Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

MANAGEMENT PENATALAKSANAAN PENYAKIT


PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

EKSASERBASI AKUT

Oleh:
dr . Halimah Tussa’diah

Pembimbing kasus:
dr. Moris Shofwan Nst ,Sp.P. M.ked

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


RSUD DR. R.M PRATOMO BAGANSIAPIAPI
KABUPATEN ROKAN HILIR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakitparuyang umum,
dapat dicegah dan diobati,yangditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara yang
persisten dan bersifat progresif serta berhubungan dengan peningkatan respons
inflamasi kronik pada saluran napas yang disebabkan oleh gas atau partikel
berbahaya.Hambatan aliran udara pada PPOK merupakan gabungan dari penyakit
saluran napas kecil dan destruksi parenkim dengan kontribusi yang berbeda antar
individu.1
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Penyakit
ini menempati urutan ke empat penyebab kematian di dunia, namun diperkirakan
akan menempati urutan ke tiga pada tahun 2020. Pada tahun 2012 lebih dari 3 juta
orang di dunia meninggal akibat PPOK atau sekitar 6 % dari total seluruh kasus
kematian secara global.1Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) juga menjadi salah
satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penyebabnya
antara lainmeningkatnya usia harapan hidup dan semakin tinginya pajanan faktor
risiko seperti banyaknya perokok khususnya pada kelompok usia muda.2Sejak tahun
1980, sebagian besar negara di Asia Tenggara tidak mengalami penurunan prevalensi
merokok. Bahkan Indonesia menjadi negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di
dunia setelah Cina dan India dengan jumlah perokok mencapai 50 juta penduduk per
harinya. Prevalensi perokok di Indonesia meningkat dari 34,2% pada tahun 2007
menjadi 36,3% pada tahun 2013. Jumlah kematian akibat rokok terus meningkat dari
41,75% pada tahun 1995 menjadi 59,7% di 2007. Pada penelitian di RSSA tahun

1
2014, didapatkan karakteristik pasien PPOK 96,7% adalah mantan perokok,
sedangkan 3,3% masih aktif merokok.3
Eksaserbasi dan komorbid pada PPOK berkontribusi pada beratnya penyakit.
Penyakit ini juga mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai petanda sudah
terdapat kondisi komorbid lainnya. Dampak PPOK pada setiap individu tergantung
derajat keluhan. Tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada PPOK menjadikan
manajemen penatalaksaan yang tepat pada penyakit ini menjadi sangat penting
khususnya pada keadaan eksaserbasi. Manajemen penatalaksaan yang tepat
diharapkan dapat menurunkan angka mortalitas ataupun morbiditas pada PPOK.1,2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
The Global InitiativeforChronicObstructiveLungDisease(GOLD) tahun
2018mendefinisikanPenyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah
penyakitparuyang umum, dapat dicegah dan diobati,yang ditandai dengan adanya
keterbatasan aliran udara yang persisten dan bersifat progresif serta berhubungan
dengan peningkatan respons inflamasi kronik pada saluran napas atau kelainan
alveolar yang biasanya disebabkan oleh gas atau partikel berbahaya.Hambatan aliran
udara pada PPOK merupakan gabungan dari penyakit saluran napas kecil dan
destruksi parenkim dengan kontribusi yang berbeda antar individu.1
PPOK eksaserbasi akut merupakan suatu kondisi perburukan dari gejala
penyakit PPOK yang bersifat akut dan menetap dengan gejala yang lebih berat
dibandingkan dengan varian gejala harian normal sehingga memerlukan perubahan
dari obat-obatan yang biasa digunakan.4

2.2 Faktor risiko dan etiologi


Penyebab paling umum dari suatu eksaserbasi adalah infeksi trakeobronkial
dan polusi udara, namun pada sepertiga kasuseksaserbasitidak dapat diketahui
penyebabnya. Peran infeksi bakteri masih kontroversial, tetapi baru-baru ini
penelitian menggunakan teknik baru telah memberikan informasi penting yaitu

3
penelitian dengan bronkoskopi yang menunjukkan bahwa sekitar 50% dari pasien
eksaserbasi terdapat bakteri dalam konsentrasi tinggi pada saluran napas bawah.2
Eksaserbaasi beberapa gejala respiratori dapat disebabkan oleh berbagai
mekanisme yang saling tumpang tindih pada seorang penderita. Keadaan yang dapat
menyerupai dan/atau memperburuk eksaserbasi antara lain pneumonia, emboli paru,
gagal jantung kongestif, aritmia jantung, pneumotorak dan efusi pleura harus selalu
dipertimbangkan pada diagnosis diferensial dan segera ditatalaksana. Terhentinya
pengobatan rumatan yang rutin digunakan juga dapat menyebabkan terjadinya
eksaserbasi.4
Penelitian yang dilakukan oleh Setiyanto H, dkk. Menemukan pola kuman
pada pasien PPOK eksaserbasi dengan hasil sebagai berikut :5
1. Streptococcuspyogenes (37,5%)
2. Streptococcus pneumonia (18,8%)
3. Streptococcus beta haemolitycus (15,6%)
4. Pseudomonasaeruginosa (14,6 %)
5. Klebsiellapneumoniae (7,8%)
6. Acinetobacterbaumannii (6,25%)
Penelitian Usyinara dkk. Pada pasien PPOK eksaserbasi hasil isolasi kuman
dari 87 spesimen sputum yang dilakukan biakan secara kualitatif didapatkan :6
1. Streptococcuspyogenes (50%)
2. Pseudomonasaeruginosa(15,4%)
3. Streptococcus beta haemolitycus (13,5%)
4. Streptococcus pneumonia (11,5%)
5.
Klebsiellapneumoniae (9,6%)
Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa infeksi bakteri memiliki
peranan penting pada kasus eksaserbasi.Infeksi pada PPOK tidak hanya disebabkan
oleh kuman Gram positif tetapi juga kuman Gram negatif. Pemberian antibiotik
sangat diperlukan dalam banyak kasus PPOK eksaserbasi akut.

2.3 Gejala klinis dan klasifikasi

4
Gejala eksaserbasi yaitu :2
1. Sesak bertambah
2. Produksi sputum meningkat
3. Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)

Klasifikasi PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga, antara lain :2


1. Tipe I (eksaserbasi berat), terdapat 3 gejala di atas
2. Tipe II (eksaserbasi sedang) hanya memiliki 2 gejala diatas
3. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala diatas ditambah dengan
infeksi saluran nafas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,
peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernafasan
> 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.

2.4 Patofisiologi
Pada bronkhitiskronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil.
Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal
(emfisema),yangmenyebabkan hilangnya elasticrecoil,hiperinflasi, terperangkapnya
udara, dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga terjadi sesak napas. Pada
saluran napas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan pembentukan folikel limfoid
dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran napas,sehingga menghambat
pembukaan saluran napas. Lumen saluran napas kecil berkurang karena penebalan
mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat sejalan dengan beratnya penyakit.
Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh beberapa derajat penebalan dan
hipertofi otot polos pada bronkiolus respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit,
kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia,
dorongan pernapasan juga mungkin akan hilang sehingga memicu terjadinya gagal
napas. 1,7
Menurut Hipotesis Elastase-Antielastase, di dalam paru terdapat
keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah

5
terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru.
Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya rangsangan pada paru antara lain
oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak atau oleh
adanya defisiensi alfa-1 antitripsin.
Pada PPOK terjadi penyempitan saluran napas dan keterbatasan aliran udara
karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan, dan
vasokontriksi otot polos bronkus, seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 2.4.1. Perbandingan saluran pernapasan pada PPOK dan normal(Arto


Y, Hendarsyah S. Penyakit Paru Obstruktif Kronik– FK Unpad. 2015)
Mekanisme patofisiologi yang mendasari PPOK terjadi akibat peradangan dan
penyempitan saluran nafas perifer sehingga bermanifestasi sebagai penurunan VEP1,
sementara kerusakan parenkim paru pada emfisema akan menurunkan prosestransfer
gas pada paru, sehingga terjadi ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.1
Saluran napas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama
ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru. Perlekatan
alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan jalan napas
ketika ekspirasi dan menyebabkanair trapping pada alveoli dan hiperinflasi. Saluran
napas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena proses inflamasi dan fibrosis,

6
lumen saluran napas tertutup oleh sekresi mukus yang terjebak akibat bersihan
mukosilier kurang sempurna.

Gambar 2.4.2. Konsep patogenesis PPOK(Nici,L. & Zuwallack R., 2012)


2.5 Penilaian Eksaserbasi
2.5.1 Penilaian Eksaserbasi PPOK (catatan kesehatan) :4
a) Derajat keparahan PPOK berdasarkan tingkat
b) Durasi perburukan atau gejala baru
c) Jumlah episode sebelumnya (keseluruhan/rawat inap)
d) Komorbiditas
e) Regimen perawatan saat ini
f) Penggunaan ventilator mekanik sebelumnya

2.5.2 Penilaian Esaserbasi PPOK (tanda-tanda keparahan) :4


a) Penggunaan otot bantu pernapasan
b) Gerakan dinding dada yang berlawanan
c) Perburukan atau onset baru sianosis sentral
d) Pembentukan edema
e) Ketidakstabilanhemodinamik
f) Perburukan status mental

2.5.3Test yang perlu dipertimbangkan untuk menilai beratnya


eksaserbasi :
a) Pulseoxymetry untuk menyesuaikan terapi oksigen

7
b) Penilaian AGD jika ditemukan tanda akut atau
acuteoncrhonicrespiratoryfailure
c) Foto thorax untuk menyingkirkan diagnosis alternative
d) EKG untuk membantu mendiagnosis masalah jantung yang menyertai
e) Pemeriksaan darah lengkap, kimia darah, elektrolit
f) Pemeriksaan sputum

2.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaanPPOK eksaserbasi akut adalah untuk meminimalisir
akibat eksaserbasi yang terjadi dan menjegah terjadinya eksaserbasi berikutnya.
Lebih dari 80% eksaserbasi dapat ditatalakasana dengan rawat jalan dengan terapi
farmakologi termasuk bronkodilator, kortikosteroid dan antibiotik.4
Penatalaksanaan eksaserbasi dibagi menjadi :1,2
1. Eksaserbasi ringan : meningkatkan pemakaian bronkodilator (dapat dilakukan
di rumah atau poliklinik)
2. Eksaserbasi sedang : menambahkan antibiotik atau kortikosteroid sistemik
atau keduanya (dapat dilakukan di puskesmas, poliklinik atau praktek dokter)
3. Eksaserbasi berat : perawatan di rumah sakit

2.6.1 Penatalaksanaan di rumah4


Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita
yang telah diedukasidengan cara :
1. Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk
bronkodilator yangdigunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk
nebuliser
2. Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
3. Menambahkan mukolitik
4. Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
2.6.2 Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan4

8
Indikasi :
1. Eksaserbasi ringan sampai sedang
2. Gagal napas kronik
3. Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik
4. Sebagai evaluasi rutin meliputi :
a) Pemberian obat-obatan yang optimal
b) Evaluasi progresifiti penyakit
c) Edukasi

2.6.3 Penatalaksanaan rawat inap4


Indikasi rawat :
1. Eksaserbasi sedang dan berat
2. Terdapat komplikasi
3. Infeksi saluran napas berat
4. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
5. Gagal jantung kanan

Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :


1. Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara
evaluasi klinis yangtepat dan terapi adekuat
2. Terapi oksigen dengan cara yang tepat
3. Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan nebuliser
4. Perhatikan keseimbangan asam basa
5. Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang
6. Rehabilitasi awal
7. Edukasi untuk pasca rawat

2.6.4 Penanganan di gawat darurat4


1. Tentukan masalah yang menonjol, misalnya :
a. Infeksi saluran napas

9
b. Gangguan keseimbangan asam basa
c. Gawat napas

2. Triase untuk ke ruang rawat atau ICU

2.6.5 Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum
memerlukan ventilasimekanik)4
1. Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser
2. Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan venturymask
3. Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
4. Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik

2.6.6 Indikasi perawatan ICU4


1. Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat
2. Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirsi
3. Setelah pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan
4. Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

2.6.7 Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut4


1. Diagnosis beratnya eksaserbasi
a. Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
b. Kesadaran
c. Tanda vital
d. Analisis gas darah
e. Pneomonia
2. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama,
bertujuanuntuk memperbaiki hipoksemi,sebaiknyaditittrasi dengan target
saturasi oksigen 88-92%. Setelah oksigenasi diberikan selama 30-60 menit,
periksa AGD untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan oksigen.

10
3. Bronkodilator
Pengobatan yang efektif untuk PPOK eksaserbasi adalah inhalasi ShortActing
Beta-2 Agonis (SABA) dengan atau tanpa antikolinergik kerja singkat
diberikan pada kondisi eksaserbasi. Bila tidak tersedia inhalasi, dapat
diberikan oral. Pemberian metilxantin intravena seperti teofilin dan aminofilin
dipertimbangkan sebagai lini kedua.
4. Kortikosteroid
Disarankan pemberian prednison oral 40 mg per hari selama 5 hari atau
triamsinolon 40 mg, atau metil prednisolon 32 mg/hari dalam dosis tunggal
atau terbagi. Bila diberikan secara intravena dapat diberikan metil prednisolon
3 x 30 mg per hari sampai bisa di sulih ke oral. Duraasi pemberian
kortikosteroidyang optimal belum diketahui jelas. Kortikosteroid inhalasi
seperti budesonid setiap 6 jam dapat menjadi alternatif.
5. Antioksidan
Pemberian N-asetilsistein 1200 mg/hari intravena selama 5 hari dapat
meningkatkan perubahan skala klinis dan CRP pasien PPOK
eksaserbasi.8Penggunaan erdostein 2 x 300 mg/hari selama 7 hari
menunjukkan hasil perbaikan klinis yang bermakna dan menurunkan
kebutuhan bronkodilator.9
6. Mukolitik
Pada eksaserbasimukolitik dapat diberikan.
7. Immunodulator
Pemberian kombinasi echinaceapurpurea 500 mg dan Vitamin C 50 mg serta
mikronutrien (selenium 15 µg dan zinc 10 mg) 1x/hari selama 2 minggu dapat
mengurangi gejala eksaserbasi PPOK akibat infeksi saluran napas atas.10
8. Nutrisi
Pemantauan nutrisi dan keseimbangan cairan.
9. Pemberian antibiotik optimal

11
a. Antibiotik diberikan dan disesuaikan dengan pola kuman. Terapi empiris yang
biasa digunakan adalah golongan aminopenisilin dengan atau tanpa asam
klavulanat, makrolid, quinolon.
b. Pemberian antibiotik disarankan secara oral, lama pemberian antibiotik pada
pasien PPOK eksaserbasi adalah 5-10 hari. Berikut adalah Tabel 1. Pemilihan
antibiotik pada PPOK eksaserbasi :

Tabel 1. Pemilihan antibiotik pada PPOK eksaserbasi(PDPI,2016)

12
10. Ventilasi mekanik
Ventilasi dapat dilakukan secara Non InvasifVentilation(NIV) dan invasif,
tetapi disarankan untuk mendahulukan penggunaan NIV.
A.Indikasi penggunaan NIV :
a) Asidosis respiratorik (pH< 7,35 atau PaCO2 > 45 mmHg)
b) Sesak berat dengan tanda-tanda kelelehan otot pernapasan,
peningkatan usaha bernapas, penggunaan otot bantu napas pergerakan
abdomen paradoksal atau retraksiinterkosta.
B. Indikasi ventilasi invasif atau intubasi :
a) Tidak menunjukkan perbaikan dengan NIV
b) Gagal napas
c) Gagal napas dengan penurunan kesadaran atau megap-megap
d) Penurunan kesadaran dan agitasi yang tidak terkontrol dengan sedasi
e) Aspirasi masif
f) Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret saluran napas
g) Nadi < 50x/menit dengan penurunan kesadaran
h) Ketidakstabilanhemodinamik yang tidak berespon dengan pemberian
cairan dan zat vasoaktif
i) Aritmiaventrikular
j) Hipoksemia yang mengancam jiwa

Evaluasi ketat progesivitas penyakit


a. Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan
menyebabkan kematian. Sebelum keluar dari perawatan pasien harus mulai
menggunakan bronkodilator kerja lama.

13
b. Kriteria pasien dapat dipulangkan :
 Dapat menggunakan bronkodilator dengan ataupun tanpa
kortikosteroid inhalasi.
 Penggunaan inhalasi beta-2 agonis kerja singkat tidak lebih dari 4 jam
 Kondisi pasien stabil selama 12-24 jam
 Pasien atau keluarga yang merawatnya sudah memahami penggunaan
terapi dengan benar
 Ada perencanaan observasi lanjutan
 Pasien, keluarga dan tenaga medis cukup yakin bahwa pasien dapat
dikelola dengan baik di rumah.
 Hal yang perlu diperhatikan sesudah keluar dari perawatan kurang
lebih sama seperti penatalaksanaan PPOK stabil yaitu pemantauan
efektivitas terapi, usaha berhenti merokok, perubahan parameter
spirometri.2

2.7 Pencegahan
Dalam usaha pencegahan terjadinya PPOK selain perlu diadakan program
promosi kesehatan nasional tentang gaya hidup sehat ada beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ini yaitu:2,11

1. Berhenti merokok, sehingga dapat memperlambat proses perburukan


penyakit, mencegah komplikasi, dan memperpanjang harapan hidup.
2. Latihan pernapasan (purse-lip breathing dan diaphragmatic breathing).
3. Perkusi dada, berfungsi untuk membantu mengeluarkan dahak yang
berlebihan dari paru.
4. Olahraga, pilihlah olahraga yang sanggup dilakukan oleh pasien misalnya
berjalan, bersepeda, berenang dan sebagainya.
5. Mempertahankan berat badan ideal.
6. Minum banyak air sehingga dapat membantu mengencerkan dahak.

14
7. Konsumsi cukup protein, buah dan sayuran.

Alur penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi(PDPI,2016)

Pasien PPOK

Peningkatan gejala

Pasien di poliklik, praktek


dokter atau RS

Nilai pasien dengan 3 kriteria diagnostik eksaserbasi PPOK :

1. Peningkatan sesak napas

2. Peningkatan produksi sputum

3. Peningkatan purulensi sputum

Kriteria terpenuhi
?

Satu atau lebih Dua atau lebih Tiga kriteria ada :


kriteria ada ? kriteria ada ? Tatalaksana untuk
eksaserbasi berat

Satu kriteria diagnostik terpenuhi dengan


sedikitnya salah satu dari berikut ini :

 ISPA dalam 5 hari terakhir

 Demam tanpa sebab jelas

 Peningkatan wheezing

 Peningkatan batuk

 Peningkatan frekuensi nadi atau napas


lebih 20% nilai normal Hanya dua kriteria :

Tatalaksana untuk
PPOKeksaserbasi
sedang
Tatalaksana untuk
PPOKeksaserbasi
15
ringan
Manajemen :
Manajemen :
Manajemen :  Foto toraks
 Foto toraks bila diperlukan
 Inhalasi bronkodilator
 Inhalasi bronkodilator  Inhalasi bronkodilator
(peningatan dosis dan  Kortikosteroid sistemik
frekuensi)  Kortikosteroid sistemik
 Antibiotik
 BAB III
Antibiotik
 Bisa dilakukan di  Terapi O2 bila perlu
rumah atau di LAPORAN KASUS
 Bisa dilakukan di puskesmas,
 NPPV, bila perlu
poliklinik poliklinikdan praktek dokter
 Dilakukan di RS

Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Teluk Bano I, Rohan Hilir.
Masuk RS : 15 Januari 2019

ANAMNESIS
Keluhan utama
Sesak napas yang memberat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
1 tahun SMRS pasien mulai mengeluhkan sesak napas. Sesak dirasakan
hilang timbul, dan semakin dirasakan ketika melakukan aktifitas berat. Jika sesak
datang, pasien lebih nyaman duduk agak membungkuk untuk menghilangkan
sesaknya. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, debu, ataupun makanan. Keluhan batuk (-),
demam (-), mual (-), muntah (-), keringat pada malam hari (-). Penurunan nafsu
makan (-), penurunan berat badan (-), nyeri dada (-).
2 bulan SMRS pasien mengeluhkan mulai sesak ketika melakukan aktifitas
sehari-hari. Jika sesak datang, pasien akan beristirahat sebentar dan mengatur

16
nafasnya, sesaknya pun sedikit berkurang. Pasien mengaku lebih merasa sesak ketika
berbaring dengan posisi terlentang. Pasien juga beberapa kali tiba-tiba terbangun saat
tidur malam hari karena sesak. Sesak tidak di pengaruhi oleh cuaca, emosi, makanan,
dan debu. Keluhan nyeri dada (-), kaki atau muka terlihat sembab (-), perut
membuncit (-). Pasien juga mengeluhkan batuk yang disertai dahak. Dahak berwarna
putih, bercampur darah (-), keluhan demam (-), BAK tidak ada keluhan, BAB tidak
ada keluhan, keringat malam hari (-), mual (-), muntah (-),nyeri ulu hati (-), kembung
(-).
1 hari SMRS keluhan sesak semakin memberat. Sesak diperberat dengan
aktivitas, tidak dipengaruhi cuaca, debu (-), ataupun makanan (-), nafas berbunyi
ngik(+). Keluhan batuk berdahak (+) berwarna putih,dahak semakin banyak
dirasakan, nyeri dada ketika batuk (+), demam (+).Karena keluhan tersebut pasien
dibawa berobat ke IGD Dr.RM. P, di asap dan keluhan berkurang. Kemudian setelah
pasien pulang, pasien kembali mengalami sesak napas, setelah itu pasien dibawa
kembali dan di rawat di Bangsal Paru Kemuning.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat Asma dan alergi (-)
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat TB dan minum obat selama 6 bulan (+) tahun 2008, pengobatan
tuntas selama 6 bulan, dan dinyatakann sembuh.
- Riwayat DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
- Riwayat Asma dan alergi (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat minum OAT (-)
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:

17
- Pasien seorang pedagang
- Riwayat merokok (+), selama ±40 tahun 16 batang sehari
IB : 40 x16 = 640 (IB berat)
- Konsumsi alkohol (-)
- Tatto (-), seks bebas (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
HR : 68 kali/menit
RR : 30 kali/menit
Suhu : 36,8 °C
Saturasi : 97 %

Kepala dan leher:


Konjungtiva : Konjugtiva anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Bulat, isokor diameter 2mm/2mm, refleks cahaya +/+
Mulut : Pursed-lip breathing (+)
Leher : Pembesaran KGB leher (-), JVP 5+3 cm H2O

Paru
Inspeksi : Gerakandinding dada simetris kanan dan kiri, barrelchest (-),
penggunaan otot bantu napas (+)
Palpasi : Vocalfremitus sama kanan dan kiri.
Perkusi : Hipersonor di seluruh lapangan paru kanan dan kiri.
Auskultasi :Suara napas vesikuler, ekspirasi memanjang, wheezing (+/+),
ronkhi (-/-)

18
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIK V linea midclavicula sinistra1 jari lateral
Perkusi : Batas kiri jantung :Linea midclavicula sinistra1 jari lateral
Batas kanan jantung : Linea parasternal dexstra
Auskultasi : S1 dan S2 normal regular, HR 86 kali/menit,murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak datar, venektasi (-), scar (-)
Auskultasi : BU (+) normal, 10 kali/menit.
Palpasi : Supel pada seluruh lapangan abdomen, nyeri tekan (-)
Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh lapangan abdomen

Ekstremitas :
Atas : sianosis (-), clubbingfinger (-), CRT <2 detik, kekuatan otot: +/+
Bawah : sianosis (-),udem (-), CRT <2 detik, kekuatanotot: +/+

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah rutin (Tanggal 15-1-2019)
Hb : 10,6 g/dl
Leukosit : 12,1 x 103 /uL
Eritrosit : 3,76 x 106/uL
Hematokrit : 31,6 %
Trombosit : 272 x 103/uL
MCV : 84fl
MCH : 28pg
MCHC : 32g/dl

19
Foto Toraks (16-1-2019)

20
Hasil rontgen toraks didapatkan :
 Identitas sesuai
 Foto toraks PA
 Marker L
 Kekerasan cukup
 Jaringan lunak < 2 cm
 Trekea di tengah, Skoliosis (-)
 Oscostae, clavicula, vertebraeintake
 Sudut kostofrenikus kanan dan kiri lancip
 Cor : jantung menggantung, CTR 52%

21
 jantung pendulum
 Pulmo : Corakan bronkovaskuler
meningkat, gambaran hiperinflasi di
kedua lapangan paru
 Kesan : PPOK,

RESUME :

Tn. M 57 tahun dirawat di RSUD dr. RM. P dengan keluhansesak napas yang
memberat sejak 1 hari SMRS. Dari anamnesis didapatkan1 tahun SMRS mulai
mengeluhkan sesak napas. Sesak hilang timbul, semakin dirasakan ketika melakukan
aktifitas, tidak dipengaruhi cuaca, debu, ataupun makanan. Sejak 2 bulan
SMRS,sesak ketika melakukan aktifitas sehari-hari, sesak ketika berbaring dengan
posisi terlentang, terbangun malam (+), batuk dengan dahak berwarna putih. Sejak 3
hari SMRS, demam yang hilang timbul, demam dirasakan tidak terlalu tinggi,
keluhan sesak (+), nyeri dada ketika batuk (+), keringat malam hari (-), batuk
berdahak (+) dengan dahak berwarna putih. 1 hari SMRS keluhan sesak semakin
memberat, batuk berdahak (+) berwarna putih, nyeri dada ketika batuk (+), demam
(+). Riwayat merokok (+) dengan IB berat.
Dari pemeriksaan fisik umum didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran komposmentis, TD 120/70 mmHg, HR 68 x/menit, RR 30 x/menit,
suhu 36,8oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan,penggunaan otot bantu napas (+),
wheezing (+/+), batas kanan jantung melebar. Pada pemeriksaan penunjang
darahrutin didapatkan leukosit 12,1x 103 /Ul meningkat, dan foto toraks didapatkan
sela iga melebar, diafragma Kirk Kahan licin lancip, jantung tampak menggantung,
gambaran hiperinflasi.

22
DAFTAR MASALAH
1. Sesak
2. Leukositosis

DIAGNOSIS
- PPOK Eksaserbasi Tipe II (sedang)

DIAGNOSIS BANDING
• Asma
• Bronkitis
• Pneumonia

RENCANA PEMERIKSAAN
1. Sapirometri bila stabil
2. GeneXpert

RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
- Tirah baring (posisi setengah duduk)
- Oksigen nasal kanul 1-2L/menit
- Pengawasan vital sign
Farmakologi
- IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i
- Inhalasi ventolin (salbutamolsulphate): pulmicort(Budesonide) 15 menit
Salam 1 jam.
- Inj. Metil prednisolon/12 jam
- N- asetil sistein tab 3x1

23
- Tab retaphyl 2 x 1 tab
- Inj. Radin 1amp/12jam
- Inj. Cefotaxime 1gr/12jam

Follow Up

Tanggal S O A P

16/1/2019 Sesak napas Ttv: PPOK - IVFD NaCl 0,9%


sudah TD:110/70mmHg Eksaserbasi Akut 20gtt/i
berkurang, HR: 65x/menit sedang (Tipe II)
batuk berdahak S: 36,60C - Inhalasi ventolin
sudah RR: 20 x/menit
(salbutamolsulphate):
berkurang, Sat : 98%
pulmicort(Budesonide)
demam (-)
Paru: Penggunaan
1:1
otot bantu napas (-),
retraksi suprasternal - Inj. Metil prednisolon 3
(-), auskultasi
x 62,5 mg
wheezing +/+
- N- asetil sistein tab 3x1
- Tab retaphyl 2 x 1 tab
- Inj. Radin 1amp/12jam
- Inj. Cefotaxime
1gr/12jam

R/ GeneXpert
Spirometribila stabil
17/1/2019 Os stabil Ttv: PPOK Terapi pulang :
Rencana : PBJ TD:120/80mmHg Eksaserbasi Akut - retaphyl tab 2x1
HR: 88x/menit sedang (Tipe II) - N-asetil sietein tab
S: 37,00C 3x1
RR: 28 x/menit - Methyl prednisolon
Sat : 97% tab 3x1
Paru: Penggunaan
otot bantu napas (-),
retraksi suprasternal
(-), auskultasi
wheezing +/+

GeneXpert : MTB
Not detected

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis PPOK Eksaserbasi Akut karena adanya
keluhan sesak nafas yang bertambah berat seiring berjalannya waktu (progresif dan
kronik), dan batuk dengan dahak yang bertambahbanyak. Gejala sesak nafas sudah
sering dirasakan pasien berulang-ulang sejak 1 tahun terakhir dan disertai dengan
batuk berdahak berwarna putih sejak 2 bulan yang lalu. Pada pasien juga ditemukan
adanya demam yang hilang timbul dan peningkatan dari leukosit yang mencapai 12.1
x 103 /uL
Berdasarkan tipe dari gejala eksaserbasi akut, karena memenuhi 2 kriteria,
maka pasien ini diklasifikasikan tipe sedang (tipe II).Menurut PDPI 2016 prinsip
tatalaksana PPOK eksaserbasi akut adalah terapi oksigen, bronkodilator,
kortikosteroid, antioksidan, antibiotik dan juga pengelolaan nutrisi yang adekuat.
Pada pasien ini diberian terapi oksigen 1-2lpm NK, karena pada pasien ini didapatkan
saturasi baik yaitu 97%. Bronkodilator yang diberian yaitu shortacting beta-2 agonist
dengan antikolinergik. Hal ini sesuai dengan rekomendasi tatalaksana menurut
PDPI.Kortikosteroid yang diberikan pada pasien ini adalah metipprednisolon injeksi.
Meskipun lebih disarankan pemberian secara oral, tetapi pemberian secara intravena
juga dapat diberikan sampai bisa disulih ke oral. Kortikosteroid inhalasi yaitu
nebulisasibudesonid juga diberikan pada pasien ini sebagai kombinasi dengan
bronkodilator SABA.
Infeksi memiliki hubungan penting dengan kejadian eksaserbasi akut pada
PPOK. Pada pasien ini didapatkan bukti kuat adanya infeksi bakteri. Oleh karena itu
antibiotik harus digunakan sebagai terapi. Menurut PDPI pilihan antibiotik parenteral
pada eksaserbasi sedang adalah golongan betalactam, sefalosporin generasi 2 dan 3

25
atau golongan fluorokuinolon. Pada pasien ini antibiotik yang diberikan adalah
cefotaxime yang merupakan golongan sefalosporin generasi ke tiga.
Gejala dan tanda yang ditemukan diantaranyadypsneaoneffort, ortopneu,
ParoxysmalNocturnalDypsne.

26
BAB V
KESIMPULAN

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalahpenyakitparu yang


dapatdicegahdandiobati, ditandaiolehhambatanaliranudara yang tidaksepenuhnya
reversibel,
bersifatprogresifdanberhubungandenganresponsinflamasiparuterhadappartikelatau gas
beracunberbahaya, disertaiefekekstraparu yang
berkontribusiterhadapderajatberatpenyakit.Faktor resiko penyakit PPOK yang paling
utama dan terpenting adalah kebiasaan merokok, apakah orang tersebut perokok aktif
atau pasif atau bekas perokok serta diukur dari derajat berat merokok.
Faktorlainnyaantara lain riwayatterpajanpolusiudara di lingkungandantempatkerja,
hipereaktivitasbronkus, danriwayatinfeksisalurannapasbawah berulang.5
Diagnosis PPOK ditegakan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri, dll). Adapungejalaklinis yang
dijumpaiadalahsesak, batukkronikberdahakdanriwayatterpajanfaktor
resiko.5,6Tujuanpenatalaksanaanpenderita PPOK adalahuntukmengurangigejala,
mencegaheksaserbasi, memperbaikidanmencegahpenurunanfaalparu,
danmeninkatkankualitashidup. Adapunmodalitasterapi yang digunakanterdiridari
unsure edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasimekanik, nutrisidanrehabiltasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Chronic Lung Disease (GOLD). Pocket guide for the
diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary
disease- A Guide for Health Care Professionals.National Institutes of Health.
National heart, Lung and blood Institute. Update 2017.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK ; Diagnosis dan
penatalaksanaan. Jakarta. Ed 2016
3. Press Release Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dalam Rangka
Memperingati Copd Day 2017. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2017
4. Soeroto AY. Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruktif
Kronik. Dalam Kompendium Tatalaksana Respirologi dan Respirasi Kritis.
Perhimpunan Respirologi Indonesia. Bandung. 2013
5. Setiyanto H, Yunus F, Soepandi PZ, Wiyono WH, Hartono S, Kurniawati A.
Pola dan Sensitiviti Kuman PPOK Eksaserbasi Akut yang Mendapat
Pengobatan Echinacea Purpura Dan Antibiotik Siprofloksasin. J Respir Indo
2008; 28 :107-24
6. Usyinara, Yunus F, Supandi PZ. Sputum
BackteriologyofAcuteBacterialExacerbationsof COPD withQuantitative

28
Sputum Culture : MicrobiologicalandAntimicrobialsResistancePattern. J
Respir Indo 2008; 28: 74-9
7. Marta NA. Andrini F. Saad A. Identifikasi Bakteri pada Sputum Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi Akut di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau. JOM FK Volume 1 No. 2. Oktober 2014
8. Widiyawati IGN, Suradi, Surjanto E, Yunus F. Peran N-Acetylcystein dosis
tinggi jangka pendek pada perubahan klinis dan kadar protein C-reaktif
penderita penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut di RSUD Dr.
Moewardi, Surakarta. J Respir Indo 2007; 27: 186-95
9. Yunus F,Mangunegoro H, Rahmawati I, Tjandrawinata RR, Nofiarny D.
Peran Erdosteine Dalam Mengurangi Kebutuhan Akan Bronkodilator Selama
Episode Eksaserbasi Akut Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Majalah
Kedokteran Indonesia 2007; 57: 337-45
10. Isbaniah F, Wiyono WH, Yunus F, Setiawati A, Totzke U, Verbruggens MA.
EchinaceaPurpureaAlongWithZinc Selenium And Vitamin C To
AlleviateExacerbationsOfChronicObstructivePulmonaryDisease: ResultFrom
A RandomizedControlledTrial. J ClinPharmTher 2011; 36: 586-76

29

Anda mungkin juga menyukai