Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KONSEP KETUHANAN
DALAM ISLAM

Disusun oleh:

Muhammad Ridho (1822201061)

Khoiruddin (1822201076)

Emiqel Rafsanjani (1822201029)

Prodi Teknik Sipil


Fakultas Teknik
Universitas Lancang Kuning
2018/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji
melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai Agama telah berkembang selama empat belas
abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan
pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Konsep Ketuhanan
Dalam Islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi, dan berita.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa STIE Sebelas April
Sumedang. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan
makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Sumedang, oktober 2014

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha
Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi,
Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan
Maha Kuasa.Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu
tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji
keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya.
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga
Tuhan yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat
nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika
mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang
lurus, “jalan yang diridhai-Nya”.
Untuk lebih memperdalam mengenai konsep ketuhanan dalam islam, kami
akan menyajikannya lewat makalah yang kami buat.

B. Rumusan Masalah

Beberapa pokok yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Siapakah Tuhan itu?
2. Bagaimana Sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan ?
3. Bagaimana pemikiran Tuhan menurut agama-agama wahyu ?
4. Sejauhmana Pembuktian wujud adanya Tuhan ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Mengetahui bagaimana kosep Ketuhanan dalam Islam.
3. Mengetahui filsafat Ketuhanan dalam Islam
4. Mengkaji siapa Tuhan itu, bukti-bukti Ketuhanan dalam Islam, serta sejarah
pemikiran manusia tentang Tuhan.
5. Mengetahui penjelasan iman dan takwa, proses terbentuknya iman dan takwa,
tanda-tanda orang yang beriman dan bertakwa, dan korelasi antara keimanan dan
ketakwaan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai


untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia,
misalnya dalam surat al-Furqan ayat 43.
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya ?
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.
Perkataan tersebut hendaklah diartikan secara luas oleh kita. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan
atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk
kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan
di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (M. Imaduddin, 1989: 56).

Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk apa
saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheis,
tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia pasti
mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang komunis
pada hakikatnya ber-Tuhan juga.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim
harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya
hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

B. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan


1. Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep
yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun
batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam
literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan
adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat
menjadi sempurna. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada
yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif.

b. Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai
adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik,
mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif
sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang
selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-
kebutuhan.

c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih
dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan
tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap
cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain
sebagainya.
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin
mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain.
kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat
Nasional).

e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme.
Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

2. Pemikiran Umat Islam


Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan. Satu
kelompok berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa
Tuhan mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak
ada yang berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa
manusialah yang menentukan nasibnya. Polemik dalam masalah ketuhanan di
kalangan umat Islam pernah menimbulkan suatu dis-integrasi (perpecahan) umat
Islam, yang cukup menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian terhadap
para tokoh Jabariah oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti
Abbasiah). Munculnya faham Jabariah dan Qadariah berkaitan erat dengan masalah
politik umat Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala
pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut
Rasulullah. Berikutnya digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.

Menurut Muktazilah, Tuhan terikat dengan kewajiban-kewajiban. Tuhan wajib


memenuhi janjinya. Ia berkewajiban memasukkan orang yang baik ke surga dan wajib
memasukkan orang yang jahat ke neraka, dan kewajiban-kewajiban lain. Pandangan-
pandangan kelompok ini menempatkan akal manusia dalam posisi yang kuat. Sebab
itu kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok teologi rasional dengan sebutan
Qadariah.

Sebaliknya, aliran teologi tradisional (Jabariah) berpendapat bahwa Tuhan


mempunyai sifat (sifat 20, sifat 13, dan maha sifat). Ia maha kuasa, memiliki
kehendak mutlak. Kehendak Tuhan tidak terikat dengan apapun. Karena itu ia
mungkin saja menempatkan orang yang baik ke dalam neraka dan sebaliknya
mungkin pula ia menempatkan orang jahat ke dalam surga, kalau Ia menghendaki.
Dari faham Jabariah inilah ilmu-ilmu kebatinan berkembang di sebagaian umat Islam.

C. Pemikiran Tuhan Menurut Agama-Agama Wahyu


Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan
dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan
merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal
dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional,
tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain
tertera dalam:
1. QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah
satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu
agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada
Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya
tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu
hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya
melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan
Muhammad sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang
ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran
yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan
kebohongan manusia yang teramat besar.

2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah


Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat
mereka adalah neraka.
3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah
adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru,
jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim
musytaq.

Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan
antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad
ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang
diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan
antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa
sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad
ayat 4.

Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut


informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah
sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan
melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak
datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang
sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat
dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan
yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa
Allahharus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan
ucapannya.

Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi
petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain
selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan
D. Pembuktian Wujud Adanya Tuhan
Allah sebagai wujud yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak akan
pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau sehingga kita
mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat diperoleh, malalui jejak
dan tanda-tanda yang tak terhingga. Imam `Ali as dalam hal ini menjelaskan bahwa:
“Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada
saat yang sama tidak menghalangi akal untuk mengetahui-Nya.”

Selain itu, jika kita menyelami diri kita sendiri, maka secara fitrah manusia
memiliki rasa berketuhanan. Fitrah ini tidak dapat dihilangkan, hanya saja dapat
ditekan dan disembunyikan, dengan berbagai tekanan kebudayaan, ilmu dan lainnya,
sehingga terkadang muncul pada saat-saat tertentu seperti pada saat tertimpa musibah
atau dalam kesulitan yang benar-benar tidak mampu ia mengatasinya. Pada kondisi
ini, kita secara fitriah mengharapkan adanya sosok lain yang memiliki kemampuan
lebih dari kita untuk datang dan memberikan pertolongan kepada kita.

a. Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud,
yang tidak terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu,
mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih
sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT
dalam QS. 10:22.

b. Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang
merupakan manifestasi dari eksistensi Allah SWT. Orang yang memikirkan dan
merenungkan alam semesta akan menemukan empat unsur alam semesta :

1. Ciptaan-Nya
Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan
berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan cara berkembang biak
(QS. 35:28). Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk,
menentukan rizki dan meniupkan ruh kehidupan (QS. 29:19,20). Bagaimanapun
pintarnya manusia, tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang hidup dari
sesuatu yang belum ada. Allah SWT menantang manusia untuk membuat seekor lalat
jika mereka mampu (QS. 22:73). Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam
semesta ini kecuali Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup.

2. Kesempurnaan
Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi,
diciptakan dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat.Hal ini menunjukkan
adanya kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh,
seandainya matahari memberikan panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya
sekarang, pastilah manusia akan membeku kedinginan. Dan seandainya malam lebih
panjang sepuluh kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari pada musim
panas akan membakar seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh
tumbuhan membeku. Firman Allah:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS.
67:3,4)

3. Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2)


Alam ini diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan dan
perhitungan yang tepat dan sangat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin para
ilmuwan berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi.

4. Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS. 20:50)


Allah memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya
untuk dapat menjalankan hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya
masing-masing. Pada manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut
insting/naluri.
Eksistensi Allah terlihat dalam banyak sekali fenomena-fenomena kehidupan.
Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan penciptaan
langit dan bumi serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan bukti-bukti yang jelas
tentang adanya Allah SWT. Firman Allah :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-
Quran itu adalah benar.” (QS.41:53)
a. Dalil Akhlaq
Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan adanya moral (akhlaq)
inilah, ia secar naluriah mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus dan
urusannya berjalan teratur dan baik. Zat yang dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa
manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan.
Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi
Allah. (QS. 91:7-8)

b. Dalil Wahyu
Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang berbeda.
Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantaraan wahtu. Dengan
membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar
beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya,
serta memberi peringatan akan akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91).
Siapa yang mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang
memberikan kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat?
Tentu suatu zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah.
Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.

c. Dalil Sejarah
Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, percaya
akan adanya Tuhan yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal
iman kepada Allah menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan
bukti yang memperkuat eksistensi Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani
kuno bernama Plutarch).
Terdapat beberapa cara mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam,
diantaranya yaitu dengan hanya mengandalkan panca indera dan sedikit akal,
sehingga timbul perkiraan-perkiraan yang membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran
tentang ketuhanan. Filsafat dan pemikiran tersebut justru mendatangkan keguncangan
dan kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya menanamkan keraguan dan kesangsian
terhadap keberadaan Allah.
Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah dengan
menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua potensi tersebut
dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur. Tafakkur artinya memikirkan
ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah). Tadabbur berarti
merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam al-Qur’an (ayat qauliyah). Sehingga
timbul keyakinan di dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah (QS.3:190-
191; 12:105; 10:101).
BAB III
PENUTUP

B. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan
kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”,
kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal
itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala
macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu
Tuhan yang bernama Allah.
2. Kemudian yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran
manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik
melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin
3. Allah sebagai wujud yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak
akan pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau
sehingga kita mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum
dapat diperoleh, malalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga

C. Saran
Sebagai seorang pemula, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun. Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami
untuk memperbaiki atau memperdalam kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA

5. Syafaat, Drs. H.M, Islam Agamaku, (Jakarta: Widjaya Jakarta, 1974).


6. http://www.academia.edu/4950245/MAKALAH_KONSEP_KETUHANAN_DLM
_ISLAM
7. http://nuristiar.blogspot.in/2013/10/makalah-pai-konsep-ketuhanan-dalam-
islam.html

Anda mungkin juga menyukai