Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rakhmat dan
karunia-Nya maka makalah Setting dan Konteks pada Ekologi ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya dan sesuai dengan harapan meskipun banyak hambatan yang
dialami dalam proses pengerjaannya. Terimakasih diucapkan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai pemahaman serta penerapan setting dan context pada
bangunan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata – kata yang kurang berkenan
dan mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Semoga makalah mengenai Setting dan Context ini bermanfaat bagi semua
pihak.

Denpasar, Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...1
1.3 Tujuan………………………………………………………………………...2
1.4 Manfaat……………………………………………………………………….2

BAB II LANDASAN TEORI………………………………………………………..3

2.1 Pengertian Ekologi Arsitektur………………………………………………3


2.2 Pendekatan Ekologi Dalam Perancangan Arsitektur……………………..7
2.3 Kriteria Bangunan Sehat dan Ekologis…………………………………...12
2.4 Setting……………………………………………………………………….15
2.5 Context………………………………………………………………………17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………23
3.2 Saran………………………………………………………………………...23

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan jaman, banyak sekali bangunan yang dirancang
dan dibangun untuk mendukung aktivitas manusia yang semakin hari semakin
banyak dan semakin beragam. Namun dengan semakin banyaknya bangunan yang
dibangun maka semakin banyak lahan juga yang berkurang dan semakin banyak
juga alam yang harus dikorbankan demi membangun bangunan tersebut karena
tidak memikirkan perancangan yang ekologis, sehingga menimbulkan banyak
efek kurang baik seperti naiknya suhu pada area sekitar karena tidak terdapat
pepohonan dalam lingkungan tersebut atau pencemaran udara serta masalah
perairan. Selain masalah ekologis, biasanya juga terjadi tidak adanya pemerataan
bangunan pada suatu daerah karena dibangun tidak berdasarkan keadaan, situasi
dan kondisi di daerah tersebut sehingga banyak desain bangunan yang tidak
sesuai dengan daerah tempat membangun.
Agar desain tidak semakin merusak lingkungan dan menjauh dari identitas
daerah tempat membangun, maka harus diterapkan pengertian setting dan context
pada perancangan bangunan tersebut. Dengan adanya penerapan setting dan
context ini pada perancangan bangunan maka diharapkan pembangunan-
pembangunan yang berjalan pada masa kini tidak mengabaikan situasi dan
kondisi daerah sekitar baik dari segi budaya dan tradisinya serta dari segi
lingkungannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Ekologi Arsitektur?
2. Apa pengertian dari setting dalam ekologi arsitektur?
3. Apa pengertian dari context dalam ekologi arsitektur?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ekologi arsitektur
2. Untuk mengetahui pengertian setting dalam ekologi arsitektur.
3. Untuk mengetahui pengertian context dalam ekologi arsitektur.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar baik pembaca maupun penulis
dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai apa itu setting dan context
dalam ekologi arsitektur serta dapat menerapkannya pada saat merancang dan
mendesain sebuah bangunan.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Ekologi Arsitektur

Ekologi adalah ilmu mengenai hubungan timbal balik antara makhluk


hidup dan lingkungannya. Kata Ekologi beasal dari kata Yunani yaitu: oikos
(habitat) dan logos (ilmu). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik
interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali
dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834-1914). Sedangakan arsitektur adalah seni
dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam arti yang lebih luas, arsitektur
mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai
dari tingkatan mikro yaitu desain bangunan, desain perabot rumah tangga, hingga
ke tingkatan makro yaitu perencanaan tata ruang kota, perancangan perkotaan,
dan arsitektur lansekap.
Jadi pengertian ekologi arsitektur adalah perancangan arsitektur baik
dalam skala besar maupun skala kecil yang menjadi kebutuhan hidup manusia
yang mempertimbangkan keberadaan dan kelestarian alam di sekitar tanpa harus
merusak sebagai hubungan timbal balik antara manusia dengan alam (Putro Arif
W., 2014). Arsitektur yang Ekologis akan tercipta apabila dalam proses ber-
arsitektur menggunakan pendekatan desain yang ekologis (alam sebagai basis
design). Proses pendekatan arsitektur yang menggabungkan alam dengan
teknologi, menggunakan alam sebagai basis design dan strategi konservasi
sember daya alam sebagai upaya untuk perbaikan lingkungan dan bisa di
terapkan pada semua tingkatan dan skala untuk menghasilkan suatu bentuk
bangunan, lansekap, pemukiman dan kota yang revolusioner dengan menerapkan
teknologi perancangannya.
Ekologi Arsitektur adalah suatu konsep untuk melestarikan alam dan
lingkungan untuk kehidupan yang berkelanjutan dalam efesiensi energi dan
sumber daya alam dalam kegiatan arsitektural untuk pembangunan yang

3
berkelanjutan dalam mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan, ekonomi, sosial
dan budaya dengan penjelasan tabel di bawah ini.

Tabel 2. 1 Tujuan Ekologi dalam lingkungan,Ekonomi,Sosial

Keberlanjutan Lingkungan Indikasi Deskripsi

Mengkonservasikan dan mengembangkan

spesies langka

Mengembangkan keberagaman hayati atau


Lingkungan yang di maksud adalah
biodiversitas
lingkungan alam, perhatian utama dari Menggunakan material yang di daur ulang, limbah yang dapat

pembangunan berkelanjutan adalah diolah kembali, konservasi air, limbah yang dapat diubah

bagaimana menciptakan lingkungan terus Menggunakan energi secara efisien menjadi energi baru, dan energi yang dapat diolah kembali.

terjaga sampai generasi selanjutnya Meminimalkan sumber daya yang tak bisa di
perbaharui

Membuat bangunan yang ramah lingkungan

Keberlanjutan Sosial Indikasi Deskripsi

Respek terhadap komunitas kehidupan

Sumber daya sosial yang seimbang di Keberlanjutan Budaya, menurut spradley adalah pengetahuan

wujudkan dalam keseimbangan intra Menngkatkan kualitas kehidupan manusia yang di peruleh dan digunakan oleh manusia untuk
generation , Sumber daya sosial ini mengintreprestasikan pengalaman dan melahirka tingkah laku
memiliki kriteria sosial, yaitu: Komunitas (Spradlet,1997), ia menekankan konsep kebudayaan pada
diversitas, Hak asai manusia, keamanan Konservasi vitalitas bumi dan perbedaan pengetahuan budaya yang di peroleh seseorang dari proses

produk, dan struktur pemerintah dan dapat di Menekankan komunitas kemasyarakatan agar belajar dimana pengetahuan tersebut digunakan oleh
wujudkan dengan. seseorang untuk menghadapi lingkunganya
lebih peduli terhadap lingkungan

Menciptakan Global Alliance

Keberlanjutan Ekonomi Indikasi Deskripsi

Mengurangi penganguran

Menciptakan lapangan kerja dengan

meningkatkan usaha mikro Semua adalah untuk mewujudkan community development,


Keberlanjutan ekonomi dikaitkan dengan adalah kegiatan pembangunan masyarakat yang di lakukan

usaha peningkatan ekonomi dari suatu Membudidayakan masyarakat yang giat secara sistematis terencana dan diarahkan untuk
negara agar rakyatnya menjadi sejahtera berwirausaha kecil memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi

sosial.

Industri ekologi

industri kreatif

4
Arsitektur yang Ekologis akan tercipta apabila dalam proses ber-
arsitektur menggunakan pendekatan desain yang ekologis (alam sebagai basis
design). Proses pendekatan arsitektur yang menggabungkan alam dengan
teknologi, menggunakan alam sebagai basis design dan strategi konservasi
sember daya alam sebagai upaya untuk perbaikan lingkungan dan bisa di
terapkan pada semua tingkatan dan skala untuk menghasilkan suatu bentuk
bangunan, lansekap, pemukiman dan kota yang revolusioner dengan menerapkan
teknologi perancanganya.
Atas dasar pengetahuan dasar-dasar ekologi yang telah diuraikan,
maka perhatian pada arsitektur sebagai ilmu teknik dialihkan kepada arsitektur
kemanusiaan yang memperhitungkan juga keselarasan dengan alam dan
kepentinagn manusia penghuninya. Pembangunan rumah atau tempat tinggal
sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan
lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis atau eko-arsitektur.
Ekolog De Bel mengemukakan, bahwa ekologi adalah suatu “study of
the total impact of man and other animals on the balance of nature”. Rumusan
ekologi yang menekankan pada hubungan makhluk hidup dikemukakan dalam
buku William H. Matthews sebagai berikut: “ecology focuses the
interrelationship between living organism and their environment”, sedang
rumusan Joseph van Vleck lebih mengetengahkan isi dan aktivitas hubungan
makhluk hidup, yaitu “ecology is study of such communities and how each
species takes to meet its own needs and contributes toward meeting the need of
its neighbours”. Definisi ekologi menurut Otto Soemarwoto adalah “ilmu
tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”.
(Koesnadi Hardjasoemantri, 1996)

Definisi Ekologi Arsitektur Menurut Para Ahli :

5
a. Menurut Heinz Frick
Heinz Frick (1998) berpendapat bahwa, eko-arsitektur tidak menentukan apa
yang seharusnya terjadi dalam arsitektur, karena tidak ada sifat khas yang
mengikat sebagai standar. Namun mencakup keselarasan antara manusia dan
alam. Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosio-kultural,
ruang dan teknik bangunan. Oleh karena itu eko-arsitektur adalah istilah yang
menandung arti sangat luas. Menurut Heinz Frick ada beberapa prinsip bangunan
ekologis yang antara lain seperti:
 Penyesuaian bentuk bangunan terhadap lingkungan alam setempat
 Menghemat sumber daya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang
tidak dapat diperbarui.
 Memelihara sumber lingkungan yaitu udara, air dan tanah.
 Mengurangi ketergantungan kepada sistem pusat energi (listrik, air) dan
limbah (air limbah dan sampah).
 Memanfaatkan sumber daya alam sekitar kawasan perencanaan untuk sistem
bangunan, baik yang berkaitan dengan material bangunan maupun untuk
utilitas bangunan
b. Menurut Metallinou (2006)
Menurut Metallinou, ekologi pada rancangan arsitektur merupakan rancangan
bangunan bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran untuk memutuskan
konsep rancangan bangunan yang menghargai pentingnya keberlangsungan
ekositim di alam. Konsep rancangan arsitektur seperti ini diharapkan mampu
melindungi alam dari kerusakan.
c. Menurut Kennenth Yeang (2006)
Yeang berpendapat bahwa ecological design is bioclimatic design, design
with the climate of the locality, and low energy design. Yeang menekankan pada
kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak, program
bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi
yang rendah, diawali dengan upaya perancangan dengan mempertimbangkan

6
bentuk, konfigurasi, fasad, orientasi bangunan, vegetasi, ventilasi alami, dan
warna. (Kenneth Yeang, 2006)

2.2 Pendekatan Ekologi Dalam Perancangan Arsitektur

Ada 3 buah prinsip ekologi arsitektur yang sangat berpengaruh terhadap


bangunan yang memiliki pendekatan ekologi yaitu:

a. Flutuasi (Flutuation)
Prinsip flutuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan
sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Dalam hal
ini bangunan harus dapat mencerminkan proses alami yang terjadi di lokasi
dan tidak menganggap suatu penyajian berasal dari proses melainkan proses
benar-benar dianggap sebagai proses. Flutuasi juga bertujuan agar manusia
dapat merasakan hubungan atau koneksi dengan kenyataan yang terjadi pada
lokasi tersebut. Jadi, flutuasi dapat diartikan bila seorang perancang akan
membangun di suatu tempat, perancang tersebut harus merancang bangunan
tanpa merusak lahan sekitar.
b. Stratifikasi (Stratifiction)
Stratifikasi bermaksud untuk memunculkan interaksi dari perbedaan
bagian-bagian dan tingkat-tingkat, bermaksud untuk melihat interaksi antara
bangunan dan lingkungan sekitar.
c. Saling Ketergantungan (Interdependence)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya
adalah hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti
halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling
ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan
sepanjang umur bangunan. Contoh dari prinsip misalkan pada suatu
bangunan, kita dapat mengimbangi antara lahan yang terbangun dan tidak
terbangun (KDB) sehingga tidak semua lahan tertutup dengan bangunan dan
tidak menyebabkan air susah untuk masuk ke dalam tanah. Maka dari itu

7
prinsip saling ketergantungan dari masalah ini yatu bangunan tidak akan
merasa sesak dan panas karena tidak adanya lahan hijau, dan tanah pun juga
tidak akan mengalami kerusakan karena air masuk ke dalam tanah dengan
lancar dan tidak akan menyebabkan banjir (Heinz Frick, 1998).

Ada berbagai cara yang dilakukan dari pendekatan ekologi pada


perncangan arsitektur, tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama ,
antara lain Ken Yeang (2006), mendefinisikannya sebagai: Ecological design,
is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy
design. Yeang menekankan pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim
makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan
sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah, diawali
dengan upaya perancangan secara pasif dengan mempertimbangkan bentuk,
konfigurasi, fasad, orientasi bangunan, vegetasi, ventilasi alami, warna.
Integrasi tersebut dapat tercapai dengan mulus dan ramah, melalui 3
tingkatan; yaitu yang diawali dengan integrasi fisik dengan karakter fisik
ekologi setempat, meliputi keadaan tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim

dan sebagainya. Kedua, integrasi

8
sistem-sistem dengan proses alam, meliputi: cara penggunaan air, pengolahan
dan pembuangan limbah cair, sistim pembuangan dari bangunan dan
pelepasan panas dari bangunan dan sebagainya. Yang ketiga adalah, integrasi
penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber daya alam
yang berkelanjutan. Aplikasi dari ketiga integrasi tersebut, dilakukannya pada
perancangan tempat tinggalnya, seperti pada gambar dibawah ini :

Pendekatan ekologi pada rancangan arsitektur atau eko arsitektur


menurut Metallinou (2006), bukan merupakan konsep rancangan bangunan hi-
tech yang spesifik, tetapi konsep rancangan bangunan yang menekankan pada
suatu kesadaran dan keberanian sikap untuk memutuskan konsep rancangan
bangunan yang menghargai pentingnya keberlangsungan ekositem di alam.
Pendekatan dan konsep rancangan arsitektur seperti ini diharapkan mampu
melindungi alam dan ekosistim didalamnya dari kerusakan yang lebih parah, dan
juga dapat menciptakan kenyamanan bagi penghuninya secara fisik, sosial dan
ekonomi.
Heinz Frick (1998) memiliki pendapat dalam pendekatan ekologi
dalam perancangan arsitektur yaitu eko-arsitektur tidak menentukan apa yang
seharusnya terjadi dalam arsitektur, karena tidak ada sifat khas yang mengikat
sebagai patokan standar atau ukuran baku. Namun mencakup keselarasan dan
keseimbangan antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga
dimensi waktu, alam, sosio-kultural, ruang dan teknik bangunan. Ini menunjukan
bahwa eko arsitekur bersifat kompleks, padat dan vital. Eko-arsitektur
mengandung bagian bagian arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan),
arsitektur surya, arsitektur bionik (teknik sipil dan konstruksi bagi kesehatan),
serta biologi pembangunan. Oleh karena itu eko arsitektur adalah istilah holistik
yang sangat luas dan mengandung semua bidang.

9
Gambar 2.2 Holistik dalam Arsitektur Ekologi
(sumber : Heinz Frick,1998)

Mendekati masalah perancangan arsitektur dengan konsep ekologi,


berarti ditujukan pada pengelolaan tanah, air dan udara untuk keberlangsungan
ekosistim. Efisiensi penggunaan sumber daya alam tak terperbarui (energi)
dengan mengupayakan energi alternatif (solar, angin, air, bio). Menggunakan
sumber daya alam terperbarui dengan konsep siklus tertutup, daur ulang dan
hemat energi mulai pengambilan dari alam sampai pada penggunaan kembali,
penyesuaian terhadap lingkungan sekitar, iklim, sosialbudaya, dan ekonomi.
Keselarasan dengan perilaku alam, dapat dicapai dengan konsep perancangan

10
arsitektur yang kontekstual, yaitu pengolahan perancangan tapak dan bangunan
yang sesuai potensi setempat. termasuk topografi, vegetasi dan kondisi alam
lainnya.
Material yang dipilih harus dipertimbangkan hemat energi mulai dari
pemanfaatan sebagai sumber daya alam sampai pada penggunaan di bangunan
dan memungkinkan daur ulang (berkelanjutan) dan limbah yang dapat sesuai
dengan siklus di alam. Konservasi sumberdaya alam dan keberlangsungan siklus-
siklus ekosistim di alam, pemilihan dan pemanfaatan bahan bangunan dengan
menekankan pada daur ulang, kesehatan penghuni dan dampak pada alam
sekitarnya, energi yang efisien, dan mempertahankan potensi setempat.
Keselarasan rancangan arsitektur dengan alam juga harus dapat
menjaga kelestarian alam, baik vegetasi setempat maupun mahluk hidup lainnya,
dengan memperluas area hijau yang diharapkan dapat meningkatkan penyerapan
CO2 yang dihasilkan kegiatan manusia, dan melestarikan habitat mahluk hidup
lain. Ukuran kenyamanan penghuni secara fisik, sosial dan ekonomi, dicapai
melalui : penggunaan sistim-sistim dalam bangunan yang alamiah, ditekankan
pada sistim-sistim pasif, pengendalian iklim dan keselarasan dengan
lingkungannya. Bentuk dan orientasi bangunan didasarkan pada selaras dengan
alam sekitarnya, kebutuhan penghuni dan iklim, tidak mengarah pada bentuk
bangunan atau style tertentu, tetapi mencapai keselarasan dengan alam dan
kenyamanan penghuni dipecahkan secara teknis dan ilmiah.
Untuk mendapatkan hasil rancangan yang mampu selaras dan sesuai
dengan perilaku alam, maka semua keputusan dari konsep perancangan harus
melalui analisis secara teknis dan ilmiah Pemikiran dan pertimbangan yang
dilakukan memerlukan pemikiran yang interdisiplin dan holistic karena sangat
kompleks dan mencakup berbagai macam keilmuan.
Pendapat menurut para ahli tentang perancangan arsitektur dengan
pendekatan ekologi di atas sangat beragam dan pada intinya adalah mendekati
masalah perancangan arsitektur dengan menekankan pada keselarasan dan
keseimbangan bangunan dengan perilaku alam, mulai dari tahap pendirian

11
sampai usia bangunan habis. Bangunan sendiri adalah sebagai pelindung manusia
yang tentu saja harus nyaman bagi penghuni dan selaras dengan perilaku alam,
efisien dalam memanfatkan sumber daya alam, ramah terhadap alam. Sehingga
perencanaannya perlu memprediksi kemungkinan ketidakselarasannya dengan
alam yang akan timbul dimasa bangunan didirikan, beroperasi sampai tidak
digunakan lagi, terutama dari penggunaan energi, pembuangan limbah dari
sistem-sistem yang digunakan dalam bangunan. Semua keputusan yang diambil
harus melalui pertimbangan secara teknis dan ilmiah yang holistik dan disiplin.

2.3 Kriteria Bangunan Sehat dan Ekologis


Berikut ini adalah kriteria bangunan sehat dan ekologis berdasarkan buku
arsitektur ekologis versi Heinz Frick, antara lain :

A. Menciptakan kawasan hijau diantara kawasan bangunan.


Tujuan dari diciptakannya kawasan hijau adalah sebagai salah satu
upaya untuk mencegah global warming . Berikut adalah contoh sebagai
bentuk menciptakan kawasan hijau disekitar kawasan pembangunan :
a. Menciptakan taman ekologis disekitar bangunan
Taman ekologis berfungsi sebagai salah satu pencegahan global
warming dan juga sebagai view yang menarik bagi siapa saja yang
melihat. Prinsip-prinsip pembangunan taman ekologis yang dapat
diterapkan:
 Pembentukan jalan setapak dengan bentuk yang beraneka ragam
 Penciptaan sudut yang nyaman, sejuk serta teduh
 Menggunakan penghijauan pada pagar atau dinding taman
 Pemilihan tanaman tertentu
 Pemilihan tanaman yang sesuai dengan tempat dan mudah dalam
perawatannya.
b. Urban Farming ( urban agriculture)

12
Urban farming merupakan cara untuk penghiajuan sekitar bangunan
fungsi dari urban farming yaitu untuk :
 mengurangi pemansan global
 menciptakan view yang menarik
 memperbaiki kesuburan tanah
 penghematan karena bahan makanan nabati dapat dihaslkan sendiri
B. Memilih tapak bangunan yang sesuai.
Tapak yang digunakan sesuai dengan proyek yang dihasilkan, tetapi
tetap dengan melihat kesinambungan antara lingkungan dan gedung. Pada
lahan yang akan digunakan untuk membangun sebuah gedung, Berikut
adalah hal-hal yang sebaiknya diperhatikan dalam membangun sebuah
bangunan :
a. Hal pertama yang seharusnya dipertimbangkan adalah apakah
kesuburan tanah itu dapat dibuat tandus oleh gedung. Tanah yang
sangat subur sebaiknya dipertahankan sebagai lahan tanaman dan
bukan digunakan sebagai tempat parkir, lahan bangunan ataupun
jalan.
b. Hal kedua kedahan lahan yang ditumbuhi oleh tanaman yang sudah
ada misalnya pohon peneduh, semak, dan bunga sebaiknya tanaman
tersebut dipertahankan sebanyak mungkin.
c. Hal ketiga adalah pertimbangkan tanaman yang akan direalisasikan.
C. Menggunakan bahan bangunan buatan lokal.
Sekarang ini mulai banyak perkembangan bahan bangunan,
munculnya pekembangan bahan bangunan dikarenakan adanya kesadaran
masyarakat terhadap ekologi lingkungan dan fisika bangunan. Bahan
bangunan yang alami tidak mengandung zat yang dapat merusak kesehatan
manusia maka berikut ini merupakam penggolongan bahan bangunan
menurut bahan mentah dan tingkat transformasinya :
Bahan banguan yang ekologis seharusnya memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Produksi bahan banguanan menggunakan energis sesedikit mungkin.

13
b. Tidak mengalami perubahan bahan yang dapat dikembalikan ke alam.
c. Eksploitasi, pembuatan (produksi), penggunaan bahan bangunan
sesedikit mungkin mencemari lingkungan.
d. Bahan bangunan berasal dari sumber lokal.
D. Menggunakan ventilasi alam dalam bangunan.
Ventilasi berfungsi untuk pertukaran udara, hal yang berkaiatan
dengan arsitektur ekologis tentunya yang berkaiatan dengan unsur alam
salah satunya yaitu penggunaan ventilasi dari alam. ventilasi berkaitan
dengan kualitas di dalam ruangan. 2 hal yang berkaitan dengan kualitas
udara yaitu penghawaan dan pencahayaan, penghawaan oleh angin dan
pencahayaan oleh sinar matahari.
E. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu
mengalirkan uap air.
Permukaan dinding dan lapisan langit – langit ruang termasuk dalam
upaya penghijauan rumah . upaya untuk penghijauan dilakukan untuk
mengatur tata air, suhu, pencemaran udara dan juga unntuk perlindungan
terhadap lingkungan sekitar.
F. Menjamin bahwa bangunan tidak menimbulkan permasalahan lingkungan.
Bangunan yang baik adalah bangunan yang tidak merugikan
lingkungan. Memang saat bangunan tersebut dibangun sudah mengurangi
komunitas hewan yang sebelumnya ada di lahan tersebut, tetapi kita sebagai
manusia yang bijak dan peduli akan lingkungan seharusnya mengganti lahan
yang menjadi komunitas mereka dengan cara melakukan penghijauan
disekitar bangunan . berbagai macam cara yang digunakan yaitu:
a. Melakukan penghijauana pada bangunan
b. Mendesain taman
G. Menggunakan energi terbarukan.
Energi terbarukan merupakan energi yang dapat dihasilkan sendiri.
H. Menciptakan bangunan yang dapat digunakan semua umur.

14
Bangunan yang baik merupakan bangunan yang dapat digunakan
disegala usia baik anak-anak mauapun orang tua, selain itu digunakan juga
bagi orang yang cacat tubuh, orang sakit, maupun orang dewasa yang sehat
misalnya diberikan jalur bagi mereka yang menggunakan kursi roda.
Banyak bangunan saat ini yang tidak memperhatikan hal – hal tersebut
antara lain perbedaan tingi lantai yang menyusahkan orang yang sudah tua
maupun anak-anak, tanda orientasi ruang kurang jelas, tidak ada kursi untuk
beristirahat, dan masih banyak lagi.

2.4 Setting
Setting merupakan tempat atau lingkungan yang isinya sudah diatur
sesuai ketentuan dimana lokasi atau tempatnya. Menurut Rapoport (1982),
setting merupakan tata letak dari suatu interaksi antara manusia dengan
lingkungannya, setting mencakup lingkungan tempat manusia (komunitas)
berada (tanah, air, ruangan, udara, pohon, dll) yaitu untuk mengetahui tempat dan
situasi dengan apa mereka berhubungan sebab situasi yang berbeda mempunyai
tata letak yang berbeda pula. Dalam konteks ruang, setting dapat dibedakan atas
setting fisik dan setting kegiatan/ aktifitas.
Menurut (Rapoport, 1982), berdasarkan elemen pembentuknya, setting dapat
dibedakan atas :
a. Elemen fixed,
Elemen yang pada dasarnya tetap atau perubahannya jarang. Secara spasial
elemen-elemen ini dapat di organisasikan ke dalam ukuran, lokasi, urutan
dan susunan. Tetapi dalam suatu kasus fenomena, elemen-elemen ini bisa
dilengkapi oleh elemn-elemen yang lain, meliputi : bangunan dan
perlengkapan jalan yang melekat.
b. Elemen semi fixed
Elemen-elemen agak tetap tapi tetap berkisar dari susunan dan tipe elemen,
seperti elemen jalan, tanda iklan, etalase toko dan elemen-elemen urban

15
lainnya. Perubahannya cukup cepat dan mudah. Meliputi : PKL, Parkir dan
sistem penanda.
c. Elemen non fixed
Elemen yang berhubungan langsung dengan tingkah laku atau perilaku yang
di tujukan oleh manusia itu sendiri yang selalu tidak tetap, seperti posisi
tubuh dan postur tubuh serta gerak anggota tubuh. Meliputi, pejalan kaki,
pergerakan kendaraan motorise dan non motorise.

Menurut Setiawan (1995) penggunaan istilah setting dipakai dalam kajian


arsitektur lingkungan (fisik) dan perilaku, yang menunjuk pada hubungan integrasi
antara ruang (lingkungan fisik secara spasial) dengan segala aktivitas
individu/sekelompok individu dalam kurun waktu tertentu.
“The context and environment in which something is set” dimana lingkungan dan
konteksnya sudah diatur sesuai dengan ketentuan dari tempatnya berada. Dalam
ekologi arsitektur, setting dalam pemecahan - pemecahan desain yang tumbuh dari
tempat itu sendiri diatur berdasarkan budaya tradisional, pengetahuan lokal, dan
peraturan - peraturan yang berlaku di tempatnya.
Prinsip-prinsip keberlanjutan dalam budaya tradisional dilatar belakangi oleh
beberapa tata nilai ruang Arsitektur Bali. Tata nilai ruang tersebut dapat
berpengaruh dengan alam dimana masyarakat harus tetap bisa mempertahankan
eksistensi alam. Seringkali prinsip-prinsip menghargai dan menghormati alam
kurang dicerminkan karena tuntutan fungsi bangunan yang lebih mengutamakan
kepuasan manusia.
Dalam pemecahan desain ekologi, setting tumbuh dari tempat itu sendiri dan diatur
dari unsur – unsur:
a. Lingkungan dan Budaya
Dalam setting perancangan sebuah objek arsitektural harus bisa menghargai
dan menghormati lingkungan sosial budaya yang ada di sekitar objek. Tidak
lupa juga lingkungan juga mencakup topografi dan unsur unsur yang terdapat
dalam lingkungan tersebut seperti kondisi air, tanah, dan lain-lain.

16
b. Pengetahuan Lokal
Pengetahuan lokal akan didapatkan dari perkembangan budaya pada
lingkungan sekitar tempat objek itu berada, kumpulan unsur historis, dan
pengetahuan lokal yang mendasar bagaimana menjaga lingkungan sekitar.

Gambar 2.5. Arsitektur Tradisional Bali sebagai Pengetahuan Lokal


(sumber: google.com)

c. Peraturan yang Berlaku di Tempatnya


Dalam merancang sebuah bangunan, tentunya pemerintah akan memiliki
aturan aturan yang difungsikan sebagai batasan seorang perancang untuk
merancang. Misal ada peraturan untuk mengharuskan pemilik bangunan untuk
tetap memberikan ruang hijau dalam tapak bangunan yang diatur dalam Perda
(Peraturan Daerah)

2.5 Context
Context atau konteks merupakan batasan yang berkaitan erat dengan
lokasi sebuah obyek arsitektural, karena arsitektur bisa didesain sesuai atau tidak
dengan konteks. Konteks penting karena pengguna rancangan adalah mereka

17
yang terelasikan oleh konteks arsitektural. Konteks arsitektural bisa berarti
sejarah, lokasi, arkeologi maupun ekologi disekitar lokasi arsitektur. Konteks
mendefinisikan hubungan antara arsitektur dan lokasi serta waktu. Baik disadari
ataupun tidak, arsitektur memiliki hubungan dengan keseluruhan lingkungannya
serta selalu memberikan dampak. Arsitektur menjadi penting menyangkut
seberapa jauh perancang mengerti tentang hubungan arsitektur dan
lingkungannya, untuk mengerti konteks adalah langkah awal dari sebuah desain.
Konteks dapat diartikan sebagai “situation in which an event happens”
(Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2008). Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, konteks dapat diartikan sebagai bagian suatu uraian atau
kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; situasi yang
ada hubungannya dengan suatu kejadian. Selain itu, terdapat sumber lain yang
mengartikan konteks sebagai “the part of a text or statement that surrounds a
particular word or passage and determines its meaning; the circumstances in
which an event occurs; a setting; discourse that surrounds a language unit and
helps to determine its interpretation” (Context-Definition of Context by The Free
Online Dictionary, Thesaurus and Encyclopedia)
Kontekstual menurut Anthony C. Antoniades dalam buku Poetics of
Architecture, merupakan suatu hubungan antara arsitektur dan sitenya,
berkaitan dengan lingkungan sekitarnya dengan memperhatikan kondisi
bangunan sekitar, dimana masyarakat, budaya, area, dan materialnya berasal dari
tempat arsitektur itu akan dibangun” (Anthony C. Antoniades:1992)
Pada teori Gesalt terdiri dari 6 hukum utama yang sering dijumpai yaitu:
a. Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
Hukum ini menjelaskan bahwa benda-benda yang berdekatan akan saling
membentuk satu kesatuan.
b. Hukum Kesamaan (Law of Similiarity)
Hukum ini menjelaskan bahwa benda-benda yang memiliki kesamaan akan
membentuk satu kumpulan bentuk.
c. Hukum Kontinuitas (Law of Good Continuation)

18
Hukum ini menjelaskan bahwa manusia cenderung mempersepsikan suatu
gerak bentuk yang berkelanjutan dalam suatu pola yang unik.
d. Hukum Ketertutupan (Law of Closure)
Hukum ini menjelaskan bahwa manusia cenderung akan mengisi
kekosongan pada pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap dengan
mempersepsikannya sebagai suatu bentuk yang lengkap atau utuh.
e. Hukum Pragnanz (Law of Pragnanz)
Hukum ini menjelaskan bahwa manusia cenderung untuk menyederhanakan
bentuk yang kompleks menjadi gabungan bentuk-bentuk sederhana yang
mudah dipahami.
f. Hukum Figure/Ground (Law of Figure/Ground)
Hukum ini menjelaskan bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi
menjadi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu
objek seperti ukuran, potonga, warna, dan sebagainya membedakan figure
dari latar belakang. (Sumber: Hermando Firgus, Pengaruh Konteks Terhadap
Desain Arsitektur Kontekstual, 2010)

Merupakan suatu konsensus bahwa arsitektur sebaiknya berdampak positif


bagi lingkungannya, menaikkan nilai lingkungan melalui keberadaan arsitektur.
Terdapat beberapa prioritas yang sebaiknya diperhatikan saat mendesain
arsitektur berdasarkan konteks:
a. Memperkuat komunitas local
Untuk meyakinkan bahwa pengembangan bangunan yang
direncanakan akan memperkuat dan bukan memperlemah komunitas lokal
serta mendukung proyek yang sukses bagi perancang, pemilik maupun
masyarakat dan lingkungan. Arsitektur tidak bisa berdiri sendiri seperti
sebuah tiang yang angkuh dan tidak berdaya guna, sebaiknya arsitektur
sedapat mungkin memiliki fungsi meningkatkan komunitas lokal, yang
berarti manusia dalam lingkungan tersebut. Apabila dapat mewujudkan
arsitektur kontekstual yang memperhatikan lokalitas serta partisipasi

19
masyarakat, akan menjadi arsitektur yang berguna bagi lebih banyak orang
dan lingkungannya. Misalnya adalah pembangunan sebuah hotel atau villa
yang dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat di sekitar hotel
atau villa tersebut dibangun.
b. Menciptakan arsitektur yang berkarakter
Mendapatkan inspirasi dari arsitektur lokal bisa membawa kita kepada
arsitektur yang ‘berkarakter lokal’, mungkin sebuah pilihan yang bisa
diambil bila dibandingkan jenis arsitektur non kontekstual yang sifatnya
‘internasional’ dan ‘bisa ditempatkan dimana saja’. Karakter lokal bisa
didapatkan dari tradisi, nilai lokal, kontemplasi tempat ataupun material
lokal, yang pada akhirnya mendapatkan karakter yang bisa dihubungkan
dengan lingkungan. Saat ini metode perancangan yang di- ajarkan melalui
dunia akademis masuk melalui tunnel ‘modern’ yang minim nilai- nilai
lokal, namun disaat yang sama arsitek dapat mengadaptasi konteks lokal
dalam karakter arsitektural.

Gambar 2.7. Penerapan Arsitektur Tradisional Bali pada Bangunan Villa


(Sumber gambar : Google Image)

c. Memperhatikan potensi dalam site


Dengan mengenal konteks lahan, maka arsitek dapat menggali potensi dalam
lahan yang berupa topografi, view, drainase, energi matahari dan angin, air,
dan sebagainya untuk memperoleh arsitektur yang berkelanjutan.
d. Integrasi dengan infrastruktur dalam lingkungan

20
Menemukan integrasi dengan lingkungan menggunakan material, bentuk dan
elemen landskap yang memperhatikan lokalitas, jalan-jalan tembusan dan
jalan setapak, jalan raya dan jalan kampung yang berkaitan dengan lokasi
dan struktur arsitektur. Dengan memperhatikan lebih detail bagaimana
pencapaian ke arah site, kemudian memperkirakan ulang saat bangunan
sudah terbangun agar selaras dengan infrastruktur yang ada.
e. Memperhatikan faktor ekonomi
Sebuah bangunan dengan arsitekturnya seharusnya direncanakan dengan
memperhatikan aspek ekonomi sehingga dapat terbangun dan memenuhi
persyaratan pembangunan. Namun dalam memperhatikan faktor ekonomi
seyogyanya tidak melupakan faktor estetika dalam perancangannya.
f. Memiliki sebuah Visi
Isi yang diemban rancangan arsitektur berfokus pada aspirasi komunitas,
serta menyediakan tujuan jangka panjang yang mengandung strategi masa
depan.

Dalam mendesain arsitektur dengan konteks, sebaiknya desain yang


dihasilkan bisa merangsang tumbuhnya lingkungan yang lebih baik, dimana akan
membutuhkan apresiasi terhadap kebiasaan hidup masyarakat lokal yang
ditingkatkan. Komunitas masyarakat dalam skala lokal selalu memiliki cara
pandang tertentu berkaitan dengan tradisi apabila masih dipegang teguh ataupun
sebagian. Pada masyarakat yang lebih modern tradisi lokal kurang diperhatikan
karena mengadopsi nilai-nilai yang lebih universal.
Gambaran akan arsitektur lokal biasanya muncul dari tradisi dan cara
membangun vernakular, dimana terdapat bahasa tertentu untuk arsitektur lokal
ini yang bisa diadaptasi baik sebagai pelengkap ataupun keseluruhan konsep
arsitektur yang kontekstual. Arsitektur bisa didesain untuk melengkapi tradisi
lokal yang ada sehingga dapat melengkapi identitas budaya lokal. Namun
terkadang arsitektur tradisional bisa juga diteruskan dengan mengangkat unsur
lokal seperti material dan cara membangun, bisa juga unsur lainnya seperti

21
hierarki, bentukan, dan nilai filsafatnya. Keseluruhannya masih bisa dikatakan
sebagai konteks lokal’ apabila masih memiliki karakter tertentu yang diteruskan
meskipun merupakan reimaging.
Masyarakat sebaiknya dilibatkan dalam penentuan kebijakan untuk
menentukan desain arsitektur terutama bagi bangunan
publik/pemerintahan/konservasi cagar budaya. Terlebih bagi arsitektur yang
melayani banyak orang seperti gedung pemerintahan, nilai lokal adalah
kebanggaan yang sebaiknya dan setidaknya menjadi sebuah tolak ukur akan
penghargaan terhadap budaya lokalnya sendiri. Masyarakat perlu dimintai
pertimbangan dalam keputusan desain agar dapat lebih aspiratif, antara lain
dengan cara mengumpulkan pendapat menjadi sebuah saran bagi desain
arsitektur yang akan dibuat.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Arsitektur disebut ekologis dimana bila menggunakan pendekatan desain yang
menggunakan pengetahuan lokal tentang arsitektur tradisional sebagai basis
design, strategi konservasi, perbaikan lingkungan, dan bisa diterapkan dalam
skala besar ataupun kecil dimana nilai dari budaya suatu arsitektur tidak hilang
serta dapat beradaptasi pada lingkungan tertentu, hal ini juga tidak lepas dari
peraturan yang berlaku di tempatnya untuk menghasilkan suatu bentuk bangunan,
lansekap, pemukiman dan kota yang ekologis.

3.2 Saran
Pengenalan ekologi arsitektur sebaiknya lebih dikemukakan kepada
masyarakat agar mereka mengetahui arti penting dari ekologi asitektur terutama
yang berkaitan dengan pengetahuan lokal arsitektur tradisional salah satunya
arsitektur tradisional Bali sehingga kebudayaan yang kita miliki tidak hilang
begitu saja. Semakin Arsitektur Ekologis dikenal secara luas, maka semakin baik
pula untuk menciptakan arsitektur yang ramah lingkungan serta kental akan
budaya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Frick, Heinz dan Tri Hesti Muliani. 1998. Arsitektur Ekologis. Institut
Teknologi Bandung. Bandung

Putro Arif W. 2014. Arsitekktur Lingkungan Jurusan Teknik


Arsitektur,Fakultas Teknik, Universitas Pandanaran, Halaman 5

Frick, Heinz dan FX Bambang Suskiyanto. 1998. Dasar-Dasar Ekologi


Arsitektur. Kanisius. Yogyakarta

24

Anda mungkin juga menyukai