memahami sifat industri dan usaha auditan.

Auditor harus mendapatkan pengetahuan mengenai sifat industri dan usaha auditan sebagai
bagian dari perencanaan audit. Dengan melaksanakan prosedur analitis di mana informasi
laporan keuangan yang belum diaudit dibandingkan dengan informasi laporan keuangan
tahun lalu yang telah diaudit, perubahan yang terjadi dapat teridentifikasi. Perubahan-
perubahan ini dapat mewakili kecenderungan-kecenderungan yang penting atau kejadian-
kejadian tertentu dimana semuanya akan mempengaruhi perencanaan audit. Sebagai contoh
penambahan saldo dari aktiva tetap mungkin mengindikasikan perolehan signifikan yang
harus diperiksa.

b) Memperkirakan kemampuan auditan untuk melanjutkan usahanya (going concern)

Prosedur analitis berguna sebagai indikasi jikalau auditan sedang mengalami masalah
keuangan. Beberapa prosedur analitis akan sangat membantu auditor dalam memperkirakan
kemungkinan kegagalan keuangan. Sebagai contoh jika terjadi kombinasi antara
perbandingan di atas normal dari hutang jangka panjang dengan kekayaan bersih dan
perbandingan di bawah rata-rata dari penghasilan dengan total aktiva, maka risiko kegagalan
keuangan yang tinggi mungkin terindikasi. Hal ini bukan hanya mempengaruhi perencanaan
audit, tetapi mempengaruhi modifikasi laporan audit jika prosedur analitis ini dilakukan pada
tahap penyelesaian.

c) Mengindikasikan terjadinya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan.

Perbedaan yang signifikan antara data keuangan yang belum diaudit dengan data lain yang
digunakan sebagai pembanding, sering disebut fluktuasi yang tidak biasa (unusual
fluctuations). Fluktuasi yang tidak biasa terjadi ketika perbedaan signifikan yang seharusnya
tidak muncul tetapi ada dalam laporan keuangan, atau perbedaan yang seharusnya muncul
tetapi tidak ada. Pada dua kasus ini, satu alasan yang mungkin untuk fluktuasi yang tidak
biasa ini adalah kesalahan pencatatan akuntansi. Karena itu apabila fluktuasi yang tidak biasa
ini terjadi dalam jumlah besar, auditor harus menemukan alasan sehingga mendapatkan
keyakinan bahwa penyebabnya adalah kejadian ekonomi yang valid dan bukan karena adanya
salah saji.

d) Mengurangi pengujian terinci.

Ketika prosedur analitis tidak mengungkapkan adanya fluktuasi yang tidak biasa, maka
kemungkinan adanya salah saji yang material telah berkurang. Dalam kasus ini, prosedur
analitis adalah bagian dari bukti substantif yang mendukung penyajian secara layak atas
akun-akun yang berkaitan, dan memungkinkan untuk melaksanakan pengujian terinci yang
lebih sedikit atas akun-akun tersebut. Dengan kata lain beberapa prosedur audit tertentu dapat
dihapuskan, jumlah sampel dapat dikurangi, atau waktu pelaksanaan prosedur audit ini dapat
dipindahkan lebih jauh dari tanggal neraca.

Lebih lanjut Konrath menjelaskan bahwa jenis-jenis penerapan prosedur analitis antara lain
adalah:

Analisis Horizontal (trend analysis)

Analisis kecenderungan mensyaratkan auditor untuk memeriksa perubahan-perubahan dalam


data sepanjang waktu. Premis yang mendasari analisa ini adalah bahwa kecenderungan di
masa lalu mungkin diharapkan berlanjut di masa yang akan datang kecuali terjadi perubahan-
perubahan keadaan yang material. Sebagai contoh, auditor dapat mengamati perubahan dalam
belanja dan pendapatan selama periode tertentu atau mungkin mengamati perubahan dalam
bentuk hubungan-hubungan. Contoh analisis kecenderungan yang lain adalah penerapan
analisis regresi untuk memprediksikan komponen belanja dan pendapatan berdasarkan
hubungan-hubungan yang diamati.

Aplikasi dari analisis kecenderungan adalah dengan membandingkan unsur-unsur utama


dalam laporan keuangan yang diaudit dengan laporan keuangan tahun sebelumnya dan
menyelidiki perubahan yang signifikan. Contoh yang lain dari analisis kecenderungan adalah
auditor membandingkan sumber-sumber pendapatan dan belanja dan menyelidiki sumber-
sumber baru atau sumber-sumber lama yang dihapuskan.
Analisis vertikal (Common-size analysis)

Laporan keuangan dengan ukuran yang biasa menyajikan semua unsur laporan keuangan
dalam bentuk persentase terhadap sebuah dasar yang biasa (common base). Sebagai contoh
dalam laporan keuangan semua aktiva dapat disajikan dalam persentase terhadap total aktiva.
Contoh analisis vertical adalah setelah menyusun beberapa paket laporan keuangan dengan
ukuran

yang biasa, auditor mencoba menyusun perkiraan auditor dengan menganalisa hubungan-
hubungan antar data dalam periode audit. Contoh yang lain dari analisis vertikal adalah
auditor dapat memeriksa laporan kinerja dan menyelidiki varian yang signifikan dari
anggaran.

Analisis Rasio (Ratio Analysis)

Analisis rasio membandingkan hubungan-hubungan antara saldo akun. Meskipun analisa ini
lebih berguna ketika membandingkan auditan dengan organisasi lain, auditor harus juga
mengamati perubahan dalam rasio untuk suatu kurun waktu tertentu. Berkaitan dengan jenis-
jenis penerapan prosedur analitis, Arens dan Loebbecke mengemukakan bahwa prosedur
analitis terdiri dari 5 (lima) jenis yaitu:

a) Membandingkan data auditan dengan data industri di mana auditan beroperasi;


b) Membandingkan data auditan dengan data periode laporan yang sama;
c) Membandingkan data auditan dengan hasil yang diharapkan auditan.
d) Membandingkan data auditan dengan hasil yang diharapkan auditor; dan
e) Membandingkan data auditan dengan hasil yang diharapkan, dengan menggunakan
data nonkeuangan.

Prosedur analitis mencakup perbandingan-perbandingan dari jumlah-jumlah yang dicatat


dengan jumlah yang diharapkan yang disusun oleh auditor. Biasanya juga prosedur analitis
mencakup perhitungan rasio-rasio oleh auditor untuk membandingkan dengan rasio tahun
lalu dan data lain yang berhubungan. Dua tujuan utama prosedur analitis yang dilakukan pada
tahap pelaksanaan audit atas saldo akun adalah (1) mengindikasikan kemungkinan terjadinya
salah saji dalam laporan keuangan dan (2) mengurangi pengujian terinci atas saldo. Ada
perbedaan mendasar dalam prosedur analitis yang dilakukan dalam tahap perencanaan dan
prosedur analitis yang dilakukan dalam tahap pengujian. Pada tahap perencanaan, auditor
mungkin menghitung rasio dengan menggunakan data interim. Sedangkan pada tahap
pengujian saldo akhir, auditor akan menghitung kembali rasio itu dengan menggunakan data
setahun penuh. Jika auditor percaya bahwa prosedur analitis yang dilakukan mengindikasikan
kemungkinan terjadinya salah saji, maka prosedur analitis tambahan dapat dilakukan atau
auditor memutuskan untuk memodifikasi pengujian terinci atas saldo. Ketika auditor
menyusun jumlah-jumlah yang diharapkan dengan menggunakan prosedur analitis dan
menyimpulkan bahwa saldo akhir akun-akun tertentu dalam laporan keuangan auditan dapat
diterima (reasonable), beberapa pengujian terinci atas saldo dapat dihapuskan atau jumlah
sampel dikurangi. Standar auditing menyatakan bahwa prosedur analitis dapat digunakan
sebagai pengujian substantif. Karena prosedur analitis relatif lebih murah bila dibandingkan
dengan pengujian-pengujian lainnya, banyak auditor melakukan prosedur analitis yang luas
dalam setiap audit.

Seperti dinyatakan di bagian sebelumnya, prosedur analitis dilakukan dalam 3 (tiga) tahap
yang berbeda dalam audit yaitu: (1) tahap perencanaan untuk membantu auditor memahami
usaha auditan dan menentukan bukti lain yang diperlukan untuk memenuhi risiko audit yang
dapat diterima; (2) selama pelaksanaan audit secara khusus selama pengujian substantif; (3)
pada akhir audit sebagai pengujian kelayakan yang terakhir. Prosedur analitis yang dilakukan
selama pengujian substantif lebih terfokus dan lebih luas daripada yang dilakukan di tahap
lainnya. Prosedur analitis yang menggunakan saldo bulanan akan lebih efektif dalam melacak
salah saji daripada prosedur analitis yang menggunakan saldo tahunan, dan perbandingan
antara perusahaan yang sama jenis usahanya akan lebih efektif daripada perbandingan dengan
seluruh perusahaan (companywide). Ketika auditor berencana untuk menggunakan prosedur
analitis sebagai bagian dari pengujian substantif untuk mendapatkan keyakinan, adalah hal
yang penting bahwa data yang digunakan dalam perhitungan adalah data yang cukup dan
dapat diandalkan.

Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan


Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama, auditor
menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada saat mengevaluasi bukti
audit dalam pelaksanan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi
materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang
dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk
menyatakan kewajaran laporan keuangan.
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi
kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan,
sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi
sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia,
penyimpangan dari fakta, atau penghilangan informasi yang diperlukan.
Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu
tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan. Kenyataannya, setiap laporan
keuangan dapat memiliki dari satu tingkat materialitas. Untuk laporan laba-rugi,
materialitasnya dapat dihubungkan dengan total pendapatan, laba bersih usaha, laba bersih
sebelum pajak, atau laba bersih setelah pajak. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan
pada total aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau modal saham.
Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat enam sampai dengan
sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu, pertimbangan tersebut dapat
didasarkan atas data laporan keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan
tersebut dapat didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau lebih yang telah lalu, yang
disesuaikan dengan perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum dan trend industri.
Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas. Berikut ini diberikan contoh
beberapa panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
a) Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 5 % sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
b) Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji ½ % sampai 1 % dari total aktiva.
c) Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 1 % dari total pasiva.
d) Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji ½ % sampai 1 % dari pendapatan bruto.

Pemahaman yang jernih tentang syarat-syarat penugasan harus dimiliki oleh klien dan KAP.
SAS 108 (AU 310) mensyaratkan bahwa auditor harus mendokumentasikan pemahamannya
dengan klien dalam surat penugasan (engagement letter), meliputi tujuan penugasan,
tanggung jawab auditor dan manajemen, serta batasan-batasan penugasan. Auditor
mengembangkan strategi audit secara keseluruhan, termasuk staf penugasan dan setiap
spesialis audit yang diperlukan. Setelah memahami alasan klienuntuk melakukan audit ,
auditor harus mengembangkan startegi audit pendahuluan. Strategi ini harus
mempertimbangkan sifat klien , termasuk bidang-bidang dimana terdapat risiko saah saji
yang signifikan yang lebih besar. Auditor juga harus mempertimbangkan factor-faktor
lainnya,seperti jumlah lokasi klien dan keefektifan pengendaian klien dimasa lalu, dalam
mengembangkan pendekatan audit pendahuluan. Strategi yang terencana akan membantu
audito menentukan sumber daya yang diperlukan dalam penugasan itu.
“Audit harus dilaksankan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang
memadai sebagai auditor”

Memahami Bisnis dan Industri Klien


Auditor harus memperoleh pemahaman yang memadai tentang entitas dan
lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk menilai risiko salah saji yang
material pada laporan keuangan baik karena kekeliruan maupun kecurangan, dan untuk
merancang sifat, penetapan waktu serta luar prosedur audit selanjutnya.
 Industri dan Lingkungan Eksternal
Alasan utama untuk mndapatkan pemahaman yang baik tentang industry klien dan
lingkungan eksternal adalah :
a) Risiko yang berkaitan dengan industry tertentu dapat mempengaruhi penilaian
auditor atas risiko bisnis klien dan risiko audit yan dapat diterima dan bahkan
dapat mempengaruhi auditor dalam menerima penugasan pada industry
simpan pinjam dan asuransi kesehatan.
b) Risiko inheren tertentu sudah umum bagi semua klien dalam industry tertentu.
Familiraritas dengan risiko – risiko tersebut akan membantu auditor dalam
menilai relecansinya bagi klien bersangkutan. Contohnya meliputi
kemungkinan keuangan persediaan dalam industry pakaian jadi, risiko inheren
atas penagihan piutang usaha dalam industry pinjaman konsumen , serta
cadangan untuk risiko inheren kerugian dalam industry asuransi kecelakaan.
c) Banyak industry memiliki persyaratan akuntasi yang unik yang harus
dipahami auditor untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan klien telah
sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang belaku umum. Sebagai contoh,
jika auditor melakukan audit atas sebuah pemerintah kota, auditor harus
memahami akuntansi pemerintahan dan persyaratan auditnya. Juga ada
persyaratan akuntansi yang unik bagi perusahaan konstruksi, kereta api ,
organisasi nirlaba, lembaga keuangan , dan banyak organisasi lainnya.
 Operasi dan Proses Bisnis
 Kunjungan ke pabrik dan kantor
 Mengidentifikasi pihak yang berkaitan
 Manajemen dan Tata kelola
 Angaran dasar dan anggaran rumah tangga
 Kode etik
 Notulen rapat perusahaan

Tujuan dan Strategi Klien


Strategi adalah pendekatan yang diikuti entitas untuk mencapai tujuan organisasi.
Tujuan klien yang berkaitan dengan :
a) Reabilitas pelaporan keuangan
b) Efektivitas dan efisiensi operasi
c) Ketaatan pada hukum dan peraturan

Menilai Risiko Bisnis Klien


Auditor menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dari pemahaman strategis atas
bisnis dan industry klien untuk menilai risiko bisnis klien yaitu ririko bahwa klien akan gagal
dalam mencapai tujuannya. Ririko bisnis klien dapt timbul dari banyak factor yang
mempengaruhi klien dan lingkungannya, seperti teknologi baru yang mengikis keunggulan
kompetitif klien, atau klien gagal melaksanakan strateginya sebaik pesaing.
Perhatian utama auditor tertuju pada risiko salah saji yang material dalam laporan
keuangan yang disebabkan oleh risiko bisnis klien. Sebagai contoh, perusahaan sering
melakukan akuisisi atau merger strategis yang bergantung pada keberhasilan penggabungan
operasi antara dua atau lebih perusahaan. Jika sinergi yang direncanakan tidak berkembang,
nilai aktiva tetap dan goodwill yang di catat dalam akuisisi dapat menurun, yang akan
mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan.

Melaksanakan Prosedur Analitis Pendahuluan


Auditor melaksanakan prosedur analitis pendahuluan untuk memahami dengan lebih baik
bisnis klien dan untuk menilai risiko bisnis klien. Salah satu prosedur tersebut
membandingkan rasio yang dibandingkan dengan tahun sbeelumnya, atau dengan rata- rata
industry sehingga membantu auditor mengidentifikasi area yang mengalami kenaikan risiko
salah saji yang membutuhkan perhatian lebih lanjut selama audit.
PROSEDUR ANALITIS
Penekanan pada prosedur analitis dalam definisi SAS 56 tertuju pada ekspektasi yang
dikembangkan oleh auditor. Sebagai contoh, auditor dapat membandingkan beban komisi
yang tercatat selama tahun berjalan dengan total penjualan yang tercatat yang dikalikan
dengan tingkat komisi rata-rata sebagai satu penggujian atas kewajaran komisi yang dicatat
secara keseluruhan.agar prosedur analitis ini menjadi relevan dan dapat diandalkan, auditor
cenderung menyimpulkan bahwa penjualan yang tercatat telah dinyatakan dengan benar,
semua penjualan mendapat komisi, dan rata-rata tingkat komisi aktual dapat ditentukan.
Prosedur analitis dapat dilaksanakan pada salah ketiga waktu selama penugasan:
1. Prosedur analitis diwajibkan dalam tahap perencanaan untuk membantu
menetukan sifat,luas, dan penetafan waktu prosedur audit. Ini membantu
auditor mengendinfikasi hal-hal signifikan yang menantikan signifikan yang
nantinya memerlukan perhatian khusus dalam dalam penugasan. Sebagai
contoh , perhitungan perputaran dalam persedian sebelum pengujian harga
persedian dilakukan dapat menunjukkan kebutuhan akan perhatian khusus
selama pengujian tersebut. Prosedur analitas yang dilakukan dalam tahap
perencanaan biasanya menggunakan data agregrat pada tingkat tinggi, dan
kecanggihan,luas, serta penetapan waktu prosedur bervariasi anatara klien,
untuk beberapa klien, perbandingan saldo akun tahunsebelumnya dan tahun
berjalan dengan menggunakan neraca saldo yang belum diaudit mungkin
sudah mencukupi.untuk klien lainnya, prosedur tersebut dapat melibatkan
analisis yang ekstensif atas laporan keuangan kuartalan berdasarkan penilaian
auditor.
2. Prosedur analitis sering kali dilakukan selama tahap pengujian audit sebagai
pengujian subtansif untuk mendukung saldo akun. Pengujian ini sering kali
dilakukan dalam hubungannya dengan prosedur audit lainnya.sebagai contoh,
bagian setiap polis asuransi dibayar dimuka dapat dibandingkan dengan polis
yang sama untuk tahun sebelumnya sebagai bagian dari pengujian atas
asuransi dibayar dimuka, kepastian yang diberikan oleh prosedur analitis
tergantung pada prediktabilitas hubungan, serta ketepatan ekspektasi dan
reliabilitas data yang digunakan untuk mengembangkan ekspektasi itu.
3. Prosedur analitis juga diwajibkan selama tahap penyelesain audit. Pengujian
semacam itu berfungsi sebagai reviewakhir atas salah saji yang material atas
masalah keuangan, dan membantu auditor mengambil „‟pandangan objektif‟‟
akhir pada laporan keuangan yang telah diaudi,biasanya, seorang partner
senior, yang memiliki pengetahuan yang luas atas bisnis klien, melakukan
prosedur analitis selama review akhir terhadap file audit dan laporan keuangan
untuk mengindenfikasikan kemungkinan ketidaktelitian dalam audit.
LIMA JENIS PROSEDUR ANALITIS

Kegunaan prosedur analitis sebagai bukti audit sangat bergantung pada auditor
yang mengembangkan ekspektasi tentang beberapa saldo akun atau rasio yang harus dicatat,
tanpa memperhatikan jenis prosedur analitis yang digunakan auditor mengembangkan
ekspektasi menyangkut saldo akun atau rasio dengan mempertibangkan informasi dari
periode sebelumnya, tren industry, ekspektasi anggaran yang disiapkan klien, dan informasi
nonkeuangan. Biasanya auditor membandingkan saldo dan rasio klien dengan saldo dan rasio
yang diharapkan dengan menggunakan satu atau lebih jenis prosedur analitis berikut. Dalam
setiap kasus, auditor membandingkan data klien dengan:

1. Data industry.
2. Data periode sebelumnya yang serupa.
3. Hasil yang diharapkan yang ditentukan klien.
4. Hasil yang diharapkan yang ditentukan auditor.
5. Hasil yang diharapkan dengan menggunakan data nonkeuangan.

Membandingkan data klien dan data industry


Manfaatkan paling penting dari perbandingan industry adalah membantu dan memahami
bisnis klien dan sebagai indikasi atas kemungkinan adanya kegagalan keuangan, tetapi
munkin kurang membantu auditor dalam mengindenfikasikan salah saji yang potensial,
sebagai contoh, rasio yang ada pada Robert Morris Associates terutama adalah jenis yang
digunakan para banker dan eksekutif kredit lainnya untuk mengevaluasi apakah perusahaan
mampu melunasi pinjamannya, informasi yang sama tersebut berguna bagi auditor dalam
menilai kekuataan relative dari struktur modal klien, kapasitas pinjamannya, dan
kemungkinan gagal keuangan.
Namun, kelemahan utama penggunaan rasio industry dalam auditing adalah
perbedaan antara sifat informasi keuangan klien dengan perusahaan yang membentuk total
industri. Karena data indutri adalah rata-rata yang lebih luas, perbandingannya mungkin tidak
berarti. Sering kali, lini bisnis klien tidak sama seperti standar industry. Selain itu, perusahaan
yang berbeda menerapkan metode akuntasi yang juga berbeda, sehingga mempengaruhi
komparabilitas data.

Membandingkan data klien dengan data periode sebelumnya yang serupa


Andaikan bahwa presentase marjin kotor sebuah perusahaan berada anatara 26 dan 27
persen untuk masing-masing dari 4 tahun terakhir tetapi turun menjadi 23 persen tahun
berjalan. Penurunan marjin ini harus diperhatikan oleh auditor jika penurunan itu tidak
diperkirakan. Penyebab penurunan ini dapat berupa perubahan kondisi ekonomi, disamping
dapat juga disebabkan oleh salah satu saji laporan keuangan, antara lain
kesalahan cutoff penjualan atau pembelian, penjualan yang belum tercatat, lebih saji utang
usaha, atau kesalahan kalkulasi biaya persedian. Penurunan marjin kotor mungkin akan dapat
mengakibatkan meningkatnya bukti dalam satu atau lebih akun yang mempengaruhi marjin
kotor tersebut. Auditor harus menentukan penyebab penurunan marjin kotor ini untuk
menyakinkan bahwa laporan keuangan tidak salah saji secara material.
1. Membandingkan saldo tahun berjalan dengan tahun sebelumnya
2. Membandingkan rincian total saldo dengan rincian yang serupa untuk tahun
sebelumnya
3. Menghitung Rasio dan Hubungan persentase untuk Dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.

TABEL 8.2 Perbandingan dan hubungan internal

Rasio atau perbandingan Kemungkinan salah saji


Perputaran bahan baku untuk perusahaan Salah saji persediaan atau harga
manufaktur pokok penjualan atau keusangan
persediaan bahan baku
Komisi penjualan dibagi dengan penjualan Salah saji komisi penjualan
bersih
Retur penjualan dan potongan harga dibagi Misklasifikasi retur penjualan dan
dengan penjualan kotor pengurangan harga atau retur atau
pengurangan harga yang belum
tercatat sesudah akhir tahun
Nilai penyerahan tunai asuransi jiwa (tahun Kesalahan mencatat perubahan
berjalan) dibagi dengan nilai penyerahan tunai dalam nilai penyerahan tunai atau
asuransi jiwa (tahun sebelumnya) kekeliruan mencatat perubahan
Masing-masing beban manufaktur sebagai Salah saji yang signifikan dari
persentasi dari total beban manufaktur masing-masing beban total

Membandingkan data klien dengan hasil yang diharapkan yang ditentukan klien
Kebanyakan perusahaaan menyiapkaan anggaraan (budghets) untuk berbagai aspek
operasi dan hasil keuangannya. Karena anggaran merupakan ekspektasi klien selama periode
berjalan, auditor harus menyelidiki perbedaan yang paling signifikan antra hasil yang
dianggarkan dengan hasil aktual, karena area ini dapat mengandung salah saji yang potensial,
jika tidak ad perbedaan, salah saji tidak mungkin terjadi.apabila data klien dibandingkan
dengan anggaran, ada dua kepentingan khusus;
Kepentingan pertama,auditor harus mengevaluasi apakah anggaran itu merupakan rencana
yang realistis.
Kepentingan kedua adalah kemungkinan bahwa informasi keuangan saat ini telah diubah oleh
personil klien agar sesuai dengan anggaran.

Membandingkan data klien dengan hasil yang diharapkan yang ditentukan auditor
Perbandingan umum lainnya antara data klien dengan hasil yang diharapkan terjadi
ketika auditor menghitung saldo yang diharapkan untuk dibandingkan dengan saldo aktual.
Pada jenis prosedur analitis ini, auditor membuat estimasi tentang rupa saldo akun yang
seharusnya dengan menghubungkannya dengan beberapa akun neraca atau akun laporan laba-
rugi lainnya, atau membuat proyeksi berdasarkan beberapa tren historis. Berikut ini ada dua
contohnya:
1. Auditor dapat melakukan perhitungan independent terhadap beban bunga atas wesel
bayar jangka panjang dengan mengalikan saldo akhir bulan wesel bayar dengan suku
bunga rata-rata bulanan. Estimasi independent ini didasarkan pada pengujian atas
kelayakan beban bunga yang tercatat.
2. Auditor dapat menghitung rata-rata bergerak dari penyisihan piutang tak tertagih sebagai
persentase piutang usaha kotor, dan kemudian menerapkannya pada saldo piutang usaha
kotor pada akhir taun audit. Denga menggunakan tren historis seperti ini, auditor dapat
menentukan nilai yang diharapkan untuk penyisihan tahun berjalan.

Membandingkan data klien dengan hasil yang diharapkan dengan menggunakan data
nonkeuangan
Andaikan anda sedang mengaudit sebuah hotel, anda dapat mengembangkan ekspektasi
atas total pendapatan dari kamar hotel dengan mengalikan jumlah kamar dengan tariff setiap
kamar, tarif harian rata-rata untuk setiap kamar, dan tingkat hunian rata-rata. Anda kemudian
dapat membandingkan estimasi anda dengan pendapatan yang tercatat sebagai pengujian atas
kelayakan pendapatan yang tercatat. Pendekatan yang sama juga dapat diterapkan untuk
melakukan estimasi dalam situasi lain, seperti pendapatan uang kuliah di universitas (rata-
rata uang kuliah dikali pendaftar), penggajian pabrik (total jam kerja dikali tarif upah), dan
biaya bahan yang dijual (unit yang terjual dikali biaya bahan per unit). Namun kepentingan
utama dalam menggunakan data non-keuangan terletak pada keakuratan data. Pada contoh
hotel, anda tidak boleh menggunakan perhitunganyang diestimasikan atas pendapatan hotel
sebagai bukti audit kecuali anda yakin dengan kelayakan perhitungan jumlah kamar, tariff
kamar rata-rata, dan tingkat hunian rata-rata. Jadi, jelas bahwa ketepatan tingkat hunian lebih
sulit untuk diefaluasi ketimbang kedua item lainnya.

Anda mungkin juga menyukai