Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Laut merupakan ekosistem akuatik atau perairan yang terbesar di bumi. Namun masing-
masing bagian tersebut juga disebut ekosistem dan mempunyai interaksi antar individu dalam
populasi, komunitas dan bersama lingkungan abiotik sebagai suatu kesatuan. Ekosistem
tersebut termasuk, namun tidak terbatas pada : rawa (salt marsh), pasang surut, estuari, laguna,
terumbu karang, bakau (mangroves), padang lamun, dasar laut ( lunak, keras, datar atau
bergelombang), laut dalam, oseanik atau neritik.

Indonesia memiliki wilayah lautan yang sangat laut dengan ekosistem yang beragam.
Sumberdaya laut Indonesia mempunyai potensi yang tinggi, baik sumberdaya hayati maupun
sumberdaya non-hayati. Indonesia sebagai negara tropis, kaya akan sumberdaya hayati, yang
dinyatakan dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Sumber daya hati meliputi flora
dan fauna serta mikroorganisme yang sangat beragam di Indonesia sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia sebagai bahan hayati laut.

Bahan hayati laut merupakan segala sumber bahan berupa flora,fauna maupun
mikroorganisme yang berasal dari laut yang digunakan untuk keperluan manusia. Pemanfaatan
sumber ini digunakan untuk keperluan baik itu pangan maupun kesehatan serta kebutuhan lain
yang dapat menunjang kehidupan manusia.

1.2. Tujuan Praktikum


1.2.1. Teknik Maserasi dan Ekstraksi
1. Memahami cara melakukan ekstraksi maserasi menggunakan pelarut organic
2. Melakukan kegiatan pemekatan sampel menggunakan Rotary Evaporator
1.2.2. Uji Toksisitas dengan Metode BSLT (Brine Shrimp Mortality Test)
1. Mahasiswa memahami uji toksisitas dengan metode BSLT (Brine Shrimp Mortality
Test)
2. Mahasiswa mampu menentukan tingkat toksisitas dengan menghitung nilai LC50
1.2.3. Uji Fitokimia
1. Mengetahui golongan kelompok senyawa kimia yang terkandung dalam sampel
2. Memahami teknik – teknik dasar uji fotokimia
1.3. Manfaat Praktikum
1. Dapat melatih mahasiswa dalam pengolahan bahan hayati laut
2. Dapat memberikan informasi mengenai sumber bahan hayati laut
3. Dapat memberikan informasi teknik pengolahan bahan hayati laut
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rhizopora mucronata

R. mucronata merupakan salah satu dari jenis mangrove yang banyak manfaatnya.
Mangrove ini umum dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk diolah menjadi bahan
makanan seperti kopi dan tepung. R. mucronata pada bidang medis berpotensi sebagai obat
penyakit beri-beri dan haematoma (kulit batang); hepatitis (kulit batang, bunga, daun, akar);
borok (kulit batang). Ekstrak daun R. mucronata mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan
tanin. Hasil pengujian fitokimia secara kuantitatif mengandung sejumlah senyawa alkaloid,
flavonoid dan tanin dari yang terbesar sampai terkecil secara berturut-turut yaitu ekstrak
metanol sebesar 1895,47 ppm, etil asetat sebesar 129,75 ppm dan n-heksan sebesar 108,79 ppm
(Kasitowati et al., 2017).

Metanol ekstrak dari daun mangrove R. mucronata bisa menghambat pertumbuhan B.


subtilis, S. aureus, dan P. aeruginosa dengan diameter zona hambat sekitar 18 mm, 16 mm dan
14 mm. Ekstrak jamur endofit dari R. mucronata menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dari
pada tanaman inang. Ekstrak jamur endofit menghasilkan alkaloid dan mikotoksin itu dapat
digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Tarman et al., 2013).

2.2. Holothuria atra

Holothuria atra atau teripang darah merupakan hewan invertebrata laut yang termasuk
ke dalam filum Echinodermata. Teripang darah (H. atra) merupakan hewan dengan pergerakan
yang lambat, sehingga memerlukan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri
teripang darah (H. atra) terjadi secara mekanik dan kimiawi. Mekanisme pertahanan diri secara
kimiawi dilakukan dengan menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Ekstrak H. atra
mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder diantaranya alkaloid, steroid, dan saponin.
Kandungan metabolit tersebut berperan dalam menghambat pertumbuhan Plasmodium
falciparum yang merupakan parasit penyebab malaria (Alawiyah et al., 2016).

Ekstrak H. atra dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Ekstrak


Holothuria atra menunjukkan peningkatan konsentrasi yang diuji pada Candida albicans
menghasilkan meningkatnya diameter zona hambat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa ekstrak H. atra berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat-obatan. Telah
dinyatakan bahwa bioaktif senyawa Holothuria atra sebagian besar adalah triterpen glikosida
(saponin). Saponin adalah metabolit sekunder dari sifat glikosidik tersebar luas di tanaman yang
lebih tinggi tetapi juga ditemukan di beberapa sumber hewan, seperti mis. Laut invertebrata.
Saponin memiliki keragaman struktural yang besar, tetapi senyawa ini memiliki beberapa sifat
biologis yang unik seperti kemampuan untuk melisiskan eritrosit atau busa (Parasihni dan
Revainti, 2013).

2.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah metode pemisahan suatu komponen solute (cair) dari campurannya
menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah. Proses ekstraksi terdiri dari tiga
langkah besar, yaitu proses pencampuran, proses pembentukan fasa setimbang, dan proses
pemisahan fasa setimbang. Solven merupakan faktor terpenting dalam proses ekstraksi,
sehingga pemilihan solven merupakan faktor penting. Solven ini harus saling melarutkan
terhadap salah satu komponen murninya, sehingga diperoleh dua fasa rafinat. Proses ekstraksi
dapat berjalan dengan baik bila pelarut ideal harus memenuhi syarat-syarat yaitu selektivitasnya
tinggi, memiliki perbedaan titik didih dengan solute cukup besar, bersifat inert, perbedaan
density cukup besar, tidak beracun, tidak bereaksi secara kimia dengan solute maupun diluen,
viskositasnya kecil, tidak bersifat korosif, tidak mudah terbakar, murah dan mudah didapat.
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah temperatur, waktu kontak,
perbandingan solute, faktor ukuran partikel, pengadukan dan waktu dekantasi (Yasita dan
Rachmawati, 2009).

2.3.1. Jenis-Jenis Ekstraksi

Menurut Pratiwi (2010), ada beberapa jenis ekstraksi yang memiliki perbedaan menurut
tujuan dan bahan yang akan digunakan. Jenis ekstraksi tersebut yaitu maserasi, remaserasi,
perkolasi, reperkolasi. Istilah maserasi berasal dari bahasa latin ”macerare” yang artinya
mengairi, melunakkan, merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Remaserasi
merupakan metode ekstraksi yang terjadi pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Pelarut kedua ditambahkan sebanyak
penambahan pelarut pertama. Istilah perkolasi berasal dari kata ‘percolare’ yang artinya
penetesan, merupakan ekstraksi yang dilakukan dengan penetesan cairan penyari dalam wadah
silinder atau kerucut (perkolator), yang memilki jalan masuk dan keluar. Reperkolasi adalah
proses ekstraksi yang hampir sama dengan perkolasi, namun pelarut yang telah melewati
simplisia disirkulasi kembali sampai penarikan sempurna.

Salah satu metode sintesis senyawa anorganik adalah refluks, metode ini digunakan
apabila dalam sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatil. Pada kondisi ini jika
dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai.
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat
padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga
semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik
tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu
akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam labu
dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut (Chua, 2013).

2.3.2. Kelebihan dan Kekurangan Maserasi

Pembuatan ekstrak secara maserasi merupakan proses paling cepat dimana digunakan
untuk simplisia yang sudah halus dan memungkinkan direndam hingga meresap dan
melunakkan susunan sel, sehingga zat-zatnya akan larut dan digunakan untuk penyairan
simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut. Maserasi merpakan penyairan
sederhana bila dibandingkan dengan proses ekstraksi yang lain. Hal ini karena pengerjaan nya
yang sederhana dan peralatan yang mudah diusahakan, sederhana dan tidak memerlukan alat
khusus (Sitepu, 2010).

Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi menurut Pratiwi (2010) adalah:

a) Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

b) Biaya operasionalnya relatif rendah

c)Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan

2.4. Pelarut

Pelarut yaitu zat cair yang mampu melarutkan zat lain tanpa menghilangkan reaksi
kimia. Pelarut dibagi menjadi 3 ada pelarut polar, pelarut semi polar, dan pelarut non polar.
Dimana pelarut polar memiliki kepolaran tertinggi. Senyawa tersebut cocok untuk
mengekstrak senyawa – senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut semi polar mempunyai
tingkat kepolaran yang lebih rendah deibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut non polar,
hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk mengekstrak senyawa – senyawa yang
sama sekali tidak larut dalam pelarut polar (Hadi, 2012).

2.4.1. N-Heksana

Menurut Hadi (2012), awalan heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada
heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang
menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan
cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air. Sifat fisika dan kimia n-heksana yaitu memiliki
karakteristik syarat bobot molekul 86,2 gram/mol, tak berwarna, berwujud air, titik lebur -95°C,
titik didih 69°C (pada 1 atm), dan densitasmya 0,6603 gr/ml pada 20°C.

Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. “n”
pada n – heksana mengandung arti normal yang artinya rantai hidrokarbon nya lurus atau linier
yang dituliskan CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3. N-heksana sering digunakan pada saat
penelitian proses ekstraksi biji nyamplung untuk didapatkan minyaknya. Hal ini dikarenakan
n-heksana yang merupakan pelarut non polar akan mengekstrak minyak pada biji nyamplung
yang juga merupakan senyawa non polar. N-heksana banyak dipilih untuk proses
pengekstrakan bahan alam yang akan diambil senyawa non polarnya karena n-heksana relatif
murah harganya dan relatif aman karena tidak mengiritasi kulit dan tingkat toksisitasnya relatif
rendah. Namun n-heksana akan mudah terbakar jika n-heksana diletakkan di dekat api karena
titik didih n-heksana yang rendah yaitu 69oC (Utomo, 2016).

2.4.2. Etil Asetat

Etil asetat merupakan cairan tidak berwarna yang mudah larut dalam air dan pelarut
organik, yang mempunyai kegunaan sebagai bahan pelarut organik dalam industri pembuatan
tinta, pembuatan resin serta dalam industri farmasi dan kosmetik. Pelarut ini dikategorikan
kedalam pelarut semi polar yang bersifat volatil (mudah menguap). Pelarut Etil asetat bukan
suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam. Etil asetat termasuk
pelarut yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik senyawa yang bersifat polar maupun
non polar seperti senyawa aglikon maupun glikon dari kulit buah manggis. Walaupun pelarut
ini sebagai pelarut semi polar tetapi tidak mampu menarik senyawa yang terlalu polar maupun
terlalu non polar. Etil asetat juga sering disintesis dengan katalisator cair, contoh dari katalisator
cair tersebut yaitu asam sulfat (Rachmawan, 2014).

2.4.3. Methanol

Methanol disebut metil alkohol dan dibuat oleh gabungan dari kelompok metil (CH3-)
dan kelompok hidroksida (OH) sehingga membentuk CH3OH sebagai rumus kimianya.
Senyawa ini juga tidak berwarna dan memiliki bau yang mirip dengan ethanol. Metanol mampu
membentuk ikatan hidrogen dengan air dan juga dengan alkohol lainnya sehingga
memungkinkan untuk bercampur dengan baik. Metanol merupakan alkohol yang paling
sederhana yang ditemukan dalam kimia dan volatile dan mudah terbakar. Metanol sebagian
besar diproduksi secara sintetis melalui katalisis dari karbon monoksida, karbon dioksida dan
hydrogen (Leksono et al., 2018).
2.5. Brine Shrimp Lethality Test

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode untuk menguji bahan-
bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu bioassay yang pertama untuk penelitian
bahan alam. Metode BST dapat dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari bahan-
bahan alami. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC 50 dengan
metode BST, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti kanker. Namun,
bila tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat
lainnya (Cahyadi, 2009).

Metode BSLT dapat digunakan untuk menjadi uji toksisitas suatu senyawa. Uji toksisitas
dengan menggunakan metode BSLT dimaksudkan untuk menentukan potensial suatu senyawa
sebagai racun dengan mengetahui tingkat toksisitas dari suatu ekstrak, seperti ekstrak
mangrove. Uji toksisitas dengan metode BSLT dapat dilakukan dengan cepat, murah dan
mudah, sehingga banyak digunakan sebagai tahapan awal (skrining) dalam penapisan ekstrak
bahan aktif (Rozirwan et al., 2018).

2.6. Lethal Concentration 50 (LC50)

Lethal Concentration 50 (LC50) yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian


sebanyak 50% dari organisme uji ayang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada
suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50 48 jam, LC50 96 jam sampai waktu hidup
hewan uji. Lethal Concentration 50 atau biasa disingkat LC 50 adalah suatu perhitungan untuk
menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa. Makna LC 50 adalah pada konsentrasi
berapa ekstrak dapat mematikan 50 % dari organisme uji, misalnya larva Artemia salina (brine
shrimp) (Narwiyani, 2010).

Salah satu penelitian yang dilakukan Güner (2009) tentang Penentuan Lambda Cyhalotrin
(Tekvando 5ec) 96 Jam Lethal Konsentrasi 50 AT Gambusia affinis. Penelitian ini
mengevaluasi konsentrasi mematikan selama 96 jam efek dari salah satu pestisida yang paling
banyak digunakan (lambda-cyhalothrin) pada nyamuk. Itu nilai terhitung dari LC50 96 jam dari
Lambda adalah 1,107 μg / L.

2.7. Uji Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang belum tampak
melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan cepat memisahkan antara bahan alam
yang memiliki kandungan fitokimia tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki
kandungan fitokimia tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu
penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan
dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal
penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode
ekstraksi (Kristianti dkk., 2008). Skrining fitokimia serbuk simplisia dan sampel dalam bentuk
basah meliputi pemeriksaan kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida/ steroida,
tanin dan saponin (Minarno, 2015).

Alasan melakukan fitokimia adalah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek
racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji
dengan sistem biologis. Pemanfaatan prosedur fitokimia telah mempunyai peranan yang mapan
dalam semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini penting dalam semua telaah kimia dan
biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis (Septiadi et al., 2013).

Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode
atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara
keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau pemisahannya. Pada tahun
terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi satu disiplin ilmu
tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan
dengan keduanya. Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk
dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan
serta metabolismenya, penyebarannya secara ilmiah dan fungsi biologisnya (Yadav dan
Argawala, 2011).

2.8. Golongan Senyawa Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer. Umumnya
dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi, yang bukan merupakan senyawa penentu
kelangsungan hidup secara langsung, tetapi lebih sebagai hasil mekanisme pertahanan diri
organisme. Kandungan senyawa metabolit sekunder telah terbukti bekerja sebagai derivate
antikanker, antibakteri dan antioksidan, antara lain adalah golongan alkaloid, tanin, golongan
polifenol dan turunanya (Minarno, 2015).

2.7.1. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol. Saponin merupakan senyawa aktif
permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa yang stabil dalam air dan menghomolisis sel darah merah. Dari segi
pemanfaatan, saponin sangat ekonomis sebagai bahan baku pembuatan hormon steroid, tetapi
saponin kadang-kadang dapat menyebabkan keracunan pada ternak. saponnin terdapat pada
mamalia yang berfungsi untuk mengaktifkan system immun untuk pertahanan tubuh mereka.
Senyawa saponin dapat ditemukan pada teripang darah (H. atra)(Minarno, 2015).

Istilah 'saponin' mendefinisikan sekelompok senyawa alami itu terdiri dari aglikon
turunan isoprenoidal, genin yang ditunjuk atau sapogenin, terkait secara kovalen dengan satu
atau lebih bagian gula. Saponin disimpulkan dari kata Latin sapo (bahasa Inggris: sabun) yang
mencerminkan kemampuan penyebarannya yang luas untuk membentuk busa seperti sabun
yang stabil dalam air solusi (Augustin et al., 2011) .

2.7.2. Flavonoid
Kata dari “flavonoid” merupakan kata yang merujuk pada senyawa bahan alam yang
mengandung dua cincin aromatik benzena yang dihubungkan oleh 3 atom karbon, atau suatu
fenilbenzopiran (C6-C3-C6). Flavonoid merupakan senyawa metabolit tumbuhan yang
beragam dan struktural yang sangat melimpah di alam. Fungsi senyawa flavonoid sangatlah
penting bagi tanaman pada pertumbuhan dan perkembangannya. Senyawa ini memiliki fungsi
mengatur perkembangan tumbuhan seperti pigmentasi, perlindungan UV, pertahanan dan
hubungan dengan mikroorganisme. Senyawa saponin memiliki aktivitas antioksidan yang
cukupn tinggi (Zhang et al., 2011).
2.7.3. Tanin
Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol. Tanin
mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tanin mengandung sejumlah kelompok
ikatan fungsional yang kuat dengan molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan
silang yang besar dan komplek yaitu protein tanin. Tanin alami larut dalam air dan memberikan
warna pada air, warna larutan tanin bervariasi dari warna terang sampai warna merah gelap atau
coklat, karena setiap tanin memiliki warna yang khas tergantung sumbernya. Tanin adalah
senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa tanaman. Tanin mampu mengikat
protein, sehingga protein pada tanaman dapat resisten terhadap degradasi oleh enzim protease.
Tanin selain mengikat protein juga bersifat melindungi protein dari degradasi enzim mikroba
maupun enzim protease pada tanaman (Hayati et al., 2010)
2.7.4. Steroid

Steroid adalah senyawa bahan alam yang terdiri dari kerangka karbon dan terdiri atas tiga
lingkar enam perhidro fenantren dan terfusi menjadi suatu lingkar lima. Hidrokarbon tersiklik
jenuh, yang mempunyai sistem lingkar yang terdiri atas 17 atom karbon. Percobaan-percobaan
biogenetik menunjukkan bahwa steroid yang terdapat di alam berasal dari triterpen. Steroid
yang tedapat dalam jaringan hewan berasal dari triterpen lanosterol, sedangkan yang terdapat
dalam jaringan tumbuhan berasal dari triterpen sikloartenol, Tumbuhan memiliki senyawa
steroid sebagai metabolit sekunder. Steroid memiliki struktur lemak yang disebut sterol
(Suryelita et al., 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah,T., Khotimah,S., Mulyadi,A., 2016. Aktivitas Antijamur Ekstrak Teripang Darah


(Holothuria atra Jeager.) Terhadap Pertumbuhan Jamur Malassezia furfur Penyebab
Panu. Protobiont Vol 5. No. 1: 59-67.

Augustin, J.M., Kuzina, V., Andersen, S.B., Bak,S. 2011. Molecular activities, biosynthesis and
evolution of triterpenoid saponins. Phytochemistry 72 :435–457.

Cahyadi, R. 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica Charantia L.)
Terhadap Larva Artemia Salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test
(BST). Universitas Diponegoro. Semarang.

Chua,L.S. 2013. A review on plant-based rutin extraction methods and its pharmacological
activities. Journal of Ethnopharmacology.

Guner,U. 2009. Determination Of Lambda Cyhalotrin (Tekvando 5ec) 96 Hour Lethal


Concentration 50 At Gambusia affinis (Baird & Girard, 1853). Journal of
FisheriesScience.com Vol. 3 No. 3: 214-219.

Hadi,S. 2012. Pengambilan Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Clove Oil) Menggunakan Pelarut
N-Heksana Dan Benzena. Jurnal Bahan Alam Terbarukan.

Hayati, E.K., Fasyah, A.G., Sa’adah, L. 2010. Fraksinasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Pada
Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Jurnal Kimia Vol. 4 No. 2: 193-200.

Kasitowati,R.D., Yamindago, A., Safitri, M. 2017. Potensi Antioksidan dan Skrining Fitokimia
Ekstrak Daun Mangrove Rhizophora Mucronata, Pilang Probolinggo. Journal of
Fisheries and Marine Science Vol. 1 No. 1 : 72-77.

Leksono,W.B., Pramesti,R., Santosa,G.W., Setyati,W.A. 2018. Jenis Pelarut Metanol Dan N-


Heksana Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Gelidium sp. dari Pantai
Drini Gunungkidul – Yogyakarta. Jurnal Kelautan Tropis Vol. 21 No.1 : 9-16.

Minarno, E.B. 2015. Skrining Fitokimia dan Kandungan Total Flavanoid pada Buah Carica
pubescens Lenne & K. KOCH di Kawasan Bromo, Cangar, dan Dataran Tinggi Dieng.
El-Hayah Vol. 5 No. 2.

Narwiyani,S. 2010. Lethal Concentration 50% (LC-50) Empat Isolat Edwardsiella tarda Pada
Ikan Air Tawar di Indonesia. Jurnal Sain Vet Vol. 29 No. 1.

Parisihni,K., Revianti, S. 2013. Antifungal effect of Sticophus hermanii and Holothuria atra
extract and its cytotoxicity on gingiva-derived mesenchymal stem cell. Dental Journla
Vol 46. No.4.

Pratiwi,E. 2010. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi Dan Reperkolasi


Dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide Dari Tanaman Sambiloto
(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rachmawan, V.J. 2014. Prarancangan pabrik Etil asetat dari asam asetat dan etanol Dengan
katalis asam sulfat Kapasitas 45.000 ton per tahun. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.

Rozirwan, Puspitasari, E., Hendri, M. 2018. Uji Toksisitas dengan Menggunakan Metode Brine
Shrimp Lethality Test (Bslt) Pada Ekstrak Mangrove (Avicennia Marina, Rhizophora
Mucronata, Sonneratia Alba dan Xylocarpus Granatum) yang Berasal dari Banyuasin,
Sumatera Selatan. Jurnal Biologi Tropis Vol 18 No. 1.

Septiadi, T., Pringgenies, D., Radjasa,O.K. 2013. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antijamur
Ekstrak Teripang Keling (Holoturia atra) Dari Pantai Bandengan Jepara Terhadap Jamur
Candida albicans. Journal of Marine Research Vol. 2 No. 2 : 76-84.

Sitepu,J.S.G. 2010. Pengaruh Variasi Metode Ekstraksi Secara Maserasi dan Dengan Alat
Soxleth terhadap kandungan Kurkuminoid dan Minyak Atsiri dalam Ekstrak Etanol
Kunyit ( Curcuma domestica Val.). Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Suryelita, Etika, S.B., Kurnia, N.S. 2017. Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Steroid Dari Daun
Cemara Natal (Cupressus funebris Endl.). Eksakta Vol. 18 No. 1.

Tarman, K., Safitri, D., Setyaningsih, I. 2013. Endophytic Fungi Isolated from Rhizophora
mucronata and Their Antibacterial Activity. Squalen Bulletin of Marine & Fisheries
Postharvest & Biotechnology Vo. l8 No. 2: 69-76.

Utomo,S. 2016. Pengaruh Konsentrasi Pelarut (N-Heksana) Terhadap Rendemen Hasil


Ekstraksi Minyak Biji Alpukat Untuk Pembuatan Krim Pelembab Kulit. Konversi Vol.5
No.1.

Yadav, RNS. dan Agarwala, M. 2011. Phytochemical Analysis Of Some Medicinal Plants.
Journal of Phytology Vol. 3 No. 12 : 10-14.

Yasita dan Rachmawati,I.D. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan Karaginan Dari
Rumput Laut Eucheuma Cottoni Untuk Mencapai Foodgrade. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Zhang,L., Ravipati,A.S., Koyyalamudi, S.R., Jeong, S.C., Reddy, M., Smith, P.T., Bartlett, J.,
Shanmugan, K., Munch,G., Wu, M.J. 2011. Antioxidant and Anti-inflammatory
Activities of Selected Medicinal Plants Containing Phenolic and Flavonoid Compounds.
Journal of Agricultural and Food Chemistry 59 : 12361-12367.
TUGAS PENDAHULUAN
PRAKTIKUM BAHAN HAYATI LAUT

Nama Praktikan :
Rahmat Danil
26020116120053
Ilmu Kelautan B/ Kelompok 3

Nama Asisten :
Marwa Irfan H. 26020115120061 Astiya Luxfi R. 26020115120033
Wita Kristianti S. 26020115120007 Evi Lutfiyani 26020115130121
Nursiana Suci W. 26020115120008 Ika Alviani F. 26020115140135
Putri Hutari G. 26020115120016 Rizky Rifatma J. 26020115140143

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019

Anda mungkin juga menyukai