Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan
Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa
hubungan antara usaha peningkatan kesehatan masyarakat dengan
pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula
pembangunan kita.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya
tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena
masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak
diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan
anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun (1).
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama
adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi
akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan
bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh
anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan
sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena
penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada
masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,
masa dewasa. Dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (2,3).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira
1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di
Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang
disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar
umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari
2 bulan (4,5).
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat
tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk
berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan
kurang gizi (3). Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per
tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita.

Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak


tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh
ISPA (6), namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut
masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian
yang telah disebutkan di atas.

1.2 Pernyataan Masalah


Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas maka penulis
ingin mencoba untuk mengemukakan upaya pemberantasan ISPA
dengan prioritas kepada penatalaksanaan kasus ISPA pada bayi dan
anak-anak. Mengingat tujuan pembangunan kesehatan dalam upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbilitas, sehingga tujuan
pembangunan nasional untuk memperoleh sumber daya manusia yang
berkualitas baik, fisik maupun mental akan tercapai.

1.3 Tujuan
1. Mengetahui angka kesakitan, penyebab, faktor resiko
meningkatnya penderita ISPA
2. Menyusun langkah untuk mengurangi pasien ISPA di Puskesmas
Kota Matsum
1.4 Manfaat

Mengetahui dan pemecahan masalah penderita ISPA di Puskesmas Kota


Matsum.

Definisi
ISPA

BAB II
STUDI
KEPUSTAKAAN
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas.
Yang benar II ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah (6).
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14
hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru (5,7).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun
demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati
dengan antibiotik dapat mengakibat kematian (5).
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA
dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia
dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia
tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit
jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi
dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak
dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang
ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin,
semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (6).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan
yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya (7).
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan
bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup
besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama
yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat
pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak
kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan
lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena
meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar
karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau
berlebihannya pemakaian antibiotik (8).
Tanda-tanda bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan- keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala- gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah
dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih
rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar
yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong
dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda- tanda laboratoris.

Tanda-tanda klinis
 Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
 Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
 Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
 Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris
 hypoxemia,
 hypercapnia dan
 acydosis (metabolik dan atau respiratorik) (4).

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk,
sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:
kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari
setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor,
Wheezing, demam dan dingin (4).

BAB III
PENATALAKSANAAN
KASUS ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus


yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan
obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi
penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi
penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan
kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA (4).
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan
mendengarkan anak (5).
Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila
menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak
tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka
baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat
gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus
dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit
pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi (4).

Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA
sebagai berikut:
 Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).
 Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
 Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia (4).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi
penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2
bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
 Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat
dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk
golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
 Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan
kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit
yaitu :
 Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau
meronta).
 Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia
2 - 12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4
tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
 Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

Pengobatan
 Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigendan sebagainya.
 Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
 Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional
atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek
bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai
radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat
dilihat pada lampiran.

Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.
 Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2
bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4
kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi
sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es). Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)
lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan
dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek,
bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan
dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan
tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak
berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak
memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas
kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain
tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan
dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa
kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang (4,5) .

Pencegahan dan
Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan
dengan :
 Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
 Immunisasi.
 Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
 Mencegah anak berhubungan dengan
penderita ISPA. Pemberantasan yang dilakukan
adalah :
 Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
 Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
 Immunisasi (7).

Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab
bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan
pemberantasan di wilayah kerjanya.
Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum
penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif
masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-
kasus pneumonia
yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus
pneumonia berat yang perlusegera dirujuk ke rumah saki t .
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
 Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana
atau sarana dan tenaga yang tersedia.
 Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan
standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
 Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia
berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh
perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.
 Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk
ke rumah sakit.
 Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-
ibu yang mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda
penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah,
 Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri
wewenang mengobati penderita penyakit ISPA,
 Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat
memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
 Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi
keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang
ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan
pelaporan serta pencapaian target.

Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu


 Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk
yang ada.
 Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus
ISPA tertentu seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan
stridor.
 Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
 Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
 Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan
Puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan
penyakit ISPA.

Kader kesehatan
 Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
 Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek
biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta
perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita
penyakit
 Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek
(bukan pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional
obat batuk putih.
 Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
 Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-
daerah yang terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak
menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-
kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol.
 Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk (4,5).

BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN

Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan
anak-anak, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia.
Klasifikasi penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda
bahaya yang diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus
ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peranserta masyarakat terutama
ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan
menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan
pembangunan nasional.

Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena
pneumonia, maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya
dapat diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang
penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan,
serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan
sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan


Kesehatan Anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR
1980.

Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-


UNAIR. 1980.

Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat


Darurat Pada Anak. Surabaya. 1987.

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasa


Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi
saluran pernapasan akut. 1992.

Pendekatan Epidemiologi I dan Dasar-Dasar Surveilans.


Untuk Pelatihan Prajabatan Umum dan Khusus Tenaga Paramedis di
Puskesmas. Jakarta. 1992.

Rendie, J, et.al . Ikhtisar Penyakit Anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Binarupa
Aksara.
Jakarta. 1994.

Anda mungkin juga menyukai