Anda di halaman 1dari 3

https://www.academia.

edu/8796670/Penentuan_Kadar_Protein_Secara_Biuret

Metode penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah
dengan spektrofotometri. Semua protein tersusun dari asam-asam amino yang terhubung oleh
ikatan-ikatan peptida. Ion Cu2+ dari CuSO4 dalam suasana basa NaOH akan membentuk kompleks
dengan ikatan peptida protein, kompleks ini akan memberikan warna sehingga konsentrasi protein
dapat ditentukan dengan spektrofotometer sinar tampak. Berdasarkan latar belakang diatas, maka
perlu dilakukan penelitian tentang penetapan kadar protein tempe jagung (Zea mays) dengan
kombinasi kedelai (Glycine max (L.) Merill) secara spektrofotometri sinar tampak.

Rendemen daging ikan nila Rendemen ikan adalah perbandingan berat antara daging dengan ikan
utuh (Hadiwiyoto 1993). Tujuan perhitungan rendemen daging adalah untuk memperkirakan jumlah
bagian dari ikan yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Dari perhitungan diperoleh rendemen
daging ikan nila cukup besar, yaitu 40,73%.

semakin besar konsentrasi BSA maka nilai absorbansinya juga semakin besar, ini menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara konsentrasi (Copriadi, 2010).

Nilai absorbansi sampel berturut-turut sebesar 0,495, 1,219, 1,531, 1,577, 0,643, 1,820, 1,117, 0,798,
0,789, dan 0,735. Nilai absorbansi yang baik seharusnya < 1, hal ini dikarenakan absorbansi pada
rentang 0,1-1 kesalahan akan bernilai minimum (Hadiyanti, 2011). Dalam praktikum diperoleh
beberapa nilai absorbansi yang > 1, yaitu 1,219, 1,531, 1,577, 1,820, dan 1,117. Hal ini mungkin
dikarenakan sampel yang diabsorbansi kotor atau terlalu pekat sehingga hasil absorbansi yang
terbaca bernilai > 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Lowry

Prinsip metode Lowry adalah untuk menentukan konsentrasi protein yang didalamnya terdapat
asam amino yang mengandung gugus fenolik seperti tirosin dan triptopan. Pada metode ini
digunakan spektrofotometer UV-Vis untuk menganalisis absorbansi larutan standar dan sampel.
Larutan yang dianalisis harus menunjukkan warna tertentu sehingga dapat menyerap cahaya tampak
pada daerah UV-tampak. Reagen Folin Ciocalteu yang dapat mendeteksi gugusfenolik yang terdapat
dalam residu tirosin dantriptopan(dalam protein). Gugus fenolik yang terdapat dalam asam amino ini
dapat mereduksi fosfotungstat dan fosfomolibat yang terkandung dalam reagen Folin-Ciocalteu
menjadi tungstatdan molibdenum yang berwarna biru. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada
Gambar 2 dan 3. Berdasarkan reaksi diketahui bahwa fofotungstat dan fosfomolibdat bertindak
sebagai agen pereduksi gugus-gugus fenolik yang terdapat dalam larutan yang dianalisis, dimana
gugus fenolik itu sendiri bertidak sebagai oksidator yang mengoksidasi fosfotungstat dan
fosfomolibat menjadi tungstat dan molibdenum yang merupakan ion kompleks yang berwarna biru.
Tungstat dan molibdenum yang dihasilkan dalam reaksi menunjukkan puncak absorpsi yang lebar
pada daerah merah dan spectrum sinartampak pada panjang gelombang 600- 800 nm.

36

Gambar 4 Reduksi fosfomolibat menjadi molib denum oleh gugus fenolik

Gambar 5 Reduksi fosfotungstat menjadi tungstat oleh gugus fenolik

Jumlah residu tirosin untuk mengoksidasi dalam reaksi diatas sedikit maka diperlukan konstituen
yang dapat meningkatkan sensitivitas reagenFolin- Ciocalteu. Dalam percobaan ini dilakukan
penambahan reagenBiuret. Penambahan reagen Biuret pada tabung 1-5 (berisilarutanstandar) dan
tabung6-9. Larutan kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Penambahan reagen
Biuret ke dalam larutan bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas reagen Folin-Ciocalteu, dimana
dengan penambahan reagen Biuret akan terbentuk kompleks Cu2+dengan residu asam amino yang
terdapat dalam

37

larutan uji menghasilkan kompleks Cu-protein. Kompleks Cu-protein yang dihasilkan oleh reagen
Biuret akan menyebabkan juga reduksi pada reagen Folin Ciocalteu, dimana sebanyak 75% dari
reduksi yang terjadi akibat adanya kompleks Cu-protein, sedangkan 25% sisanya direduksi oleh
residu-residu tirosin dan triptopan. Dengan adanya penambahan reagen tersebut intensitas warna
yang dihasilkan akan meningkat empat kali lipat. Kompleks Cu-protein yang terbentukadalah sebagai
berikut :

Gambar 6 Kompleks Cu-protein yang dihasilkan dari reagen biuret dengan

protein

Pengukuran absorbansi sampel perlu dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan
standar.Larutan standar yang digunakan adalah larutan standar BSA (Bonvine Serum Albumin)
200ppm, yang kemudian diencerkan dengan aquades untuk memperoleh konsentrasi 40, 80, 120,
160 dan 200 ppm. Selanjutnya kedalam larutan standar tersebut ditambahkan reagen Biuret yang
berfungsi untuk membentuk kompleks Cu-protein sehingga terjadi reduksi fosfotungstat dan
fosfomolibat menjadi tungstat dan molybdenum dari reagen Folin Ciocalteu. Hasil yang diperoleh
setelah larutan standar pada tabung 1 sampai 5ditambahkan reagen Folin Ciocalteu adalah larutan
berwarna biru bening yang kepekatannya meningkat dari tabung 1 sampai tabung 5. Selanjutnya
larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar.

38

Warna biru tersebut mengindikasikan terbentuknya tungstat dan molibdenum yang berwarna biru
dalam reaksi tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada tabung reaksi yang berisi sampel, dengan
konsentrasi 40, 80, 120 dan 160 ppm, dimana terbentuk warnna biru setelah inkubasi selama 30
menit. Berikut ini adalah data absorbansi larutan standar dan larutan sampel yang mengandung
protein :

Tabel 12 Hasil Absorbansi Larutan Standar dan Larutan Sampel


Tabung Konsentrasi (ppm) Absorbansi Kadar (%)

Standar

40 0.233 - 80 0.485 - 120 0.767 - 160 0.840 - 200 0.985 - Sampel 20.15 0.199 10.07 Berdasarkan data
pada tabel 11, diperoleh kurva standar larutan BSA dengan hubungan antara konsentrasi larutan
standar dengan nilai absorbansi, yang menghasilkan persamaan regresi linear (r2), yaitu y= 0.004x +
0.104 dan koefisien korelasi, yaitu 0.953. Nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa terdapat
korelasi antara larutan standar protein dengan absorbansi yang dihasilkan dan hasil tersebut telah
memenuhi hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa konsentrasi larutan berbanding lurus
dengan absorbansinya (Effendi 2003).

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220

0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000

f(x) = 0x + 0.1 R² = 0.95

Kurva standar larutan BSA

Konsentrasi

Absorbansi

39

Gambar 7 Kurva Standar Larutan BSA

Berdasarkan persamaan regresi linear yang diperoleh, dapat ditentukan kadar protein dalam sampel
kacang tanah dengan memasukkan y sebagai absorbansi sampel yang masuk kedalam larutan
standar yaitu 0,199 sehingga diperoleh konsentrasi protein pada kacang tanah yaitu 20,15 ppm dan
kadar proteinnya adalah 10,07%.

Anda mungkin juga menyukai