Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam hal konversi energi pada dewasa ini, penggunaan energi sangat
diperhitungkan karena pemakaiannya sangat erat dengan biaya operasi. Pada
dasarnya semakin banyak energi yang terpakai berarti semakin tinggi biaya
operasi.
Peralatan perpindahan panas adalah jenis peralatan yang banyak
digunakan dalam suatu industri, baik digunakan dalam proses untuk pemanasan
maupun proses pendinginan suatu zat. Kondisi operasi yang tepat dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan yang didinginkan dari suatu proses atau
kondisi operasi untuk di simpan di storage tank. Kondisi operasi antara lain
berkaitan dengan temperatur dan tekanan proses. Kondisi operasi yang sering
menjadi perhatian adalah masalah temperatur. Untuk memperoleh temperatur
yang diinginkan dari suatu proses, maka bahan zat yang akan direaksikan,
dipisahkan, atau dalam proses penyimpanan harus dipanaskan atau diinginkan
terlebih dahulu. Untuk itu diperlukan suatu alat penukar panas yang biasa dipakai
dalam industri yaitu Heat Exchanger.
High Vacuum Unit II merupakan salah satu unit pengolahan minyak bumi
yang ada pada kilang CD&L PT. PERTAMINA RU III Plaju – Sungai Gerong
yang mengolah minyak mentah long residue menjadi produk – produk, seperti: off
gas, vacuum gas oil (LVGO, MVGO dan HVGO) dan vacuum residue.
Pada High Vacuum Unit II, long residue sebelum dipanaskan pada furnace
dipanaskan terlebih dahulu di Feed Preheater Train. Feed Preheater Train terdiri
dari empat buah HE jenis Sheel and Tube, yaitu E-14-006 A/B (HVGO
exchanger), E-14-003 A/B/C (MVGO exchanger), E-14-010 ABC (vacuum
residue exchanger) dan E-14-009 A/B/C/D (vacuum residue exchanger).
Heat exchanger (HE) ini tentunya ada jangka waktu tertentu, kapan HE
tersebut masih dikatakan berfungsi dengan baik sesuai dengan desain awalnya.
Jika suatu fluida banyak mengandung impurities, akan semakin cepat terjadi

1
pengendapan di alat HE tersebut yang mengakibatkan terjadi penurunan efisiensi
dan kinerjanya.
Pada saat ini penggunaan HE dapat membantu menaikkan temperatur long
residue. Namun, penggunaan HE saja belum dapat mencapai temperatur long
residue yang diinginkan untuk masuk ke kolom distilasi sehingga digunakan juga
furnace untuk mencapai suhu tersebut. Jika HE mempunyai efisiensi tinggi maka
kehilangan panas dapat ditekan sekecil mungkin yang pada akhirnya akan
mengurangi biaya untuk penyediaan energi suatu pabrik. Evaluasi kinerja HE
dilakukan untuk menentukan kapan saatnya HE harus dibersihkan karena jika
dilakukan pembersihan secara berkala akan menambah performa dan efisiensi dari
HE tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Umumnya HE didesain untuk mendapatkan perpindahan panas yang
diinginkan. HE E-14-006 A/B, E-14-003 A/B/C, E-14-010 A/B/C dan E-14-009
A/B/C/D di High Vacuum Unit II mempunyai tugas sebagai pemanas long residue
dengan media pemanas berupa sebagai berikut:
1. Pada HE E-14-003 ABC dengan fluida panas MVGO (Medium Vacuum Gas
Oil)
2. Pada HE E-14-006 AB dengan fluida panas HVGO (High Vacuum Gas Oil).
3. Pada HE E-14-009 ABCD dengan fluida panas vacuum residue.
4. Pada HE E-14-010 ABC dengan fluida panas vacuum residue.
Pemanasan tersebut bertujuan untuk meringankan beban dari furnace
untuk memanaskan crude sebelum masuk kolom fraksionasi. Dengan
berkurangnya beban dari furnace, maka kebutuhan fuel oil yang digunakan untuk
pembakaran di furnace juga akan semakin berkurang.
Kinerja pre-heater sangat mempengaruhi temperatur long residue agar
sesuai dengan kondisi di kolom distilasi vakum. Oleh sebab itu evaluasi kinerja
dan efisiensi dari pre-heater di HVU II perlu dimonitor dan dievaluasi secara rutin
agar kondisi temperatur dapat dijaga sesuai dengan kondisi yang telah ditetapkan.

2
1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Ruang lingkup dan batasan masalah tugas khusus pada laporan kerja pratik
ini adalah mengevaluasi performance feed preheater pada unit HVU II mencakup
duty, nilai U factor, fouling factor dan pressure drop menggunakan data desain
dan data Plant Test 2010.

1.4. Metode Pengambilan data


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam
penyusunan laporan kerja praktek ini adalah:
1. Study literature
Metode ini dilakukan dengan cara membaca buku-buku pegangan yang ada,
seperti buku laporan kerja praktek sebelumnya.
2. Metode interview
Metode ini dilakukan dengan cara bertanya langsung dengan karyawan yang
berpengalaman di bidangnya yang dibahas dalam laporan kerja praktek ini.
3. Metode referensi
Metode ini dilakukan dengan cara mencari bahan-bahan ke perpustakaan atau
buku-buku yang diperlukan dalam penyelesaian masalah dalam laporan kerja
praktek ini.
4. Metode observasi
Metode pengambilan data dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan,
meihat langsung alat yang dibahas. Data diambil dari ruangan control room di
kilang CD&L.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan tetapi hanya dapat


dirubah bentuknya dari satu bentuk ke bentuk lain atau dapat dipindahkan dari
satu tempat ke tempat lain, dan salah salah satu bentuk energi itu adalah panas.
Dalam suatu proses panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu
zat atau perubahan tekanan, reaksi kimia, dan kelistrikan.Perpindahan panas akan
terjadi apabila ada perbedaan temperatur antara dua bagian benda. Panas akan
berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah.
Dalam industri Kilang Minyak Bumi maupun industri yang lain , proses
pertukaran panas penting dalam rangka konservasi energi, keperluan proses,
persyaratan keamanan, dan lindungan lingkungan.Panas dapat berpindah dengan
tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.1. Perpindahan Panas Secara Konduksi

Merupakan perpindahan panas antara molekul-molekul yang saling


berdekatan antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak diikuti oleh
perpindahan molekul-molekul tersebut secara fisik.Molekul-molekul benda yang
panas bergetar lebih cepat dibandingkan molekul-molekul benda yang berada
dalam keadaan dingin. Getaran-getaran yang cepat ini, tenaganya dilimpahkan
kepada molekul di sekelilingnya sehingga menyebabkan getaran yang lebih cepat
maka akan memberikan panas.

2.2. Perpindahan Panas Secara Konveksi

Perpindahan panas dari suatu zat ke zat yang lain disertai dengan gerakan
partikel atau zat tersebut secara fisik.Pergerakan ini terjadi antara fluida atau di
dalam fluida itu sendiri, dan tidak dapat terjadi pada solid. Pada solid, molekul
tetap pada posisinya, pergerakan secara bulk atau adanya aliran tidak
memungkinkan, sehingga konveksi tidak akan terjadi pada solid.

4
2.3. Perpindahan Panas Secara Radiasi
Perpindahan panas tanpa melalui media (tanpa melalui molekul). Suatu
energi dapat dihantarkan dari suatu tempat ke tempat lainnya (dari benda panas ke
benda yang dingin) dengan pancaran gelombang elektromagnetik dimana tenaga
elektromagnetik ini akan berubah menjadi panas jika terserap oleh benda yang
lain.

2.4. Heat Exchanger


Heat Exchanger adalah alat penukar panas yang digunakan untuk
mempertukarkan panas secara kontinue dari suatu medium ke medium lainnya
dengan membawa energi panas. Secara umum ada 2 tipe penukar panas, yaitu:
1. Direct Heat exchanger, dimana kedua medium penukar panas saling kontak
satu sama lain. Yang tergolong Direct Heat exchanger adalah Cooling Tower
dimana operasi perpindahan panasnya terjadi akibat adanya pengontakan
langsung antara air dan udara.
2. Indirect Heat exchanger, dimana kedua media penukar panas dipisahkan oleh
sekat/dinding dan panas yang berpindah juga melewatinya. Yang tergolong
Indirect Heat exchanger antara lain penukar panas jenis shell and tube, double
pipe heat exchanger, dan plate heat exchanger.

Gambar 2.1. Shell and tube heat exchanger

5
Gambar 2.2. Double pipe heat exchanger

Klasifikasi heat exchanger berdasarkan fungsinya, yaitu:


1. Heat Exchanger
Alat penukar panas ini memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk
pamanasan aliran fluida yang lainnya, sehingga terjadi perpindahan panas
karena beda suhu kedua aliran fluida tersebut.

2. Cooler
Alat ini berfungsi untuk mendinginkan fluida cair dan gas dengan
menggunakan media pendingin air atau udara.
Tipe-tipe cooler, antara lain:
a. Tipe pipe coil
1). Spiral COIL
2). PIPE COIL
3). Box cooler (lebih baik/bagus yang tube-3 dan shell)
b. Tipe air cooler
Media pendingin yang digunakan adalah udara

3. Condenser
Alat ini berfungsi untuk mengembunkan uap atau campuran uap. Sebagai
media pendingin biasanya digunakan air. Umumnya condenser memiliki tipe
shell and tube dan dapat mempunyai dua tipe yaitu tipe vertical dan tibe
horizontal yang masing-masing mempunyai keuntungan sendiri-sendiri.
Tipe-tipe condenser berdasarkan fungsi:
a. Partial condenser
Alat ini memiliki fungsi hanya mengembunkan sebagian dari total uap yang
dihasilkan (kondensat) yang dipakai sebagai reflux, biasanya dipasang dekat
puncak dalam fraksinasi.

6
b. Overhead condenser
Alat ini memerankan 3 hal pada saat bersamaan yakni mendinginkan uap,
mengembunkan uap menjadi cairan, kemudian mendinginkan menjadi
cairan tersebut.

c. Surface condenser
Alat ini berfungsi untuk mengkondensasikan steam, yang mana kondensasi
ini dijalankan dengan tekanan vakum dari 1 sampai 1,5 inHg absolute.
Untuk membuat tekanan vakum digunakan ejector.

4. Heater
Alat ini berfungsi untuk memanaskan fluida cair atau uap dengan
menggunakan steam atau air panas yang mana dengan memberikan sensible
heat.

5. Evaporator
Alat ini berfungsi untuk mendinginkan atau menguapkan fluida cair
dengan menggunakan steam atau media panas lainnya.

6. Chiller
Alat ini berfungsi untuk mendinginkan fluida pada temperature rendah.
Sebagai media pendinginnya dapat digunakan air, propane, Freon, ataupun
amoniak.

7. Reboiler
Biasanya dihubungkan dengan dasar kolom fraksionasi atau stripper untuk
melengkapi panas pendidihan yang diperlukan untuk destilasi. Sebagai media
pemanas dapat berupa steam atau fluida panas (misalnya residu). Tipe dari alat
ini adalah tipe ketel dengan tipe shell and tube, dimana shell membesar untuk
memindahkan penguapan. Selain itu dapat digunakan furnace.

Macam-macam reboiler :
a. Natural Circulation / thermosiphon reboiler yang mendidih diperoleh
dengan mempertahankan head yang cukup dari liquid untuk melengkapi
sirkulasi.

7
b. Forced circulation reboiler dengan menggunakan pompa untuk mendorong
liquid masuk reboiler.

8. Air cooled exchanger (air cooler)


Air cooler exchanger digunakan untuk mendinginkan fluida pada suhu
ambient dengan udara. Diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Forced draft
Bila letak tube pada daerah discharge dan fan.
b. Induced draft
Bila letak tube pada daerah suction dan fan.

Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan kontruksinya antara lain :


1. Fixed tube sheet
Kedua tube sheet tepat pada shell. Kelemahan dari tipe ini adalah jika
perbedaan suhu telalu besar maka tube akan bengkok
2. Floating Heat/tube sheet (removeable and non removeable bundles)
Satu tube sheet ‘loates’ dalam shell, yang lain tepat pada shell. Tipe ini dapat
digunakan pada suhu tinggi (>200oF), dapat dioperasikan pada fluida yang
kotor
3. U-tube, U-bundle
Hanya pada satu tube sheet dioperasikan pada tube bentuk U. dapat digunakan
pada suhu yang tinggi.
4. Kettle
Tube bundle removable sebagai tipe U dan floating head. Shell membesar
untuk memudahkan pendidihan dan penguapan.
5. Double pipe
Masing-masing tube mempunyai shell sendiri-sendiri untuk membentuk ruang
annulus. Biasa digunakan finned tube.
6. Pipe coil
Tipe pipe coil yaitu:
a. Spiral coil

8
Coil yang direndam dalam box coil yang berisi air, digunakan untuk
pemanasan dan pendinginan. Coil berbentuk spiral.
b. Pipe coil
Biasa dipasang pada dasar suatu tankiuntuk memanaskan isi tanki dengan
aliran steam dalam pipa. Dapat berbentuk hair pain, spiral, tipe ring.
c. Box coil
Pendinginan dilakukan dengan jalan mengalirkan fluida panas dalam suatu
coil yang tercelup dalam media pendingin air.

Klasifikasi Heat exchanger berdasarkan Standar TEMA.


TEMA (Tubular Exchanger Manufacturing Assosiation),
mengklasifikasikan HE berdasarkan perencanaan dan pembuatannya menjadi tiga
kelas yaitu:
1. Heat exchanger kelas ‘R’ umumnya digunakan untuk industri minyak dan
peralatan untuk proses tersebut
2. Heat exchanger kelas ‘C’ umumnya digunakan untuk keperluan komersil
3. Heat exchanger kelas ‘B’ umumnya digunakan untuk proses kimia.

Gambar 2.3. Klasifikasi heat exchanger berdasarkan TEMA

9
Klasifikasi heat exchanger berdasarkan jenis alirannya:
1. Heat exchanger counter current (aliraran berlawanan arah)
Jika aliran kedua fluida yang mengalir dalam HE berlawanan arahnya
2. Heat exchanger co-current (aliran searah)
Jika aliran fluida yang didinginkan dengan media pendinginnya searah.
3. Hear exchanger cross current (aliran silang)
Jika aliran fluida yangmengalir dalam HE saling memotong arah

2.5. Alat Penukar Panas Dilihat dari Arah Aliran dan Tube Layout
Apabila ditinjau aliran fluida alat penukar panas ini dibagi dalam tiga
macam aliran, yaitu:
1. Aliran sejajar
2. Aliran berlawanan arah atau counter flow
3. aliran kombinasi

Susunan tube (tube layout) akan mempengaruhi baik buruknya


perpindahan panas. Disamping itu, pemilihan harus mempertimbangkan sistem
pemeliharaan yang akan dilakukan. Pembersihan tube secara mekanika atau
secara kimiawi akan mempengaruhi pemilihan dari tube. Selain susunannya yang
terjadi, aliran laminar atau turbulen, bersih atau kotor fluida yang mengalir.
Susunan tube terdiri dari:
1. Tube dengan susunan bujur sangkar (In-line square pitch)
2. Tube dengan susunan segitiga samam sisi (Triangular pitch)
3. Tube dengan susunan berbentuk belah ketupat (Diamond square pitch)
4. Tube dengan susunan segitiga diputar 60oC (Rotated triangular pitch)

Gambar 2.4. Susunan tube

10
Susunan tube segitiga lebih banyak digunakan dan menghasilkan panas
yang baik persatuan penurunan tekanan. Disamping itu, letak tubenya lebih
kompak dan koefisien perpindahan panasnya lebih baik.

2.6. Shell and Tube Heat exchanger


Secara keseluruhan komponen utama penyusun shell and tube heat
exchanger adalah:
1. Shell
Biasanya berbentuk silinder yang berisi tube bundle sekaligus sebagai wadah
mengalirnya zat
2. Head stationer
Head stationer merupakan salah satu bagian ujung dari penukar panas. Pada
bagian ini terdapat saluran masuk fluida yang mengalir kedalam .
3. Head bagian belakang
Head bagian belakang ini terletak diujung lain dari alat penukar panas
4. Sekat (baffle)
Sekat digunakan untuk membelokkan atau membagi aliran dari fluida dalam
alat penukar panas. Untuk menentukan sekat diperlukan pertimbangan teknis
dan operasional.
Macam-macam baffle, yaitu:
a. Horisontal cut baffle
1) Baik untuk semua fase gas atau fase liquid dalam shell
2) Baik ada dissolves gas dalam liquid yang dapat dilepaskan dalam heat
exchanger maka perlu diberi ‘notches’ dalam baffle
b. Vertical cut baffle
Baik untuk liquid yang membawa suspended matter atau yang heavy
fouling fluida
c. Disc and doughtnut baffle
1) Fluida harus bersih, bila tidak akan terbentuk sediment dibelokkan
doughtnut

11
2) Kurang baik, sebab bila ada dissolved gas yang terlepas, bias
dilepaskan melalui top dari doughtnut, bila ada kondensat liquid tidak
dapat didrain tanpa large ports pada doughtnut.
d. Baffle dengan annular orifice
Baffel ini jarang digunakan kerena terdiri dari full circular plate dengan
lubang-lubang untuk semua tube.
e. Longitudinal baffle
Digunakan pada shell side untuk membagi aliran shell side menjadi dua
atau beberapa bagian untuk memberikan kecepatan yang lebih tinggi untuk
perpindahan panas yang lebih baik.

5. Tube
Tube merupakan pemisah dan sebagai pengantar panas yang berbeda suhunya
diantara dua zat yang berada di dalam suatu alat. Pemilihan tube ini harus
sesuai dengan suhu, tekanan, dan sifat korosi fluida yang mengalir.
Tube ada dua macam, yaitu:
a. Tube polos (bare tube)
b. Tube bersirip (finned tube)
6. Tube sheet
Berfungsi sebagai tempat duduk tube bundle pada shell
7. Channel and pass partition
Channel merupakan tempat keluar masuknya fluida pada tube, sedangkan pass
partition merupakan pembatas antara fluida yang masuk dan keluar tube.
8. Shell cover and channel cover
Shell cover and channel cover adalah tutup yang dapat dibuka pada saat
pembersihan.

2.7. Fouling factor (Rd)


Dalam heat exchanger, fouling adalah peristiwa terakumulasinya padatan
yang tidak dikehendaki dipermukaan penukar panas yang terkontak dengan fluida
kerja, termasuk permukaan perpindahan panas. Peristiwa tersebut adalah
pengedapan, pengerakan, korosi, polimerisasi dan proses-proses biologi.

12
Fouling mengakibatkan kenaikan tahanan perpindahan panas, sehingga
meningkatkan biaya, baik investasi maupun perawatan. Akibat terjadinya fouling,
maka ukuran penukar panas menjadi lebih besar, kehilangan energi meningkat,
waktu shut down dapat lebih panjang dan biaya perawatan meningkat. Antisipasi
terhadap terjadinya fouling dalam perancangan dapat dilakukan dengan
menggunakan variable operasi dan konfigurasi yang tepat.
Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan :
1. Menekan potensi fouling, misalnya dengan penyaringan
2. Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi
3. Menepatkan nozzle (tube side dan shell side) di permukaan tertinggi atau
terendah pada heat exchanger, untuk menghindari terjadinya kantung-
kantung gas ataupun kantung volume fluida diam. Interface gas cair
merupakan lokasi terjadinya korosi, dan kantung udara diam
memungkinkan terjadinya pengendapan.
Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukan hambatan akibat
adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam heat exchanger.
Kotoran ini berupa lumpur, polimer, dan deposit lain yang terbentuk di bagian
dalam maupun bagian luar dinding tube exchanger. Nilai ini digunakan untuk
mendesain agar mengetahui hambatan yang masih diperbolehkan selama operasi
normal sebelum pembersihan.
Fouling factor tergantung pada nilai koefisien perpindahan panas ke
seluruh permukaan bersih (Uc) dan nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan
untuk permukaan kotor (Ud). Jika fouling factor makin besar efisiensi
perpindahan panas semakin menurun dan akibatnya pressure drop makin besar.
Secara umum yang dapat menyebabkan terjadinya fouling pada alat
operasi adalah :
1. Hard Deposit, yaitu kerak yang berasal dari hasil korosi maupun cooking
2. Porous Deposit, yaitu kerak yang berasal dari dekomposisi dari kerak
keras
3. Loss Deposit, yaitu kerak yang berasal dari deposit seperti lumpur dan
material lunak yang lain.

13
BAB III
METODOLOGI

3.1 Pengumpulan Data


Langkah awal dalam mencapai tujuan evaluasi Heat Exchange radalah
pengumpulan data primer dan data sekunder.

3.1.1. Pengumpulan Data Primer


Pengumpulan data primer dilakukan untuk dijadikan dasar analisa
“Evaluasi Performance Heat Exchanger (feed preheater) High Vacuum Unit II”
diperoleh dari Heat Exchanger Data Sheet High Vacuum Unit, PERTAMINA
RU-III Plaju dari JGC Corporation.

3.1.2. Pengumpulan Data Sekunder


Pengumpulan data sekunder untuk digunakan bahan perhitungan pada
Heat exchanger diperoleh dari data-data dan grafik literatur serta Laporan Plant
Test 2010 berupa data-data temperatur masuk dan keluar, data-data laju alir
masing-masing fliuda yang mengalir, baik di shell maupun di tube serta sifat-sifat
feed maupun produk.

3.2 Pengolahan Data


Dari data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dilakukan
pengolahan data melalui perhitungan dengan cara Kern, sebagai berikut :
Langkah-langkah perhitungan :
1. Menghitung LMTD
t1  t 2
LMTD  (Kern, pers. 5.14)
t
ln 1
t 2

Dimana :  t1 : T inlet fluida panas – T outlet fluida dingin


 t2 : T outlet fluida panas – T inlet fluida dingin

2. Koreksi LMTD (Coulson, vol.6 hal. 655 dan Kern, hal. 94)

14
T1  T2
R
t 2  t1

t2  t1
S
T1  T2

Dari Fig. 18 Kern, diperoleh harga FT maka


LMTD corr. = LMTD * FT (Kern, pers. 7.42)
Dimana : R dan S : Temperature efficiency
T1, T2 : Temperatur inlet dan outlet fluida panas, ºC
t1 , t2 : Temperatur inlet dan outlet fluida dingin, ºC
FT : Faktor perbedaan temperatur
3. Neraca Panas
Untuk perhitungan performance alat penukar panas, pada dasarnya
menggunakan persamaan :
Q = m * Cp* t
Dimana : Q : jumlah panas yang dipindahkan, kcal/jam
m : laju alir massa, kg/jam
Cp : spesifik heat, kcal/kg.ºC
t : perbedaan temperatur yang masuk dan keluar, ºC
4. Overall Heat Transfer Coefficient (Ud)
Q
Ud 
A * t (Kern, pers. 5.3)
Dimana :  t : LMTD corr.
A : Luas permukaan perpindahan panas, m2
A dapat diketahui melalui data design
5. Menghitung temperatur kalorik
Tc, tc :
Tc = T2 + Fc *( T2-T1) (Kern, 5.28)
tc = t1 + Fc * (t1-t2) (Kern, 5.28)
6. Menghitung koefisien transfer film hi dan hio dengan langkah-langkah sbb:
a. Menghitung Flow area, a

15
ID * C '*B
as  (Kern, pers. 7.1)
144 * PT
Dimana : ID : inside diameter shell, ft
C' : clearance, inchi
B : baffle space, inchi
PT : pitch, inc
as : flow area shell, ft2
N t * at '
at 
144 * n (Kern, pers. 7.48)
Dimana : at : flow area tube, ft2
Nt : jumlah tube
at’ : flow area per tube, ft2
n : jumlah pass
b. Menghitung mass velocity, G (Kern, hal. 138)
Gs = W/ as danGt = w / at (Kern, pers. 7.2)
Dimana : Gs : mass velocityshell, kg/jam.ft2
Gt : mass velocitytube, kg/jam.ft2
W : flow rate fluida di shell, kg/jam
W : flow rate fluida di tube, kg/jam
c. Menghitung Reynold number, Re
Res = De.Gs / μ, Ret = D.Gt / μ (Kern, pers. 7.3)
Dimana : Res : Reynold number di shell
Ret : Reynold number di tube
De : diameter ekivalen shell, ft
D : diameter ekivalen tube, ft
μ : viskositas pada tempertur kalorik, ºF
d. Menghitung koefisien transfer, h (Kern, pers. 6.15a dan 6.15b)
1 1
 k   c.  3
 k   c.  3
ho  j H *  *  * s , hi  j H *   *   * t
 De   k   D  k 
Dimana ho : koefisien transfer di shell, Btu/jam.ft2.0F
hi : koefisien transfer di tube, Btu/jam.ft2.0F

16
k : konduktivitas pada temperature kalorik, Btu/jam.ft.0F
c : specific Heat pada temperature kalorik, Btu/lb.oF
e. Menghitung tube wall temperature, tw
ho  s
t w  tc  Tc  tc
ho  s  hio t (Kern, pers. 5.31)
Dimana, tw :tube wall temperature, ºF
f. Menghitung corrected koefisien, h
h  h 
ho   o  *  s dan hio   io  * t (Kern, pers. 6.36 & 6.37)
 s   t 
7. Clean Overall Heat TransferCoefficient, Uc
hio .ho
UC 
hio  ho (Kern, pers. 6.38)
Dimana UC : clean overall coefficient
8. Dirt Factor, Rd
Uc  Ud
Rd 
Uc.Ud (Kern, pers. 6.13)

3.3. Perhitungan
A. Perhitungan Desain Heat Exchanger E-14-003 ABC

Profil Suhu HE E-14-003

262 oC

236 oC 207oC

180oC

1) Neraca Panas
Long Residue :
Qcold = m  Cp  (Tcout  Tcin )
= 359.143,6 lb/jam  0.638 btu/lb.ºF  (456,8 – 356)ºF

17
= 23.096.669,93 Btu/jam
MVGO :
Qhot = M  Cp  (Thin  Thout )
= 343.325,5 lb/jam  0.693 btu/lb.ºF  (503,6 – 404,6)ºF
= 23.554.530,70 Btu/jam

2) Log Mean Temperature Differensial


hot fluid (ºF) cold fluid (ºF) Difference (ºF)
503,6 Higher Temperature 456,8 46,8
404,6 Lower Temperature 356 48,6
99 Difference 100,8 -1,8
t1  t 2
LMTD  = 47,7 ºF
t1
ln
t 2

T1  T2
R = 0,982
t 2  t1
t2  t1
S = 0,683
T1  T2
Dari harga R dan S diperoleh Ft = 0,92 (Fig.20, Kern)
LMTD terkoreksi (dt) = LMTD  Ft
= 47,7 ºF  0,92
= 43,9 ºF
3. Caloric Temperature
tc/th = 1,038
Kc = 0,15 (Crude oil controlling) (Fig.17, Kern)
Fc = 0,45
Tc  T2  Fc  (T1  T2 ) tc  t1  Fc  (t 2  t1 )
= 449,2 ºF = 401,4 ºF
SHELL TUBE
Long Residue, Cold Fluid MVGO, Hot Fluid

18
Flow Area
ID.c'.B Nt.at '
4’) as  at4)
144.Pt 144.n
= 0,6438 ft2 = 0,3326 ft2

Mass Velocity
5’) w = 359.143,6 lb/jam W = 343.325,5 lb/jam
w W
Gs  Gt 
as at
= 557.833,7 lb/jam.ft2 = 1.032.126,7 lb/jam.ft2
Reynold Number
6’) pada tc = 401,4 ºF pada Tc = 449,2 ºF
=0,16cp = 0,3872lb/ft.jam (Fig.14)  =0,09 cp =0,2178 lb/ft.hr (Fig. 14)
De=0,99 in=0,0825 ft (Fig.28) D = 0,782in = 0, 0651 ft (Tab.10)
De.Gs = 118.856,6 D.Gt = 308.816,6
Re s  Re t 
 
7’) jH = 205 (Fig. 28) jH = 600 (Fig. 24)
8’) pada tc = 401,4 ºF pada Tc = 449,2 ºF
c= 0,66 Btu/lb.ºF (Fig. 4) c = 0,71 Btu/lb.ºF (Fig. 4)
k = 0,0745 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1) k = 0.079 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1)
(c./k)1/3 = 1,508 (c./k)1/3 = 1,25
k  c.  k  c. 
13 13
9’) ho  j H .   . s hi  j H .   . t
De  k  D k 

ho/s = 279,188 hi/t = 909,876


10’) Tube-Wall Temperature hio

hi

ID
ho s
s s OD
t w  tc  = 414,827 ºF
ho s  hio t hio/t = 711,523

11’) pada tw = 414,827 ºF 11) pada tw = 414,827 ºF


w=0,15 cp =0,363 lb/ft.jam (Fig.14) w=0,1 cp =0,242 lb/ft.jam (Fig.14)

19
0 ,14 0 ,14
   = 1,009    = 0,985
s    t   
 w   w 

Corrected coefficient

12’) ho  ho s hio 
hio
t
s t

ho = 281,722 Btu/jam.ft2.ºF hio = 701,105 Btu/jam.ft2.ºF

Shell in Series = 3
13) Clean Overall Coefficient UC :
hio .ho
UC 
hio  ho

UC = 66,989 Btu/jam.ft2.ºF
UC = 326,908 kcal/jam.m2.ºC

14) Desain Overall Coefficient UD :


a” = 0,2618 ft2/lin ft (Tab. 10)
Total Surface, A = 3143,6615 ft2
Q
UD 
A.dt
UD = 56,91 Btu/jam.ft2.ºF
UD = 277,769 kcal/jam.m2.ºC

15) Dirt Factor Rd :


UC  U D
Rd 
U C .U D

Rd = 0,0026 jam.ft2.ºF/Btu
= 0,00054 hr.m2.ºC/kcal

16) Effisiensi
Qcold
 100%
Qhot

23.096.669,93
  100%  98%
23.554.530,70 17) Friction Factor

20
a. Tube
Ret = 308.816,6
f = 0,00011 sq ft/sq in (Fig.26)
b. Shell
Res = 118.856,6
f = 0,0013 sq ft/sq in (Fig.29)

18) Specific Gravity (s)


a. Tube
Tc = 449,2 °F
s = 0,665 (Fig.6)
b. Shell
tc = 401,4 °F
s = 0,605 (Fig.6)

19) Banyak lintasan yang melintang (Number of Croses)


N + 1 = 12 x L / B = 21,0344
Ds = IDs = 3,281 ft

20) Pressure Drop (ΔP)


a. Tube
𝑓 𝑥 𝐺𝑡 2 𝑥 𝐿 𝑥 𝑛
ΔPt = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑡 = 6,3126 psi (Fig.26)

∆Pr (Pressure Drop Return)


4𝑛 𝑣 2 625
ΔPr = ( ) = 5,233 psi (Fig.27)
𝑠 2𝑔′ 144

ΔPT = ΔPt + ΔPr = 11,545 psi


b. Shell
𝑓 𝑥 𝐺 2 𝑥 𝐷𝑠 (𝑁+1)
ΔPs = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷𝑒 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑠 = 10,618 psi (Fig.29)

B. Perhitungan Plant Test 2010 Heat Exchanger E-14-003 ABC

21
Profil Suhu HE E-14-003

245oC
199oC 182oC

180 oC

1. Neraca Panas
Long Residue :
Qcold = m  Cp  (Tcout  Tcin )
= 321.966,4 lb/jam  0.62 btu/lb.ºF  (390,2 – 356)ºF
= 6.826.975,26 Btu/jam
MVGO :
Qhot = m  Cp  (Thin  Thout )
= 216.328,3 lb/jam  0,65 btu/lb.ºF  (473 – 359,6)ºF
= 15.945.561,76 Btu/jam

2. Log Mean Temperature Differensial


hot fluid (ºF) cold fluid (ºF) Difference (ºF)
473 Higher Temperature 390,2 82,8
359,6 Lower Temperature 356 3,6
113,4 Difference 34,2 79,2

t1  t 2
LMTD  = 25,3 ºF
t1
ln
t 2

T1  T2
R = 3,316
t 2  t1

t2  t1
S = 0,292
T1  T2
Dari harga R dan S diperoleh Ft = 0,866 (Fig.20, Kern)

22
LMTD terkoreksi (dt) = LMTD  Ft
= 21,9 ºF
3. Caloric Temperature
tc/th = 0,043
Kc = 0,29 (Crude oil controlling) (Fig.17, Kern)
Fc = 0,18
Tc  T2  Fc  (T1  T2 ) tc  t1  Fc  (t 2  t1 )
= 380,0 ºF = 362,2 ºF

SHELL TUBE
Long Residue, Cold Fluid MVGO, Hot Fluid
Flow Area
ID.c'.B Nt.at '
4’) as  at4)
144.Pt 144.n
= 0,6438 ft2 = 0,3326 ft2
Mass Velocity
5’) w = 321.966,4 lb/jam W = 216.328,3 lb/jam
w W
Gs  Gt 
as at
= 500.088,8 lb/jam.ft2 = 650.339,9 lb/jam.ft2
Reynold Number
6’) pada tc = 362,2 ºF pada Tc = 380 ºF
 =0,8 cp = 1,936 lb/ft.jam (Fig.14)  =0,35 cp = 0,847 lb/ft.jam (Fig.14)
De= 0,99 in = 0,0825 ft (Fig.28) D = 0,782 in = 0, 0651 ft (Tab.10)
De.Gs = 21.310,6 D.Gt = 50.036
Re s  Re t 
 
7’) jH = 90 (Fig. 28) jH = 150 (Fig. 24)
8’) pada tc = 362,2 ºF pada Tc = 380 ºF
c = 0,605 Btu/lb.ºF (Fig. 4) c = 0,625 Btu/lb.ºF (Fig. 4)
k = 0.0698 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1) k = 0.071 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1)
(c./k)1/3 = 2,560 (c./k)1/3 = 1,953

23
k  c.  k  c. 
13 13
9’) ho  j H .   . s hi  j H .   . t
De  k  D k 

ho/s = 194,945 hi/t = 319,270


10’) Tube-Wall Temperature hio

hi

ID
ho s
s  s OD
t w  tc  = 369,985 ºF
ho s  hio t hio/t = 249,669
11’) pada tw = 369,985 ºF pada tw = 369,985 ºF
w=0,75 cp = 1,815 lb/ft.jam (Fig.14) w=0,35 cp = 0,847 lb/ft.jam (Fig.14)
0 ,14 0 ,14
   = 1,009    =1
s    t   
 w   w 

Corrected coefficient

12’) ho  ho s hio 
hio
t
s t

ho = 196,714 Btu/jam.ft2.ºF hio = 249,669 Btu/jam.ft2.ºF

Shell in Series = 3
13) Clean Overall Coefficient UC :
hio .ho
UC 
hio  ho

UC = 51,932 Btu/jam.ft2.ºF
UC = 253,429 kcal/jam.m2.ºC

14) Desain Overall Coefficient UD :


a” = 0,2618 ft2/lin ft (Tab. 10)
Total Surface, A = no tube x panjang x a”
= 3143,6615 ft2
Q
UD 
A.t (lmtd )

UD = 33,627 Btu/jam.ft2.ºF
UD = 164,173 kcal/jam.m2.ºC

15) Dirt Factor Rd :

24
UC  U D
Rd 
U C .U D

Rd = 0,0066 jam.ft2.ºF/Btu
= 0,00135 hr.m2.ºC/kcal

16) Effisiensi
Qcold
 100%
Qhot

6.826.975,26
  100%  43%
15.945.561,76

17) Friction Factor


c. Tube
Ret = 50.036
f = 0,00012 sq ft/sq in (Fig.26)
d. Shell
Res = 21.310,6
f = 0,0012 sq ft/sq in (Fig.29)

18) Specific Gravity (s)


c. Tube
Tc = 380°F
s = 0,74 (Fig.6)
d. Shell
tc = 362,2 °F
s = 0,785 (Fig.6)

19) Banyak lintasan yang melintang (Number of Croses)


N + 1 = 12 x L / B = 21,0344
Ds = IDs = 3,281 ft

25
20) Pressure Drop (ΔP)
a. Tube
𝑓 𝑥 𝐺𝑡 2 𝑥 𝐿 𝑥 𝑛
ΔPt = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑡 = 2,421 psi (Fig.26)

∆Pr (Pressure Drop Return)


4𝑛 𝑣 2 625
ΔPr = (144) = 1,654 psi (Fig.27)
𝑠 2𝑔′

ΔPT = ΔPt + ΔPr = 4,075 psi


b. Shell
𝑓 𝑥 𝐺 2 𝑥 𝐷𝑠 (𝑁+1)
ΔPs = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷𝑒 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑠 = 6,071 psi (Fig.29)

C. Perhitungan Desain Heat Exchanger E-14-006 AB

Profil Suhu HE E-14-006 A/B

324 oC
180 oC 238 oC

85 oC

1. Neraca Panas

Long Residue :
Qcold = m  Cp  (Tcout  Tcin )
= 718.287,2 lb/jam  0.588 btu/lb.ºF  (356 – 185)ºF
= 72.222.436,63 Btu/jam
HVGO:
Qhot = M  Cp  (Thin  Thout )
= 641.257,8 lb/jam  0,745 btu/lb.ºF  (615,2 – 460,4)ºF
= 73.953.436,46 Btu/jam
2. Log Mean Temperature Differensial

hot fluid (ºF) cold fluid (ºF) Difference (ºF)

26
615,2 Higher Temperature 356 259,2
460,4 Lower Temperature 185 275,4
154,8 Difference 171 - 16,2

t1  t 2
LMTD  = 266,2 ºF
t1
ln
t 2

T1  T2
R = 0,905
t 2  t1

t2  t1
S = 0,397
T1  T2
Dari harga R dan S diperoleh Ft = 0,98 (Fig.18, Kern)
LMTD terkoreksi (dt) = LMTD  Ft
= 261,9 ºF
3. Caloric Temperature
tc/th = 1,0625
Kc = 0,23 (Crude oil controlling) (Fig.17, Kern)
Fc = 0,48
Tc  T2  Fc  (T1  T2 ) tc  t1  Fc  (t 2  t1 )
= 534,7 ºF = 267,1 ºF

SHELL TUBE
Long Residue, Cold Fluid HVGO, Hot Fluid
Flow Area
ID.c'.B Nt.at '
4’) as  at4)
144.Pt 144.n
= 0,9768 ft2 = 1,2507 ft2
Mass Velocity
5’) w = 718.287,2 lb/jam W = 641,257,8 lb/jam

27
w W
Gs  Gt 
as at
= 735.327,8 lb/jam.ft2 = 512.710,0 lb/jam.ft2
Reynold Number
6’) pada tc = 267,1 ºF pada Tc = 534,7 ºF
 = 1,1 ; cp = 2,662 lb/ft.jam (hal 164  = 0,12; cp = 0,2904 lb/ft.jam (hal 164
maxwell) maxwell)
De= 0,99 in = 0,0825 ft (Fig.28) D = 0,782 in = 0, 06516 ft (Fig.28)
De.Gs = 22.789,1 D.Gt = 115.053,7
Re s  Re t 
 
7’) jH = 85 (Fig. 28) jH = 550 (Fig. 24)
8’) pada tc = 267,1 ºF pada Tc = 534,7 ºF
c = 0.57 Btu/lb.ºF (Fig. 4) c = 0.745 Btu/lb.ºF (Fig. 4)
k = 0.0749 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1) k = 0.035 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1)
(c./k)1/3 = 2,726 (c./k)1/3 = 1,433
k  c.  k  c. 
13 13
9’) ho  j H .   . s hi  j H .   . t
De  k  D k 

ho/s= 210,368 hi/t= 889,023


10’) Tube-Wall Temperature hio

hi

ID
s s OD
ho s = 329,249 ºF
t w  tc 
ho s  hio t hio/t= 695,215
11’) pada tw = 329,249 ºF pada tw = 329,249ºF
w=0,7 ; cp = 1,694 lb/ft.jam (hal 164 w=0,3 ; cp = 0,726 lb/ft.jam (hal 164
maxwell) maxwell)
0 ,14 0 ,14
   = 1,065    = 0,879
s    t   
 w   w 

Corrected coefficient

12’) ho  ho s hio 
hio
t
s t

ho = 224,110 Btu/jam.ft2.ºF hio = 611,516 Btu/jam.ft2.ºF

Shell in Series = 2

28
13) Clean Overall Coefficient UC :
hio .ho
UC 
hio  ho

UC = 82,002 Btu/jam.ft2.ºF
UC = 400,172 kcal/jam.m2.ºC

14) Desain Overall Coefficient UD :


a” = 0,2618 ft2/ln ft (Tab. 10)
Total Surface, A = no tube x panjang x a”
= 3940,0557 ft2
Q
UD 
A.t (lmtd )

UD = 35,822 Btu/jam.ft2.ºF
UD = 183,107 kcal/jam.m2.ºC

15) Dirt Factor Rd :


U C U D
Rd 
U C .U D

Rd = 0,0144 jam.ft2.ºF/Btu
= 0,00296 jam.m2.ºC/kcal

16) Effisiensi

Qcold
 100%
Qhot

72.222.436,63
 100%  98%
73.953.792,46

17) Friction Factor


e. Tube
Ret = 115.053,7
f = 0,00022 sq ft/sq in (Fig.26)
f. Shell
Res = 22.789,1

29
f = 0,0019 sq ft/sq in (Fig.29)

18) Specific Gravity (s)


e. Tube
Tc = 534,7 °F
s = 0,586 (Fig.6)
f. Shell
tc = 267,1 °F
s = 0,774 (Fig.6)

19) Banyak lintasan yang melintang (Number of Croses)


N + 1 = 12 x L / B = 15,2499
Ds = IDs = 3,609 ft

20) Pressure Drop (ΔP)


a. Tube
𝑓 𝑥 𝐺𝑡 2 𝑥 𝐿 𝑥 𝑛
ΔPt = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑡 = 2,3201 psi (Fig.26)

∆Pr (Pressure Drop Return)


4𝑛 𝑣 2 625
ΔPr = ( ) = 0,791 psi (Fig.27)
𝑠 2𝑔′ 144

ΔPT = ΔPt + ΔPr = 3,111 psi


b. Shell
𝑓 𝑥 𝐺 2 𝑥 𝐷𝑠 (𝑁+1)
ΔPs = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷𝑒 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑠 = 13,952 psi (Fig.29)

D. Perhitungan Plant Test 2010 Heat Exchanger E-14-006 AB

Profil Suhu HE E-14-006 A/B

284 oC
174 oC 181 oC

30
117 oC

1. Neraca Panas
Long Residue :
Qcold = m  Cp  (Tcout  Tcin )
= 643.932,0 lb/jam  0.569 btu/lb.ºF  (345,2 – 242,6)ºF
= 37.592.412,54 Btu/jam
HVGO:
Qhot = M  Cp  (Thin  Thout )
= 505.223,9 lb/jam  0,673 btu/lb.ºF  (543,2 – 357,8)ºF
= 63.038.993,23 Btu/jam

2. Log Mean Temperature Differensial


hot fluid (ºF) cold fluid (ºF) Difference (ºF)
543,2 Higher Temperature 345,2 198
357,8 Lower Temperature 242,6 115,2
185,4 Difference 102,6 82,8

t1  t 2
LMTD  = 152,9 ºF
t1
ln
t 2

T1  T2
R = 1,807
t 2  t1

t2  t1
S = 0,341
T1  T2
Dari harga R dan S diperoleh Ft = 0,85 (Fig.18, Kern)
LMTD terkoreksi (dt) = LMTD  Ft
= 129,9 ºF
3. Caloric Temperature

31
tc/th = 0,5818
Kc = 0,47 (Crude oil controlling) (Fig.17, Kern)
Fc = 0,423
Tc  T2  Fc  (T1  T2 ) tc  t1  Fc  (t 2  t1 )
= 436,3 ºF = 286,0 ºF

SHELL TUBE
Long Residue, Cold Fluid HVGO, Hot Fluid
Flow Area
ID.c'.B Nt.at '
4’) as  at4)
144.Pt 144.n
= 0,9768 ft2 = 1,2507 ft2
Mass Velocity
5’) w = 643.932,0 lb/jam W = 505,223,9 lb/jam
w W
Gs  Gt 
as at
= 659.208,6 lb/jam.ft2 = 403,945,8 lb/jam.ft2
Reynold Number
6’) pada tc = 286,0 ºF pada Tc = 534,7 ºF
 = 1,37 ; cp = 3,315 lb/ft.jam (hal 164  = 0,12; cp = 0,2904 lb/ft.jam (hal 164
maxwell) maxwell)
De= 0,99 in = 0,0825 ft (Fig.28) D = 0,782 in = 0, 06516 ft (Fig.28)
De.Gs = 16.403,7 D.Gt = 27.194,0
Re s  Re t 
 
7’) jH = 73 (Fig. 28) jH = 92 (Fig. 24)
8’) pada tc = 286,0 ºF pada Tc = 436,2 ºF
c = 0.565 Btu/lb.ºF (Fig. 4) c = 0.65 Btu/lb.ºF (Fig. 4)
k = 0.0715 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1) k = 0.0683 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1)
(c./k)1/3 = 2,970 (c./k)1/3 = 2,096
k  c.  k  c. 
13 13
9’) ho  j H .   . s hi  j H .   . t
De  k  D k 

32
ho/s= 187,903 hi/t= 202,134
10’) Tube-Wall Temperature hio

hi

ID
s s OD
ho s = 367,589 ºF
t w  tc 
ho s  hio t hio/t= 158,068
11’) pada tw = 329,249 ºF pada tw = 367,589ºF
w=0,8 ; cp = 1,936 lb/ft.jam (hal 164 w=0,65 ; cp = 1,573 lb/ft.jam (hal 164
maxwell) maxwell)
0 ,14 0 ,14
   = 1,078    = 0,934
s    t   
 w   w 

Corrected coefficient

12’) ho  ho s hio 
hio
t
s t

ho = 202,601 Btu /jam.ft2.ºF hio = 147,681 Btu/jam.ft2.ºF

Shell in Series = 2
13) Clean Overall Coefficient UC :
hio .ho
UC 
hio  ho

UC = 50,085 Btu/jam.ft2.ºF
UC = 244,417 kcal/jam.m2.ºC

14) Desain Overall Coefficient UD :


a” = 0,2618 ft2/ln ft (Tab. 10)
Total Surface, A = no tube x panjang x a”
= 3940,0557 ft2
Q
UD 
A.t (lmtd )

UD = 25,811 Btu/jam.ft2.ºF
UD = 125,957 kcal/jam.m2.ºC

15) Dirt Factor Rd :

33
UC  U D
Rd 
U C .U D

Rd = 0,0187 jam.ft2.ºF/Btu
= 0,00384 jam.m2.ºC/kcal

16. Effisiensi
Qcold
 100%
Qhot

37.592.412,54
 100%  60%
63.038.993,23

17. Friction Factor


g. Tube
Ret = 27.194,0
f = 0,00024 sq ft/sq in (Fig.26)
h. Shell
Res = 16.403,7
f = 0,002 sq ft/sq in (Fig.29)

18. Specific Gravity (s)


g. Tube
Tc = 436,2 °F
s = 0,69 (Fig.6)
h. Shell
tc = 286,0 °F
s = 0,795 (Fig.6)

19. Banyak lintasan yang melintang (Number of Croses)


N + 1 = 12 x L / B = 15,2499
Ds = IDs = 3,609 ft

20. Pressure Drop (ΔP)

34
a. Tube
𝑓 𝑥 𝐺𝑡 2 𝑥 𝐿 𝑥 𝑛
ΔPt = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑡 = 0,714 psi (Fig.26)

∆Pr (Pressure Drop Return)


4𝑛 𝑣 2 625
ΔPr = ( ) = 0,301 psi (Fig.27)
𝑠 2𝑔′ 144

ΔPT = ΔPt + ΔPr = 1,0157 psi


b. Shell
𝑓 𝑥 𝐺 2 𝑥 𝐷𝑠 (𝑁+1)
ΔPs = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷𝑒 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑠 = 12,957 psi (Fig.29)

E. Perhitungan Desain Heat Exchanger E-14-009 ABCD

Profil Suhu HE E-14-009 ABCD

354 oC
278 oC 269 oC

236 oC

1. Neraca Panas
Long Residue :
Qcold = m  Cp  (Tcout  Tcin )
= 718.287,2 lb/jam  0.69 btu/lb.ºF  (532,4 – 456,8)ºF
= 37.468.782,91 Btu/jam
Vacuum Residue :
Qhot = M  Cp  (Thin  Thout )
= 343.435,7 lb/jam  0,72 btu/lb.ºF  (669,2 – 516,2)ºF
= 37.832.924,78 Btu/jam

2. Log Mean Temperature Differensial

hot fluid (ºF) cold fluid (ºF) Difference (ºF)


669,2 Higher Temperature 532,4 136,8

35
516,2 Lower Temperature 456,8 59,4
153 Difference 75,6 77,4

t1  t 2
LMTD  = 92,8 ºF
t1
ln
t 2

T1  T2
R = 2,024
t 2  t1

t2  t1
S = 0,356
T1  T2
Dari harga R dan S diperoleh Ft = 0,938 (Fig.18, Kern)
LMTD terkoreksi (dt) = LMTD  Ft
= 87,0 ºF
3. Caloric Temperature
tc/th = 0,434
Kc = 0,3 (Crude oil controlling) (Fig.17, Kern)
Fc = 0,42
Tc  T2  Fc  (T1  T2 ) tc  t1  Fc  (t 2  t1 )
= 580,5 ºF = 488,6 ºF

SHELL TUBE
Long Residue, Cold Fluid Vacuum Residue, Hot Fluid
Flow Area
ID.c'.B Nt.at '
4’) as  at4)
144.Pt 144.n
= 0,9768 ft2 = 0,3027 ft2
Mass Velocity
5’) w = 718.287,2 lb/jam W = 343,435,7 lb/jam
w W
Gs  Gs 
as at

36
= 735.327,8 lb/jam.ft2 = 1.134.569,3 lb/jam.ft2
Reynold Number
6’) pada tc = 488,6 ºF pada Tc = 580,5 ºF
 = 0,1 ; cp = 0,242 lb/ft.jam (hal 164  = 0,15; cp = 0,363 lb/ft.jam (hal 164
maxwell) maxwell)
De= 0,99 in = 0,0825 ft (Fig.28) D = 0,782 in = 0, 06516 ft (Fig.28)
De.Gs = 250.679,9 D.Gt = 203.680,7
Re s  Re t 
 
7’) jH = 340 (Fig. 28) jH = 470 (Fig. 24)
8’) pada tc = 488,6 ºF pada Tc = 580,5 ºF
c = 0.7 Btu/lb.ºF (Fig. 4) c = 0.74 Btu/lb.ºF (Fig. 4)
k = 0.0751 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1) k = 0.069 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1)
(c./k)1/3 = 1,311 (c./k)1/3 = 1,573
k  c.  k  c. 
13 13
9’) ho  j H .   . s hi  j H .   . t
De  k  D k 

ho/s= 405,9034 hi/t= 782,860


10’) Tube-Wall Temperature hio

hi

ID
ho s
s s OD
t w  tc  = 513,634 ºF
ho s  hio t hio/t= 612,1967
11’) pada tw = 525,194 ºF pada tw = 525,194ºF
w=0,078 ; cp = 0,188 lb/ft.jam (hal 164 w=0,2 ; cp = 0,484 lb/ft.jam (hal 164
maxwell) maxwell)
0 ,14 0 ,14
   = 1,035    = 0,9605
s    t   
 w   w 

Corrected coefficient

12’) ho  ho s hio 
hio
t
s t

ho = 420,271 Btu/jam.ft2.ºF hio = 588,030 Btu/jam.ft2.ºF

Shell in Series = 2
13) Clean Overall Coefficient UC :

37
hio .ho
UC 
hio  ho

UC = 122,548 Btu/jam.ft2.ºF
UC = 598,038 kcal/jam.m2.ºC

14) Desain Overall Coefficient UD :


a” = 0,2618 ft2/ln ft (Tab. 10)
Total Surface, A = no tube x panjang x a”
= 3814,3093 ft2
Q
UD 
A.t (lmtd )

UD = 58,293 Btu/jam.ft2.ºF
UD = 286,424 kcal/jam.m2.ºC

15) Dirt Factor Rd :


UC  U D
Rd 
U C .U D

Rd = 0,00887 jam.ft2.ºF/Btu
= 0,00181 jam.m2.ºC/kcal

16) Effisiensi

Qcold
 100%
Qhot

37.468.782,91
 100%  99%
37.832.924,78

17) Friction Factor


a. Tube
Ret = 203.680,7
f = 0,0001 sq ft/sq in (Fig.26)
b. Shell
Res = 250.679,9

38
f = 0,00095 sq ft/sq in (Fig.29)

18) Specific Gravity (s)


a. Tube
Tc = 580,5 °F
s = 0,6385r (Fig.6)
b. Shell
tc = 488,6 °F
s = 0,585 (Fig.6)

19) Banyak lintasan yang melintang (Number of Croses)


N + 1 = 12 x L / B = 15,2499
Ds = IDs = 3,609 ft

20) Pressure Drop (ΔP)


a. Tube
𝑓 𝑥 𝐺𝑡 2 𝑥 𝐿 𝑥 𝑛
ΔPt = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑡 = 9,8787 psi (Fig.26)

∆Pr (Pressure Drop Return)


4𝑛 𝑣 2 625
ΔPr = ( ) = 1,72 psi (Fig.27)
𝑠 2𝑔′ 144

ΔPT = ΔPt + ΔPr = 11,59 psi


b. Shell
𝑓 𝑥 𝐺 2 𝑥 𝐷𝑠 (𝑁+1)
ΔPs = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷𝑒 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑠 = 9,83 psi (Fig.29)

F. Perhitungan Plant Test 2010 Heat Exchanger E-14-009 ABCD

Profil Suhu HE E-14-009 ABCD

282oC

229oC 217oC

207oC

39
1. Neraca Panas
Long Residue :
Qcold = m  Cp  (Tcout  Tcin )
= 643.932,0 lb/jam  0.68 btu/lb.ºF  (444,2 – 404,6)ºF
= 17.339.823,38 Btu/jam
Vacuum Residue :
Qhot = M  Cp  (Thin  Thout )
= 226.899,5 lb/jam  0,674 btu/lb.ºF  (539,6 – 422,6)ºF
= 17.692.862,56 Btu/jam

2. Log Mean Temperature Differensial


hot fluid (ºF) cold fluid (ºF) Difference (ºF)
539,6 Higher Temperature 444,2 95,4
422,6 Lower Temperature 404,6 18,0
117 Difference 39,6 77,4

t1  t 2
LMTD  = 45,8 ºF
t1
ln
t 2

T1  T2
R = 2,955
t 2  t1

t2  t1
S = 0,293
T1  T2
Dari harga R dan S diperoleh Ft = 0,89 (Fig.18, Kern)
LMTD terkoreksi (dt) = LMTD  Ft
= 40,8 ºF
3. Caloric Temperature
tc/th = 0,188
Kc = 0,15 (Crude oil controlling) (Fig.17, Kern)

40
Fc = 0,36
Tc  T2  Fc  (T1  T2 ) tc  t1  Fc  (t 2  t1 )
= 464,7 ºF = 418,9 ºF

SHELL TUBE
Long Residue, Cold Fluid Vacuum Residue, Hot Fluid
Flow Area
ID.c'.B Nt.at '
4’) as  at4)
144.Pt 144.n
= 0,9768 ft2 = 0,3027 ft2
Mass Velocity
5’) w = 718.287,2 lb/jam W = 343,435,7 lb/jam
w W
Gs  Gs 
as at
= 659.208,6 lb/jam.ft2 = 749.581,9 lb/jam.ft2
Reynold Number
6’) pada tc = 418,9 ºF pada Tc = 580,5 ºF
 = 0,5 ; cp = 1,21 lb/ft.jam (hal 164  = 0,15; cp = 0,363 lb/ft.jam (hal 164
maxwell) maxwell)
De= 0,99 in = 0,0825 ft (Fig.28) D = 0,782 in = 0, 06516 ft (Fig.28)
De.Gs = 44.946,0 D.Gt = 6.728,3
Re s  Re t 
 
7’) jH = 150 (Fig. 28) jH = 27 (Fig. 24)
8’) pada tc = 418,9 ºF pada Tc = 464,7 ºF
c = 0.65 Btu/lb.ºF (Fig. 4) c = 0.635 Btu/lb.ºF (Fig. 4)
k = 0.0685 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1) k = 0.063 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1)
(c./k)1/3 = 2,256 (c./k)1/3 = 4,182
k  c.  k  c. 
13 13
9’) ho  j H .   . s hi  j H .   . t
De  k  D k 

ho/s= 280,972 hi/t= 109,178

41
10’) Tube-Wall Temperature hio hi ID
 
s  s OD
ho s = 454,031 ºF
t w  tc 
ho s  hio t hio/t= 85,377
11’) pada tw = 454,031 ºF pada tw = 454,031ºF
w=0,45 ; cp = 1,089 lb/ft.jam (hal 164 w=2,5 ; cp = 6,05 lb/ft.jam (hal 164
maxwell) maxwell)
0 ,14 0 ,14
   = 1,0148    = 1,0258
s    t   
 w   w 

Corrected coefficient

12’) ho  ho s hio 
hio
t
s t

ho = 285,1477 Btu/jam.ft2.ºF hio = 87,584 Btu/jam.ft2.ºF

Shell in Series = 2
13) Clean Overall Coefficient UC :
hio .ho
UC 
hio  ho

UC = 67,0039 Btu/jam.ft2.ºF
UC = 326,979 kcal/jam.m2.ºC

14) Desain Overall Coefficient UD :


a” = 0,2618 ft2/ln ft (Tab. 10)
Total Surface, A = no tube x panjang x a”
= 3814,3093 ft2
Q
UD 
A.t (lmtd )

UD = 57,041 Btu/jam.ft2.ºF
UD = 280,680 kcal/jam.m2.ºC

15) Dirt Factor Rd :


UC  U D
Rd 
U C .U D

42
Rd = 0,00245 jam.ft2.ºF/Btu
= 0,00050 jam.m2.ºC/kcal

16) Effisiensi

Qcold
 100%
Qhot

17.339.823,38
 100%  98%
17.692.862,56

17) Friction Factor


21) Tube
Ret = 6.728,3
f = 0,00034 sq ft/sq in (Fig.26)
22) Shell
Res = 44.946,0
f = 0,00145 sq ft/sq in (Fig.29)

18) Specific Gravity (s)


a. Tube
Tc = 464,7 °F
s = 0,79 (Fig.6)
b. Shell
tc = 418,9 °F
s = 0,746 (Fig.6)
19) Banyak lintasan yang melintang (Number of Croses)
N + 1 = 12 x L / B = 15,2499
Ds = IDs = 3,609 ft

20) Pressure Drop (ΔP)


1. Tube
𝑓 𝑥 𝐺𝑡 2 𝑥 𝐿 𝑥 𝑛
ΔPt = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑡 = 10,11 psi (Fig.26)

43
∆Pr (Pressure Drop Return)
4𝑛 𝑣 2 625
ΔPr = (144) = 1,518 psi (Fig.27)
𝑠 2𝑔′

ΔPT = ΔPt + ΔPr = 11,63 psi


2. Shell
𝑓 𝑥 𝐺 2 𝑥 𝐷𝑠 (𝑁+1)
ΔPs = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷𝑒 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑠 = 10,63 psi (Fig.29)

G. Perhitungan Desain Heat Exchanger E-14-010 ABC

Profil Suhu HE E-14-010

269oC
236oC 211oC

180 oC

1. Neraca Panas
Long Residue :
Qcold = m  Cp  (Tcout  Tcin )
= 359.143,6 lb/jam  0,645 btu/lb.ºF  (456,8 – 366)ºF
= 23.350.111,09 Btu/jam
Vacuum Residue :
Qhot = m  Cp  (Thin  Thout )
= 343.435,7 lb/jam  0,658 btu/lb.ºF  (516,2 – 411,8)ºF
= 23.592.414,07 Btu/jam

2. Log Mean Temperature Differensial

hot fluid (ºF) cold fluid (ºF) Difference (ºF)


516,2 Higher Temperature 456,8 59,4
411,8 Lower Temperature 366 55,8
104,4 Difference 100,8 3,6

44
t1  t 2
LMTD  = 57,6 ºF
t1
ln
t 2

T1  T2
R = 1,036
t 2  t1

t2  t1
S = 0,629
T1  T2
Dari harga R dan S diperoleh Ft = 0,94 (Fig.20, Kern)
LMTD terkoreksi (dt) = LMTD  Ft
= 54,1 ºF
3. Caloric Temperature
tc/th = 0,043
Kc = 0,29 (Crude oil controlling) (Fig.17, Kern)
Fc = 0,39
Tc  T2  Fc  (T1  T2 ) tc  t1  Fc  (t 2  t1 )
= 452,5 ºF = 395,3 ºF

SHELL TUBE
Vacuum Residue, Hot Fluid Long Residue, Cold Fluid
Flow Area
ID.c'.B Nt.at '
4’) as  at4)
144.Pt 144.n
= 0,4263 ft2 = 0,479 ft2
Mass Velocity
5’) w = 343.435,7lb/jam W = 359.143,6lb/jam
w W
Gs  Gt 
as at
= 805.710,1 lb/jam.ft2 = 749.777,9 lb/jam.ft2
Reynold Number

45
6’) pada Tc = 452,5 ºF pada tc = 395,3 ºF
 =0,25cp = 0,605 lb/ft.jam (Fig.14)  =0,18 cp = 0,4356 lb/ft.jam (Fig.14)
De= 0,99 in = 0,0825 ft (Fig.28) D = 0,782 in = 0, 0651 ft (Tab.10)
De.Gs = 109.869,6 D.Gt = 112.168,3
Re s  Re t 
 
7’) jH = 220 (Fig. 28) jH = 298 (Fig. 24)
8’) pada Tc = 452,5ºF pada tc = 395,3 ºF
c = 0,66 Btu/lb.ºF (Fig. 4) c = 0,66 Btu/lb.ºF (Fig. 4)
k = 0.069 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1) k = 0.0749 Btu/jam.ft.ºF (Fig. 1)
(c./k)1/3 = 1,795 (c./k)1/3 = 1,565
k  c.  k  c. 
13 13
9’) ho  j H .   . s hi  j H .   . t
De  k  D k 

ho/s = 330,345 hi/t = 536,277


10’) Tube-Wall Temperature hio

hi

ID
ho s
s s OD
t w  tc  = 477,721 ºF
ho s  hio t hio/t = 419,368
11’) pada tw = 477,721 ºF pada tw = 477,721 ºF
w=0,215 cp = 0,520 lb/ft.jam (Fig.14) w=0,12 cp = 0,2904 lb/ft.jam (Fig.14)
0 ,14 0 ,14
   = 1,0213    = 1,0584
s    t   
 w   w 

Corrected coefficient

12’) ho  ho s hio 
hio
t
s t

ho = 337,394 Btu/jam.ft2.ºF hio = 443,862 Btu/jam.ft2.ºF

Shell in Series = 3
13) Clean Overall Coefficient UC :
hio .ho
UC 
hio  ho

UC = 63,895 Btu/jam.ft2.ºF
UC = 311,811 kcal/jam.m2.ºC

46
14) Desain Overall Coefficient UD :
a” = 0,2618 ft2/lin ft (Tab. 10)
Total Surface, A = no tube x panjang x a”
= 4526,872 ft2
Q
UD 
A.t (lmtd )

UD = 32,481 Btu/jam.ft2.ºF
UD = 159,482 kcal/jam.m2.ºC

15) Dirt Factor Rd :


UC  U D
Rd 
U C .U D

Rd = 0,0149 jam.ft2.ºF/Btu
= 0,0030 hr.m2.ºC/kcal

16) Effisiensi

Qcold
 100%
Qhot

23.350.111,09
  100%  99%
23.592.414,07

17) Friction Factor


a. Tube
Ret = 112.168,3
f = 0,00014 sq ft/sq in (Fig.26)
b. Shell
Res = 109.869,6
f = 0,00122 sq ft/sq in (Fig.29)

18) Specific Gravity (s)


a. Tube

47
tc = 395,3 ºF
s = 0,675 (Fig.6)
b. Shell
Tc = 452,5 ºF
s = 0,72 (Fig.6)

19) Banyak lintasan yang melintang (Number of Croses)


N + 1 = 12 x L / B = 38,124
Ds = IDs = 3,397 ft

20) Pressure Drop (ΔP)


a. Tube
𝑓 𝑥 𝐺𝑡 2 𝑥 𝐿 𝑥 𝑛
ΔPt = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑡 = 3,888 psi (Fig.26)

∆Pr (Pressure Drop Return)


4𝑛 𝑣 2 625
ΔPr = ( ) = 2,56 psi (Fig.27)
𝑠 2𝑔′ 144

ΔPT = ΔPt + ΔPr = 6,448 psi


b. Shell
𝑓 𝑥 𝐺 2 𝑥 𝐷𝑠 (𝑁+1)
ΔPs = 5,22 𝑥 1010 𝑥 𝐷𝑒 𝑥 𝑠 𝑥 𝜙𝑠 = 7,533 psi (Fig.29)

48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Dari perhitungan Evaluasi Performance Heat Exchanger (Feed Preheater)
High Vacuum Unit II di dapat hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1. Performance HE E-14-003 ABC


Parameter Satuan Desain Plant Test 2010
Efisiensi % 98 43
Q Btu/hr 23.554.530,70 6.826.975,26
UD Btu/hr.ft2.oF 56,91 33,627
RD hr.ft2.oF/Btu 0,0026 0.0066

Tabel 4.2. Performance HE E-14-006 AB


Parameter Satuan Desain Plant Test 2010
Efisiensi % 98 60
Q Btu/hr 72.222.436,63 37.592.412,54
UD Btu/hr.ft2.oF 35,822 25,811
RD hr.ft2.oF/Btu 0,0144 0,0187

Tabel 4.3. Performance HE E-14-009 ABCD


Parameter Satuan Desain Plant Test 2010
Efisiensi % 99 99
Q Btu/hr 37.468.782,91 17.489.823,38
UD Btu/hr.ft2.oF 58,293 57,041
RD hr.ft2.oF/Btu 0,00887 0.00245

Tabel 4.4. Performance HE E-14-010 ABC


Parameter Satuan Desain Plant Test 2010
Efisiensi % 99

49
Q Btu/hr 23.350.111,09
UD Btu/hr.ft2.oF 32,481
RD hr.ft2.oF/Btu 0,0149

Tabel 4.5. Kondisi HE E-14-003 ABC


Kondisi Long Residue MVGO
Desain PT 2010 Desain PT 2010
Flowrate (kg/jam) 162.905 146.042 155.730 98.125
Suhu (oC)
Suhu masuk 180 180 262 245
Suhu keluar 236 199 207 182
T (oC) 56 19 55 63

Tabel 4.6. Kondisi HE E-14-006 AB


Kondisi Long Residue HVGO
Desain PT 2010 Desain PT 2010
Flowrate (kg/jam) 325.810 292.083 290.870 229.166
Suhu (oC)
Suhu masuk 85 117 324 284
Suhu keluar 180 174 238 181
T (oC) 95 43 86 103

Tabel 4.7. Kondisi HE E-14-009 ABCD


Kondisi Long Residue Vacuum Residue
Desain PT 2010 Desain PT 2010
Flowrate (kg/jam) 325.810 292.083 155.780 102.920
Suhu (oC)
Suhu masuk 236 207 354 282
Suhu keluar 278 229 269 217

50
T (oC) 42 22 85 65

Tabel 4.8. Kondisi HE E-14-010 ABC


Kondisi Long Residue Vacuum Residue
Desain PT 2010 Desain PT 2010
Flowrate (kg/jam) 162.905 155.780
Suhu (oC)
Suhu masuk 180 269
Suhu keluar 236 211
T (oC) 56 58

4.2. Pembahasan
Fungsi dari Heat Exchanger E-14-003 ABC, E-14-006 AB, E-14-009
ABCD dan E-14-010 ABC adalah sebagai feed preheater long residue sebelum
masuk kolom distilasi vakum unit HVU II dan juga sebagai pendingin produk dari
kolom distilasi vakum di unit HVU II. Perhitungan performance Heat Exchanger
dilakukan untuk membandingkan harga Overall Heat Transfer Coefficient (Ud)
Plant Test 2010 dengan Ud desain serta untuk mengetahui fouling factor atau
tahanan pengotoran (Rd) sehingga diketahui performance atau kinerja HE,
efisiensi HE dan juga diketahui apakah perlu dilakukan cleaning/pembersihan
akibat nilai Rd yang melebihi nilai Rd yang diizinkan.
Parameter yang dipakai untuk menganalisa performance suatu HE di
antaranya adalah koefisien perpindahan Panas (Koefisien Design Overall/Ud),
fouling factor atau tahanan kekotoran (Rd) dan effisiensi HE.

4.2.1. Pengamatan Pada Heat Exchanger (Feed Preheater) Unit HVU II


Koefisien perpindahan panas (Ud)
Koefisien perpindahan panas adalah suatu konstanta yang berfungsi
sebagai parameter yang menunjukkan jumlah panas/kalor yang ditransfer oleh
fluida panas ke fluida dingin per °F per satuan waktu per ft².

51
Fluida panas yang memanaskan long residue pada masing-masing HE
adalah sebagai berikut:
1. Pada Heat Exchanger E-14-003 ABC fluida dingin long residue mengalir pada
shell dan fluida panas MVGO (Medium Vacuum Gas Oil) mengalir pada tube.
2. Pada Heat Exchanger E-14-006 AB fluida dingin long residue mengalir pada
shell dan fluida panas HVGO (High Vacuum Gas Oil) mengalir pada tube.
3. Pada Heat Exchanger E-14-009 ABCD fluida dingin long residue mengalir
pada shell dan fluida panas vacuum residue mengalir pada tube.
4. Pada Heat Exchanger E-14-010 ABC fluida dingin Long Residue mengalir
pada tube dan fluida panas vacuum residue mengalir pada shell.
Dari Tabel 4.1., 4.2., 4.3., 4.4, terlihat perbedaan harga koefisien
perpindahan panas (Ud) pada PT 2010 dan desain. Perbedaan tersebut disebabkan
besar kecilnya jumlah panas (Q) yang dipindahkan antara kedua fluida pada saat
PT 2010 dengan desain.
Sedangkan Q sendiri sangat tergantung dari jumlah flow rate atau (W)
yang dialirkan (besarnya kalor yang ditransfer oleh fluida panas) ke fluida dingin
(long residue). Sehingga jika flow rate/massa yang masuk semakin besar maka
panas yang dibutuhkan semakin besar pula. Panas yang terus menerus untuk
memanaskan feed yang masih banyak mengandung fraksi berat ini akan
mengakibatkan fouling.

Fouling Factor / Tahanan kekotoran (Rd)


Fouling factor merupakan suatu parameter yang menunjukkan besarnya
faktor pengotor dalam alat penukar panas yang diakibatkan terbentuknya lapisan
yang memberikan tahanan tambahan terhadap aliran panas. Lapisan ini
dimungkinkan berasal dari korosi pada bahan konstruksi HE atau endapan yang
terdapat dalam HE setelah HE dipakai untuk beberapa lama.
Berdasarkan Tabel 4.1., 4.2., 4.3., 4.4., harga Rd yang diperoleh pada
setiap HE tampak bahwa harga Rd desain lebih rendah daripada harga Rd
perhitungan PT 2010. Hasil ini menunjukkan bahwa fouling factor masih bisa di
tolerir karena nilai Rd PT 2010 tidak berbeda jauh dibandingkan dengan Rd

52
desain. Hal ini dikarenakan flow rate fluida panas yang dialirkan terlalu besar dan
adanya kandungan impurities dari dalam fluida tersebut. Dari hasil perhitungan
Rd pada masing-masing HE, dapat dikatakan bahwa kinerja HE pada saat PT
2010 lebih baik daripada desain. Oleh karena itu, HE harus dengan rutin
dibersihkan (routine cleaning) dan dilakukan monitoring pressure drop.

Efisiensi HE
Berdasarkan Tabel 4.1., 4.2., 4.3., 4.4., harga efisiensi yang diperoleh pada
data desain lebih tinggi dibandingkan data PT 2010. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa performance HE pada kondisi PT 2010 mengalami penurunan dari kondisi
desain. Penurunan efisiensi ini disebabkan karena kalor (Q) yang hilang pada PT
2010 lebih besar daripada desain. Hal ini disebabkan karena kalor yang dilepaskan
dari fluida panas melebihi data desain, sehingga melebihi kemampuan isolasi HE
untuk mempertahankan panasnya agar tidak hilang ke lingkungan.

53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan perbandingan hasil perhitungan secara keseluruhan kinerja
dari HE E-14-003 ABC, E-14-006 AB, E-14-009 ABCD, E-14-010 ABC pada
saat PT 2010 masih dikatakan bagus. Hal ini dapat dilihat dari :
a. Nilai koefisien perpindahan panas (Ud) pada PT 2010 lebih kecil dari desain.
b. Fouling faktor tidak berbeda jauh dengan data desain.
c. Efisiensi HE pada PT 2010 yang lebih rendah dari desain juga masih bisa
diperbesar dengan mengurangi laju alir fluida panas.

5.2. Saran
Untuk memperlancar proses pengolahan produksi, disarankan agar
dilakukan evaluasi performance HE untuk jangka waktu tertentu secara periodik
sehinggga dapat diketahui saat kapan alat tersebut harus dibersihkan atau diganti.
Dan perlu dilakukan penggantian atau penambahan isolasi HE agar tidak terlalu
banyak kalor yang dilepaskan ke lingkungan. Untuk menaikkan efisiensi dari HE
pada saat PT 2010 sebaiknya flow rate fluida panas menuju HE perlu dikurangi.

54
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Eman Salman. 2001. Heat Exchanger (Bimbingan Sarjana Teknik


Pertamina). Cilacap.

Rimukti, Barry dan Riko. 2011. Laporan Kerja Praktek PT PERTAMINA


(Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong. Institut Teknologi Bandung
(ITB)

Coulson, J.M. Richardson, J.F. and Sinnot, R.K. 1983. Chemical Engineering
Volume 6 (SI Units). Oxford: Pergamon Press.

Hadiah, Fitri. 2009. Pengantar Perpindahan Panas. Jurusan Teknik Kimia Fak.
Teknik Universitas Sriwijaya.

Kern, D.Q, 1965, Process Heat Transfer , International Student Edition. McGraw
Hill Book Co : Tokyo.

Masyithah, Zuhrina. 2006. Buku Ajar Perpindahan Panas. Departemen Teknik


Kimia Universitas Sumatera Utara

Perry, R.H. and Green, D. 1997. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 7th
Edition. New York: McGraw-Hill Book Company.

Prieve, Dennis C. 2001. Unit Operation of Chemical Engineering.Departement Of


Chemical Engineering Carnegie Mellon University.

TEMA. 1978. Standards of Tubular Exchanger Manufactures Association, 6th


Edition. New York: Tubular Exchanger Manufactures Association, Inc.

55

Anda mungkin juga menyukai