Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

Konsep sistem politik ditentukan melalui identifikasi tentang siapa yang memerintah dan
siapa yang diperintah. Dalam hal ini, pemerintah memiliki kewenangan terbatas dalam mengatur
perilaku kehidupan rakyatnya. Sebagian besar masyarakat mengatur diri sendiri tanpa campur
tangan dari pemerintah apabila kehidupan maysarakat dijamin dengan tata hukum yang disepakati
bersama. Yang demikian itu, disebut konsep politik demokrasi yang berbasis pada paham liberal
dimana kebebasan individu menjadi prinsip utamanya. Sistem politik berpaham liberal tersebut
banyak dianut oleh negara-negara industri maju apalagi pada era globalisasi saat ini yang
pengaruhnya dirasa makin intense dan aggresif.

Konsep sistem politik secara historis memiliki sejarah yang panjang dari jaman Athena
Yunani Kuno hingga bentuk sistem pemerintahan yang presidensiil dan parlementer saat ini. Hal
itu tidak lepas dari perkembangan sistem politik dari masa ke masa beserta perubahan dan
perkembangan yang mempengaruhinya.

Perkembangan sistem politik di dunia, berturut-turut terdiri atas otokrasi tradisional ke


totaliter dan sampai pada demokrasi. Di antara ketiga model sistem politik tersebut terdapat sistem
politik yang timbul karena disesuaikan dengan kultur dan struktur masyarakat setempat maupun
yang timbul sebagai kombinasi unsur-unsur terbaik dari ketiga sistem politik tersebut, seperti
sistem politik negara-negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia.
BAB II
ISI

2.1. Sejarah Singkat Sistem Politik Indonesia: Sistem Politik Pancasila

Indonesia baru berusia lebih sedikit dari enam puluh tahun sejak kemerdekaannya diakui
dunia pada 19 Desember 1949. Indonesia beberapa kali mengalami resesi ekonomi dan
ketidakstabilan politik disebabkan pemerintahan yang masih teramat muda. Pengambilalihan
kekuasaan dari tangan penjajah Belanda berlangsung dalam waktu singkat sehingga pemerintahan
baru Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno tampaknya tidak mengantisipasi gelombang perang
saudara, ancaman disintegrasi, gerakan separatisme, hingga konflik bilateral antara Indonesia-
Malaysia dan Indonesia-Belanda (Irian Barat). Bahkan tantangan yang demikian semakin
kompleks dalam kehidupan bernegara yang tersusun atas perbedaan-perbedaan yang pluralistik.
Sehingga menjadi sulit untuk menjalin kesepakatan utuh terhadap sistem politik yang
bagaimanakah yang sebenarnya sesuai untuk diterapkan di Indonesia tanpa harus memecah
persatuan dan kesatuan republik Indonesia.

Model sistem politik setiap negara berbeda satu sama lain, hal ini menyebabkan model
sistem politik suatu negara yang efektif tidak menjamin sesuai dengan iklim sistem politik di
negara lain. Faktor historis menjadi variabel krusial karena setiap negara sudah pasti mempunyai
pengalaman historis yang berbeda-beda. Pengalaman historis yang demikian membentuk karakter
rakyat dan identitas suatu negara. Oleh karena itu, jika terdapat anggapan “Indonesia seharusnya
belajar mengadopsi model sistem politik Amerika yang liberal menjamin kemajuan Indonesia
layaknya Amerika”, hal itu merupakan asumsi dasar yang sama sekali keliru dan tidak masuk akal
walaupun di dalamnya terdapat iktikad baik.

Model sistem politik indonesia, sebagaimana yang tersirat dalam Undang- Undang Dasar
1945 dan Pancasila, adalah Demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, permusyawaratan dan
keadilan sosial. Model sistem politik yang demikian bukan adopsi, adaptasi maupun kooptasi dari
model sistem politik di negara manapun. Sebaliknya, nilai-nilai tersebut diatas merupakan
representasi dari keanekaragaman masyarakat indonesia yang pluralistik.

Berikut, mari kita bahas sistem politik demokrasi dari sudut pandang struktural. Dari sudut
pandang struktural, sistem politik demokrasi secara ideal ialah sistem politik yan gmemelihara
keseimbangan antara konflik dan konsensus. Artinya, demokrasi memungkinkan perbedaan
pendapat, persaingan, dan pertentangan di antara individu dan pemerintah, kelompok dan
pemerintah, bahkan di atanra lembaga-lembaga pemerintah[1]. Secara komparatif dengan
pelaksanaan demokrasi Pancasila Indonesia, teori yang demikian tidak menyediakan lapangan
praktikal yang komprehensif dimana demokrasi Pancasila Indonesia masih mengemban nilai-nilai
tradisional yang cenderung konservatif dimana kebebasan berpendapat masih tidak dihargai dan
tidak dimanfaatkan pada situasi dan kondisi yang tepat. Dengan kata lain, pemerintah, badan
legislatif dan yudikatif, dan rakyat seolah tidak dihubungkan oleh benang merah demokrasi
Pancasila. Dengan demikian, model sistem politik Pancasila gagal dalam menjembatani konflik
kepentingan dan keselarasan dan harmoni hubungan antara aktor-aktor politik. Yang demikian itu,
menyebabkan Indonesia terus menerus mengalami ketidakstabilan politik yang berakibat
multidimensional, antara lain berpengaruh pada ekonomi dan aspek mendasar penyusun stabilitas
domestik Indonesia.

2.2. Prosedur Substantif Demokrasi Indonesia

Secara literatur melalui berbagai studi komparatif tentang pelaksanaan, pengawasan


Demokrasi di berbagai negara industri maju dan negara berkembang, sebagaimana contoh ialah
Indonesia. Dalam bukunya, Alan Grant mengungkapan proses sistem politik Amerika Serikat
dengan adanya sistem check and balance yang berisi upaya untuk saling mengawasi dan
mengontrol kinerja antara tiga lembaga: eksekutif, legislatif dan yudikatif pemerintahan Amerika
Serikat. Check and balance tersebut dilakukan guna menjamin kestabilan politik dengan
menghindari terdapatnya satu kekuatan dominan yang mendesak dan menindas hak-hak dasar
individu rakyat Amerika, tentu saja check and balance dieksekusi dengan prosedur yang
mendekati benar atau bahkan sebenarnya hingga terjadi sinergis dan korelasi yang erat antara
ketiga lembaga pemerintahan tersebut. Berbeda dengan Indonesia, tidak terdapat substantif
demokrasi yang bekerja fungsional sebagaimana yang dimiliki Amerika. Absennya substantif
demokrasi tersebut dalam tubuh internal parlemen Indonesia berdampak pada tidak tersalurnya
upaya untuk saling mengkritik dengan sehat dan sportif kinerja masing-masing lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif Indonesia. Konsekuensinya adalah, karena kritikan tersebut tidak
tersalurkan melalui wadah yang sehat, maka kritikan tersebut berkembang dan meluas di kalangan
individu-individu yang memiliki kepentingan dan konflik laten dengan lembaga yang ada maupun
terhadap perseorangan yang berkuasa di lembaga pemerintahan tersebut. Berkembangnya kritikan
secara liar hingga ke media massa tentu saja memicu ketidakstabilan politik internal dan
berdampak secara multilateral.

Menanggapi hal demikian, tidaklah semudah berkoar-koar tentang mana yang baik dan
buruk, tapi semestinya aktor politik baik individu maupun kelompok kepentingan berpikir sehat
dan dingin dalam menyelesaikan konflik bangsa. Adanya substantif demokrasi bagi Indonesia
belum dikaji secara mendetail baik keuntungan dan fungsinya. Oleh karena itu, adanya substantif
demokrasi bagi pelaksanaan dan arah sistem politik Indonesia hanyalah sebagai bahan komparasi
dan pembelajaran tentang signifikasi substantif demokrasi dalam pola perilaku lembaga-lembaga
pemerintahan sebagai wadah akomodasi konflik.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dalam hal tersebut, arah sistem politik Indonesia menjadi tidak jelas, menyimpang dari
cita-cita awal pembentukan negara republik Indonesia merdekat. Pancasila tidak benar-benar
menjadi pemersatu dan penentu arah politik Indonesia. Pancasila tidak lebih hanya merupakan
cita-cita yang tidak pernah terealisasi dalam kehidupan bernegara Indonesia. Pancasila tidak lebih
menjadi identitas dan simbol kenegaraan.

3.2. Opini

Jika dilihat dari perspektif yang lebih luas, demokrasi menjadi pilihan sekaligus
keniscayaan bagi jalannya roda pemerintahan dan kehidupan masyarakat dalam keragaman dan
pluralitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di satu sisi, sistem demokrasi memerlukan suatu
prosedur untuk memperoleh substansi dari demokrasi: kebebasan, persamaan, keadilan, dan
kesejahteraan.

Prosedur inilah yang tidak hanya sekedar formalitas, tapi juga mencerminkan esensi dari
pelaksanaan demokrasi di suatu negara. Dengan kata lain, pelaksanaan prosedur demokrasi ,
seperti pemilu, menjadi standard sekaligus tolak ukur berhasil tidaknya demokrasi di suatu negara.
Karena itu konsistensi dan tak lupa integritas pelaksanaan pemilu harus tetap dijaga berapapun
harga yang harus dibayar untuk itu.

Adapun solusi yang semestinya fungsional dalam membantu Indonesia mengarahkan


sistem politiknya adalah adanya keinginan bersama untuk benar-benar berjiwa Indonesia. Yakni
dengan menetapkan keyakinan bahwa sistem politik Indonesia mesti dikembalikan pada nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945 serta adanya kebaikan bersama.

Kebaikan bersama yang dimaksud adalah adanya persamaan kesempatan politik bagi setiap
individu yangdijamin dengan hukum dan kebebasannya yang diatur dan dibatasi oleh peraturan
dan hukum Indonesia. Adanya identitas bersama sebagai faktor yang mermpersatukan masyarakat
dalam sistem politik demokrasi, yakni bersatu dalam perbedaan. Adanya hubungan kekuasaan dan
legitimasi kewenangan antara yang dipimpin dan yang memimpin.
DAFTAR PUSTAKA

Alfian. 1978. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia


Grant, Alan. 2004. The American Political Process. New York. Routledge Publishing

Anda mungkin juga menyukai