Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi pembuluh darah otak


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.25
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi
normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis
interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke
bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua
adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum
anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi.25, 26
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke
atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan
serabut-serabut saraf ke target organ

18
19

Gambar 2.1. Sel Glia Pada Otak

Gambar 2.2. Pembuluh Darah di Otak

Gambar 2.3. Bagian Otak dan Fungsi Otak


20

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan


kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya
serangan stroke.27

2.2. Definisi stroke


Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1 Sebagian besar stroke
disebabkan tersumbatnya aliran darah otak yang menyebabkan iskemiknya
jaringan otak, hanya sekitar 13% penderita stroke termasuk dalam kategori stroke
hemoragik.2,3
Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarachnoid. Perdarahan pada otak lainnya, epidural hematom dan
subdural hematom. Namun perdarahan otak ini disebabkan trauma kapitis.3

2.3. Epidemiologi stroke


Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari
penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas permanen.
Jumlah penderita stroke semakin meningkat tiap tahunnya. Stroke merupakan
penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada tahun 2002, stroke
membunuh sekitar 162.672 orang atau setara dengan 1 dari 15 kematian di
Amerika Serikat. Mengacu kepada laporan American Heart Association, sekitar
700.000 orang di Amerika Serikat terserang stroke setiap tahun. Dari jumlah ini,
500.000 diantaranya merupakan serangan stroke yang pertama, sedangkan sisanya
merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta orang di Amerika Serikat
hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke, dengan 1530% diantaranya
menderita kecacatan yang menetap14.
Di beberapa Negara Uni-Eropa seperti Islandia, Norwegia, dan Swiss,
memiliki insidensi stroke yang diperkirakan mencapai 1.1 juta orang setiap tahun.
21

Saat ini terdapat sekitar 6 juta orang yang sedang bertahan hidup pascaserangan
stroke di negara-negara tersebut. WHO memperkirakan insidensi stroke ini akan
meningkat menjadi 1.5 juta jiwa pada 2025, jika didasarkan pada proyeksi
populasi penduduk5.
Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk
(tahun 2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013).7 Prevalensi stroke pada
pria sama banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok
tertinggi pada usia di atas 75 tahun (43,1‰).

2.4. Etiologi dan klasifikasi


Etiologi penyakit stroke dapat dibagi berdasarkan klasifikasinya. Sebagai
diagnosis klinik untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, yang dapat
dibagi dalam:
 Transient Ischemic Attack (TIA)
 Stroke in evolution
 Completed stroke yang dapat dibagi lagi dalam
a. hemoragik
b. non-hemoragik
Klasifikasi stroke dalam jenis yang hemoragik dan non-hemoragik
memisahkan secara tegas kedua jenis stroke, seolah dapat dibedakan berdasarkan
manifestasi klinis masing-masing. Pada stroke hemoragik, adanya peningkatan
tekanan intrakranial menghasilkan sakit kepala dan muntah-muntah yang disertai
penurunan derajat kesadaran. Namun demikian, gejala-gejala tersebut di atas juga
dapat ditemukan pada stroke non-hemoragik (emboli). Untuk membedakan kedua
jenis stroke ini dapat digunakan CT-Scan8.
Klasifikasi stroke juga dapat dibagi ke dalam :
 Stroke sumbatan (iskemik)
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik
dan proses patologik (kausal):
1. Berdasarkan manifestasi klinik:
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
22

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak


akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2. Berdasarkan Kausal:
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain
itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
 Stroke pendarahan (hemoragik)
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab
23

lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti


hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
2. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah
ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya
aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari
PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan
sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.

2.5. Faktor risiko


2.5.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan pertanda
risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi, apabila
diketahui adanya faktor risiko ini, memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien
dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat
terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.8
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke.
Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali
pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.8,9
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena beberapa
hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan atau gaya hidup
yang mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah
dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.8 Risiko stroke juga
meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu mempunyai penyakit jantung
koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).9
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient ischemic
attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang tidak memiliki
24

riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga memiliki risiko yang
sama.10

2.5.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu ICH.8
Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi.4 Pada kasus stroke
hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi.11 Risiko ICH diketahui
meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi
ventrikel kiri juga berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik sebanyak
dua sampai tujuh kali.8
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga
merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui berhubungan
dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup kronik, dan
gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke. Obat-obatan lain seperti
kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga meningkatkan risiko stroke.
Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol
satu hingga dua gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun,
peminum berat dapat merusak miokardium.9
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya kadar
kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang sama juga terjadi pada
merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke.
Kurangnya aktivitas fisik akan meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak
50%.9

2.6. Patofisiologi
Dua mekanisme utama yang dapat menyebabkan kerusakan otak pada
penyakit stroke adalah sumbatan (iskemik) dan pendarahan (hemoragik). Pada
stroke iskemik, yang mewakili 80% semua kejadian stroke, adanya penurunan
atau tidak adanya aliran darah untuk memenuhi kebutuhan neuron. Efek yang
ditimbulkan keadaan sistemik ini sangat cepat, karena otak tidak mendapatkan
glukosa dan oksigen yang merupakan substansi utama untuk metabolismenya4.
25

Pendarahan intraserebral bukan karena trauma mewakili 10-15% kejadian


stroke. Pendarahan berasal dari pecahnya pembuluh darah yang dapat
menyebabkan cedera jaringan otak dengan mengganggu aliran darah ke otak. Di
pihak lain, adanya substansi kimia yang dihasilkan dari keadaan ini juga
menyebabkan kerusakan jaringan otak11.

Gambar 2.4. Daerah Terjadi Perdarahan Intraserebral Paling Sering


Dari sumber lain disebutkan bahwa stroke terjadi akibat terputusnya aliran
darah yang menyebabkan sel-sel otak mengalami kekurangan darah yang
membawa oksigen dan glukosa yang dibutuhkan dalam menunjang fungsi otak.
Stroke iskemik 45% disebabkan oleh adanya trombus pada arteri otak yang besar
dan kecil, 20% dikarenakan emboli dari tempat lain di dalam tubuh selain otak,
dan 35% lagi disebabkan faktor lain15.
Trombosis dapat terbentuk pada arteri di ekstrakranial maupun intrakranial,
sewaktu tunika intima dalam keadaan buruk (mengalami kerusakan) sehingga
terbentuklah plak di sepanjang dinding pembuluh darah yang mengalami
kerusakan. Kerusakan endotel menyebabkan agregasi trombosit hingga terjadi
proses koagulasi, sampai trombus berubah menjadi plak5.
Aliran darah di sistem intrakranial dan ekstrakranial berkurang hingga
terjadi proses kompensasi. Jika keadaan ini terus berlangsung, mekanisme
kompensasi dapat mengalami kegagalan. Jika hal ini terjadi dapat menyebabkan
penurunan perfusi ke otak yang berujung pada kematian sel-sel otak5.
26

Gambar 2.5. Patogenesis Perdarahan Intraserebral


Pada stroke emboli, plak yang terbentuk pada pembuluh darah di luar otak
terlepas dan menjadi klot. Akibat adanya aliran darah, klot berjalan mengikuti
aliran darah. Jika klot sampai di pembuluh darah otak, akan menyebabkan
terjadinya stroke. Stroke juga dapat terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di
otak, yang menyebabkan terputusnya aliran darah ke otak. Terputusnya aliran ke
otak dapat mengakibatkan kematian sel-sel otak. Pecahnya pembuluh darah ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena pembuluh darah tidak
elastis, adanya sumbatan aliran darah, dan hipertensi, yang semuanya disebabkan
oleh faktor-faktor risiko pada penyakit stroke10.
27

Gambar 2.6 Patofisiologi Stroke pada Emboli

2.7. Penegakan Diagnosis


2.7.1 Stroke Non Hemoragik
Diagnosis didasarkan atas hasil:
 Penemuan Klinis
1. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa
trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,
kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
 Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
1. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis
dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi
serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor
serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak,
baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).
28

2. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin
(Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah.
Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).

2.7.2 Stroke Hemoragik


1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala dialami
pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala, faktor-faktor
risiko yang ada pada pasien, berapa kali serangan telah dialami oleh penderita.
Apakah serangan disertai nyeri kepala, mual dan muntah.22
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami
kesemutan separuh badan, gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan
intelektualitas, dan riwayat pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga
perlu ditanyakan.14,22

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum meliputi
kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan kepala dan leher
(cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena
jugular pada gagal jantung kongestif.)23
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
digunakan adalah NIHSS (National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi
(tekanan darah sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke
hemoragik. Tekanan darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan
neurologis dini. Hal yang sama juga berlaku pada demam.14,23
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental lebih
sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena peningkatan
29

tekanan intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena darah pada ruang
subarakhnoid.22

3. Defisit fokal neurologis


Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat. Apabila
terkena pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi: 14
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
 Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari yang
telah disebutkan di atas.
 Apabila perdarahan terjadi pada serebellum, pasien berisiko tinggi terjadi
herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi akan menyebabkan penurunan
kesadaran yang cepat dan mengakibatkan apnea dan kematian.14
Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang otak dapat berupa
ataxia, vertigo atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
kehilangan fungsi sensorik sebagian tubuh atau keempat ekstremitas, gangguan
sensorik pada separuh tubuh atau keempat ekstremitas, kelemahan orofaringeal
atau disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral dan badan kontralateral).14
Sindrom stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan intraserebral,
bervariasi mulai dari nyeri kepala ringan sampai gangguan neurologis. Perdarahan
serebri pada onset awal dapat menimbulkan kejang.14
Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik22
Gejala Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Permulaan Sangat akut Subakut
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
30

Bradikardi +++ (dari hari I) + (terjadi hari ke 4)


Perdarahan di retina ++ -
Papiledema + -
Kaku kuduk, Kernig, ++ -
Brudzinki
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid22


Gejala Perdarahan Intraserebral Perdarahan Subarakhnoid
Nyeri kepala ++ +++
Kaku kuduk + +++
Kernig + +++
Gangguan n III, IV + (bila besar) +++
Kelumpuhan Biasanya hemiplegi Hemiparesis
Cairan serebrospinal Eritrosit > 1000 Eritrosit > 25000
Hipertensi ++ -

4. Pemeriksaan penunjang
Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah, tekanan darah
sistolik > 220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan kesadaran, dan onset
secara tiba-tiba diasumsikan merupakan stroke hemoragik.24 Untuk membedakan
perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan neurologis yang lain,
pemeriksaan neuroimaging stroke yang merupakan gold standard adalah CT-Scan
atau MRI.22
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk mengetahui apakah
perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam setelah onset. CT-Scan
dapat memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark atau perdarahan,
apakah perdarahan dapat menyebar ke ruang intraventrikular, serta membantu
perencanaan operasi.15,16,17 Di antara pasien yang diperiksa head CT dalam 3 jam
setelah onset ICH, 28-38% mengalami ekspansi hematoma. Ekspansi hematom
diketahui merupakan perburukan klinis dan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.15
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa
saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum terlihat.
Sedangkan pemeriksaan MRI pada perdarahan intraserebral baru dapat terdeteksi
31

setelah beberapa jam pertama perdarahan. Pemeriksaan ini rumit serta


memerlukan waktu lama sehingga kurang digunakan pada stroke perdarahan
akut.22
Angiografi dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan
intraserebral non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari
kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan
intraserebral.22
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap, elektrolit,
kadar ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang tinggi
berhubungan dengan adanya ekspansi hematom. Kadar glukosa yang tinggi juga
menunjukkan adanya ekspansi hematoma dan prognosis yang lebih buruk.15
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan hematologi
yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia.38,41 Selain itu,
kadar gula darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM. Tingginya kadar gula
darah berkaitan dengan angka kecacatan dan kematian. Kadar gula darah
diperiksa juga untuk menyingkirkan hipoglikemia yang memberikan gambaran
klinik menyerupai stroke.22
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang
berkaitan dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke
dengan peningkatan tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah
trombosit, waktu protrombin, dan tromboplastin (aPTT) diperlukan untuk
pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik. 22
Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik dan aritmia
jantung atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi jantung. Foto toraks
digunakan untuk menilai besar jantung ataupun adanya edema paru.22
Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal hati,
saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi
lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT scan
normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis Todd).22
Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana
tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj Stroke Score22
32

Rumus Siriraj Stroke Score


(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12
Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
Derajat kesadaran: sadar = 0
Mengantuk/stupor = 2
Koma/semikoma = 2
Nyeri kepala: Tidak ada nyeri kepala = 0
Nyeri kepala = 1
Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0
Tanda ateroma (diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1

5. Diagnosis banding
Diagnosis banding stroke hemoragik adalah stroke iskemik. Perbedaan klinisnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.3. Perbedaan Stroke


33

Kejang lebih sering ditemukan pada stroke iskemik dan terjadi pada 28%
stroke hemoragik.Pada perdarahan subarakhnoid perdarahan mengiritasi
meningens. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang tiba-tiba dan
kaku kuduk. Sering juga dijumpai adanya kehilangan kesadaran sementara pada
saat perdarahan terjadi. Onset yang terjadi secara tiba-tiba ini yang membedakan
perdarahan subarakhnoid dari nyeri kepala dan kaku kuduk dari meningitis, yang
terjadi dalam beberapa jam. Migren terkadang dapat menyebabkan nyeri kepala
hebat secara tiba-tiba tetapi tanpa kaku kuduk.21
Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan menyebabkan
gangguan berat pada motorik, sensorik, dan gangguan penglihatan pada sisi
kontralateral tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan hemianopia homonim). Pada
pons, kehilangan fungsi motorik dan sensorik pada keempat ekstremitas,
berhubungan dengan gangguan fungsi batang otak. Perdarahan pada pons
merupakan perdarahan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Perdarahan
pada sistem ventrikular, baik berasal dari perdarahan subarakhnoid atau
intraserebral, merupakan pertanda prognosis yang buruk. Apabila terjadi,
perdarahan ini sering menyebabkan kematian dalam waktu beberapa jam setelah
perdarahan.21

2.8 Penatalaksanaan
Setelah evaluasi dan diagnosis pasien, terapi yang dilakukan di ruang gawat
darurat adalah:23
1. Stabilisasi jalan napas
a. Pemantauan terhadap status neurologis, tanda vital, dan saturasi oksigen
dalam 72 jam pertama pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
b. Pemberian oksigen pada keadaan saturasi oksigen < 95%. Oksigen
diberikan 2 liter/menit.
c. Perbaiki jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran.
34

d. Intubasi ETT (Endotracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)


diperlukan pada pasen hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg),
yang berisiko terjadi aspirasi atau syok.
2. Stabilisasi Hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid. Hindari pemberian cairan hipotonik
seperti dekstrosa.
b. Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) untuk memantau
kecukupan cairan. Tekanan dijaga 5-12 mmHg.
c. Optimalisasi tekanan darah
d. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obatan vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg.
e. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal.
3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis
pada hari pertama setelah serangan stroke.
b. Monitor TIK harus dilakukan pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadran karena penurunan TIK. Sasaran
terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg.
c. Penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan TIK:
- Tinggikan posisi kepala 20-30o
- Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi atas indikasi sebagai berikut:
o Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama > 20 menit, diulangi setiap
4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L.
o Kalau perlu, furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB/iv
35

- Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi dapat


mengurangi naiknya TIK dengan mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator.
- Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak
dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dan dapat diberikan
kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.
4. Apabila kejang, dapat diberikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg
dan diikuti pemberian fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU.
5. Pada stroke perdarahan intraserebral, pemberian antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila
kejang tidak dijumpai selama pengobatan.
6. Pengendalian suhu tubuh:
a. Setiap pasien demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
b. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5-38,5oC.
c. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah, urin) dan diberikan antibiotik.
Penatalaksanaan pada ruang rawat inap.
1. Cairan diberikan cairan isotonis seperti 0,9% salin untk menjaga euvolemi
dengan kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya
boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran, nutrisi diberikan melalui
pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, komposisi kalori 25-30 kkal/kg/hari, dengan
komposisi:
- Karbohidrat 30-40% dari total kalori
- Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat diberikan lebih tinggi 35-
55%)
36

- Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein 1,4-2,0


g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal < 0,8 g/kgBB/hari).
3. Pencegahan dan Komplikasi
a. Mobilisasi untuk mencegah komplikasi subakut malnutrisi, pneumonia,
trombosis vena dalam, emboli, dekubitus perlu dilakukan
b. Berikan antibiotika sesuai indikasi.
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi
4. Penatalaksanaan medis lain24
a. Pemantauan kadar glukosa darah diperlukan. Hiperglikemia (KGD > 180
mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin. Hipoglikemia
berat (<50mg/dL) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau
infuse glukosa 10-20%.
b. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi
c. Berikan H2 antagonis sesuai indikasi
d. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir, atau memandikan
pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
e. Kandung kemih yg penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.

2.8.1 Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut23


Pada pasien dengan stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >
200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah
diturunkan dengan obat antihipertensi secara kontiniu dengan pemantauan TD
setiap 5 menit.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral ≥60 mmHg.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
37

hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten


dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. Pada pasien stroke perdarahan
intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat
hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke perdarahan intraserebral. Pemakaian obat antihipertensi
parenteral yang dianjurkan adalah golongan penyekat beta (labetalol dan esmolol),
penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena.
Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus
dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang.
Untuk mencegah terjadinya perdarahan subarakhnoid berulang, pada
pasien stroke perdarahan subarakhnoid akut, tekanan darah diturunkan hingga
TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai
target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat
individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas kardiovaskular.
Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai
panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional
pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini
menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
Tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) dianjurkan
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).24
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25%
pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
38

Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang


efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat
ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada stroke
iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan
oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS
(International Citicholin Trial in Acute Stroke).23
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30
mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6
jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.24

Anda mungkin juga menyukai