Anda di halaman 1dari 15

REFLEKSI KASUS

Retinopati of Prematurity

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Kepanitraan Klinik Bagian Stase Mata

Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada Yth :

dr. Akhmad Iklilluddin, Sp.M

Disusun Oleh :

Nurul Hafizhah Suria Saputri

20174011085

BAGIAN STASE MATA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019
BAB I

LAPORAN KASUS

Seorang bayi umur 4 minggu datang untuk kontrol dan pemeriksaan

kesehatan. Berat badan lahir 1100 gram, umur kehamilan 29 minggu, lahir spontan,

langsung menangis, tapi merintih, ditolong bidan di rumah sakit. Kemudian bayi

dirawat selama 3 minggu, mendapat terapi oksigen selama 5 hari pertama. Ibu sehat,

antenatal care tidak lengkap. Bayi anak pertama dan tidak ada riwayat keguguran.

Pemeriksaan :

Bayi sadar, aktif, minum cukup kuat, suhu 36,80C. Umur postkonsepsional 33

minggu.

Optalmoskopi indirect :

 Ditemukan garis demarkasi tipis antara area vaskular dan avaskular pada
retina.
 Pada zona 1, tampak sebagai garis tipis dan mendatar (biasanya pertama kali
pada nasal). Tidak ada elevasi pada retina avaskular. Pembuluh retina tampak
halus, tipis, dan supel. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap minggunya.
 Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu
 Pada zona 3, pemeriksaan dilakukan setiap 3-4 minggu

Diagnosis Kerja : ODS Retinopati of Prematurity stadium 1


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.3.1. Definisi

Retinopati prematuritas (ROP) adalah penyakit yang disebabkan oleh


vaskularisasi retina imatur pada bayi yang lahir premature atau dengan berat lahir
rendah. Penyakit ini dapat ringan atau tanpa disertai defek visual, atau dapat menjadi
progresif dengan adanya neovaskularisasi dan berlanjut pada lepasnya retina (ablasio)
dan kebutaan. Dengan meningkatnya perawatan neonatal yang membuat bayi
prematur (lahir kurang dari 32 minggu) dan berat badan lahir rendah (kurang dari
1500 gr) dapat bertahan, insiden dari ROP makin meningkat. 1

II.3.2. Etiologi

Penyebab dari ROP adalah terganggunya proses pematangan pembuluh darah


yang disebabkan oleh kelahiran bayi yang prematur (dibawah 32 minggu). Pada bayi
dengan berat badan lahir rendah diduga paparan terapi oksigen juga merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan ROP walaupun bukan merupakan penyebab tunggal.
Faktor penyebab lainnya masih belum diketahui.1,2

II.3.3. Faktor resiko

Faktor resiko ROP meliputi :

1. Lahir pada usia kurang dari 32 minggu masa gestasi, terutama kurang
dari 30 minggu
2. Berat badan lahir rendah (<1500 gr), terutama kurang dari 1250 gram
3. Riwayat apnea
4. Asidosis
5. Septikemia
6. Penyakit jantung bawaan yaitu duktus arteriosus paten
7. Transfusi darah
8. Perdarahan intraventrikel
9. Bradikardi
10. Respiratory distress
II.3.4. Patogenesis

Terdapat dua teori tentang parogenesis ROP. Vaskularisasi retina dimulai pada
minggu ke 16 masa gestasi. Pembuluh darah retina berkembang dari diskus opticus
sebagai gelombang dari spindle sel mesenkimal, dan selanjutnya proliferasi endotel
dan formasi kapiler. Kapiler baru ini akan membentuk pembuluh darah retina yang
matur. Pembuluh darah koroid yang sudah terbentuk pada 6 minggu masa gestasi
memperdarahi seluruh bagian retina yang avaskular. Pembuluh darah retina akan
lengkap mencapai bagian ora serata nasal pada usia gestasi 32 minggu, dan lengkap
mencapai bagian temporal pada usia gestasi 40-42 minggu atau usia aterm. Pada bayi
yang lahir prematur, terutama pada usia gestasi kurang dari 30 minggu, pembentukan
pembuluh darah retina terhenti sebelum terbentuk sempurna, sehingga hal ini
menyebabkan penyakit ROP muncul.2,3

Teori kedua pada pathogenesis ROP adalah spindle sel mesenkimal, terpapar
oleh kondisi hiperoksigen ekstrauterin, dan membuat celah tautan (gap junction).
Celah tautan ini menginterfensi formasi vaskular normal dan memicu respon
pembentukan neovaskular, seperti dilaporkan oleh Kretzer dan Hittner. Menurut
Ashton, terdapat 2 fase pada teori ini. Fase pertama, fase hiperoksigen, menyebabkan
vasokonstriksi retina dan destruksi sel endotel kapiler yang ireversibel. Hal ini
menyebabkan daerah tersebut menjadi iskemik, faktor angiogenik seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF), dihasilkan oleh sel spindle mesenkimal dan retina
yang iskemik untuk membuat vaskular baru. Jalur vaskular baru ini tidak matur dan
tidak berespon pada regulasi yang seharusnya.

II.3.5. Manifestasi klinis

Kelainan ROP ini biasanya terjadi bilateral, namun sering asimetrik. Kelainan
ini juga jarang menimbulkan gejala yang mudah dikenali. Tanda awal biasanya adalah
adanya keterlambatan pergerakan bola mata. Kelainan ini harus secara aktif dikenali
pada bayi-bayi yang memiliki faktor resiko dengan melakukan skrining.2,3

Skrining dilakukan rutin untuk semua bayi dengan berat lahir 1500 gr atau
kurang dan bayi-bayi yang mendapat terapi oksigen tambahan jangka panjang, untuk
mencari kemungkinan adanya ROP. Evaluasi pertama dilakukan sesuai usia gestasi
pada saat bayi lahir.
 Jika bayi lahir pada usia gestasi 23-24 minggu,pemeriksaan pertama
harus dilakukan pada usia gestasi 27-28 minggu atau sekitar 4 minggu
setelah kelahiran
 Jika bayi lahir pada usia gestasi 25-28 minggu, pemeriksaan pertama
harus dilakukan pada minggu ke 4-5 setelah kelahiran

Selanjutnya pemeriksaan dilanjutkan sampai vaskularisasi mencapai seluruh retina,


sampai tanda-tanda ROP mengalami resolusi spontan, atau sampai diberikan terapi
yang tepat.

II.3.6. Diagnosis

Diagnosis dari ROP membutuhkan pemeriksaan funduskopi dengan


menggunakan instrument seperti:

 Speculum Sauer (untuk membuat mata tetap terbuka)


 Oftalmoskopi

ROP dikategorikan parah berdasarkan zona pada retina yang terkena (gambar 4).
Semakin rendah zona dan semakin tinggi stadium penyakit ini yang ditemukan pada
pemeriksaan funduskopi masing-masing mata, maka tingkat keparahannya semakin
tinggi pula. 5

Gambar 4. Zona pada ROP


Zona 1

 Pusat dari zona 1 adalah nervus optikus


 Area ini memanjang dua kali jarak dari saraf optic ke macula dalam bentuk
lingkaran. ROP yang terletak pada zona 1 (bahkan pada stadium 1, imatur)
dianggap kondisi yang kritikal dan harus dimonitor dengan ketat
 Area ini sangat kecil dan perubahan pada area dapat terjadi dengan sangat
cepat, kadangkala dalam hitungan hari. Tanda utama dari perburukan penyakit
ini bukanlah ditemukannya neovaskularisasi tetapi dengan ditemukan adanya
pembuluh darah yang mengalami peningkatan dilatasi. Vaskularisasi retina
tampak meningkat mungkin akibat meningkatnya shunting arteriovena.

Zona 2

 Zona 2 adalah area melingkar yang mengelilingi zona 1 dengan nasal ora
serrata sebagai batas nasal.
 ROP pada zona 2 dapat berkembang dengan cepat namun biasanya didahului
dengan tanda bahaya (warning sign) yang memperkirakan terjadinya
perburukan dalam 1-2 minggu. Tanda bahaya tersebut antara lain : (1) tampak
vaskularisasi yang meningkat pada ridge (percabangan vaskular meningkat);
biasanya merupakan tanda bahwa penyakit ini mulai agresif. (2) Dilatasi
vaskular yang meningkat. (3) tampak adanya ‘hot dog’ pada ridge; merupakan
penebalan vaskular pada ridge; hal ini biasanya terlihat di zona posterior 2
(batas zona 1) dan merupakan indikator prognosis yang buruk.

Zona 3

 Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada bagian
temporal.
 Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif. Biasanya, zona ini
mengalami vaskularisasi lambat dan membutuhkan evaluasi dalam setiap
beberapa minggu.
 Banyak bayi yang tampak memiliki penyakit pada zona 3 dengan garis
demarkasi dan retina yang nonvascular. Kondisi ini ditemukan pada balita dan
dapat dipertimbangkan sebagai penyakit sikatrisial. Tidak ditemukan adanya
penyakit sekuele dari zona ini.

Stadium

Stadium 0

 Bentuk yang paling ringan dari ROP. Merupakan vaskularisasi retina yang
imatur. Tidak tampak adanya demarkasi retina yang jelas antara retina yang
tervaskularisasi dengan neovaskularisasi. Hanya dapat ditentukan perkiraan
perbatasan pada pemeriksaan.
 Pada zona 1, mungkin ditemukan vitreous yang berkabut, dengan saraf optik
sebagai satu-satunya landmark, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang setiap
minggu
 Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu
 Pada zona 3, pemeriksaan setiap 3-4 minggu cukup memadai

Stadium 1

 Ditemukan garis demarkasi tipis (gambar 5) antara area vaskular dan


avaskular pada retina. Garis ini tidak memiliki ketebalan
 Pada zona 1, tampak sebagai garis tipis dan mendatar (biasanya pertama kali
pada nasal). Tidak ada elevasi pada retina avaskular. Pembuluh retina tampak
halus, tipis, dan supel. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap minggunya.
 Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu
 Pada zona 3, pemeriksaan dilakukan setiap 3-4 minggu

Gambar 5. Garis dermakasi pada ROP stadium 1 terlihat pada funduskopi


Stadium 2

 Tampak ridge luas dan tebal yang memisahkan area vaskular dan avaskular
retina.
 Pada zona 1, apabila ada sedikit saja tanda kemerahan pada ridge, ini
merupakan tanda bahaya. Apabila terlihat adanya pembesaran pembuluh,
penyakit dapat dipertimbangkan telah memburuk dan harus ditatalaksana
dalam 72 jam
 Pada zona 2, apabila tidak ditemukan perubahan vaskular dan tidak terjadi
pembesaran ridge, pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan tiap 2 minggu.
 Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali
ditemukan adanya pembentukan arcade vaskular.

Stadium 3

 Dapat ditemukan adanya proliferasi fibrovaskular ekstraretinal


(neovaskularisasi) pada ridge, pada permukaan posterior ridge atau anterior
dari rongga vitreous (gambar 6).
 Pada zona 1, apabila ditemukan adanya neovaskularisasi, maka kondisi ini
merupakan kondisi yang serius dan membutuhkan terapi.
 Pada zona 2, prethreshold adalah bila terdapat stadium 3 dengan penyakit plus
 Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali bila
ditemukan adanya pembentukan arcade vaskular
Gambar 6. Gambaran funduskopi pada ROP stadium 3

Stadium 4

 Stadium ini adalah ablasio retina subtotal yang berawal pada ridge. Retina
tertarik ke anterior ke dalam vitreous oleh ridge fibrovaskular
 Stadium 4A tidak mengenai fovea
 Stadium 4B mengenai fovea

Stadium 5

 Stadium ini adalah ablasio retina total berbentuk seperti corong


 Stadium 5A merupakan corong terbuka
 Stadium 5B merupakan corong tertutup

Plus disease (penyakit plus)

 Bagian dari subklasifikasi dari stadium


 Tanda dari penyakit ini adalah adanya ominous sign
Gambar 7. Stadium penyakit retinopathy of prematurity

II.3.7. Pemeriksaan penunjang

Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan


menggunakan oftalmoskopi binocular indirek.5 Dibutuhkan pemeriksaan dengan
dilatasi fundus dan depresi skleral (gambar 8). Dilatasi pupil dilakukan dengan
Cyclomydril (cyclopentolate 0,2% dan phenylephrine 1%). Instrument lain yang
digunakan adalah :

1. Speculum sauer (untuk menjaga mata tetap terbuka)


2. Depressor skeral Flynn (untuk merotasi dan mendepresi mata)
3. Lensa 28 dioptri (untuk mengidentifikasi zona dengan lebih akurat)

Gambar 8. Pemeriksaan oftalmoskopi indirek

Bagian pertama dari pemeriksaan adalah pemeriksaan eksternal, identifikasi rubeosis


retina, bila ada. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan pada kutub posterior, untuk
mengidentifikasi adanya penyakit plus. Mata dirotasikan untuk mengidentifikasi ada
atau tidaknya penyakit zona 1. Apabila pembuluh nasal tidak terletak pada nasal ora
serrata, temuan ini dinyatakan masih berada pada zona 2. Apabila pembuluh nasal
telah mencapai ora serrata, maka mata berada pada zona 3.
Gambar 9. Funduskopi pada Retinopati prematuritas

II.3.8. Penatalaksanaan

Pada dasarnya retinopati prematuritas dapat mengalami regresi spontan. Oleh


karena itu perlu dilakukan pemeriksaan sampai tanda-tanda regresi seperti adanya
retina avaskular, lipatan-lipatan perifer, dan robekan retina; kelainan-kelainan
penyerta di kutub posterior, antara lain melurusnya pembuluh temporal, meregangnya
macula ke temporal, dan jaringan retina yang tampak seperti ditarik menutupi diskus.5

Terapi medis

Terapi medis untuk ROP terdiri dari skrining oftalmologis terhadap bayi-bayi
yang memiliki faktor resiko. Terapi-terapi lainnya yang pernah dicoba dapat berupa
mempertahankan level insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-
polyunsaturated faity acids (PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang
berkembang.4,5

Terapi bedah

a. Terapi bedah ablative


 Dilakukan bila terdapat tanda kegawatan
 Terapi ablative saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk
menghancurkan area retina yang avaskular
 Biasanya dilakukan pada usia gestasi 37-40 minggu
 Apabila ROP terus memburuk, mungkin dibutuhkan lebih dari satu
tindakan
b. Krioterapi
Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan anestesi umum ataupun topical. Karena tingkat stress
prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan ventilator setelah
prosedur ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah perdarahan
intraokuler, hematom konjungtiva, laserasi konjungtiva, dan bradikardia
c. Terapi bedah laser
Saat ini, terapi bedah laser lebih disukai daripada krioterapi karena
dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga
menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser
tampaknya menghasilkan outcome yang kurang lebih sama dengan krioterapi
dalam masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data
mengenai ketajaman visus dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih
menguntungkan dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa
terapi laser lebih mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi.2,5

Setelah intervensi bedah, oftalmologis harus melakukan pemeriksaan setiap 1-2


minggu untuk menentukan apakah diperlukan terapi tambahan. Pasien yang dimonitor
ini harus menjalani pemeriksaan sampai vaskularisasi retina matur. Pada pasien yang
tidak ditatalaksana, ablasio retina biasanya terjadi pada usia postmenstrual 38-42
minggu.
Selain itu 20% dari bayi-bayi premature menderita strabismus dan kelainan
refraksi, karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan oftalmologis setiap 6 bulan
hingga bayi berusia 3 tahun. Dan juga, 10% bayi-bayi premature juga dapat menderita
glaucoma dikemudian hari, maka pemeriksaan oftalmologis harus dilakukan setiap
tahun.

II.3.9. Prognosis

Prognosis penyakit umumnya ditentukan oleh stadium yang dialami bayi


tersebut. Retinopati prematuritas stadium 1 dan 2 memiliki prognosis yang lebih baik
karena dapat mengalami regresi spontan. Sedangkan pada stadium 3 sampai 5 yang
memerlukan penanganan lebih lanjut umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan stadium awal.2,5
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashour M. Retinopathy of prematurity. Emedicine. January 18, 2013. Accessed at


March 15, 2013. Available at http://www.emedicine.medscape.com
2. Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum Vaughan dan Ashbury edisi 17. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran. 2010.
3. Fletcher EC, Chong P, Shetlar DJ. Retina. Dalam Oftalmologi Umum Vaughan &
Ashbury edisi 17. 2010. Hal: 185-209
4. Sidarta I. Retina. Dalam: Ilmu penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Indonesia. 2004
5. Fredrick DR. Subjek Khusus yang Berkaitan dengan Pediatri. Dalam : Oftalmologi
Umum Vaughan & Ashbury edisi 17. 2010. Hal: 355-63

Anda mungkin juga menyukai