DL Dental Material Finish
DL Dental Material Finish
DISCOVERY LEARNING
Disusun oleh :
G1B016035
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2017
KLASIFIKASI DENTAL MATERIAL
1. Gipsum (Gypsum)
a. Gambaran Umum
Gipsum merupakan bubuk mineral putih dengan nama kimia kalsium sulfat
dihidrat (CaSO4.2H2O). Produk gipsum yang digunakan daam kedokteran gigi
berbahan dasar kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4).H2O. Penggunaan utamanya
adalah untuk cor (casts) atau model, dies, dan bahan cetak atau bahan tanam
(investmen). Banyak restorasi dan piranti gigi dibentuk di luar mulut penderita
dengan mengunakan model dan die yang merupakan tiruan dari jaringan keras dan
jaringan lunak pasien.
Standar ISO untuk produk-produk gipsum kedokteran gigi menetapkan lima
tipe material sebagai berikut :
1) Tipe 1 : Plaster gigi, impresi
2) Tipe 2 : Plaster gigi, model
3) Tipe 3 : Stone gigi, die, model
4) Tipe 4 : Stone gigi, die, kekuatan tinggi, daya ekspansi rendah
5) Tipe 5 : Stone gigi, die, strength tinggi, daya ekspansi tinggi
b. Reaksi Setting
Produk gipsum yang digunakan dalam kedokteran gigi dibentuk dengan
mengeluarkan bagian air dari kristalisasi gipsum untuk membentuk kalsium sulfat
hemihidrat.
hemihidrat
Stone kedokteran gigi dapat diproduksi dengan cara satu dari dua metode. Jika
gipsum dipanaskan hingga 125o C dibawah tekanan uap dalam suatu otoklaf, akan
terbwntuk hemihidrat dengan bentuk lebih teratur dan tidak porus. Cara lain, gipsum
dapat direbus dalam suatu larutan garam seperti CaCl. Cara ini menghasilkan suatu
material yang sama dengan yang dihasilkan secara autoclaving tetapi bahkan dengan
porositas yang sangat rendah.
c. Sifat-sifat
1) Viskositas rendah sehingga material cetak ini bersifat mukostatik.
2) Hidrofilik sehingga dapat beradaptasi baik dan dapat mencetak detil.
3) Kaku setelah setting sehingga tidak dapat mencetak undercut sehingga hanya
digunakan untuk mencetak rahang tanpa gigi.
4) Menimbulkan sensasi kering pada pasien.
Tipe utama yang saai ini digunakan antara lain, yaitu: feldspatic; diperkuat oleh
leusit; yang dapat dipres (empress); yang dapat dicor (Dicor); Alumina (In-Ceram,
Procera); yang berbasis Zirkonium. Sifat yang dimiliki:
1. Pengerutan pada pembakaran sekitar 30-40%, jadi mahkota harus dibua lebih besar
2. Konduktivitas termal rendah
3. Sifat estetika bagus
4. Dapat rapuh apabila penyebaran retak yang hampir selalu berasal dari permukaan
dalam yang tidak diglazing. Namun dapat diturunkan dengan cara menggabungkan
permukaan dalam ke logam, seperti pada teknik foil platinum dan pengikatan ke
logam ataupun dengan menggunakan inti porselen alumina.
5. Resistensi tinggi terhadap keadaan aus.
6. Permukaan yang diglazing tahan terhadap akumulasi plak.
Aplikasi praktis dari bahan kedokteran gigi ini adalah antara lain:
3. Lilin
Lilin yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi pada umumnya berisi dua atau
lebih komponen yang dapat berupa lilin alamiah ataupun lilin sintesis, resin, minyak,
lemak, dan pigmen. Pencampuran dilakukan untuk menghasikan suatu material dengan
sifat-sifat yang dibutuhkan bagi penggunaan spesifik. Lilin adalah material termoplastik
yang secara normal solid atau padat pada suhu ruang tetapi meleleh, tanpa dekomposisi
atau perubahan komposisi, untuk membentuk larutan yang dapat dituang. Secara
essensial, ini merupakan substansi lunak dengan sifat-sifat mekanikal buruk, serta
penggunaan utamanya dalam bidang kedokteran gigi adalah untuk membentuk pola dari
piranti gigi sebelum casting atau pengecorannya.
a. Kebutuhan dari material pola-lilin
Kebutuhan utama dari lilin yang digunakan untuk membentuk pola lilin dengan
teknik direk ataupun teknik indirek adalah berikut :
1) Pola lilin harus sesuai dalam hal ukuran, bentuk, dan kontur tepat dari piranti
yang akan dibentuk.
2) Tidak ada perubahan-perubahan dimensional pada pola lilin seketika saat mulai
terbentuk.
3) Setlah pembuatan suatu mould cor, harus dimungkinkan untuk membuang lilin
dengan cara perebusan atau pembakaran, tanpa meninggalkan residu.
Kemampuan untuk meniru keadaan detil atau rinci, tergantung pada aliran material
pada suhu moulding, yang adalah hanya sedikit diatas suhu mulut untuk teknik direk
dan sedikit di atas suhu ruang utuk teknik indirek. Akurasi dan stabilitas
dimensional tergantung pada perubahan-peerubahan dimensional yang terjadi
selama menjadi satu kesatuan (solidifikasi) dan pendinginan lilin. Penyimpangan
atau distorsi dapat juga terjadi jika ada tekanan termal.
b. Komposisi Lilin
Komponen-komponen utma berasal dari mineral hewan atau mineral tumbuhan.
Lilin parafin dan lilin mikrokristalin yang diketahui sangat erat hubungannya,
keduanya diperoleh dari residu minyak tanah yang didapat setelah proses destilasi
atau penyulingan. Keduanya adalah hidrokarbon, lilin parafin adalah suatu
hidrokarbon rantai lurus sederhana, sedangkan material mikrokristalis mempunyai
struktur bercabang.
Lilin parafin melunak pada kisaran suhu 37-55o C dan meleleh diantara 48-70o C.
Lilin ini rapuh pada suhu ruang. Lilin mikrokristalin meleleh pada suhu berkisar
antara 65-90o C.
c. Sifat-Sifat Lilin
1) Sifat-Sifat Termal
Semua lilin yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi mempunyai
struktur kristalin yang dominan, serta ditandai oleh titik leleh yang pasti. Pada
pemanasan, puncak kedua dari endootermik akan terjadi pada suhu sedikit
lebih rendah daripada titik leleh. Puncak kedua ini menunjukkan transisi
padat-padat yang meliputi suatu perubahan dalam struktur kristal dari lilin.
Lilin adalah konduktor termal yang sangat buruk, serta harus dijaga tetap,
serta harus dijaga tetap di atas suhu transisi padat-padat untuk waktu cukup
lama guna memungkinkan pelunakan sempurna terjadi pada seluruh material
sebelum dilakukan moulding (pembentukan).
Setelah moulding, lilin dibiarkan menjad dingin. Selama periode
pendinginan ini, semua secara potensial bberkontraksi karena tingginya nilai
koefisien ekspansi yang ditunjukkan oleh produk ini.
2) Sifat-Sifat Mekanikal
Faktor utama yang menentukan kemampuan moulding dan stabilitas suatu
lilin adalah nilai alirnya. Sifat ini berhubungan dengan sifat merambat.
Kerapuhan adalah sifat penting lainnya.
d. Penggunaan
Pembuatan gigi tiruan meliputi berbagai tahap dengan lilin. Tersedia tiga tipe
material yang dikelompokkan sebagai berikut
1) Lilin lunak
2) Lilin keras
3) Lilin sangat keras
Material tipe 3 dapat dinyatakan relatif stabil pada suhu mulut. Material tipe 1
didesain menjadi keras pada suhu ruang tetapi lunak pada suhu mulut, serta
digunakan untuk membentuk kontur dan pelapisan (vinir) dalam laboratorium.
Material tipe 2 sesuai untuk pembuatan pola dalam iklim tenang. Material tipe3
terutama didesain untuk penggunaan di iklim lebih panas.
4. Ionomer Kaca
a. Reaksi Pengerasan
Kaca silikat-alumina yang ditambah dengan asam polialkenoat akan membentuk
kalsium dan aluminium polialkenoat (basa diberi poli-asam menyebabkan
pembentukan garam poli dan air). Bahan yang mengeras terdiri atas bidang kaca yang
tidak bereaksi dan dikelilingi oleh gel silika, tertanam di dalam logam polialkenoat.
Fluorida terlepas dan dikeluarkan dari semen yang menurut teori memberikan sifat
kariostatik.
b. Sifat
1) Adhesi
Terhadap email dan dentin dengan :
a) Penggantian ion kalsium dan fosfat dengan ion poliakrilat
b) Absorbsi asam polialkenoat ke dalam kolagen
c) Semen ionomer kaca juga berikatan dengan lapisan oksida pada baja tahan
karat dan timah.
2) Kariostatik
Pelepasan fluorida selama usia restorasi.Bahan ionomer kaca juga dapat
mengambil fluorida jika konsentrasi fluor di dalam mulut meningkat sehingga
sebagai “efek penyimpanan”.
3) Ekspansi termal
4) Kekuatan
5) Radiolesen
6) Resistensi abrasi /erosi
7) Biokompabilitas
c. Aplikasi
Bahan ionomer kaca tidak dapat disetarakan dengan bahan resin komposit dalam
masalah keunggulan estetika dan resistensi terhadap abrasi, sementara kerapuhannya
membatasi penggunaan kedua bahan tersebut pada situasi tanpa beban.
1) Tipe 1 adalah semen luting untuk mahkota, jembatan, dan band ortodontik.
2) Tipe 2 adalah semen restoratif. Ada 2 subtipe adalah estetik dan penguatan.
Tipe 2 digunakan sebagai penutup fisur, untuk restorasi gigi sulung serta
untuk memperbaiki restorasi yang rusak.
3) Tipe 3 adalah ahan pelapik dengan pengerasan cepat.
4) Tipe 4 adalah ionomer kaca dengan pengerasan sinar dan pengerasan ganda
(menggunakan sumber sinar untuk mengoptimalkan sifat bahan pengerasan
ganda, walaupun bahan tersebut dapat berpolimerisasi sendiri).Ionomer kaca
tipe pengerasan dengan sinar memiliki kekuatan ikatan lebih tinggi daripada
tipe self-cure.
5. Ionomer kaca tipe lain/ produk berbasis komposit
a. Ionomer kaca dengan modifikasi resin
Bahan ini memungkinkan pengerasan yang dapat diatur serta membantu
mengatasi sensitivitas kelembapan dan rendahnya kekuatan mekanis awal yang
berhubungan dengan ionomer kaca konvensional.
b. Kompomer
Bahan ini merupakan bahan hibrid lainnya. Kompomer ini mengombinasikan sifat
adhesif dan pelepasan fluorida dari GI dengan resistensi terhadap abrasi dari resin
komposit sehingga disebut “kompomer”. Kompomer terdiri atas resin hidrofobik
tunggal yang diisi dengan partikel kaca yang dapat meluruhkan asam.
c. Glomer / Komposit yang Termodifikasi
Bahan ini disebut sebagai resin komposit dengan partikel pengisi aktif. Partikel
bahan pengisi berdasarkan pada sebelum atau sesudah reaksi penuh partikel bahan
pengisi ionomer kaca, sedangkan proses reaksi asam-basa terjadi setelah pengerasan
awal pada komposit yang dimodifikasi dengan asam.
d. Ormoker
Keramik yang dimodifikasi secara organik, terdiri dari 3 komponen yaitu polimer
organik, kaca keramik, dan polivinilsiloksan.
e. Ceromer
Ceromer merupakan generasi resin komposit indirek kedua. Komponen utama
bahan tersebut adalah bahan pengisi anorganik mikrohibrid yang telah mengalami
silanisasi, yang dimasukkan ke dalam matrik organik yag dikeraskan dengan sinar.
Ceromer memiliki kandungan bahan pengisi tinggi sehingga dapat memperbaiki sifat
mekanisnya dibandingkan dengan komposit tradisional.
6. Resin Komposit
Resin komposit modern merupakan campuran resin dan bahan pengisi tertentu,
karakteristik penatalaksanaannya ditentukan trutama oleh pengukuran partikel bahan
pengisi serta metode pengerasan.
Unsur utama :
a. Resin
Sebagian besar bahan dasar Bis_GMA (produk tambahan bisfenol A dan
glisidilmetakrilat) atau uretan dimetakrilat ditambah monomer pengencer, trietilen
glikol dimetakrilat (TEGMA).
b. Pengisi
Contohnya : kuarsa, silica larut, kaca seperti aluminosilikat dan borosilikat.
Keuntungan resin komposit :
Panjang pemampatan/kompresif, resitensi terhadap abrasi, modulus elatisitas dan
kekerasannya terhadap fraktur.
Ekspansi terminal dan kontraksi kontraksi saat pengerasan.
Kualitas estetika yang baik.
Resin komposit dibagi menurut ukuran partikel :
a. Macrofilled (konvensional)
Mengandung partikel barium yang radiopak atau kaca stronsium berukuran 2,5-
5µm sebanyak 75-80% berat bahan pengisi. Sifat mekanisnya baik, tetapi sulit
untuk dipoles dan cepat menjadi kasar.
b. Microfilled
Mengandung partikel silica koloid berukuran 0,04µm sebanyak 30-60% berat
bahan. Member permukaan poles yang baik, namun tidak sesuai untuk restorasi
dengan kontak beban yang besar, mempunyai restorasi aus yang buruk, serta
peningkatan pengerutan saat kontraksi.
c. Nanofilled
Dengan mengombinasikan partikel nanometer dan nanoklaster pada matriks resin
konvensional, pabrik pembuat menyatakan bahwa resin jenis ini mempunyai
resistensi keausan yang lebih tinggi dan dapat dipoles hingga mengilat.
d. Hibrid
Mengandung campuran partikel konvensional dan mikrof yang dibuat untuk
mengoptimalkan sifat mekanis dan sifat permukaan. Bahan tipe ini mempunyai
75-80% berat bahan pengisi, sehingga paling banyak adalah partikel konvensional
(1-50µm).
Sifat penting komposit
Pengerutan saat polimerasi 1-4%
Modulus elastisitas harus tinggi untuk menahan gaya oklusi. Modulus tipe hybrid
lebih besar daripada berbagai resin komposit lain, amalgam, atau dentin. Namun,
resin komposit tetap rapuh dan mudah fraktur jika digunakan pada retorasi yang
tipis.
Resistensi terhadap keausan paling tinggi untuk komposit jenis hybrid
Radio-opasitas sangat berguna, khususnya untuk resin komposit posterior.
Mengenai toksisitas masih dipertanyakan. Resin ditemukan toksik terhadap sel
kultur. Juga masih menjadi kontroversi mengenai estrogenisitas resin komposit.
Permasalahan resin komposit
1. Sulit mendapatkan titik kontak dan stop oklusal yang memuaskan
2. Sensitivitaas pasca-penempatan
3. Pengerutan saat polimeraasi
4. Kedalaman pengerasan bahan pada pengerasan memakai sinar terbatas.
5. Sistem Adesif-Dentin (Bahan Bonding Dentin)
Keuntung bonding pada dentin (misalnya, melindun jaringan gigi) telah memicu
dilakukanna banyak penelitian. Masalah yang harus diatasi di sini meliputi tingginya
kandungan kandungan air dan bahan organic di dalam detin, adanya smear layer setelah
dentin dipotong, serta perlnya kekuatan yang adekuat segera setelah penempatan.
Tujuan dari sistem adesif untuk mengubah serta menghilangkan sebagian smear layer,
dengan mengaplikasikan primer asam.
Hal-hal praktis petunjuk yang prlu diperhatikan
Ikuti petunjuk pabrik pembuat
Untuk hasil yang lebih baik gunakan resin komposit dan sisem adhesive yang
sesuai
Jika digunakan adhesive dentin, pengerutan selama proses polimerasi komposit
resin kemungkinan besar akan mengkibatkan terjadinya deformasi kuspal gigi
serta rasa sakit pasca-tindakan.
Pengerasan bahan bonding adhesive terlebih dahulu sebelum penempata tumpatan
komposit
7. Semen
a. Berbasis Oksida Seng Eugenol (OSE)
Bentuk oksida seng murni dicampur (perbandingan 3:1) dengan cairan eugenol
untuk mendapatkan seng eugenolat dan bubuk yang tidak reaktif. Masa pengerasan
adalah 24 jam. Semen ini adalah semen paling lemah, tetapi eugenol berperan sebagai
penutup dan analgesik., jadi digunakan sebagai dresing sedatif. Beberapa modifikasi
berikut mengubah sifatnya hingga dapat digunakan untuk berbagai indikasi.
OSE yang dipercepat, misalnya sedanol. Penambahan seng asetat ke dalam bubuk
mempercepat pengerasan menjadi 5 menit. OSE yang terikat pada resin, misalnya
Kalzinol. Penambahan resin yang dihidrogenasi 10% ke dalam bubuk dapat
meningkatkan kekuatan. EBA, misalnya Staline, Opotow. Penambahan asam orto-
etoksibenzoat (62%) ke dalam cairan meningkatkan kekuatan.
Seng Fosfat
Misalnya zink De Trey Zink. Bubuk terdiri atas oksida seng dan magnesium,
sementara cairan terdiri atas asam fosforat cair 50%. Waktu kerja meningkat dengan
penambahan bubuk demi sedikit. Dahulu populer karena kekuatannya. Meskipun,
derajat keasamannya (pH) yang rendah secara teoretis merupakan kontraindikasi
untuk penggunaan pada gigi vital, secara praktis hal ini tampaknya tidak
menimbulkan masalah.
Seng Polikarboksilat
8. Bahan Cetak
9. Aloi Cor adalah campuran dua elemen logam atau lebih. Kimiawi aloi sangat kompleks.
Sifat aloi bergantung pada :
Perlakuan termis yang diaplikasikan pada aloi
Manipulasi mekanis aloi
Komposisi aloi
a. Aloi Cor
Keadaan mulut yang hangat lembab merupakan lingkungan ideal untuk terjadinya
korosi. Untuk mengatasi masalah ini, aloi cor kedokteran gigi yang terdiri atas suatu
logam yang sangat resisten terhadap korosi (pada umumnya emas).
b. Aloi untuk Bonding Porselen
Indium umumnya ditambahkan untuk mempermudah bonding terhadap
porselen. Emas jumlah banyak meningkatkan isi paladium atau platinum (untuk
meningkatkan titik leleh) dibandingkan dengan aloi non porselen. Emas jumlah
sedang. Emas 50%, paladium 30%. Sifat bagus dan ekonomis. Digunakan secara luas.
Paladium perak, murah, tetapi membutuhkan kehati-hatian untuk menghindari
kerusakan saat pengecoran. Kromium nikel, titik leleh dan modulus elastisitas sangat
tinggi, tetapi pengecoran lebih sulit karena pengerutan.
10. Aloi Tempa (Wrought Alloys)
a. Baja Tahan Karat
Bahan tahan karat yang digunakan dalam kedokteran gigi juga dikenal sebagai
baja austenitik (karena bagian kristalnya tersusun dalam struktur kubik menghadap ke
pusat.
b. Kromium Kobal
Memiliki komposisi yang sama dengan bentuk cor. Digunakan dalam bidang
ortodontik yaitu bahan archwire. Bahan ini mempunyai keungungan bahwa dapat
dikeraskan dengan pemanasan setelah selesai dibentuk.
c. Aloi Titanium
Digunakan dalam bidang ortodontik karena sifatnya yang fleksibel, memiliki
daya lenting baik, serta mampu memberikan tekanan kecil untuk waktu yang lama.
11. Amalgam
Amalgam menurut McCabe dan Walls (2014) terdiri atas campuran dua atau lebih
material metal, salah satunya adalah merkuri. Merkuri yang digabungkan dengan suatu
bubuk aloi perak timah. Merkuri berupa suatu likuid pada suhu ruang dan mampu
membentuk suatu masa yang dapat diolah jika dicampur denfan suatu aloi. Perilaku atau
sifat ini membuat material tersebut sesuai untuk penggunaan di bidang kedokteran gigi.
Amalgam menurut Mitchell (2014) diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :
a. Bentuk partikel
Dapat berupa lathe-cut (tidak beraturan), sferoidal/bulat, atau gabunan dari
keduanya. Partikel sfekis memberikan campuran yang lebih cair sehingga lebih
mudah dikondensasikan, dapat dibentuk dengan segera, sserta memerlukan waktu
hanya 3 jam untuk menapai kekuatan oklusi (dibandingkan dengan amalgam
lathe-cut yang memerlukan waktu lebih dari 6 jam). Amalgam sferoidal lebih
disukai untuk restorasi yang kecil.
b. Komposisi partikel
Aloi yang digunakan pertama kali memiliki kandungan tembaga rendah
(5%). Fase terlemah (Sn-Hg) dari amalgam yang mengeras dapat dihilangkan
dengan meningkatkan proporsi atau jumlah tembaga, sehingga muncul variasi
amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi (10-30%). Jenis amalgam ini
lebih mahal, tetapi lebih baik ketahanannya terhadap krosi, retak kekuatan,
ketahanan integritas marginalnya. Terdapat dua macam aloi tinggi tembaga :
(1) aloi dengan komposisi tunggal, yaitu perak-timah-tembaga (resistern terhadap
karat)
(2) aloi campuran berupa disperse perak-timah dan tembaga-perak.
Amalgam perlu mendapat perlakuan khusus karena dikhawatirkan uap Hg dalam
amalgam dapat terhirup. Hal-hal yang perlu diperhaikan menurut Mitchell, dkk.
(2014) :
a. hindari menumpahkan Hg
b. Amalgam sisa harus disimpan dalam botol dengan penutup beralur berisi larutan
pemfiksasi radiografi (sinar-X) bekas.
c. Ketika membuang tumpatan amalgam lama, dianjurkan untuk menggunakan
kacamata pengaman, masker, dan dengan alat hisap yang kuat
Alat pemisah amalgam digunakan sesuai Hazardous Waste Directive.
Mitchell, L., Mitchell, D.A.,McCaul, L. 2014. Kedokteran Gigi Klinik. Edisi 5. EGC. Jakarta.
McCabe, J,F, dkk. 2015. Bahan Kedokteran Gigi. Edisi 9, EGC. Jakarta