Anda di halaman 1dari 5

Nama : Retno Dwi Susanti

NIM : 131411131058
Kelas : A1-2014
Mata Kuliah : Keperawatan Komunitas IV

Larangan Mengonsumsi Makanan Mengandung Banyak Protein Pada Ibu Post


Partum (Ibu Nifas) di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur

Indonesia merupakan suatu Negara yang terdiri dari berbagai suku, salah satunya
adalah suku jawa. Kabupaten lamongan adalah salah satu daerah yang ada Jawa
Timur. Masyarakat Lamongan memiliki tradisi dan presepsi konsumsi makanan bagi
ibu post partum yakni ibu nifas tidak boleh makan makaanan yang amis-amis
(misalnya: Ikan laut), tidak boleh makan telur dan juga daging. Hal ini dilakukan
karena menurut presepsi dan tradisi ibu nifas yang mengonsumsi makanan yang
banyak mengandung protein dan berbau amis dapat menyebabkan ASI yang
diproduksi akan menjadi amis dan juga dapat menghambat pemulihan ibu nifas,
seperti memperlambat penyembuhan luka bekas jalan lahir bayi atau luka bekas
jahitan setelah melahirkan.
Kelompok sasaran untuk upaya promosi kesehatan yaitu
a. Kelompok sasaran primer : Ibu post partum
b. Kelompok sasaran skunder : Suami ataupun kelurga dekat si ibu hamil
atau si ibu post partum
c. Kelompok sasaran tersier : Bidan atau dukun beranak yang menolong
persalinan.
Perilaku yang harus dilakukan adalah ibu post partum atau ibu setelah nifas
tetap mengkonsumsi makanan tersebut. Menurut ilmu gizi hal mengurangi atau
membatasi makanan yang banyak mengandung protein pada ibu hamil tidak
dibenarkan karena justru ikan, telur dan daging harus dikonsumsi karena
mengandung protein sehingga mempercepat pemulihan ibu nifas. Pemenuhan
kebutuhan protein pada ibu nifas justru semakin meningkat. Kosumsi makanan yang
banyak mengandung protein akan membantu penyembuhan luka baik pada dinding
rahim maupun pada luka jalan lahir yang mengalami jahitan. Hal ini dikarenakan
protein sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun yang membentuk
jaringan otot tubuh dan mempercepat pulihnya kembali luka. Tanpa protein sebagai
zat pembangun yang cukup maka ibu nifas akan mengalami keterlambatan
penyembuhan bahkan berpotensi infeksi bila daya tahan tubuh kurang akibat pantang
makanan bergisi.
Protein juga diperlukan untuk pembentukan ASI. Ibu nifas sebaiknya
mengkonsumsi telur, tahu, tempe dan daging atau ikan. Kecuali bila ibu nifas alergi
dengan ikan laut tertentu atau alergi telur sejak sebelum hamil maka sumber protein
yang menyebabkan alergi tersebut dihindari. Bila memang alergi jenis protein
tertentu misal ikan laut, Ibu nifas boleh mencari ganti sumber protein dari daging
ternak dan unggas juga dari protein nabati seperti kacang kacangan.
Sikap negative yang harus diubah adalah
a. Ibu post partum : si ibu menghindari konsumsi makanan yang banyak
mengandung protein dan berbau amis, terutama ikan laut, telur dan juga
daging.
b. Suami : suami tidak memberikan dukungan terhadap istri untuk
mengonsumsi makanan yang bergizi, membiarkan saja dan beranggapan
apa yang dikatakan oleh orang tua agar ibu nifas tidak mengonsumsi
makanan yang berbau amis adalah hal yang benar.
Keluarga dekat ibu post partum : kelaurga dekat terutama orang tua dari
ibu post partum yang menganjurkan ibu post partum untuk tidak
mengonsumsi makanan yang amis, atau makanan seperti ikan, telur dan
juga gading. Peran keluarga dekat, khususnya orang tua memiliki peran
yang penting dalam memberikan pengaruh tradisi pada anak atau
menantunya.
c. Bidan desa : bidan desa tidak memberikan penyuluhan mengenai
pentingnya mengonsumsi makanan yang banyak mengandung protein.
Bidan desa malah cenderung membiarkan tradisi yang ada, meskipun
tradisi tersebut tidak membawa dampak yang baik bagi kesehatan.
Dukun beranak yang menolong persalinan : dukun beranak di desa
memiliki presepsi seperti orang tua pada umumnya, beranggapan bahwa
makanan yang amis seperti ikan laut, telur dan juga daging akan membuat
air susu ibu menjadi amis, hal itu akan menyebabkan bayi sering muntah
ataupun dapat menghambat proses penyembuhan luka bekas persalinan.
Menyadari rumitnya dari perilaku yang sudah menjadi tradisi dan persepsi,
maka perlu dilaksanakan strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari
pemberdayaan, yang didukung oleh bina suasana dan advokasi, serta dilandasi oleh
semangat kemitraan. Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan merupakan
bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak.
Pemberdayaan dalam ini dapat dilakukan melalui proses pemberian informasi kepada
ibu post partum dan suami serta keluarga, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu
menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude)
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
practice).
Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-
fakta dan mendramatisasi masalah. Misalnya dengan memberikan fakta fakta yang
ada bahwa mengonsumsi makanan yang banyak mengandung protein akan membantu
penyembuhan luka baik pada dinding rahim maupun pada luka jalan lahir yang
mengalami jahitan. Tanpa protein sebagai zat pembangun yang cukup maka ibu nifas
akan mengalami keterlambatan penyembuhan bahkan berpotensi infeksi bila daya
tahan tubuh kurang akibat pantang makanan bergisi. Bilamana seorang individu atau
sebuah keluarga sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi
akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan
dapat diberikan bantuan langsung.
Dalam hal ini pemberdayaan dan pendampingan pada ibu post partum dapat
dilakukan oleh Bidan desa. Bidan desa memiliki peran yang penting dalam promosi
kesehatan pada masyarakat. Pemberian informasi tidak hanya diberikan pada si ibu
akan tetapi juga diberikan pada si suami. Karena dukungan dan peran suami sangat
mempengarui dalam pola konsumsi ibu. Selanjutnya perlu dilakukan bina suasana
yakni dengan pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan mendorong
dipraktikkannya pola konsumsi yang benar pada ibu post partum serta penciptaan
panutan-panutan dalam mengadopsi perilaku sehat, khususnya dalam pola konsumsi
kemudian melestarikannya. Dalam hal ini pengaruh orang tua atau mertua serta
keluarga dekat sangat berperan dalam mempengaruhi pola konsumsi ibu hamil atau
post partum. Mengenai advokasi yakni dengan melakukan pendekatan dan motivasi
terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan
pola konsumsi pada ibu hamil, misalnya pada dukun beranak yang diketahui dapat
mempengaruhi orang tua ataupun mertua ibu post partum.
Dalam mengupayakan agar klien tahu dan sadar, kuncinya terletak pada
keberhasilan membuat klien tersebut memahami bahwa mengonsumsi makanan yang
amis atau mengandung banyak protein adalah hal yang tidak boleh dihindari oleh ibu
hamil atau ibu post partum. Sepanjang masyarakat yang bersangkutan belum
mengetahui dan menyadari bahwa hal itu merupakan hal yang salah, maka
masyarakat tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut.
REFERENSI

Amin, Madolan. 2017. Perencanaan Promosi kesehatan, Tenaga Kesehatan Wajib


Tahu. Diakses dalam http://www.mitrakesmas.com/2017/07/perencanaan-
promosi-kesehatan-tenaga.html pada 02 September 2017 [pukul : 10:39
WIB]
Kemenkes RI. 2011. Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan. Jakarta:
Kemenkes RI
Nurwidodo. Pencegahan dan Promosi Kesehatan secara Tradisional untuk
Peningkatan Status Masyarakat di Sumenep Madur. Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Biologi. Universitas Muhammadiyah
Malang. Diakses dalam https://media.neliti.com/media/publications/11409-
ID-pencegahan-dan-promosi-kesehatan-secara-tradisional-untuk-
peningkatan-status-mas.pdf pada 02 September 2017 [pukul : 10:43 WIB]

Anda mungkin juga menyukai