Anda di halaman 1dari 9

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah adalah suatu penyakit menular yang ditandai demam mendadak, perdarahan
baik di kulit maupun bagian tubuh lainnya serta dapat menimbulkan shock (renjatan) dan
kematian. Penyebab penyakit demam berdarah ialah virus Dengue dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak
termasuk bayi meskipun sekarang proporsi penderita dewasa meningkat. Hal ini terjadi
karena bayi dan anak belum memiliki sistem kekebalan yang lengkap sehingga angka
kematiannya tergolong tinggi. Penularan penyakit DBD pada dasarnya terjadi karena adanya
penderita maupun pembawa virus dengue, nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor dan
masyarakat sebagai sasarannya. Penyakit DBD melibatkan 3 organisme yaitu : Virus Dengue,
nyamuk Aedes. dan pejcanu manusia. Secara alamiah ketiga kelompok organisme tersebut
secara individu atau populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor lingkungan biologik dan
lingkungan fisik. Pola perilaku dan status ekologi dan ketiga kelompok organisme tadi dalam
ruang dan waktu saling berkaitan dan saling membutuhkan, menyebabkan penyakit DBD
berbeda derajat endemisitasnya pada suatu lokasi ke lokasi yang lain, dan dari tahun ke tahun.
Virus Dengue, termasuk dalam flavivirus group dari famili Togaviridae, ada 4 serotype yaitu
Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3 dan Dengue-4. Virus ini terdapat dalam darah penderita 1- 2
hari sebelum demam. Virus tersebut berada dalam darah (Viremia) penderita selama 4-7 hari.
Pada suhu 30°C, di dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti, _vims DBD memerlukan waktu 8 - 10
hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung sampai ke kelenjar ludah
nyamuk (Ditjen PPM & PLP).

Vektor Penyakit DBD


Ada 3 jenis nyamuk Aedes yang bisa menularkan virus Dengue yaitu ~Ae. aegypti, Ae.
albopictus, Ae. scutellaris. Dari ketiga jenis nyamuk tersebut Ae. aegypti lebih berperan
dalam penularan penyakit DBD

Mekanisme Penularan
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus
dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh
karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue
berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan
nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuhnyamuk pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudianvirus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti danAedes albopictus yang infeksius.
Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber
penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum
demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus
dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan
berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar
saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik),
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam
tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah
menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak
membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk betina
sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan
menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00.
Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari
satu individu ke individu lain (multiplebiter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari
manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif
bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai
kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD
menjadi lebih mudah terjadi.

Pengelolaan lingkungan
1). Pembersihan sarang nyamuk (PSN). Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau
mengurangi tempat-tempat perindukan. Cara ini dikenal sebagai Pembersihan Sarang
Nyamuk (PSN) yang pada dasarnya ialah pemberantasan jentik atau mencegah agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN ini dilakukan dengan:
- Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air lain sekurang-kurangnya
seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur
menjadi nyamuk selama 7-10 hari.
- Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan tempat air lain.
- Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung sekurang-kurangnya
seminggu sekali.
- Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas seperti kaleng
bekas dan botol pecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
- Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang pohon dengan tanah.
- Membersihkan air yang tergenang di atap rumah.
- Memelihara ikan
2). Pengawasan kualitas lingkungan Pengawasan kualitas lingkungan (PKL) adalah cara
pemberantasan vektor DBD melalui pengawasan kebersihan lingkungan oleh
masyarakat. Cara ini bertujuan untuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk Ae.
aegypti dari daerah pemukiman penduduk. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh PKL
adalah
(1) pengawasan kebersihan lingkungan di setiap rumah termasuk sekolah, tempat-tempat
umum (TTU) dan tempattempat industri (TTI) oleh masyarakat seminggu sekali;
(2) penyuluhan kebersihan lingkungan dan penggerakan masyarakat dalam kebersihan
lingkungan dan penggerakan masyarakat dalam kebersihan lingkungan melalui gotong
royong secara berkala;
(3) pemantauan kualitas lingkungan menggunakan indikator kebersihan dan indeks
vektor DBD

Upaya Pengendalian Vektor DBD Yang Efektif


Seperti telah diuraikan di atas, pemberantasan vektor terdiri dari fogging,
abatisasi,pengawasan kualitas lingkungan, dan pembersihan sarang nyamuk (PSN). Kegiatan
fogging adalah pemberatasan nyamuk demam berdarah menggunakan insektisida dengan cara
pengasapan. Insektisida yang digunakan ialah malathion dengan campuran solar. Pengasapan
sangat efektif dalam memutuskan rantai penularan karena semua nyamuk termasuk yang aktif
mati seketika bila kontak dengan partikel-partikel insektisida. Dengan demikian penularan
segera dapat diputuskan. Namun bila jentik Ae. aegypti tidak dibasmi, penularan akan
berulang kembali bila ada penderita viremia baru. Pengasapan yang menggunakan insektisida
mempunyai dampak negatif bagi lingkungan. Insektisida tersebut dapat masuk ke dalam
tubuh manusia melalui tiga jalan yaitu : 1. jalan nafas 2. jalan pencernaan, dan 3. melewati
kulit Bila penanganan pengasapan dilakukan dengan cara yang tidak benar maka hal ini akan
membahayakan kesehatan masyarakat, di samping itu pula cara ini memerlukan dana yang
sangat mahal dalam pelaksanaannya. Temephos berupa "sand granules" ditaburkan dengan
pasir sebagai "carier" ke dalam bejana tempat penampungan air. Penaburan larvasida di
tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum dapat mencegah timbulnya
jentik selama 2- 3 bulan. Larvisida yang dipakai adalah abate 1% dengan dosis 1 gram per 10
liter air. Namun cara ini tidak menjamin terbasminya tempat perindukan nyamuk secara
permanen, karena masyarakat pada umumnya tidak begitu senang dengan bau yang
ditimbulkan larvisida selain itu pula diperlukan abate secara rutin untuk keperluan
pelaksanaannya. Kegiatan pengawasan kualitas lingkungan, adalah kegiatan yang
memerlukan pemantauan yang terus menerus dari petugas kesehatan, sehingga kegiatan
terasa sulit, karena memerlukan tenaga dan waktu yang tidak sedikit, mengingat luas wilayah
kerja yang dijangkau oleh petugas kesehatan sangat luas per kecamatan.
Ensefalitis Jepang (Japanese Encephalitis (JE)

Japanese encephalitis (JE) merupakan penyakit viral yang penularannya melalui vektor dan
menyebabkan penyakit ensefalitis pada manusia terutama anak-anak di Asia, dan juga dapat
menyerang ternak (TSAI, 2000). Penyakit ini merupakan salah satupenyakit yang bersifat
zoonosis, sehingga mempunyaidampak yang cukup serius terhadap kesehatan masyarakat .
Penyakit JE pada manusia merupakan suatu jalan akhir dalam siklus penularan (dead-end),
karena viraemia pada manusia terjadi hanya beberapa jam saja sehingga sulit ditularkan lebih
lanjut kepada orang lain . Manusia yang terserang penyakit ini dapat berakibat kematian
apabila tidak segera ditangani dengan baik .

Virus Ensefalitis Jepang adalah flavivirus yang masuk dalam kelompok famili Togaviridae
dan tersebar luas di negara-negara Asia termasuk Kambodia, Cina, India, Korea, Myanmar,
Filipina, Nepal, Sri langka, Thailand, Indonesia dan Vietnam. Saat ini mulai tersebar sampai
di Torres Strait di bagian Utara Australia, Papua New Guinea, Pulau Badu dan ke daerah
Pasifik. Virus ini pertama-tama menyerang manusia dan kuda di Jepang pada abad 19 dan
pada tahun 1924 virus ini diisolasi dari rabit dan disebut Japanese B ensefalitis namun
akhirnya hanya disebut Japanese Encepahalitis atau Ensefalitis Jepang. Virus ini secara
global merupakan salah satu jenis arbovirus ensefalitis yang penting dimana lebih dari 45.000
kasus dilaporkan per tahun (CDC, 2001). Dilaporkan bahwa infeksi klinis di daerah-daerah
endemis bervariasi dari 10 -100 per 100.000 orang per tahun dan diperkirakan sekitar 3 miliar
orang dan 60 % dari populasi dunia tinggal di daerah endemik virus JE. Sekitar 50.000 kasus
JE per tahun dengan jumlah yang meninggal sekitar 10.000 orang. Di Indonesia, virus ini
belum dianggap serius karena kasus klinis yang dikonfirmasi masih jarang dan lebih banyak
dilaporkan di bagian Barat Indonesia dan Bali sebagai tempat turis. Namun demikian,
penelitian seroprevalence menunjukkan bahwa JE memiliki prevelensi tinggi untuk orang-
orang Jawa, Kalimantan, Bali dan prevelensi rendah di Maluku, Sulawesi dan Irian Jaya
(Spicer, 1997)

Virus JE merupakan penyakit endemik di Malaysia. Ledakan penyakit virus JE tahun 2002
terjadi di Perak bagian Utara dan mengakibatkan 9 orang meninggal. Penemuan adanya virus
JE di daerah Pasifik dan Papua New Guinea membuka peluang terjadinya penyebaran virus
di negara-negara Pasifik lainnya. Virus JE memiliki kesamaan dengan virus demam berdarah.
Sesudah terjadi gigitan oleh nyamuk, perbanyakan awal dari virus terjadi pada noda lokal dan
regional getah bening (lympha). Invasi virus pada Sistem Persarafan Pusat (SPP) dapat terjadi
melalui darah dan diyakini terlibat dalam pengikatan virion ensefalitis Jepang ke sel-sel SPP
sedangkan propagasi virus terjadi dalam otak. Selain menginfeksi manusia dan kuda, virus ini
juga dapat menginfeksi babi, anjing, kambing dan domba. Aktifitas epidemik dari virus ini di
pulau Badu pada tahun 1995 telah didorong oleh adanya kedekatan dengan babi-babi
domestik, tempat pembiakan nyamuk dan pemukiman. Hal yang sama juga terjadi pada tahun
1998.

Gejala Penyakit
Masa inkubasi dari virus JE adalah 4-16 hari. Kebanyakan infeksi JE tidak menunjukkan
gejala yang jelas. Dalam kasus yang serius gejala-gejala penyakit adalah sebagai berikut:
demam, sakit kepala, kesulitan berbicara dan disfungsi motor. Gejala awal pada anak-anak
adalah kehilangan nafsu makan (anorexia), mual, dan sakit perut. Sekitar 25-30 % dari kasus
JE bersifat fatal atau mematikan terutama anak-anak di bawah umur 10 tahun. Gejala lain
yang dapat terjadi adalah demam, dingin, kelelahan, sakit kepala, mual dan muntah-muntah.
Konfusi (pikiran menjadi kacau/bingung) dan agitasi (gerakan secara tidak teratur) dapat
terjadi pada tingkat awal. Penyakit ini dapat berkembang menjadi infeksi serius pada otak
(ensefalitis) dan dapat mematikan. Diantara pasien yang sembuh sekitar 30% mengalami
kerusakan otak yang serius termasuk paralisis. Gejala dapat terjadi 6-8 hari sesudah digigit
nyamuk.

Vektor Penular Penyakit


Vektor utama dari virus ensefalitis Jepang di Asia Tenggara adalah Culex tritaeniorhynchus,
Cx. gelidus dan Cx. vishnu. Nyamuk-nyamuk ini berbiak di sawah, tempat-tempat genangan
air dan tempat-tempat permandian. Jenis-jenis nyamuk Culicinae yang lain seperti Aedes
spp., Armigeres spp. dan Anopheles spp juga dapat menjadi vektor dari penyakit ini.
Nyamuk, Culex tritaeniorrhynchus banyak ditemukan pada persawahan di Sulawesi Utara.
Berbeda dengan nyamuk demam berdarah yaitu Aedes aegypti yang aktif pada waktu siang
maka nyamuk Culex spp. Ada yang aktif pada waktu siang dan ada yang aktif waktu malam.

Cara Penularan
Penyebaran penyakit JE tidak dapat ditularkan melalui kontak Iangsung, tetapi harus melalui
vektor, yaitu melalui gigitan nyamuk yang telah mengandung virus JE. Masa inkubasi pada
nyamuk penular antara 9-12 hari dan nyamuk yang terinfeksi virus JE, selarna hidupnya akan
menjadi infektif yang dapat menularkan ke hewan dan manusia (WINARNO, 2005) . Umur
vektor JE, nyamuk Culex, berkisar antara 14-21 hari dan jarak terbang Culex dapat mencapai
lebih dari 3 km (WINARNO, 2005) . Culex umumnya berkembang biak pada genangan air
yang banyak ditumbuhi tanaman seperti sawah dan saluran irigasinya, selokan yang dangkal
atau kolam yang sudah tidak terpakai (WINARNO, 2005)

Pencegahan dan Pengendalian


Saat ini ada tiga jenis vaksin ensefalitis Jepang tetapi hanya vaksin yang berasal dari otak
tikus dan vaksin inaktivitas yang didasarkan pada strain Nagayama yang dijual di pasaran
internasional. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan menggunakan obat penolak nyamuk,
dengan bahan aktif DEET, penggunaan kelambu di tempat tidur serta kawat kasa di jendela-
jendela kamar tidur dan ruangan keluarga. Sanitasi lingkungan merupakan salah atu cara
pencegahan awal yang sangat penting yaitu dengan membersihkan tempat-tempat pembiakan
nyamuk dan sarang-sarang nyamuk dewasa. Tempat-tempat penggenanagn air terutama
sesudah musim hujan perlu dikeringkan, kontainer-kontainer yang dapat menampung air
hujan atau air minum harus dibersihkan dan tidak membuang kontainer-konainer plastik
bekas (botol-botol, mangkuk-mangkuk air mineral , pembungkus-pembungkus plastik
jajanan), kaleng-kaleng bekas, botol-botol dan kontainer-kontainer lain yang dapat
menampung air menjadi tempat pembiakan nyamuk. Harus diingat bahwa nyamuk Culex spp.
yang menjadi vektor utama penular virus ensefalitis Jepang dapat berbiak dalam air bersih,
air kotor/selokan, air kolam dan air sawah ataupun air payau.
Pengendalian nyamuk vektor (Culex, Aedes dan Anopheles) bentuk dewasa dengan
pengasapan (fogging) secara masal dapat menurunkan infeksi virus JE dan sekaligus virus
penyebab demam berdarah dan penyakit malaria. Prof. Ir. Dantje T. Sembel, B.A
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16366/2/Chapter%20II.pdf
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/viewFile/929/1585
http://www.unsrat.ac.id/files/doc_file/Artikel_karya%20ilmiah/artikel%20Prof%20Sembel_2
pdf.pdf
MATERI PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU A
DEMAM BERDARAH DAN JAPANESE ENCHAPILITIS
Materi ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengendalian vektor dan binatang
pengganggu A

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Afif Afiana
Annisa Nurul M
Siti Sarah Annisa
Dewi Nurul Rahmawati
M. Arif Budiman
Riska Rostikawati
Nurfitri Kurniasih
Septiadi Fadilah
Yashinta Eka P
Nopiah Irwin

PROGRAM D-IV JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG
2015

Anda mungkin juga menyukai