4.2.1 Uji Komparasi Mann Whitney antara Grup BPH Diabetes dan Grup BPH
Tanpa Diabetes dengan IPSS Sebagai Pembanding
Uji komparasi Mann Whitney dipilih untuk mengetahui perbedaan antara
grup BPH diabetes dan grup BPH tanpa diabetes dengan IPSS sebagai
pembanding. Hasil dari Uji Mann Whitney disajikan dalam tabel 4.4 sebagai
berikut.
Tabel 4.4 Hasil uji komparasi mann whitney antara grup BPH diabetes dan grup
BPH tanpa diabetes dengan IPSS sebagai pembanding
4.2.2 Uji Komparasi Mann Whitney antara Grup BPH Diabetes dan Grup BPH
Tanpa Diabetes dengan Kualitas Hidup Domain Fisik Sebagai Pembanding
Hasil dari uji komparasi Mann Whitney antara grup BPH diabetes dan grup
BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain fisik sebagai pembanding
disajikan dalam tabel 4.5 sebagai berikut.
Tabel 4.5 Hasil uji komparasi mann whitney antara grup BPH diabetes dan grup
BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain fisik sebagai
pembanding
Berdasarkan hasil uji komparasi Mann Whitney antara grup BPH diabetes
dan grup BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain fisik sebagai
pembanding didapatkan nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 (p<0,05), artinya
terdapat perbedaan bermakna antara grup BPH diabetes dan grup BPH tanpa
diabetes dengan menggunakan kualitas hidup domain fisik sebagai pembanding.
1.2.3 Uji Komparasi Mann Whitney antara Grup BPH Diabetes dan Grup BPH
Tanpa Diabetes dengan Kualitas Hidup Domain Psikologis Sebagai
Pembanding
Hasil dari uji komparasi Man Whitney antara grup BPH diabetes dan grup
BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain psikologis sebagai
pembanding disajikan dalam tabel 4.6 sebagai berikut.
Tabel 4.6 Hasil uji komparasi mann whitney antara grup BPH diabetes dan grup
BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain psikologis sebagai
pembanding
Berdasarkan hasil uji komparasi Mann Whitney antara grup BPH diabetes
dan grup BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain psikologis sebagai
pembanding didapatkan nilai signifikansi (p) sebesar 0,001 (p<0,05), artinya
terdapat perbedaan bermakna antara grup BPH diabetes dan grup BPH tanpa
diabetes dengan menggunakan kualitas hidup domain psikologis sebagai
pembanding.
4.2.4 Uji Komparasi Mann Whitney antara Grup BPH Diabetes dan Grup BPH
Tanpa Diabetes dengan Kualitas Hidup Domain Sosial Sebagai Pembanding
Hasil dari uji komparasi Mann Whitney antara grup BPH diabetes dan grup
BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain sosial sebagai pembanding
disajikan dalam tabel 4.7 sebagai berikut.
Tabel 4.7 Hasil uji komparasi mann whitney antara grup BPH diabetes dan grup
BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain sosial sebagai
pembanding
Berdasarkan hasil uji komparasi Mann Whitney antara grup BPH diabetes
dan grup BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain sosial sebagai
pembanding didapatkan nilai signifikansi (p) sebesar 0,001 (p<0,05), artinya
terdapat perbedaan bermakna antara grup BPH diabetes dan grup BPH tanpa
diabetes dengan menggunakan kualitas hidup domain sosial sebagai pembanding.
4.2.5 Uji Komparasi Mann Whitney antara Grup BPH Diabetes dan Grup BPH
Tanpa Diabetes dengan Kualitas Hidup Domain Lingkungan Sebagai
Pembanding
Hasil dari uji komparasi Mann Whitney antara grup BPH diabetes dan grup
BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain lingkungan sebagai
pembanding disajikan dalam tabel 4.8 sebagai berikut.
Tabel 4.8 Hasil uji komparasi mann whitney antara grup BPH diabetes dan grup
BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain lingkungan sebagai
pembanding
Berdasarkan hasil uji komparasi Mann Whitney antara grup BPH diabetes
dan grup BPH tanpa diabetes dengan kualitas hidup domain lingkungan sebagai
pembanding didapatkan nilai signifikansi (p) sebesar 0,373 (p≥0,05), artinya tidak
terdapat perbedaan bermakna antara grup BPH diabetes dan grup BPH tanpa
diabetes dengan menggunakan kualitas hidup domain lingkungan sebagai
pembanding.
4.2.6 Uji Korelasi antara IPSS dan Kualitas Hidup
Uji korelasi Somers’d merupakan uji korelasi antara variabel ordinal dengan
variabel ordinal untuk menilai korelasi antara IPSS dan kualitas hidup. Hasil uji
tersebut disajikan dalam grafik 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4 sebagai berikut.
Gambar 4.1 Grafik Uji Korelasi antara IPSS dan Domain Fisik Kualitas Hidup
(p) 0,000
(r) 0,60
Berdasarkan hasil analisis grafik di atas, hasil uji korelasi antara IPSS dan
domain fisik menunjukkan nilai signifikansi (p) 0,000 dan nilai koefisien korelasi
(r) 0,60 artinya kekuatan korelasinya sedang (0,40<r≤0,60) dengan arah korelasi
yang positif sehingga semakin banyak mengalami gejala LUTS berat maka
kualitas hidup pada domain fisik semakin buruk.
Gambar 4.2 Grafik Uji Korelasi antara IPSS dan Domain Psikologis
Kualitas Hidup
(p) 0,005
(r) 0,42
Berdasarkan hasil analisis grafik di atas, hasil uji korelasi antara IPSS dan
domain psikologis menunjukkan nilai signifikansi (p) 0,005 dan nilai koefisien
korelasi (r) 0,42 artinya kekuatan korelasinya sedang (0,40<r≤0,60) dengan arah
korelasi yang positif sehingga semakin banyak mengalami gejala LUTS berat
maka kualitas hidup pada domain psikologis semakin buruk.
Gambar 4.3 Grafik Uji Korelasi antara IPSS dan Domain Sosial Kualitas Hidup
(p) 0,043
(r) 0,29
Berdasarkan hasil analisis grafik di atas, hasil uji korelasi antara IPSS dan
domain sosial menunjukkan nilai signifikansi (p) 0,043 dan nilai koefisien
korelasi (r) 0,29 artinya kekuatan korelasinya lemah (0,20<r≤0,40) dengan arah
korelasi yang positif sehingga jika mengalami gejala LUTS berat maka kualitas
hidup pada domain sosial sedang.
Gambar 4.4 Grafik Uji Korelasi IPSS dan Domain Lingkungan Kualitas Hidup
(p) 0,049
(r) 0,12
Berdasarkan hasil analisis grafik di atas, hasil uji korelasi antara IPSS dan
domain lingkungan menunjukkan nilai signifikansi (p) 0,049 dan nilai koefisien
korelasi (r) 0,12 artinya kekuatan korelasinya sangat lemah (0,00<r≤0,20) dengan
arah korelasi yang positif sehingga jika mengalami gejala LUTS berat maka
kualitas hidup pada domain lingkungan sedang.
4.3 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional dengan 32 sampel di Poli
Bedah Urologi Rumah Sakit Bina Sehat Jember, Rumah Sakit Paru Jember, dan
Rumah Sakit Bhayangkara Bondowoso pada bulan Oktober-November 2017.
Tujuan dari penelitian ini mencakup 2 hal, yaitu untuk mengetahui perbedaan
derajat keparahan dan kualitas hidup pasien BPH diabetes dengan pasien BPH
non-diabetes dengan membandingkan International Prostate Symptoms Score
(IPSS) dan WHOQOL-BREF. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal
dari data primer berupa hasil kuesioner International Prostate Symptoms Score
(IPSS) dan World Health Organization Quality Of Life-BREF (WHOQOL-BREF)
yang ditanyakan melalui metode wawancara terpimpin dan data sekunder yaitu
rekam medis pasien.
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH (Benign Prostat
Hyperplasia) sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Bila mengalami
pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli (Kapoo, 2012). Untuk dapat
mengeluarkan urin buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan
itu. Kontraksi yang terus-menerus tersebut menyebabkan perubahan struktur dari
buli-buli yang oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kencing bagian
bawah atau lower urinary tract symtomp (LUTS) (AUA Guideline, 2010). BPH
dapat berkembang menjadi kondisi Benign Prostate Enlargment (BPE) dan pada
kondisi lanjut berkembang menjadi Benign Prostate Obstruction (BPO)
(Roehborn, 2011). BPO merupakan bagian dari BOO dan menyebabkan obstruksi
pada daerah leher kandung kemih dan uretra pars prostatika (Mochtar et all.,
2015). Obstruksi yang ditimbulkan BPO akan memicu buli-buli untuk menjaga
konsistensi aliran urin dengan cara meningkatkan aktivitas detrusor hingga pada
kondisi yang lebih lanjut terjadi instabilitas detrusor (Wein, 2012). Peningkatan
aktivitas detrusor ini akan memicu peningkatan komponen kolagen pada matriks
detrusor di dinding buli-buli sehingga terjadi penurunan viskoelastisitas dan nilai
komplians buli-buli. Pada kondisi yang lebih lanjut dapat terjadi kegagalan fungsi
storage, voiding, dan pasca miksi (Purnomo, 2014).
Hasil uji komparasi Mann Whitney antara grup BPH diabetes dan grup BPH
tanpa diabetes dengan IPSS sebagai pembanding menunjukkan perbedaan
bermakna grup BPH diabetes dan grup BPH tanpa diabetes. Hal ini sesuai dengan
penelitian Aruna et al., pada tahun 2009, penelitian tersebut dilakukan di
California, USA. Hasil dari penelitian Aruna menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan bermakna grup BPH diabetes dan grup BPH tanpa diabetes. Hal ini
juga sesuai dengan penelitian dari Woo et al., pada tahun 2014, penelitian tersebut
dilakukan di Tokyo, Japan. Hasil dari penelitian Woo menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna grup BPH diabetes dan grup BPH tanpa diabetes.
Hal berikutnya juga serupa dengan penelitian Michel et al., pada tahun 2010,
penelitian tersebut dilakukan di Heidelberg, Germany. Hasil dari penelitian
Michel menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna grup BPH diabetes dan
grup BPH tanpa diabetes. Diabetes merupakan faktor risiko yang sangat erat
kaitannya dengan LUTS. Beberapa mekanisme telah dijelaskan untuk melihat
pengaruh antara diabetes dan LUTS. Telah dibuktikan bahwa frekuensi dan
nokturia merupakan hasil dari hiperosmolaritas dan polidipsi sekunder akibat
hiperglikemi pada pasien diabetes (Eom et al,. 2011). Selain itu, diabetes juga
dapat memengaruhi ukuran prostat. Ini telah dikaitkan dengan beberapa faktor.
Pertama, insulin dapat mengikat reseptor insulin-like growth factor di sel-sel
prostat sehingga dapat menginduksi pertumbuhan dan proliferasi. Kedua, insulin
secara langsung dapat meningkatkan risiko BPH dengan meningkatkan gen yang
terlibat dalam metabolisme hormon seks. Ketiga, inflamasi berperan dalam
perkembangan BPH dan LUTS (Nandeesha et al,. 2006). Sebaliknya, Burke et al,.
pada tahun 2006 menyatakan bahwa diabetes kurang berhubungan secara
langsung dengan perkembangan BPH melainkan lebih erat kaitannya dengan
komponen dinamis LUTS. Rodriguez-Nieves and Macoska pada tahun 2013
memperkenalkan sebuah teori yaitu patobiologi selain teori proliferasi mediasi
androgen dan disfungsi otot polos, seperti inflamasi dan fibrosis yang
berkontribusi secara langsung terhadap inisiasi dan perkembangan LUTS. Dalam
teori ini menyatakan bahwa baik diabetes, infeksi saluran kemih maupun
prostatitis memiliki peluang yang sama untuk menjadi sumber jaringan inflamasi
yang mempromosikan fibrosis saluran kemih bagian bawah yang nantinya
resultan dari jaringan periuretral yang mengalami fibrosis dapat menyebabkan
perkembangan LUTS. Sementara menurut Rohrmann pada tahun 2005, efek dari
peningkatan insulin pada penderita diabetes dapat memengaruhi peningkatan kerja
saraf simpatis, sehingga kekuatan tonus otot akan meningkat. Hiperglikemia juga
memiliki peran dalam meningkatkan kalsium bebas pada sitosol di dalam otot dan
saraf, hal ini mengarah pula ke aktivasi sistem saraf simpatis. Sesuai dengan
pengamatan Rohrmann bahwa peningkatan keparahan LUTS terjadi pada pria
dengan peningkatan post-load glukosa.
Kualitas hidup menurut World Health Organization Qualiy Of Life
(WHOQOL) Group didefinisikan sebagai konsep subjektif yang berbasis pada
persepsi individu terhadap posisinya dalam hidup meliputi konteks sistem budaya
dan nilai dimana mereka tinggal dan berhubungan dengan tujuan, standar,
ekspektasi dan keinginan hidup (Hawthorne et al., 2006.). Hasil uji komparasi
Mann Whitney antara grup BPH diabetes dan grup BPH tanpa diabetes dengan
kualitas hidup pada domain fisik, domain psikologis, dan domain sosial sebagai
pembanding menunjukkan perbedaan bermakna grup BPH diabetes dan grup BPH
tanpa diabetes.
Hasil uji komparasi Mann Whitney antara grup BPH diabetes dan grup BPH
tanpa diabetes dengan kualitas hidup pada domain lingkungan sebagai
pembanding menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna grup BPH diabetes
dan grup BPH tanpa diabetes. Hal ini sesuai dengan penelitian Haltbakk dan
Hunskaar pada tahun 2005 yang dilakukan di Bergen, Norway. Penderita BPH
dengan gejala LUTS sedang sampai berat memiliki kualitas hidup yang lebih
rendah dibandingkan dengan penderita BPH dengan gejala LUTS yang ringan
secara keseluruhan. Pada penelitian Weltch et al.,tahun 2002, Gacci et al., tahun
2003, dan Haltbakk, et al. diperoleh hasil bahwa domain fisik dan domain
psikologis menunjukkan efek yang signifikan, namun tidak menunjukkan efek
yang signifikan pada domain sosial dan domain lingkungan. Domain sosial
kualitas hidup terdiri atas relasi personal, dukungan sosial, dan aktivitas seksual.
Domain lingkungan kualitas hidup terdiri atas sumber finansial, freedom, physical
safety, security, health care, dan social care, lingkungan rumah, kesempatan
untuk berekreasi, kesempatan untuk mendapatkan informasi dan skill, lingkungan
fisik, dan transportasi (Anbarasan, 2015). Tingkat kepuasan seseorang terhadap
aspek yang berkaitan dengan domain sosial dan domain lingkungan akan
berpengaruh terhadap persepsi dari orang tersebut (Gacci et al., 2003). Berbeda
dengan penelitian Lee H. Et al,. pada tahun 2005 bahwa secara global banyak
studi yang telah digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada penderita BPH.
Namun, tidak cukup sensitif mendeteksi aspek kualitas hidup penderita BPH.
Hasil uji korelasi antara IPSS dan kualitas hidup pada domain fisik,
psikologis, sosial, dan lingkungan didapatkan nilai p berturut-turut 0,000; 0,005;
0,043; dan 0,049 artinya terdapat korelasi/hubungan antara IPSS dan keempat
domain pada kualitas hidup. Jika dilihat dari nilai r (koefisien korelasi) untuk
menentukan keeratan hubungan atau korelasi antar variabel, hasil antara IPSS dan
kualitas hidup pada domain fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan beturut-turut
0,60; 0,42; 0,29; dan 0,12 artinya IPSS memiliki hubungan sedang atau cukup
berarti dengan domain fisik dan psikologis, sebaliknya IPSS memiliki hubungan
yang lemah dan sangat lemah dengan domain sosial dan lingkungan.