Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH DAERAH ALIRAN SUNGAI

(STUDI KASUS BANJIR JAKARTA 2007)

Dosen Pembimbing : Dr. Ir Neni Marlina M. Si

Disusun Oleh:

Hellen Monika Landawati (452016006)


Ari Juliansah (452014

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


FAKULTAS PERTANIAN
KEHUTANAN
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Studi Kasus
Banjir Jakarta 2007 “ tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang turut membantu baik secara moral maupun meteril dalam proses
penyelesaian makalah ini.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
terdapat kekurangan. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna mewujudkan makalah yang lebih baik di masa mendatang.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan konstribusi positif
kepada para pembaca.

Palembang, 6 November 2018

Penulis

1
Daftar Isi
KATA PENGANTAR............................................................................................................................1

BAB I....................................................................................................................................................2

PENDAHULUAN.................................................................................................................................2

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................2

1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................................................3

BAB II...............................................................................................................................................4

PEMBAHASAN................................................................................................................................4

2.1 Banjir di Jakarta 2007..............................................................................................................4

2.2 Dampak dan Kerugian.................................................................................................................5

2.3. Faktor Penyebab Banjir.............................................................................................................6

2.4. Penanggulangannya....................................................................................................................6

BAB III..................................................................................................................................................8

PENUTUP.............................................................................................................................................8

3.1 Kesimpulan................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................9

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota pada dasarnya merupakan desa yang berkembang, dan dalam
perkembanganya, terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun sosial budaya
masyarakatnya, hingga menjadikan kota lebih dinamis. Kota sering diartikan sebagai
keseluruhan unsur-unsur bangunan, jalan dan sejumlah manusia di suatu tempat
tertentu, kesatuan dari keseluruhan unsur-unsur tersebut, pada akhirnya akan
menentukan corak terhadap manusianya. Perkembangan suatu kota secara fisik,
dicirikan oleh meningkatnya jumlah sarana dan prasarana dan infrastrukturnya yang
secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan berubahnya penggunaan
tanah. Perubahan penggunaan tanah yang pada awalnya bersifat pedesaan, kini
berubah menjadi wilayah urban (perkotaan).

Dalam kaitannya dengan siklus hidrologi, memperlihatkan bahwa karakteristik


tanah pedesaan, mapu mengendalikan proses sirkulasi hujan secara alamiah, karena
daya dukung kemampuan tanah terhadap resapannya; berbeda dengan penggunaan
tanah di perkotaan, karena padatnya bangunan pancang dan beton, hingga
menyebabkan pengaturan air secara lamiah relatif terganggu dan dicirikan oleh
besaran laju limpasan air, bahka karena kurang mampunya daya tampung aliran
(saluran drainase dan bandan sungai), sering menyebabkan genangan (banjir). Kota-
kota di Indonesia pada umumnya terletak pada wilayah dataran banjir, baik di pinggir
sungai maupun ditepi pantai. Pembangunan pemukiman pada wilayah-wilayah
dataran banjir, secara ekonomis cukup memberikan rangsangan keminatan bagi
penghuninya; selain hamparannya relatif datar, tanahnya subur, dan harganya relatif
terjangkau. Namun demikian lokasi pemukiman yang cukup strategis serta secara
ekonomis sering memiliki resiko besar terhadap genangan (banjir). Hal ini mengingat
bahwa pemilihan lokasi lebih cenderung pada kantong-kantong air, atau lahan basah
3
yang dialih fungsikan menjadi komplek-komplek pemukiman. Oleh karena itu banjir
tidak selayaknya hanya dilihat dari sisi bencana yang terjadi, akan tetapi akan lebih
arif apabila ditinjau dari keruangan alamiahnya; bahkan akan lebih menjamin
kenyamanan lingkungan apabila dipertimbangkan dari faktor-faktor lingkungan dalam
suatu hamparan daerah aliran sungai (DAS).

1.2 Tujuan Penulisan

 Mengetshui bagaimana Banjir di Jakarta 2007


 Dampak dan Kerugian

 Faktor yang mempengaruhi

 Penanggulangan

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Banjir di Jakarta 2007


Banjir Jakarta 2007 adalah bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya
sejak 1 Februari 2007 malam hari. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari
hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya
tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang
berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir
60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di
beberapa titik lokasi banjir. Pantauan di 11 pos pengamatan hujan milik Badan Meteorologi
dan Geofisika (BMG) menunjukkan, hujan yang terjadi pada Jumat, 2 Februari, malam lalu
mencapai rata-rata 235 mm, bahkan tertinggi di stasiun pengamat Pondok Betung mencapai
340 mm. Hujan rata-rata di Jakarta yang mencapai 235 mm itu sebanding dengan periode
ulang hujan 100 tahun dengan probabilitas kejadiannya 20 persen. Banjir 2007 ini lebih luas
dan lebih banyak memakan korban manusia dibandingkan bencana serupa yang melanda
pada tahun 2002 dan 1996. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena
terseret arus, tersengat listrik, atau sakit. Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis
mencapai triliunan rupiah, diperkirakan 4,3 triliun rupiah. Warga yang mengungsi mencapai
320.000 orang hingga 7 Februari 2007. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan,
sebagian wilayah Jakarta Barat di sekitar Kali Angke berstatus siaga satu karena tinggi air
3,75 meter dari ambang batas 3 meter. Wilayah lain berstatus siaga dua dan tiga. Kemacetan
akibat banjir juga terjadi di daerah Cipinang, Jakarta Timur. Di Jalan DI Panjaitan, sepeda
motor yang tidak dapat melewati jalan itu berbalik arah dan naik ke jalan tol yang lebih
tinggi. Hujan deras juga menyebabkan tanggul jebol di Banjir Kanal Barat (BKB) persis di
aliran Kali Sunter. Air meluber langsung ke perkantoran dan perumahan warga. Tanggul BKB
jebol Jumat dini hari, sementara Kali Sunter baru Jumat siang. Akibat tanggul jebol, kawasan
Jatibaru-Tanah Abang dan Petamburan tergenang air hingga setinggi 2 meter. Evakuasi warga
di Petamburan mengalami kesulitan karena banyak permukiman terletak di antara gang
sempit, bahkan tidak muat untuk dilewati perahu karet.

5
2.2 Dampak dan Kerugian

Seluruh aktivitas di kawasan yang tergenang lumpuh. Jaringan telepon dan Internet
terganggu. Listrik di sejumlah kawasan yang terendam juga padam. Puluhan ribu warga di
Jakarta dan daerah sekitarnya terpaksa mengungsi di posko-posko terdekat. Sebagian lainnya
hingga Jumat malam masih terjebak di dalam rumah yang sekelilingnya digenangi air hingga
2-3 meter. Mereka tidak bisa keluar untuk menyelamatkan diri karena perahu tim penolong
tidak kunjung datang. Di dalam kota, kemacetan terjadi di banyak lokasi, termasuk di Jalan
Tol Dalam Kota. Genangan-genangan air di jalan hingga semeter lebih juga menyebabkan
sejumlah akses dari daerah sekitar pun terganggu. Arus banjir menggerus jalan-jalan di
Jakarta dan menyebabkan berbagai kerusakan yang memperparah kemacetan. Diperkirakan
sebanyak 82.150 meter persegi jalan di seluruh Jakarta rusak ringan sampai berat. Kerusakan
beragam, mulai dari lubang kecil dan pengelupasan aspal sampai lubang-lubang yang cukup
dalam. Banjir juga membuat sebagian jalur kereta api lumpuh. Lintasan kereta api yang
menuju Stasiun Tanah Abang tidak berfungsi karena jalur rel di sekitar stasiun itu digenangi
air luapan Sungai Ciliwung sekitar 50 sentimeter. Sekitar 1.500 rumah di Jakarta Timur
hanyut dan rusak akibat banjir. Kerusakan terparah terdapat di Kecamatan Jatinegara dan
Cakung,banyak rumah-rumah yang hanyut.

2.3. Faktor Penyebab Banjir


Banjir sebenarnya bukan merupakan suatu permasalahan selama peristiwa tersebut tidak
menimbulkan bencana bagi manusia; akan tetapi begitu banjir telah mengancam kehidupan
manusia, maka dimulailah upaya untuk mence-gahnya. Beberapa pakar menjabarkan bahwa
penyebab banjir diilustrasikan sebagai interaksi dari berbagai faktor lingkungan alamiah
(fisik) seperti curah hujan, kondisi topografi, serta lingkungan sosial yang erat kaitannya
dengan perubahan tata guna tanah khususnya di wilayah perkotaan. Fenomena banjir yang
terjadi, pada dasarnya disebabkan oleh dua hal yaitu:

1. Peristiwa alam

2. Akibat dari aktifitas manusia

Pendapat tentang fenomena banjir di wilayah perkotaan, ditinjau dari sistem DAS yang
dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik dan karakteristik curah hujannya; dan secara garis besar

6
disebabkan oleh pembangunan pemukiman di dataran banjir; perubahan penggunaan tanah;
curah hujan yang tinggi, dan saluran badan sungai mengecil, serta pendangkalan yang terjadi
pada badan-badan sungai. Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan di dataran banjir
akibat luapan air sungai yang disebabkan debit aliran melebihi kapasitasnya. Selain akibat
luapan air sungai, banjir dapat terja.

2.4. Penanggulangannya
Bencana banjir selalu menimbulkan kerugian yang besar bagi manusia, baik kerugian
materi bahkan jatuhnya korban jiwa; serta menimbukan dampak terhadap perubahan
ekosistem, baik sementara maupun premanen. Upaya untuk mengatasi banjir seperti di
Jakarta, sejak tahun 1800-an, telah dilakukan oleh kolonial Belanda. Dibangunnya pencegah
atau pengendali banjir (Flood Control), dan atau membangun kanal-kanal telah dilakukan.
Upaya lainnya juga telah diprogramkan dengan merehabitasi tanah-tanah kritis di hulu-hulu
DAS yang memiliki potensi air limpasan yang cukup besar bagi wilayah di bawahnya.
Fenomena banjir pada akhir-akhir ini juga telah dilakukan, yaitu melalui penanganan secara
komperhensif dengan tujuan untuk mengurangi beban kerugian yang diderita oleh
masyarakat, dan menekan atau mengurangi besarnya kerugian (flood damage mitigation).
Penanganan bencana banjir pada sungai-sungai besar seperti di S. Mississippi di Amerika
serikat, pada awalnya juga dilakukan dengan membuat chek dam; namun demikian para
pakar masalah banjir berpendapat bahwa pendekatan tersebut cenderung “melawan alam” dan
bukan satu-satunya pemecahan untuk mengatasi masalah banjir. Pendekatan terkini dilakukan
secara konperhensif dengan menyadarkan masyarakat untuk ikut memeliharan agar
kemampuan daya tampung badan sungai tetap mampu mengendalikan jumlah volume air
yang mengalirnya.

Penanggulangan bencana banjir di Indonesia juga telah diantisipasi berdasarkan


Kepres No. 43 Tahun 1990. Dalam kepres tersebut, sistem penanggulangan yang dilakukan
berdasarkan manajemen modern yang mencakup kegiatan pencegahan, penjinakan,
penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Pada prisipnya dirinci menjadi tiga tahapan
yaitu: (a) sebelum terjadi bencana meliputi kegiatan pencegahan (Prevention), kesiap-siagaan
(Preparedness), (b) selama bencana meliputi tahap darurat (Response), dan rehabilitasi
(Rehabilitation), (c) sesudah bencana, meliputi rekonstruksi (Reconstruksi), dan
pembangunan (Development). Tindakan mitigasi dapat dipandang sebagai suatu upaya
struktur dengan membangun infrastruktur pengendali banjir seperti telah disebutkan diatas.

7
Sedangkan tindakan preventif merupakan tindakan bersifat non struktur yang lebih
menekankan pada pengelolaan lingkungan DAS sebagai bagian integral dari perencanaan
penanggulangan bencana banjir. Namun dalam pengaturan tersebut nampaknya modal dasar
keikutsertaan masyarakat sama sekali tidak disinggung. Padahal secara fakta bahwa
manusialah sebagai faktor penyebab utamanya.

Setelah banjir surut volume sampah yang harus ditangani meningkat. Sampah-sampah
yang terbawa sungai pada sampai tanggal 8 Februari berlipat ganda dari 300 m³ menjadi 600
m³ per hari. Sampah-sampah tersebut berupa antara lain berupa puing bangunan, kayu dan
perabotan hanyut. Selain itu banyaknya sampah yang dikirim ke tempat penampungan akhir
(TPA) Bantargebang, Bekasi, juga bertambah. Sampai 15 Februari kiriman sampah sisa banjir
ini diperkirakan mencapai 1.500 ton per har

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kota pada dasarnya merupakan desa yang berkembang, dan dalam perkembanganya,
terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun sosial budaya masyarakatnya, hingga
menjadikan kota lebih dinamis. Kota sering diartikan sebagai keseluruhan unsur-unsur
bangunan, jalan dan sejumlah manusia di suatu tempat tertentu, kesatuan dari keseluruhan
unsur-unsur tersebut, pada akhirnya akan menentukan corak terhadap manusianya.
Perkembangan suatu kota secara fisik, dicirikan oleh meningkatnya jumlah sarana dan
prasarana dan infrastrukturnya yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan
berubahnya penggunaan tanah. Perubahan penggunaan tanah yang pada awalnya bersifat
pedesaan, kini berubah menjadi wilayah urban (perkotaan).

Dalam kaitannya dengan siklus hidrologi, memperlihatkan bahwa karakteristik tanah


pedesaan, mapu mengendalikan proses sirkulasi hujan secara alamiah, karena daya dukung
kemampuan tanah terhadap resapannya; berbeda dengan penggunaan tanah di perkotaan,
karena padatnya bangunan pancang dan beton, hingga menyebabkan pengaturan air secara
lamiah relatif terganggu dan dicirikan oleh besaran laju limpasan air, bahka karena kurang
mampunya daya tampung aliran (saluran drainase dan bandan sungai), sering menyebabkan
genangan (banjir). Kota-kota di Indonesia pada umumnya terletak pada wilayah dataran
banjir, baik di pinggir sungai maupun ditepi pantai.

9
DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-5008.4-
1999. Kayu Bentukan (Moulding)Rimba Spesifikasi:Daerah Aliran Sungai. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta.

Fakhri. 2002.DAS: Jurnal Sains dan Teknologi Univerisitas Riau.

Manik, P. 1997.DAS.http://www.kapal. ft.undip.aci.id.

Sucipto, T. 2002,DAS]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

10

Anda mungkin juga menyukai