Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

TINJAUAN TEORI

1.1 Retensio Plasenta


1.1.1 Pengertian
Berikut ini adalah pengertian dari retensio plasenta menurut beberapa sumber,
yaitu:
1. Menurut Saifuddin (2009 : 178), Retensio plasenta adalah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi
lahir.
2. Menurut Mochtar (2012 : 207), Retensio plasenta adalah keadaan dimana
plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir.
3. Menurut APN (2008 : 104) Plasenta manual adalah tindakan untuk melepas
plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasiya dan
kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
1.1.2 Etiologi
Etiologi menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut:
1. Menurut Wiknjosastro, Hanifa. (2002) retensio plasenta disebabkan oleh hal
berikut ini:
a. Sebab fungsional
Yaitu his yang kurang kuat atau plasenta sulit lepas karena tempat
melekatnya kurang menguntungkan seperti disudut tuba atau karena
bentuknya luar biasa seperti plasenta membranosea.
b. Ukuran plasenta sangat kecil.
c. Plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, namun jika
lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
1) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (Plasenta
adhesiva).

1
2) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium sampai di bawah peritoneum
(plasenta akreta-perkreta).
3) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III
sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sehingga
diperlukan tindakan manual plasenta.
2. Menurut Saifuddin (2010: 178), sebab-sebab terjadinya retensio plasenta
adalah sebagai berikut:
a. Plaasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih
dalam. Berikut adalah macam implantasi plasenta:
1) Plasenta adhesiva yaitu implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis
2) Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot khorion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium
3) Plasenta inkreta yaitu implantasi jonjot khorion plasenta hingga
mencapai atau memasuki miometrium
4) Plasenta perkreta yaitu implantasi jonjot khorion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
5) Plasenta inkarserata yaitu tertahannya plasenta didalam cavum uteri
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
b. Plasenta inkarserata (terhalangnya plasenta keluar)
Hal ini terjadi apabila plasenta sudah lepas dari implantasinya tetapi belum
keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak
atau karena adanya lingkaran kontriksi pada bagian bawah rahim akibat
salah penanganan pada kala III yang menyebabkan terhalangnya keuarnya
plasenta dari uterus. Plasenta mungkin tidak keluar karena blass atau
rectum penuh, maka keduanya harus dikosongkan.
3. Menurut Wiknjosastro (2010 : 656), apabila plasenta belum lahir setengah
jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Sebab – sebabnya
adalah sebagai berikut:
a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
4. Menurut Manuaba (2006: 301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
a. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.
b. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
c. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan darah penderita
terlalu banyak hilang, terjadi keseimbangan baru berbentuk bekuan
darah, sehingga perdarahan tidak terjadi, atau kemungkinan implantasi
plasenta terlalu dalam.
1.1.3 Tanda dan gejala
Tabel 1.1
Gambaran dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta

Gejala Separasi/akreta Plasenta inkreta Plasenta akreta


parsial
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
fundus
uteri
Bentuk Diskoid Agak globuler Diskoid
uterus
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak
ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium Terbuka Konstriksi Terbuka
uteri
Separasi Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali,
kecuali akibat
inversio oleh
tarikan kuat
pada tali pusat
Menurut Saifuddin (2009: 178)
1.1.4 Diagnosa
Menurut Mochtar (2012: 207), pada tiap-tiap perdarahan postpartum harus di
cari apa penyebabnya. Secara ringkas membuat diagnosis adalah sebagai berikut:
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari sisa plasenta dan ketuban,
robekan rahim, dan plasenta suksenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium: periksa darah, Hb, clot observation test (COT),
dan lain-lain.
1.1.5 Penatalaksanaan
Prosedur penatalaksanaan plasenta manual menurut (APN, 2008 : 104), yaitu
sebagai berikut:
1. Persiapan :
a. Pasang set dan cairan infus.
b. Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.
c. Lakukan anastesia verbal atau analgesia per rektal.
d. Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.
2. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri :
a. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
b. Jepit tali pusat dengan klem jarak 5-10cm dari vulva, tegangkan dengan
satu tangan sejajar lantai.
c. Secaara obstetrik , masukkan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali
pusat.
d. Setelah mencapai pembukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lain
untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar
untuk menahan fundus uteri.
e. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum
uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
f. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari
merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).
3. Melepas plasenta dari dinding uterus :
g. Tentukan implantasi pasenta, temukan plasenta paling bawah.
1) Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap
disebelah atas dan sisipkan ujungjari-jari tangan diantara plasenta dan
dinding uterus dimana punggung tangan menhadap ke bawah (posterior
ibu).
2) Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat
dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus
dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu).
h. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka
perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan
ke kiri sambil digeserkan ke atas (kranial ibu) hingga semua perlekatan
plasenta terlepas dari dinding uterus.
4. Mengeluarkan plasenta
i. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi
untuk menilai tidak adanya plasenta yang tertinggal.
j. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah
uterus) kemudian instruksikan asisten penolong untuk menarik tali pusat
sambil tangan dalam membawa plasnta keluar (hindari terjadinya percikan
darah).
k. Lakuan pnekanan ( dengan tangan yang menahan supra simfisis) uterus ke
arah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta
didalam wadah yang telah disediakan.
5. Pencegahan infeksi pasca tindakan
l. dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang
digunakan.
m. Lepaskan dan rendam sarng tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
n. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
o. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
6. Pamantauan pasca tindakan
p. Periksa kembali tanda vital ibu.
q. Catat kondisi ibu dann buat laporan tindakan.
r. Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan
la njutan.
s. Beritahu pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu
masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
t. Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum
dipindahkan ke ruang rawat gabung.
Sedangkan menurut Saifuddin (2010 : 178), macam-macam penatalaksanaan
retensio plasenta yaitu :
1. Penatalaksanaan retensio plasenta dengan separasi parsial, tindakan yang
harus dilakukan yaitu :
a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan
yang diambil.
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi
plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc US/RL dengan 40 tpm. Bila
perlu, kombinasikan dengan misoprostal 400 mg rektal (sebaiknya tidak
menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat
menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan plasenta
manual secara hati-hati dan halus (melepaskan plasenta yang melekat erat
secara paksa, dapat menyebabkan perdarahan atau perforasil.
e. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
f. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
g. Beri antibiotik profilaksis (ampisilin 29 IV/oral + metronidazol 1 gr
supositoria/oral.
h. Atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
2. Plasenta inkarserata, yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan
pemeriksaan.
b. Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan
melahirkan plasenta.
c. Pilih fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuay tetapi
siapkan oksitosin 20 IU dalam 500 ml OS/RL dengan 40 tpm untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan anastesi
tersebut.
d. Bila prosedur anastesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh
cunam ovum lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plasenta. Untuk
prosedur tersebut, berikan analgetik (tramadol 100 mg IV atau pethidine
50 mg IV dan sedative diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang
terpisah. Maneuver skrup :
1) Pasang speculum sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak
dengan jelas.
2) Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4, 8 dan lepaskan
speculum.
3) Tarik ketiga klem ovum agar ostium tali pusat dan plasenta tampak
lebih jelas.
4) Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten untuk
memegang klem.
5) Lakukan hal-hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang
berlawanan.
6) Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil diputar searah jarum
jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan melalui pembukaan ostium.
e. Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital,
kontraksi uterus, tinggi fundus dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan
pemantauan yang diperlukan adalah pemantauan efek samping atau
komplikasi dan bahan sedative, analgetika, atau anastesi umum (mual dan
muntah, atonia uteri, vertigo, halusinasi, pusing).
3. Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosa pada pemeriksaan luar adalah ikutnya
fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan
tepi plasenta karena implantasi yang dalam. Upaya yang dapat dilakukan pada
fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi
pasien dan rujuk ke RS rujukan.
1.2 Asuhan Kebidanan
1.2.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Biodata
Umur dicatat dalam hitungan tahun. (Estiwidani, 2008 : 140).
Resiko retensio plasenta akan semakin meningkat bagi wanita yang usianya
kurang dari 16 tahun dan di atas 35 tahun beresiko tinggi mengalami
retensio plasenta terutama pada grandemultipara. (Manuaba, 2010:243).
b. Keluhan utama
Perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus-terusan akan
berbahaya dan akan menimbulkan perdarahan yang jumlahnya banyak,
sehingga ibu menjadi lemas dan syok. (Mochtar, 2012 : 206).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan yang lalu
Kelainan hormonal, gangguan nutrisi, penyakit infeksi menahun.
Dilihat dari factor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah
plasenta previa, bekas seksio sesaria, pernah dilakukan kuret
berulang dan multiparitas sehingga kemungkinan sebagian kecil dari
plasenta masih tertinggal dalam uterus dan menimbulkan PPP primer
atau sekunder (Saifuddin, 2006 : 527)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar,
atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya
kotiledon yang tidak lengkap paada saat melakukan pemeriksaan
plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada
saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terkait
(Saifuddin, 2006 : 527).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Bila ada keluarga yang mempunyai penyakit menurun, menahun
dan menular, maka bayi atau ibu bersalin memiliki resiko untuk

10
tertular atau memiliki penyakit tersebut. Jika ada keluarga memiliki
penyakit keturunan

10
(DM, hipertensi, asma) maka klien tersebut atau ibu sendiri
mempunyai faktor resiko akibat proses persalinan (Winkjosastro,
2007:103-104).
d. Riwayat kebidanan
1) Riwayat Hamil
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandemultipara dengan
implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta,
plasenta inkreta, dan plasenta prekreta. (Manuaba, 2010 : 402).
2) Riwayat persalinan
Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak
diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat
proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat
mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan
plasenta.
Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan
bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual
karena hal tersebut adalah plasenta akreta (APN, 2008 : 105).
Factor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang dan multiparitas (Winkjosastro, 2010
: 527).
3) Riwayat Nifas
Plasenta manual dengan segera dilakukan bila terdapat riwayat
perdarahan post partum berulang, terjadi perdarahan post partum
melebihi 400 cc (Manuaba, 2010: 403).
4) Riwayat KB
Meningkatkan penerimaan keluarga berencana sehingga
memperkecil terjadinya retensio plasenta (Manuaba, 2010 : 402).
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
Menurut Doenges (2001:205) keadaan umum pasien kesakitan/tidak,
bisa baik/lemah. TTV sebagai berikut:
1) Tanda-tanda syok, tekanan sistolik < 90 mmHg
2) Nadi > 112×/menit
3) Tanda-tanda infeksi (demam tinggi)
4) Gejala-gejala hipertensi dan/atau edema dapat terjadi pada awal
gestasi minggu ke-20.
b. Antropometri : BB cenderung mengalami penurunan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
Conjungtiva palpebra anemis bila terjadi pada perdarahan dan
tidak anemis pada perdarahan sedikit atau biasa (Saifuddin, 2006:
306).
2) Muka
Ekspresi wajah kesakitan menahan nyeri, keluar keringat dingin
(Saifuddin, 2006: 306).
3) Abdomen
Palpasi kontraksi dan tinggi fundus uteri (Manuaba, 2010 :
300).
Tinggi fundus uteri umumnya pada plasenta akreta parsial
teraba setinggi pusat (sepusat), pada plasenta inkarserata teraba 2 jari
bawah pusat, pada plasenta akreta teraba setinggi pusat (sepusat)
(Saifuddin, 2009: 178).
Kontraksi uterus pada uterus yang kenyal (pada akreta parsial),
uterus yang keras (plasenta inkarserata), uterus yang cukup (plasenta
akreta) (Saifuddin, 2009 : 178).
4) Genetalia
Banyaknya perdarahan pada plasenta akreta parsial/separasi
sedang-banyak, pada plasenta inkarserata sedang, pada plasenta
akreta sedikit atau tidak ada (Saifuddin, 2009: 178).
Dilakukan plasenta manual jika dalam keadaan darurat dengan
indikasi perdarahan lebih dari 400cc dan terjadi retensio plasenta
(Manuaba, 2010 : 403).
Apabila terjadi perdarahan, maka harus plasenta harus segera
dikeluarkan (Mochtar, 2012 : 206).
d. Pemeriksaan Khusus
Menurut Saifuddin dkk., (2002, 25 - 35) Pemeriksaan khusus obstetric
sebagai berikut:
1) Inspeksi
Pasien dengan perdarahan post partum perlu diperiksa seberapa
banyak perdarahan, keadaan perineum dan oedema di genitalia untuk
mengetahui penyebab perdarahan.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui tinggi fundus uteri, dan
kontraksi uterus.
3) Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk memastikan apakah
serviks sudah menutup atau belum untuk dapat menentukan tindakan
yang akan dilakukan berikutnya.
4) Inspekulo
Jika serviks sudah menutup untuk mengetahui seberapa banyak
apakah ada sisa plasenta atau penyebab perdarahan menggunakan
inspekulo.
e. Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah
sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau
adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan
adanya koagulopati (Saifuddin, 2002 :P-30).
3. Analisa Data
Analisa data menurut Kepmenkes No.938/2007 merupakan hasil dari
pengumpulan semua informasi yang akurat, relevan, dan lengkap dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Kriteria :
a. Data tepat, akurat dan lengkap
b. Terdiri dari Data Subyektif (hasil Anamnesa : Biodata, keluhan utama,
riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial budaya)
c. Data Obyektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan
penunjang)
1.2.2 Perumusan Diagnosa
Menurut Kepmenkes RI (No 938/2007).Langkah berikutnya dalam
melakukan asuhan kebidanan yaitu menegakkan diagnose. Dalam hal ini bidan
menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterprestasikannya
secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang
tepat. Kriteria perumusan diagnosa atau masalah :
1. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan
2. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.
3. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi, dan
rujukan.
1.2.3 Perencanaan
Diagnosa : P1>1APIAH dengan retensio plasenta, KU ibu baik/buruk. Prognosa
baik/buruk.
Tujuan : Plasenta dapat dikeluarkan dan tidak terjadi komplikasi.
Kriteria Hasil :
1. Keadaan umum ibu baik
2. TTV dalam batas normal :
TD : 110/70 – 140/90 mmHg N : 60-90 x/menit
RR : 18-24 x/menit S : 36-37,50C
3. Tidak terjadi perdarahan post partum
4. Kontraksi uterus baik, bundar dan keras
5. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Intervensi
1. Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta (perdarahan yang terjadi
sebelum plasenta lahir lengkap, sedangkan uterus tidak berkontraksi, biasanya
merupakan tanda/gejala retensio plasenta. Perdarahan sesudah plasenta lahir,
sedangkan uterus lembek, juga mungkin disebabkan oleh adanya bagian
plasenta/selaputnya yang tertinggak di dalam uterus).
Rasional: mencegah inversio uteri.
2. Bila plasenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah bayi lahir, atau bila terjadi
perdarahan sementara plasenta belumlahir, maka berikan oksitosin 10 IU IM.
Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadinya kontraksi,
lalu cobalah melahirkan plasenta dengan menggunakan penegangan tali pusat
terkendali.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
3. Jika dengan tindakan tersebut plasenta belum lahir dan tidak ada perdarahan
sementara tempat rujukan tidak terlalu jauh, bawalah ibu ke tempat rujukan
tersebut.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
4. Bila terjadi perdarahan maka placenta harus segera dilahirkan secara manual.
Bila tidak berhasil lakukan rujukan segera.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
5. Berikan cairan IV: NaCl atau RL secara guyur untuk mengganti cairan yang
hilang dan pertahankan nadi dan tekanan darah.
Rasional :untuk mengganti cairan yang hilang
6. Persiapkan peralatan untuk melakukan teknik manual yang harus dilakukan
aseptik.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
7. Baringkan ibu terlentang dengan lutut ditekuk dan kedua kaki di tempat tidur.
8. Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan Diazepam
10 mg.
9. Cuci tangan dengan sabun, air mengalir, dan handuk bersih, gunakan sarung
tangan steril.
Rasional: untuk melindungi ibu dan bidan terhadap infeksi.
10. Masukkan tangan kanan dengan hati-hati. Jaga agar jari-jari tetap merapat dan
melengkung, mengikuti tali pusat sampai mencapai plasenta.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
11. Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri di atas
fundus agar uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam
uterus carilah tepi plasenta terlepas. Telapak tangan kanan menghadap ke atas
lalu lakukan gerakan mengikis kesamping untuk melepaskan plasenta dari
dinding uterus.
12. Bila plasenta sudah terlepas dengan lengkap keluarkan plasenta dengan hati-
hati dan perlahan (jangan hanya memegang sebagian plasenta dan
menariknya keluar).
13. Bila plasenta sudah lahir, segera lakukan masase uterus. Bila tidak ada
kontraksi lakukan masase uterus agar terjadi kontraksi dan pengeluaran
bekuan darah secara bersamaan.
14. Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi kavum uteri
dan keluarkan potongan plasenta yang tertinggal, dengan cara seperti diatas.
15. Periksa robekan terhadap vagina. Jahit robekan, bila perlu.
16. Bersihkan ibu agar ibu merasanyaman.
17. Jika ragu plasenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak terkendali,
maka rujuk ibu ke rumah sakit dengan segera.
18. Buat pencatatan yang akurat.
1.2.4 Pelaksanaan
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,
efektif, efisien, dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/ pasien, dalam
bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara
mandiri, kolaborasi dan rujukan. (Kepmenkes No 938/2007).
1.2.5 Evaluasi
Standar evaluasi menurut KEPMENKES RI No. 938/MENKES/SK/VIII/
2007/ Tentang Asuhan Kebidanan adalah sebagai berikut :
1. Pernyataan standar
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas
mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam pemberian
asuhan kebidanan.
2. Dokumentasi
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas
mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan
asuhan kebidanan. Kriteria pencatatan asuhan kebidanan:
a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir
yang tersedia (Rekam medis/KMS/Status pasien/buku KIA)
b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
O adalah data Objektif, mencatat hasil pemeriksaan
A adalah analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan, dukungan,
kolaborasi evaluasi/follow up dan rujukan
Petugas

Mahasiswa
18

BAB 2
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Data


Tanggal Pengkajian : 23 November 2015 Pukul: 22.45 WIB
Tempat Pengkajian : BPM Ny. Heru Trisnawati, SST
1. Data Subyektif
a. Biodata
Istri Suami
Nama : Ny. “K” Tn. “D”
Umur : 24 tahun 26 tahun
Agama : Islam Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Wiraswasta
Penghasilan :- Rp. 3.000.000/ bulan
Status Marital : Menikah Menikah
Umur menikah : 18 thn 20 thn
Lama/brp x menikah : 6 thn/1x 6 thn/1x
Alamat : Desa Dadi Kec. Plaosan
b. Keluhan utama
Air - arinya belum lahir dan keluar darah banyak dari jalan lahir.
c. Riwayat kesehatan
Ibu dalam keadaan sehat baik sebelum maupun selama dalam
kehamilan. Ibu tidak pernah menderita penyakit jantung, anemia, hepatitis,
TBC, hipertensi, hemofillia, DM, PMS, ataupun AIDS.
Dalam keluarga ibu maupun suami tidak ada yang menderita penyakit
jantung, DM, TBC, hepatitis, PMS, AIDS dan hemofillia.

18
19

d. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu


Ibu selama hamil anak pertama sehat, rutin periksa di bidan dan
menjalankan anjuran dari bidan.
Ibu melahirkan anak pertama di BPM ditolong oleh bidan dengan
persalinan normal (spontan). Bayi lahir langsung menangis, bergerak aktif,
jenis kelamin laki-laki. Plasenta lahir spontan beberapa menit setelah bayi
lahir. BB: 4200 gram, PB :50 cm.
Selama nifas tidak ada penyulit dan sekarang anak berusia 6 tahun.
e. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
Pada kehamilan anak kedua ini ibu sehat, rutin periksa di bidan dan
menjalankan anjuran dari bidan, konsumsi Fe dan multivitamin.
Ibu melahirkan anak ke dua ditolong bidan di BPM. Lama kala 1
selama 6 jam 30 menit, kala 2 selama 15 menit, 15 menit setelah bayi lahir
tidak ada tanda pelepasan plasenta.
f. Riwayat KB
Ibu menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulanan setelah anak
pertama berusia 2 bulan. Lama pemakaian selama ± 5 tahun. Kemudian
berhenti 5 bulan sebelum hamil anak kedua.
2. Data obyektif
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : lemah Kesadaran : composmentis
b. Tanda-tanda vital:
T : 90/60 mmHg S : 36,7oC
N : 86 x/mnt R : 22 x/mnt
c. Pemeriksaan fisik
Muka : Tampak pucat.
Mata : Sklera putih, konjungtiva palpebra pucat, kelopak mata
tidak ada oedema, fungsi penglihatan baik.
Abdomen : Perut tidak ada bekas SC, TFU setinggi pusat, kontraksi
lemah, kandung kemih kosong
Genetalia : vulva dan vagina tidak ada kelainan abnormal, tidak ada
oedema, tampak tali pusat di depan vulva dijepit dengan
20

koucher, terdapat rupture spontan pada mukosa vagina, dan


terjadi perdarahan ±250 cc. Perineum tidak ada luka
episiotomi. Anus tidak ada haemoroid.
Ekstremitas : Pada ekstremitas bawah tidak ada oedema pada punggung
kaki, mata kaki, ataupun pretibia.
3. Analisa Data
No. Diagnosa masalah Data dasar
1. P20002 usia 24 tahun, kala III DS: - Ari-ari ibu belum lahir dan keluar darah
retensio plasenta. banyak dari jalan lahir
- Ibu melahirkan anak ke dua ditolong
bidan di BPM. Lama kala 1 selama 6
jam 30 menit, kala 2 selama 15 menit,
15 menit setelah bayi lahir tidak ada
tanda pelepasan plasenta.
DO: - Kesadaram : komposmentis
- Tanda-tanda vital:
T : 90/60 mmHg S : 36,7oC
N : 86 x/mnt R : 22 x/mnt
- Pemeriksaan fisik
Abdomen TFU setinggi pusat, kontraksi
lemah, kandung kemih kosong.
Genetalia tampak tali pusat pendek
didepan vulva dijepit dengan koucher,
terdapat rupture spontan pada mukosa
vagina.
2 Pre syok DS: - Terjadi perdarahan banyak, ibu merasa
mengantuk dan lemas.
DO: - Keadaan umum : lemah
- TTV
T : 90/60 mmHg S : 36,7oC
N : 86 x/mnt R : 22 x/mnt
- Muka tampak pucat, Mata sklera putih,
konjungtiva palpebra pucat.
- Perdarahan  250 cc.

3.2 Diagnosa kebidanan


P20002 usia 24 tahun, kala III retensio plasenta dengan masalah pre syok.
Keadaan umum lemah. Prognosa baik.
21

3.3 Perencanaan
Tanggal 23 November 2015, pukul 22.45 WIB
Diagnosa : P20002 usia 24 tahun, kala III retensio plasenta dengan masalah pre
syok. Keadaan umum lemah, Prognosa baik
Tujuan : Plasenta dapat dikeluarkan dan tidak terjadi komplikasi.
Kriteria : - KU ibu baik
- Plasenta keluar, lengkap daan tidak ada yang tertinggal
- Tanda-tanda vital dalam normal
T : 110/70-140/90 mmHg
S : 36,5-37,5oC
N : 60-90 x/mnt
R : 18-24 x/mnt
- Perdarahan berhenti
- Kontraksi uterus baik, konsistensi bundar dan keras
Intervensi
1. Beritahu ibu hasil dari pemeriksaan.
R/ dengan dilakukan komunikasi terapeutik akan membuat ibu lebih
kooperatif.
2. Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta.
R/ mencegah inversio uteri.
3. Berikan oksitosin 10 IU IM. Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan
tunggu terjadinya kontraksi, lalu cobalah melahirkan plasenta dengan
menggunakan penegangan tali pusat terkendali.
R/ oksitosin akan membantu timbulnya kontraksi uterus sehingga
diharapkan plasenta lahir spontan.
4. Jika dengan tindakan tersebut plasenta belum lahir dan tidak ada
perdarahan, rujuk ibu ke Rumah Sakit.
R/ pencegahan komplikasi lebih lanjut.
5. Bila terjadi perdarahan maka placenta harus segera dilahirkan secara
manual. Bila tidak berhasil lakukan rujukan segera.
R/ pencegahan komplikasi lebih lanjut.
22

6. Berikan cairan IV: NaCl atau RL secara guyur untuk mengganti cairan
yang hilang dan pertahankan nadi dan tekanan darah.
R/ untuk mengganti cairan dan mencegah terjadinya presyok.
7. Persiapkan peralatan untuk melakukan teknik manual yang harus
dilakukan aseptik.
R/ pencegahan infeksi yang lebih lanjut pasca dilakukanmanual plasenta.
8. Baringkan ibu terlentang dengan lutut ditekuk dan kedua kaki di tempat
tidur.
R/ memberikan kenyamanan ibu dan memudahkan bidan melakukan
tindakan.
9. Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan
Diazepam 10 mg.
R/ mengurangi kecemasan ibu sehingga tindakan dapat dilakukan dengan
lancar.
10. Cuci tangan dengan sabun, air mengalir, dan handuk bersih, gunakan
sarung tangan steril.
R/ untuk pencegahan infeksi nosokomial.
11. Lakukan plasenta manual.
R/ untuk melahirkan plasenta sehingga uterus dapat berkontraksi dan
mencegah perdarahan.
12. Bila plasenta sudah lahir, segera lakukan masase uterus. Bila tidak ada
kontraksi lakukan masase uterus agar terjadi kontraksi dan pengeluaran
bekuan darah secara bersamaan.
R/ kontraksi yang tidak adekuat akan menimbulkan perdarahan.
13. Periksa plasenta dan selaputnya.
R/ plasenta atau selaput yang tertinggal akan menghalangi kontraksi uterus
yang adekuat.
14. Bersihkan ibu agar ibu merasa nyaman.
R/ ibu dapat beristirahat dengan nyaman setelah melahirkan dan dilakukan
manual plasenta.
15. Jika ragu plasenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak
terkendali, maka rujuk ibu ke rumah sakit dengan segera.
23

R/ perlu dilakukan USG untuk memastikan plasenta sudah lahir lengkap


dan menghindari terjadi presyok.
16. Buat pencatatan yang akurat.
R/ sebagai alat tanggung jawab dan tanggung gugat atas tindakan yang
telah dilakukan.
3.4 Pelaksanaan
Tanggal 23 November 2015, pukul 22.50 WIB
Diagnosa : P20002 usia 24 tahun, kala III retensio plasenta dengan masalah pre
syok. Keadaan umum lemah, Prognosa baik
Implementasi
1. Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta (perdarahan yang
terjadi sebelum plasenta lahir lengkap, sedangkan uterus tidak
berkontraksi, biasanya merupakan tanda/gejala retensio plasenta.
Perdarahan sesudah plasenta lahir, sedangkan uterus lembek, juga
mungkin disebabkan oleh adanya bagian plasenta/selaputnya yang
tertinggak di dalam uterus).
2. Memberikan oksitosin dosis kedua 10 IU IM. Pastikan bahwa kandung
kencing kosong dan tunggu terjadinya kontraksi, lalu cobalah melahirkan
plasenta dengan menggunakan penegangan tali pusat terkendali.
3. Memberikan infus RL secara guyur untuk mengganti cairan yang hilang
dan mempertahankan nadi dan tekanan darah.
4. Mempersiapkan peralatan untuk melakukan teknik manual yang harus
dilakukan aseptik.
5. Membaringkan ibu terlentang dengan lutut ditekuk dan kedua kaki di
tempat tidur.
6. Mencuci tangan dengan sabun, air mengalir, dan handuk bersih, gunakan
sarung tangan steril.
7. Masukkan tangan kanan dengan hati-hati. Jaga agar jari-jari tetap
merapat dan melengkung, mengikuti tali pusat sampai mencapai plasenta.
8. Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri di
atas fundus agar uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di
dalam uterus carilah tepi plasenta terlepas. Telapak tangan kanan
24

menghadap ke atas lalu lakukan gerakan mengikis kesamping untuk


melepaskan plasenta dari dinding uterus.
3.5 Evaluasi
Tanggal 23 November 2015, pukul 23.30 WIB
S : ibu tampak cemas karena plasenta belum lahir
O : - KU ibu baik, kesadaran komposmentis.
- Tanda-tanda vital
T : 80/60 mmHg S : 36,8oC
N : 90 x/mnt R : 24 x/mnt
- TFU setinggi pusat, kontraksi lemah, konsistensi lembek.
- Terdapat perdarahan aktif ± 150 cc.
- Plasenta tidak dapat dilahirkan secara manual.
A : P20002 usia 24 tahun, kala III retensio plasenta dengan masalah pre
syok. Keadaan umum lemah.
P : 1. Berikan motivasi kepada ibu dan keluarga bahwa plasenta tidak
dapat dilahirkan dan perlu dirujuk ke Rumah Sakit. Ibu dan
keluarga kooperatif untuk dilakukan rujukan.
2. Mempersiapkan ibu, surat rujukan dan transportasi. Ibu sudah
terpasang infus RL guyur, surat rujukan dan transportasi sudah
siap.
3. Melakukan rujukan ke Rumah Sakit Samudra Husada.

Mahasiswa

Dian Chandrawati
25

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marlyn, 2001. Rencana Perawatan Maternal dan Bayi. Jakarta : EGC.
Estiwidani, Dwiana, dkk. 2008. Konsep Kebidanan.Yogyagkarta : Fitramaya.
JNPK-KR. 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta : JNPK-KR.
Hamilton, Persis mary. 2005. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. EGC:
Jakarta.
Ibrahim, Cristina. 1998. Perawatan Kebidanan. Jakarta : Bharata.
Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007.Standar Asuhan Kebidanan.
Manuaba, Ida Ayu Candranita,dkk. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan
dan KB. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2006. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC: Jakarta
Manuaba, Ida Ayu Candranita,dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan
dan KB. Jakarta : EGC.
Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Mochtar,Rustam.2012.Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologi Obsteetri Patologi
Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : EGC.
Saifudin,Abdul Bari.2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBPSP
Saifudin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
Saifudin,Abdul Bari.2009.Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBPSP.
Saifudin, Abdul Bari.2010. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBPSP.
Sastrawinata, Sulaiman. 1983. Obtetri Fisiologi. Bandung : Elemen.
Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
26

Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SPP.

Anda mungkin juga menyukai