Anda di halaman 1dari 19

“ ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN

HYDROCEPHALUS”

OLEH :
KELOMPOK 4

1. YUSTIKA CAHYATI
2. RISHA MULYANA PUJI A

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG DIII
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah dan
InayahNya kepada kita, sehingga kita masih dapat menghirup nafas kaislaman sampai
sekarang ini. Shalawat dan salam semoga tercurah pada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah berjuang dengan semangatnya yang begitu mulia yang
telah membawa kita dari jaman Jahilliyah kepada jaman Islamiyah.
Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“HYDROCEPHALUS”. Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
Pembimbing, tidak lupa teman-teman yang senantiasa kami banggakan yang semoga
kita selalu dalam lindungan Allah serta dapat berjuang dijalan Allah SWT.
Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu kami
mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya kami
mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila dalam penulisan masih terdapat
kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi maklum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Mataram, Maret 2019

penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengetian .......................................................................................................... 5
B. Etiologi ............................................................................................................. 5
C. Klasifikasi Hidrodefalus................................................................................... 6
D. Manifestasi Klinis ............................................................................................ 6
E. Anatomi Fisiologi............................................................................................. 7
F. Patofisiologi ..................................................................................................... 9
G. komplikasi ........................................................................................................ 11
H. pemeriksaan penunjang .................................................................................... 11
I. Penatalaksanaan ............................................................................................... 12
J. Prognosis .......................................................................................................... 13
BAB III Asuhan keperawatan
A. Pengkajian ....................................................................................................... 14
B. Diagnosa ......................................................................................................... 15
C. Intervensi......................................................................................................... 16
D. Implementasi .................................................................................................. 17
E. Evaluasi ........................................................................................................... 18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrosefalus adalah penumpukan CSS sehingga menekan jaringan otak. Jumlah
cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga tekanan intrakranial
sangat tinggi. Hidrosefalus sering di jumpai sebagai kelainan konginetal namun bisa
pula oleh sebab postnatal. Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui
sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2000
bayi, dan kira-kira 12% dari semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering
menyebabkan distosia persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut setelah lahir dan
tetap hidup akan menjadi masalah pediatri sosial. Pasien hidrosefalus memerlukan
perawatan khusus dan benar karena pada anak yang mengalami hidrosefalus ada
kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran
sampai pada gangguan pusat vital dan resiko terjadi dekubitus. Mahasiswa
keperawatan perlu mempelajari cara mencegah dan menanggulangi masalah
hidrosefalus dengan student center learning berupa pembuatan makalah dan diskusi
antar teman di kelas.
BAB II
KONSEP TEORITIS

2.1 Pengertian

Hidrosefalus adalah jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan
didalam otak (cairan serebro spinal). Penyakit ini juga dapat ditandai dengaan dilatasi
ventrikel serebra, biasanya terjadi secara sekunder terhadap obstruksi jalur cairan
serebrospinal, dan disertai oleh penimbunan cairan serebrospinal didalam kranium; secara
tipikal, ditandai dengan pembesaran kepala, menonjolnya dahi, atrofi otak, deteriorasi mental,
dan kejang-kejang (Sudarti, 2010).

2.2 Etiologi
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi (NANDA, NIC-
NOC, 2012) adalah:
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Aquaductus sylvii
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus
dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit
dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan
cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula
spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan
menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat
Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV
sehingga merupakan Krista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
- Dapat terjadi conginetal membagi etiologi menurut usia
- Anomali pembuluh darah
- Infeksi
- Perdarahan
- Neoplasma

2.3 Klasifikasi Hydrocephalus


Menurut waktu pembentukan hidrosefalus pada anak di bedakan menjadi dua, yaitu :
1. Konginetal
Hidrocefalus sudah diderita sejak bayi dilahirkan. Sehingga pada saat lahir
keadaan otak bayi terbentuk kecil. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam
kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak
terganggu.
2. Di dapat
Bayi/anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya adalah
penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma kepala yang menyerang otak dan
pengobatannya tidak tuntas. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada
bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
a. Hidrosefalus Komunikans
Hidrosefalus yang memperlihatkan adanya hubungan antara CSS sistem
ventrikel dan CSS dari ruang subarakhnoidalis terhambat.Gangguan absorbsi
CSS dapat disebabkan sumbatan sisterna subaroknoid disekeliling batang otak
atau obliterasi ruang subarakhnoid sepanjang otak, seluruh sistem ventrikel
terdistensi
b. Hidrosefalus Non komunikan / Obstruktif
CSS sistem ventrikel tidak berhubungan dengan CSS ruang subarakhnoid
missal aquaduktus sylvii menyempit atau tersumbat.Terdapat hambatan
sirkulasi CSS dalam sistem ventrikel sendiri akibatnya cairan ventrikal tidak
dapat mencapai ruang subarakhnoid.Terjadi pembesaran sistem ventrikel di
proksimal obstruksi.

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang nampak dapat berupa (Ngastiyah, 1997; Depkes;1998) dalam
NANDA, NICNOC, 2012 :
1. TIK yang meninggi: muntah, nyeri kepala, edema pupil saraf otak II
2. Pada bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak
3. Kepala bayi terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan tubuh
4. Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya teraba tegang dan
mengkilat dengan perebaran vena di kulit kepala
5. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar
6. Terdapat sunset sign pada bayi (pada mata yang kelihatan hitam-hitamnya, kelopak
mata tertarik ke atas)
7. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang suborbital
8. Sklera mata tampak di atas iris
9. Pergerakan mata yang tidak teratur dan nistagmus tak jarang terdapat
10. Kerusakan saraf yang memberi gejala kelainan neurologis berupa gangguan
kesadaran motorik atau kejang-kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital.

2.5 Anatomi Fisiologi


LCS (Liquid Cerebro Spinal) terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium
liquor cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan
antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka)
dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa,
volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal ± 150 ml; bagian
internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara 400-500
ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari.
LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket pelindung
dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion,
membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan
memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume
venosus volume cairan cerebrospinal) (Kaplan, 2001).
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air,
perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Takanan
meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor),
volume darah (pada perdarahan) atau volume cairan cerebrospinal (pada
hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang
yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa kenaikan
tekanan.
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke
dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke ventriculus
quartus. Disana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui
foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan sistem
ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan
memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas
otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi)
ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya
berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai
daerah kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal
minimum harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu
sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan
produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang. Cerebrospinal atau CSS
merupakan cairan yang membungkus otak & tulang belakang (Nelson,2000). Fungsi
CSS adalah :
a. Sebagai 'Shock Absorber' & melindungi otak.
b. Mengangkut zat makanan ke neuron SSP dan membuang produk sisa ke darah
ketika cairan direabsorpsi.
c. Mengalir antara tempurung kepala & tulang belakang guna mengkompensasi
perubahan volume darah dalam otak.
d. Sebagai bantalan SSP.
2.6 Patofisiologi
Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi (meningitis,
pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii)
sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerutdan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami
atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan
yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray
matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba
– tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses
akut itu merupakan kasus emergency.
Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia
tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan. Stenosis aquaductal
(Penyakit keluarga /keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada
ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu
penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma
dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel
IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar
ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan mengalami
pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara
disproporsional. Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara
teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa

2.7 Phatway
2.8 Komplikasi
1. Peningkatan TIK
2. Kerusakan otak
3. Infeksi: septisemia, infeksi luka nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak
4. Emboli otak
5. Obstruksi vena kava superior
6. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
7. Fisik dan intelegent kurang dari normal, gangguan penglihatan
8. Kematian
(Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)

2.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Skan temografi komputer (CT-Scan) mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan
membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebabnya (neoplasma, kista,
malformasi konginetal atau perdarahan intra kranial)
2. Pungsi ventrikel kadang digunakan untuk mengukur tekanan intra kranial,
mengambil cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk pengulangan
pengaliran).
3. EEG: untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolic
4. Transluminasi: untuk mengetahui adanya kelainan dalam kepala
5. MRI (Magnetik Resonance Imaging): memberi informasi mengenai struktur otak
tanpa kena radiasi

2.10 Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining”
yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan
bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga
prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak
dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
g. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang
pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut,
dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala
dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga
tidak terlihat dari luar.
h. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. Ada 2 macam terapi pintas /
“shunting“:

2.11 Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau
tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus
yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis
hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan
temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meningggal karena
hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Sekitar 40% bayi yang bertahan
memiliki kecerdasan hamper normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis
yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek
normal, dan sekitar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi
hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak terapi, 50-70% akan meninggal
karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karenaa itu aspirasi
pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak
akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
b. Kaji Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan
pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c. Kaji Riwayat Perkembangan
Kelahiran : Prematur. Pada waktu lahir menangis keras atau tidak. Apakah pernah
terjatuh dengan kepala terbentur.
d. Riwayat Biopsikososial Spiritual
- Tingkat perkembangan
- Mekanisme koping
- Pengalaman dirawat dirumah sakit
e. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
- Anak dapat melihat keatas atau tidak.
- Adanya Pembesaran kepala.
- Dahi menonjol dan mengkilat. Serta pembuluh darah terlihat jelas.
2) Palpasi :
- Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
- Fontanela : fontanela tegang keras dan sedikit tinggi dari permukaan
tengkorak.
3) Pemeriksaan Mata :
- Akomodasi.
- Gerakan bola mata.
- Luas lapang pandang
- Konvergensi.
Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
f. Pemeriksaan penunjang
a. CT-Scan
b. EEG: untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolic
c. Transluminasi: untuk mengetahui adanya kelainan dalam kepala
d. MRI (Magnetik Resonance Imaging): memberi informasi mengenai struktur
otak tanpa kena radiasi

g. Terapi
a. Terapi medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui
upaya mengurangi sekresi cairaan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorpsinya
Terapi diuretik:
a. Acetazolamide
b. Furosemide

h. Observasi Tanda –tanda vital


- Didapatkan data – data sebagai berikut :
- Peningkatan sistole tekanan darah.
- Penurunan nadi / Bradicardia.
- Peningkatan frekwensi pernapasan.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Pada pasien anak dengan Hydrocephalus diagnosa yang dapat muncul, yaitu :
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
2. Potensial terhadap perubahan integritas kulit kepala berhubungan dengan ketidak
mampuan bayi dalam mengerakan kepala akibat peningkatan ukuran dan berat
kepala
3. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan akumulasi
cairan
serebrospinal.
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tua tentang penyakit anaknya.
3.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan


DX 1 Tujuan : Setelah dilakukan Ukur lingkar kepala tiap 8
tindakan keperawatan selama jam
3x24 jam diharapkan
komplikasi dapat dicegah 1. Monitor kondisi fontanel
2. Atur posisi anak miring
Kriteri hasil : anak tidak kearah yang tidak
menunjukan adanya tanda- dilakukan tindakan
tanda komplikasi dan perfusi operasi
jaringan serebral adekuat 3. Jaga posisi kepala tetap
sejajar dengan tempat
tidur untuk menghindari
pengurangan tekanan
intrakranial yang tiba-
tiba.
4. Observasi dan nilai
fungsi neurologis tiap 15
menit hingga TTV stabil
5. Laporkan segera adanya
perubahan tingkah laku
misalnya : mudah
terstimulasi, menurunnya
tingkat kesadaran, atau
perubahan TTV (
meningkatnya tekanan
darah, penurunan denyut
nadi)

DX 2 Tujuan : Setelah dilakukan 1. Laporkan adanya


tindakan keperawatan selama perubahan tanda-tanda
3x24 jam diharapkan tidak vital ( meningkatnya
terjadi injury temperatur tubuh) atau
Kriteria hasil : Anak tingkah laku ( mudah
menunjukan tanda – tanda terstimulasi, penurunan
pemasangan shunt tepat pada tingkat kesadaran )
tempatnya. 2. Monitor daerah sekitar
operasi terhadap adanya
tanda-tanda kemerahan
atau pembengkakan.
3. Pertahankan
terpasangnya kondisi
shunt tetap baik
4. Lakukan pemijitan pada
selang shunt untuk
menghindari sumbatan
pada awalnya.

DX 3 Tujuan : mencegah terjadinya 1. Ukur lingkar kepala tiap


komplikasi hari
Kriteria hasil : anak tidak 2. Monitor kondisi fontanel
menunjukkan tanda-tanda 3. Atur posisi anak ke arah
injuri. yang tidak dilakukan
tindakan pembedahan
4. Atur posisi kepala anak
agar tetap sejajar dengan
tempat tidur untuk
menghindari
pengurangan TIK secara
tiba-tiba
DX 4 Tujuan : diharapkan infeksi Observasi TTV tiap 4 jam
tidak terjadi khususnya peningkatan suhu
Kriteria hasil : tubuh, penurunan kesadaran
anak tidak dan mudah marah / mudah
menunjukkan terstimulus.
adanya tanda- 1. Monitor daerah luka post
tanda infeksi op terhadap adanya
seperti merah, tanda-tanda infeksi
bengkak, panas, seperti merah, bengkak,
sakit dan panas, sakit
perubahan fungsi 2. Lakukan pijatan pada
laesa shunt untuk menghindari
sumbatan awal
3. Lakukan perawatan luka
pada daerah pemasangan
shunt tiap 1 x 24 jam

3.4. Implementasi Keperawatan


NO DX IMPLEMENTASI

DX 1 1. Memonitor kondisi fontanel


2. mengatur posisi anak miring kearah
yang tidak dilakukan tindakan operasi
3. mempertahankan posisi kepala tetap
sejajar dengan tempat tidur untuk
menghindari pengurangan tekanan
intrakranial yang tiba-tiba.
4. mengobservasi dan nilai fungsi
neurologis tiap 15 menit hingga TTV
stabil
5. melaporkan segera adanya perubahan
tingkah laku misalnya : mudah
terstimulasi, menurunnya tingkat
kesadaran, atau perubahan TTV (
meningkatnya tekanan darah, penurunan
denyut nadi)

DX 2 1. Memonitor daerah sekitar operasi


terhadap adanya tanda-tanda kemerahan
atau pembengkakan.
2. mempertahankan terpasangnya kondisi
shunt tetap baik
3. melakukan pemijitan pada selang shunt
untuk menghindari sumbatan pada
awalnya
DX 3 1. mengukur lingkar kepala tiap hari
2. Memonitor kondisi fontanel
3. mengatur posisi anak ke arah yang tidak
dilakukan tindakan pembedahan
4. mengatur posisi kepala anak agar tetap
sejajar dengan tempat tidur untuk
menghindari pengurangan TIK secara
tiba-tiba
DX 4 1. Memonitor daerah luka post op terhadap
adanya tanda-tanda infeksi seperti
merah, bengkak, panas, sakit
2. Melakukan pijatan pada shunt untuk
menghindari sumbatan awal
3. Melakukan perawatan luka pada daerah
pemasangan shunt tiap 1 x 24 jam

3.5. Evaluasi Keperawatan


Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada
kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan
sehingga:
a. Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi dihentikan)
b. Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
c. Masalah tidak teratasi/ tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang dan
intervensi dirubah)
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinalis dikarenakan adanya tekanan intrakranial yang meningkat. Hal ini
menyebabakan terjadinya pelebaran berbagai ruang tempat mengalirnya liquor.
Hidrosefalus terutama menyerang anak usia 0-2 tahun dengan penyebab utamanya
adalah kelainan kongenital,infeksi intrauterine, anoreksia, pendarahan intrakranial
akibat adanya trauma, meningoensefalitis bakterial dan viral, serta tumor atau kista
araknoid. Pada anak usia 2-10 tahun penyebab utamanya adalah tumor fossa posterior
dan stenosis akuaduktus, sedangkan pada usia dewasa penyebab utamanya adalah
meningitis, subaraknoid hemoragi, ruptur aneurisma, tumor, dan idiopatik.
3.2 Saran
Tindakan alternatif selain oprasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang
mengalami sumbatan didalam system vertikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik
semacam ini perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Sudarti. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi Dan Anak Balita. Yogyakarta: Numed

Nanny Lia Dewi, Vivian.2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Yogyakarta:Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai