Anda di halaman 1dari 79

Tugas mata kuliah Ekologi Tumbuhan

Kelompok 4

Nama : Silvia Telese

Kelas : VIA

Nim : 16 507 034

A. Komponen lingkungan

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam
seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun
di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu
yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.

Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak
bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik
adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme
(virus dan bakteri).

Lingkungan, di Indonesia sering juga disebut "lingkungan hidup". Misalnya dalam Undang-
Undang no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi Lingkungan Hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia, dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.A.F.A Pengertian lingkungan hidup bisa dikatakan sebagai
segala sesuatu yang ada di sekitar manusia atau makhluk hidup yang memiliki hubungan timbal
balik dan kompleks serta saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya.

Pada suatu lingkungan terdapat dua komponen penting pembentukannya sehingga menciptakan
suatu ekosistem yakni komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pada lingkungan
hidup mencakup seluruh makluk hidup di dalamnya, yakni hewan, manusia, tumbuhan, jamur dan
benda hidup lainnya. sedangkan komponen abiotik adalah benda-benda mati yang bermanfaat bagi
kelangsungan hidup makhluk hidup di sebuah lingkungan yakni mencakup tanah, air, api, batu,
udara, dan lain sebaiganya.

Pengertian lingkungan hidup yang lebih mendalam menurut No 23 tahun 2007 adalah kesatuan
ruang dengan semua benda atau kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya ada manusia dan
segala tingkah lakunya demi melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia maupun
mahkluk hidup lainnya yang ada di sekitarnya.

B. Hubungan antara faktor lingkungan

Telah dipahami bahwa dalam kajian ekosistem adalah penting untuk menganali-sis
bagaimana faktor-faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi. Dalam kenyataannya telah
dipahami bahwa faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi satu sama lainnya, sehingga sangat
sulit untuk memisahkan pengaruh hanya dari satu faktor lingkungan-nya. Sebagai contoh bahwa
kedua faktor iklim dan topografi akan mempengaruhi per-kembangan suatu tanah. Demikian juga
iklim tanah akan berpengaruh secara kuat da-lam pola kontrolnya terhadap komponen biotik,
menentukan jenis-jenis yang akan mampu menempati suatu tempat atau daerah tertentu. Meskipun
demikian karakteristik mendasar dari ekosistem apapun akan ditentukan atau diatur oleh
komponen biotiknya. Pengaruh dari variabel abiotik akan dimodifikasi oleh tumbuhan dan hewan,
misalnya terciptanya perlingdungan oleh pohon meskipun sifatnya terbatas. Faktor-faktor abiotik
merupakan penentu secara mendasar terhadap ekosistem, sedangkan kontrol faktor biotik
setidaknya tetap menjadi penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dalam
jenis makhluk hidup. Semua faktor lingkungan bervariasi secara ruang dan waktu. Organisme
hidup bervariasi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga hu-bungan ini akan mebentuk
komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang dan waktu.

C. Hokum Toleransi dari shelfotd

Salah satu perkembangan yang paling berarti dalam kajian faktor lingkungan terjadi pada
tahun 1913 ketika Victor Shelford mengemukakan hukum toleransi, yang menyatakan bahwa
untuk setiap faktor lingkungan suatu jenis mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum
yang dapat dipikulnya, diantaranya kedua harga ekstrim ini me-rupakan kisaran toleransi dan
termasuk kondisi optimum.
Kisaran toleransi dapat dinyatakan dalam bentuk kurva lonceng, dan akan ber-beda untuk
setiap jenis terhadap faktor lingkungan yang sama atau mempunyai kurva yang berbeda untuk satu
jenis organisme terhadap faktor-faktor lingkungan yang ber-beda. Misalnya jenis A mungkin
mempunyai batas kisaran yang lebih luas terhadap suatu suhu tetapi mempunyai kisaran yang
sempat terhadap kondisi tanah.

Untuk memberikan gambaran terhadap kisaran toleransinya ini, biasanya dipa-kai awalan
steno(kisaran toleransi sempit), diawali yuri(kisaran toleransi luas). Shelford menyatakan bahwa
jenis yang kisaran toleransi yang luas untuk berbagai faktor lingku-ngan akan menyebar secara
luas, dan menambahkan bahwa dalam fase reproduksi da-ri daur hidup tumbuhan maka faktor-
faktor lingkungan lebih membatasi: biji, telur, em-brio mempunyai kisaran yang sempit jika
dibandingkan dengan fasa dewasanya.

Hasil penelitian Shelford telah memberikan dorongan dalam kajian berbagai ekologi
toleransi. Berbagai percobaan dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan atau menentukan
kisaran toleransi dari individu suatu jenis makhluk hidup terhadap berbagai faktor lingkungan.
Hasilnya sangat berguna untuk aspek-aspek terapan, se-perti menentukan toleransi jenis terhadap
pencemaran air yang sedikit banyak akan memberikan gambaran dalam hal penyebaran tersebut.
Shelford sendiri memberikan penjelasan dalam hukumnya bahwa reaksi suatu organisme terhadap
faktor lingkungan tertentu mempunyai hubungan yang erat dengan kondisi lingkungan yang
lainnya, misalnya apabila nitrat dalam tanah terbatas jumlahnya maka resistensi rumput terha-dap
kekeringan akan menurun. Dengan demikian ia juga sudah memberikan gambar-an bahwa adanya
kemungkinan yang tidak menyeluruh hasil penelitian di laboratorium (kondisi buatan) yang
memperlihatkan hubungan antara satu faktor lingkungan dengan organisme hidup. Shelford juga
melihat kenyataan bahwa sering organisme hidup, tum-buh-tumbuhan dan hewan-hewan, hidup
berada pada kondisi yang tidak optimal. Me-reka berada dalam kondisi yang tidak optimal ini
akibat kompetisi dengan yang lain-nya, sehingga berada pada keadaan yang lebih efektif dalam
kehidupannya. Misalnya berbagai kehidupan tumbuh-tumbuhan di padang pasir sesungguhnya
akan tumbuh lebih baik di tempat yang lembab, tetapi mereka memilih padang pasir karena adanya
keuntungan ekologi yang lebih. Demikian juga dengan anggrek sebenarnya kondisi optimalnya
berada pada keadaan penyinaran yang langsung, tetapi mereka hidup di bawah naungan karena
faktor kelembaban sangat lebih menguntungkan.
D. Hukum minimum liebig

Dalam tahun 1840 Justus Von Liebig, seorang pakar kimia dari Jerman, mem-prakarsai
satu kajian dalam pengaruh berbagai faktor terhadap per-tumbuhan tanaman. Leibig berpendapat
bahwa hasil dari suatu panen tanaman sering dibatasi oleh nutrisi yang diperlukan dalam jumlah
yang banyak seperti karbon dan air. Leibig menemukan bahwa kekurangan fosfor sering kali
merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan tanaman tersebut. Penemuan ini membawa pada
pemikiran bahwa adanya faktor pe-nentu yang mungkin membatasi produktifitas tanaman.
Pemikirannya ini kemudian di-kembangkan menjadi hukum yang terkenal dengan “Hukum
Minimum”, yang dinyata-kan sebagai berikut: pertumbuhan dari tanaman tergantung pada
sejumlah bahan ma-kanan yang berada dalam kuantitas terbatas atau sedikit sekali.

Hukum minimum hanya berperan dengan baik untuk materi kimia yang diperlu-kan untuk
pertumbuhan dan reproduksi. Liebig tidak mempertimbangkan peranan faktor lainnya, namun
kemudian para peneliti lainnya mengembangkan pertanyaannya yang menyangkut faktor suhu dan
cahaya.

Sebagai hasilnya mereka menambahkan dua pertanyaan, yaitu:

 Hukum ini berlaku hanya dalam kondisi keseimbangan yang dinamis (steady state). Apabila
masukan dan keluaran energi dan materi dari ekosistem tidak berada pada keseimbangan,
jumlah berbagai substansi yang diperlukan akan berubah terus dan hukum minimum tidak
berlaku.
 Hukum minimum harus memperhatikan juga adanya interaksi diantara faktor-faktor
lingkungan. Konsentrasi yang tinggi atau ketersediaan yang melimpah dari suatu substansi
mungkin akan mempengaruhi laju pemakaian dari substansi lain dalam jumlah yang minimum.
Sering juga terjadi organisasi hidup memanfaatkan unsur kimia tambahan yang mirip dengan
yang diperlukan yang ternyata tidak ada di habitatnya.

E. Factor Pembatas

Meskipun hukum Shelford ini pada dasarnya benar, tetapi sekarang para pakar ekologi
berpendirian bahwa pendapat ini terlalu kaku. Akan lebih bermanfaat apabila menggabungkan
konsep minimum dengan konsep toleransi untuk mendapatkan gam-baran yang lebih umum. Hal
ini didasar-kan kenyataan gambaran yang lebih umum lagi. Hal ini di dasarkan kenyataan bahwa
kehadiaran dan keberhasilan dari organisme hidup itu tergantung pada kondisi-kondisi yang tidak
sederhana. Organisme hidup di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang minimum
diperlukan tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaan kritis. Faktor apapun yang kurang
atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam per-ubahan jenis.
Memang sulit untuk menentukan dialam faktor-faktor pembatas ini, karena masalah yang erat
kaitannya dengan pemisahan pengaruh setiap komponen lingkungan secara terpisah dihabitatnya.
Nilai lebih dari penggabungan konsep faktor pembatas adalah dalam memberikan pola atau arahan
dalam kajian hubungan-hubungan yang kompleks dari faktor lingkungan ini.

Para pakar ekologi sekarang menyadari bahwa terlalu banyak perha-tian yang ditujukan
pada kajian kisaran toleransi dan faktor-faktor pembatas itu sendiri. Kajian hendaknya diarahkan
untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkem-bang untuk menguasai habitat
tertentu dan meng-hasilkan kisaran toleransi-toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan untuk
mempertahankan diri. Kajian ekologi toleransi yang didasarkan oleh pemi-kiran Liebig dan
Shelford pada umumnya tidak menjawab pertanyaan menda-sar ekologi, bagaimana jenis-jenis
teradaptasi terhadap beberapa faktor pembatasnya. Pandangan ekologi yang lebih berkembang
adalah memikir-kan perkembangan jenis untuk mencapai suatu kehidupan dengan perhatik-an
kisaran toleransi sebagai hasil sampingan dari persyaratan yang dipilih dalam pola kehidupan.
Pendekatan ini menekankan pentingnya evolusi yang membawa pergantian yang lebih baik
hubungannya antara individual suatu jenis dengan habitatnya.

F. Hubungan Antara Cahaya Dengan Vegetasi

Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya yang terpenting sebagai
faktor ingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas
cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/spesial maupun dalam waktu/temporal. Radiasi
matahari yang sampai dan menembus atmosfer bumi akan terabsorbsi dan terrefleksi atau
berhamburan oleh gas-gas dan partikel-partikel yang dikandungnya.
Intensitas cahaya yang terbesar terjadi didaerah tropika, terutama daerah kering (zona arid),
sedikit cahaya derefleksikan oleh awan. Didaerah garis lintang rendah cahaya matahari menembus
atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi, sehingga lapisan atmosfer
yang tertembus berada dalam ketebalan minimum. Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan
naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah
terhadap permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus
lapisan atmosfer yang terpanjang, ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan
dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitas cahaya di daerah dengan latituda tinggi
ini, intensitas pada musim panas jauh berbeda dengan intensitas cahaya pada musim dingin.
Variasi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifiksasikan lagi oleh faktor
topografi. Sudut dan arah kemiringan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang
sampai di permukaan bumi atau ekosistem, hal ini akan lebih terasa untuk daerah-daerah di garis
lintang tinggi, sehingga dapat menghasilkan perbedaan struktur ekosistem.

G. Hubungan antra Suhu Dengan Vegetasi

Jenis jenis vegetasi alam diantaranya :

1. Padang rumput

Memiliki Curah hujan antara 250 mm – 500 mm/tahun. Dimana tumbuhan yang biasanya tumbuh
ialah rumput.

2. Gurun

Memiliki Curah hujan rendah, sekitar 250 mm/tahun atau kurang. Ketika terjadi musim panas,
suhu bisa mencapai hingga lebih dari 40¬0 c. Tumbuhan yang biasanya tumbuh ialah tumbuhan
yang ber spons, kaktus.

3. Tundra

Memiliki musim dingin yang cukup panjang dan terasa gelap. Juga terdapat musim panas yang
panjang dan berlangsung terus-menerus. Di daerah tundra tumbuhan yang dapat hidup ialah
sphagnum dan lichenes (lumut kerak).

4. Hutan basah

Terjadi selama sepanjang tahun. hutan basah cukup dalam proses mendapat air, sehingga keadaan
alam didaerah hutan basah memungkinkan terjadinya pertumbuhan yang lama.
5. Hutan gugur

Curah hujan mereka sepanjang tahun, yaitu antara 750 sampai 1.000 mm per tahun serta adanya
musim dingi dan musim panas.

6. Taiga

Taiga mrupakan sebiah hutan yang terdapat sebuah pohon pinus yang daunnya seperti jarum.

Kesimpulan

seorang peneliti dari bidang biologi beliau mengungkapkan bahwa adanya model persebaran
tumbuhan dipengaruhi oleh adannya suatu variasi. Disebabkan karena adanay perubahan
temperatur yang terjadi karena adanya pengaruh ketinggian

Jenis jenis vegetasi alam diantaranya :

Padang rumput, Gurun, Tundra, Hutan basah, Hutan gugur, Taiga

H. Hubungan Antara Air Dengan Vegetasi

Air merupakan faktor lingkungan yang penting, semua organisme hidup memerlukan kehadiran
air ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air di sistem bumi kita ini adalah terbatas dan dapat berubah-
ubah akibat proses sirkulasinya. Pengeringan bumi sulit untuk terjadi akibat adanya siklus melalui
hujan, aliran air, transpirasi dan evaporasi yang berlangsung secara terus menerus. Bagi tumbuhan
air adalah penting karena dapat langsung mempengaruhi kehidupannya. Bahkan air sebagai bagian
dari faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur dan
organ tumbuhan. Untuk lebih rinci perhatikan peranan air bagi tumbuhan di bawah ini :

a) Struktur Tumbuhan. Air merupakan bagian terbesar pembentuk jaringan dari semua makhluk
hidup (tak terkecuali tumbuhan). Antara 40% sampai 60% dari berat segar pohon terdiri dari air,
dan bagi tumbuhan herba jumlahnya mungkin akan mencapai 90%. Cairan yang mengisi sel akan
mampu menjaga substansi itu untuk berada dalam keadaan yang tepat untuk berfungsi
metabolisma.
b) Sebagai Penunjang. Tumbuhan memerlukan air untuk penunjang jaringan-jaringan yang tidak
berkayu. Apabila sel-sel jaringan ini mempunyai cukup air maka sel-sel ini akan berada dalam
keadaan kukuh. Tekanan yang diciptakan oleh kehadiran air dalam sel disebut tekanan turgor dan
sel akan menjadi mengembang, dan apabila jumlah air tidak memadai maka tekanan turgor
berkurang dan isi sel akan mengerut dan terjadilah plasmolisis.

c) Alat Angkut. Tumbuhan memanfaatkan air sebagai alat untuk mengangkut materi disekitar
tubuhnya. Nutrisi masuk melalaui akar dan bergerak ke bagian tumbuhan lainnya sebagai substansi
yang terlarut dalam air. Demikian juga karbohidrat yang dibentuk di daun diangkut ke jaringan-
jaringan lainnya yang tidak berfotosintesis dengan cara yang sama.

d) Pendingin. Kehilangan air dari tumbuhan oleh transpirasi akan mendinginkan tubuhnya dan
menjaga dari pemanasan yang berlebihan.

1. Masuknya Air dalam Tumbuhan

Tumbuhan umumnya menyerap/ mengisap air tanah oleh sistem akarnya, meskipun pada brebeapa
tumbuhan sederhana seperti lumut kerak dan lumut daun mampu menyerap air dari sekitarnya
secara langsung. Air memasuki akar melalui bulu-bulu akar yang sangat halus yang berada seitar
6 mm setelah tudung akar. Sistem bulu akar ini memperluas permukaan aktif yang mampu
menyerap air, dan secara terus menerus diperbaharui sesuai dengan pertumbuhan akar menembus
tanah.

2. Pergerakan Air dalam Tumbuhan

Dalam tumbuhan paku-pakuan dan juga dalam spermatofita air bergerak melalui jaringan khusus
yang disebut xylem, yang strukturnya sangat berbeda-beda tergantung pada pengelompokannya,
yang secara umum bersamaan dengan bentuk tabung. Air didorong naik sebagian akibat daya
kapiler, tetapi sebagian besar bergerak anik akibat perbedaan terkanan antar daun dengan akar
yang akan menghasilkan aliran yang terus-menerus melalui tumbuhan. Dalam tumbuhan yang
tidak mempunyai jaringan xylem air diangkut ke seluruh tubuh oleh proses osmosis.

3. Bagaimana air meninggalkan tumbuhan


Umumnya air yang masuk ke tanah dan tumbuhan akan hilang melalui proses penguapan, dan
hanya 2% air yang diserap oleh akar akan dipakai membentuk lebih banyak materi tumbuhan.
Pada prinsipnya air akan meninggalkan tumbuhan melalui tiga cara:

a) Transpiransi, yaitu bagian yang paling utama dari kehilangan air ini. Dalam daun air akan
diuapkan dari dinding sel ke ruang antar sel. Dari sini didifusikan ke luar ke udara melalui lubang
kecil di daun yang disebut stomata/ mulut daun. Mulut-mulut daun ini akan terbuka pada siang
hari dan menutup pada malam hari. Fungsi utamanya adalah memberi kemungkinana untuk
erjadinya pertukaran gas antara tumbuhan dengan udara.

b) Penguapan Kutikula, sebagaian air mungkin menguap melalui kutikula dari daun atau tngkai.
Dan hanya sebagian kecil air hilang dengna cara ini, umumnya kurang dari 10% dari total
kehilangan air.

c) Gutasi, di daerah yang lembab kehilangan air akibat penguapan adalah terlalu sulit. Untuk
tumbuhan yang hidup pada habitat ini mempunyai lubang pada ujung dari xylem dari daun sebagai
adaptasi morfologi dan fisiologi. Lubang ini dikenal dengan hidatoda, yang memungkinkan air
menetes langsung keluar dari daun.

4. Laju Kehilangan Air

Jumlah air yang diperlukan oleh tumbuhan dan konsekuensinya daya toleransi terhadap
lingkungan adalah ditentukan utamanya oleh laju kehilangan air, yang harganya tidak saja
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tetapi juga oleh keadaan tumbuhan itu sendiri.

1) Kondisi Lingkungan
2) Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban udara, dan angin kesemuanya berpesan
terhadap laju penguapan dan mempengaruhi jumlah air yang hilang dari tumbuhan.

2) Ukuran dan Struktur Tumbuhan

a) Ukuran Tumbuhan, umumnya tumbuhan yang besar memerlukan lebih banyak air daripada
tumbuhan kecil pohon Quercus misalnya menguapkan 675 L air, sedangkan jagung hanya
menguapkan 2,5 L air selama musim panas di daerah temperata.
b) Ukuran Daun, umumnya di daerah lembab yang mempunyai laju penguapan rendah daun-daun
menjadi besar untuk mendukung transpirasi, sedangkan daun-daun tumbuhan di daerah kering
berukuran kecil-kecil untuk mengurangi penguapan.

c) Jumlah dan Ukuran Stomata, kerapatan dan ukuran stomata sangat berlainan untuk setiap jenis
tumbuhan. Transpirasi pada dasarnya akan lebih efisien pada daun dengan ukuran stomata kecil
tapi banyak jumlahnya daripada daun dengan stomata besar tapi sedikit jumlahnya. Tumbuhan
yang teradaptasi untuk hidup di daerah kering biasanya mempunyai stomata dengan jumlah
sedikit, bahkan pada daerah kering ini stomata tumbuhan terbuka pada malam hari dan tertutup
pada siang hari dengan tujuan mengurangi kehilangan air akibat transpirasi.

5. Kekurangan dan Kelebihan Air

Di lingkungan daratan dengan situasi kelebihan air maka tanah menjadi jenuh air, permasalahan
utama pada situasi seperti ini adalah tidak adanya udara dalam tanah sehingga perakaran tumbuhan
tidak bisa bernafas dan juga tanah sering menjadi asam. Jika jumlah air tidak memadai untuk
keperluan tumbuhan maka sel menjadi lembek, dan stomata menutup untuk mengurangi
kehilangan air berkelanjutan. Kondisi air tanah seperti ini dikenal dengan titik kelayuan, dan sel-
sel tumbuhan mulai untuk terjadinya plasmolisis yang biasanya berjalan berkepanjangan. Dan
apabila situasi kekurangan air ini menerus maka tumbuhan akan mati. Umumnya tumbuhan yang
berada di daerah kering ini berada dalam keadaan setengah dehidrasi pada siang hari yang
diimbangi dengan penyimpanan dalam keseimbangan airnya pada malam hari.

6. Efisiensi Transpirasi

Jenis tumbuhan yang berbeda memerlukan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya.
Perbandingan antara produktivitas bersih dengan air yang ditranspirasikan merupakan efisiensi
transpirasi dari tumbuhan. Biasanya dinyatakan sebagai berat air yang ditranspirasikan dalam
gram untuk menghasilkan 1 gram berat organik kering. Misalnya, efisiensi transpirasi dari gandum
adalah 507, tentang 408, dan tanaman di daerah kering 250.

7. Adaptasi Tumbuhan terhadap Kondisi ekstrim


Kekeringan merupakan situasi yang sering dialami oleh tumbuhan, meskipun dipahami bahwa
hujan bukanlah satusatunya faktor yang dapat menimbulkan. Suhu yang tinggi bisa juga
memberikan pengaruh kekurangan air ini. Bila musim kering itu bersifat periodik dan merupakan
karakteristika daerah, maka tumbuhan yang berada di daerah akan memperlihatkan penyesuaian
dirinya, berbagai cara penyesuaian ini tergantung pada tumbuhan itu. Umumnya memperlihatkan
reduksi dari daun dan dahan, memperpendek siklus hidup atau biji matang pada atau dekat
permukaan, rambut akar bertambah banyak, sel kutikula menbal, dinding sel mengandung lebih
banyk ikatan kipid, jaringan polisade berkembang lebih baik tetapi sebaliknya dengan
bungakarang, sel dan ruang antar sel mengecil tetapi jaringan lignin membesar. Kecepatan
fotosintesis, tekanan osmosa dan permeabilitas protoplasma meninggi dan diikuti dengan
penurunan viskositas protoplasma, akibatnya perbandingan tepung dan gula menjadi besar,
sehingga secara total tumbuhan menjadi tahan terhadap kelayuan.

Berbagai usaha untuk mengatasi kekurangan air atau mengurangi kebutuhan air bagi tumbuhan:

1) Memperbaiki keadaan lingkungan

a) menambah jumlah, air dengan irigasi atau mengadakan penahanan terhadap bungaan ari.
b) mengurangi kecepatan evapotranspirasi, dengan cara:

• pengadaan mulsa, menghambat penguapan dari tanah dengan menutupnya oleh dedaunan,
ranting, dan lain-lain.

• menahan kecepatan angin dengan pohon pelindung

• melakukan penjarangan

• menyiangi daun dan bagian tumbuhan lainnya

• membuang tumbuhan gulma

• memberi cairan lilin pada daun

2) Menaikkan daya tahan tumbuhan terhadap kekeringan

a) Memilih jenis tumbuhan yang tahan kekeringan

b) Penyilangan dengan tumbuhan tahan kering


c) Pemberi stimulasi tahan kekeringan

d) menjaga kadar N sekecil mungkin tapi memadai

e) mengatur pengairan dengan jarak yang semakin lama, dengan maksud sistem perakaran
menembus dengan jauh ke dalam tanah dan supaya terjadi perubahan protoplasma yang dapat
menaikkan daya tahan terhadap kekeringan.

8. Pengelompokan Tumbuhan berdasarkan Kadar Air Tanah


Berdasarkan toleransinya terhadap air, terdapat empat kelompok besar, yaitu:

1) Hidrofita, kelopok tumbuhan yang hidupu dalam air atau pada tanah yang tergenag secara
permanen.

2) Halofita, kelompok tumbuhan yang terkhususkan tumbuh pada lingkungan berkadar garam
tinggi (kekeringan fisiologi).

3) Xerofita, kelompok tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup di daerah kering.

4) Mesofita, kelompok tumbuhan yang bertoleransi pada kondisi tanah yang moderat (tidak dalam
keadaan ekstrim).

5) Hidrofita, Hidrofita merupakan kelompok tumbuhan yang hdiup sebagian atau seluruhnya di
dalam air atau habitat yang basah. Jadi dalam hal ini keadaan air berada dalam kondisi berlebihan,
dan tumbuhan yang hidup mempunyai karakteristika yang khusus, seperti terdapatnya jaringan
lakuner terutama pada daun dan akar yang berperan dalam memenuhi kebutuhan akan udara
sebagai adaptasi terhadap kekurangan oksigen. Berdasarkan karakteristiknya dikenal 5
subkelompok hidrofita, yaitu:

a) Hidrofita Tengelam dan Tertanam pada Substrat

Mempunyai epidermis yang tidak berkutikula, daun dan cabang akar tereduksi dalam ukuran dan
ketebalan. Berkembang biak biasanya secara vegetatif. Contoh: Vallisneria dan Elodea.

b) Hidrofita Terapung

Mampu berkembang biak secara cepat sehingga dalam waktu yang singkat dapat menutupi seluruh
permukaan perairan. Bila terjadi reproduksi seksual maka penyerbukan terjadi pada atau di atas
permukaan. Contoh: Lemna, Eichornia, dan Salvia.
c) Hidrofita Terapung dengan akar tertanam dalam substrat

Mempunyai batang, akar dan tuber yang panjang. Daun sering tertutup oleh lapisan lilin. Contoh:
Nymphaea dan Victoria

d) Hidrofita Menjulang, akar tertanam dalam substrat

Akar cepat tumbuh dalam lumpur, daun memperlihatkan variasi yang berbeda, baik bentuk
maupun struktur, antara yang mencuat ke udara dengan yang terendam dalam air. Contoh: Acorus
dan Typha

e) Hidrofita Melayang

Merupakan fitoplankton, mampu menyerap nutrisi langsung dari air. Contoh: Oscillatoria dan
Spirogyra

6) Halofita

Tumbuhan yang hidup dalam kadar garam yang tinggi, mempunyai mekanisme untuk menerima
garam yang masuk dalam tubuhnya. Halofita harus mampu mengatasi masalah kekeringan
fisiologi. Tingginya konsentrasi garam dalam tanah mungkin menghambat peneyrapan air secara
osmosis. Pada rawa pantai halofita berada dalam kekeringan saat surut, dan pengaruh kekurngan
air dapat diimbangi dengan penyimpanaan aiar dalam tubuhnya sehingga bentuk halofita ini sering
memperlihatkan sifat sukulen. Contoh : Acanthus ilicifolius, dan berbagai tumbuhan di rawa
bakau.

7) Xerofita

Merupakan tumbuan yang teradaptasi untuk daerah kering, sangat sedikit jumlahnya dan lebih
terkhususkan jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Xerofita ini dapat dikelompokkan
dalam dua subkelompok besar, yaitu kelompok yang menghindar terhadap kekeringan (xerofita
tidak muirni), dan kelompok yang memikul atau menahan situasi kering (xerofita asli).

8) Penghindar terhadap kekeringan, mencegah kekeringan dengan jalan melakukan adaptasi dalam
siklus hidup, morfologi, dan fisiologi.
9) Epemeral, Merupakan umumnya tumbuhan di padang pasir, dengan siklus hidup dan tumbuhan
mulai dari biji sampai fasa reproduksi dalam beberapa minggu selama jumlah air memadai/
mencukupi. Biasanya biji dilapisi zat pelindung dan tahan terhadap kekeringan yang akan terlarut
pada musim hujan sebelum berkecambah.

10) Sukulenta, Merupakan tumbuhan perenial, menghindar dari kekeringan dengan menyimpan
sejumlah air dalam jaringannya dan mereduksi kehilangan air. Air dapat disimpan mungkin di
daun seperti pada Agave, di tangkai/ dahan pada Cactaceae dan Euphorbiaceae, atau di batang
pada Bombacaceae. Pada semua sukulenta bentuk morfologinya ini mempunyai kemampuan untk
mengurangi kehilangan air dari tumbuhan akibat transpirasi stomata dan ruang antar sel sangat
sedikit, daun tereduksi dalam ukuran lapisan kutikula yang tebal.

11) Freatofita, Sering dikenal dengan tumbuhan penyedot air, karena laju transpirasinya yang
tinggi dan mampu menghindar dari kekeringan karena kemampuannya mencari dan mendapatkan
air. Strateginya tidak untuk menjaga air tetapi akar yang sangat panjang yang mampu mencapai
lapisan freatik yang dalam dari air tanah, menyerapnya dengan tekanan osmotik yang tinggi dari
akarnya.

I. Hubungan antra atmosfir dengan vegetasi

Alam kehidupan sehari-hari, istilah atmosfer biasa dikenal sebagai udara yang berada di sekitar
kita dengan ketinggian hingga ± 1.000 kilometer. Atmosfer terbentuk sewaktu Bumi ini tumbuh,
gas-gas yang terjebak di dalam planetesimal tadi lepas sehingga menyelimuti bola Bumi. Lama-
kelamaan, gas oksigen dilepaskan oleh tumbuhan pertama di Bumi sehingga udara di atmosfer
purba bertambah tebal hingga saat ini.

Atmosfer sangat dibutuhkan bagi kehidupan di Bumi ini. Udara merupakan sumber daya alam
yang digunakan oleh semua makhluk hidup di Bumi untuk bernapas. Bahkan, kita terlindungi dari
batu meteor-meteor yang hendak jatuh ke Bumi karena atmosferlah batu-batu meteor tersebut tidak
jatuh ke Bumi. Selain itu, atmosfer juga mempunyai peranan mengatur keseimbangan suhu agar
tidak terlalu panas pada siang hari dan tidak terlalu dingin pada malam hari.
Atmosfer ialah lapisan gas dengan ketebalan ribuan kilometer yang terdiri atas beberapa lapisan
dan berfungsi melindungi bumi dari radiasi dan pecahan planet lain (meteor). Meteorologi adalah
ilmu yang mempelajari atmosfer yang menekankan pada lapisan udara yang menyelubungi bumi.
Beberapa hal pokok yang dipelajari dalam meteorologi di antaranya adalah angin, awan, cuaca,
guntur, gejala cahaya, endapan air di udara, serta suhu dan tekanan udara.

Dua bagian utama yang dipelajari di afmosfer sebagai berikut :

a) Bagian atmosfer atas, yang dimonitoring dengan menggunakan balon yang dilengkapi
dengan meteograf (alat pencatat temperatur, tekanan, dan basah udara), juga balon yang dipasangi
alat berupa radio sonde yang dapat memancarkan hasil penyelidikan mengenai temperatur,
tekanan, dan lengas udara ke permukaan bumi.

b) Bagian atmosfer bawah, yang dimonitoring dengan beberapa alat pencatat secara langsung
dengan menggunakan termometer, anemometer, altimeter, barometer, dan alat lainnya.

Karakteristik Lapisan Atmosfer

Atmosfer terdiri atas banyak lapisan. Tiap lapisan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda :
a. Troposfer

Lapisan ini mempunyai ketebalan yang berbeda-beda di tiap wilayah di atas Bumi. Di atas kutub,
tebal lapisan ini sekitar 9 km. Semakin dekat dengan daerah khatulistiwa lapisan ini semakin tebal
hingga mencapai 15 km. Perbedaan ketebalan ini disebabkan oleh rotasi Bumi, akibatnya terjadi
perbedaan kondisi cuaca antara kutub dan khatulistiwa. Yang istimewa, lapisan ini menjadi tempat
terjadinya proses-proses cuaca, seperti awan, hujan, serta proses-proses pencemaran lainnya. Pada
lapisan ini tinggi rendahnya suatu tempat di permukaan Bumi berpengaruh terhadap suhu
udaranya. Hal ini mengikuti hukum gradien geothermis, yaitu semakin tinggi (tiap kenaikan
1.000 meter) suatu tempat di permukaan Bumi, temperatur udaranya akan turun rata-rata sekitar
6°C di daerah sekitar khatulistiwa. Peralihan antara lapisan troposfer dengan stratosfer disebut
tropopause.

b. Stratosfer

Lapisan di atas tropopause adalah lapisan stratosfer. Di lapisan ini tidak berlaku hukum gradien
geothermis karena semakin tinggi posisi di tempat ini, suhu akan semakin naik. Hal ini disebabkan
kandungan uap air dan debu hampir tidak ada. Karakteristik yang menarik pada lapisan ini adalah
adanya lapisan ozon yang sangat bermanfaat bagi kehidupan kita. Keberadaan ozon sekarang ini
semakin menipis karena adanya pencemaran dari gas CFCs (Chloroflourocarbons). Di atas lapisan
stratosfer terdapat lapisan stratopause yang merupakan lapisan peralihan antara stratosfer dan
mesosfer.

c. Mesosfer

Lapisan ini merupakan tempat terbakarnya meteor dari luar angkasa menuju Bumi sehingga
lapisan ini merupakan lapisan pelindung Bumi terhadap benturan benda atau batuan meteor. Di
atas lapisan mesosfer terdapat lapisan mesopause yang merupakan lapisan peralihan antara
mesosfer dan termosfer.

d. Termosfer
Lapisan di atas mesopause adalah lapisan termosfer. Pada lapisan ini terdapat aurora yang muncul
kala fajar atau petang. Lapisan ini penting bagi komunikasi manusia karena memantulkan
gelombang radio ke Bumi sehingga gelombang radio pendek yang dipancarkan dari suatu tempat
dapat diterima di bagian Bumi yang jauh.

e) Ionosfer

berada 100–800 km dari muka bumi (1) Seluruh atom dan molekul udara mengalami ionisasi
di dalam lapisan ini. (2) Daerah ionosfer berkisar mengandung muatan listrik. (3) Terdapat tiga
lapisan pada ionosfer, yaitu: (i) lapisan Kennelly Heavyside (lapisanE), pada ketinggian antara
100–200 km; (ii) lapisan Appleton (lapisan F), pada ketinggian 200–400 km; (iii) gelombang radio
mengalami pemantulan (gelombang panjang dan pendek) pada kedua lapisan di atas; (iv) lapisan
atom, berada pada ketinggian 400–800 km.

f. Eksosfer

Lapisan ini merupakan lapisan terluar yang mengandung gas hidrogen dan kerapatannya makin
tipis sampai hampir habis di ambang angkasa luar. Cahaya redup yaitu cahaya zodiakal dan
gegenschein muncul pada lapisan eksosfer yang sebenarnya merupakan pantulan sinar matahari
oleh partikel debu meteor yang banyak jumlahnya dan bergelantungan di angkasa.

Penyelidikan Atmosfer dan Kegunaannya

Penyelidikan atmosfer mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain, sebagai berikut:

a) sebagai pedoman dalam membuat ramalan cuaca (prakiraan cuaca) jangka pendek ataupun
jangka panjang. Ramalan cuaca sangat penting bagi kepentingan pertanian, penerbangan,
pelayaran, peternakan, dan lain-lain;

b) sebagai dasar untuk menyelidiki syarat-syarat hidup dan ada tidaknya kemungkinan hidup
di lapisan udara bagian atas;

c) sebagai pedoman untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan dilakukannya hujan buatan


di suatu wilayah tertentu;
d) untuk mengetahui sebab-sebab gangguan yang terjadi pada gelombang radio, televisi, dan
menemukan cara untuk memperbaiki hubungan melalui udara.

Penyelidikan atmosfer tersebut bertempat di stasiun meteorologi atau observatorium meteorologi.

Cuaca dan Iklim

Istilah cuaca dan iklim sering digunakan untuk menggambarkan kondisi udara di suatu wilayah
dan pada saat-saat tertentu. Kedua istilah ini memang serupa tetapi tidak sama. Jika cuaca
menggambarkan keadaan udara harian di tempat tertentu yang relatif sempit dan waktu yang
singkat, iklim menggambarkan kondisi udara tahunan dan meliputi wilayah yang relatif luas. Agar
kamu lebih memahami perbedaannya, bacalah ilustrasi berikut.

Pada hari Senin langit di Pontianak tampak begitu gelap, banyak awan serta angin yang bertiup
terasa dingin, seperti membawa uap air. Selang beberapa waktu kemudian hujan turun dengan
lebat. Pada saat yang bersamaan di Yogyakarta, langit begitu cerah sehingga Matahari bersinar
dengan intensitas yang kuat dan udara terasa panas. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa
pada hari Senin cuaca antara Pontianak dan Yogyakarta berbeda.

Yogyakarta dan Pontianak merupakan dua kota yang terdapat di wilayah Indonesia. Keduanya
memiliki iklim yang sama, yaitu iklim tropis. Dengan iklim tropis, wilayah Indonesia sepanjang
tahun terkena sinar matahari. Berbeda dengan daerah kutub yang beriklim dingin, sinar matahari
selama setahun tidak selamanya menyinari daerah tersebut.

Perbedaan Cuaca dan Iklim

Komposisi Atmosfer

Atmosfer terbentuk dari campuran gas-gas. Komposisi atmosfer berubah dari waktu ke waktu dan
dari satu tempat ke tempat lain. Gas-gas utama pembentuk atmosfer dan manfaatnya sebagai
berikut :
Komponen-Komponen Cuaca dan Iklim

Iklim adalah rata-rata cuaca pada suatu wilayah yang luas dan dalam waktu yang lama (lebih
kurang selama 30 tahun), sedangkan cuaca adalah kondisi atmosfer pada suatu tempat yang tidak
luas pada waktu yang relatif singkat. Dalam pengertian yang lebih singkat cuaca ialah keadaan
udara pada saat tertentu di suatu tempat. Cuaca mempunyai jangkauan waktu 24 jam dan jika lebih
merupakan prakiraan cuaca. Keadaan atmosfer dapat diamati setiap hari. Misalnya, pada hari
berawan, hari hujan, angin kencang, dan sebagainya. Dengan pengamatan pada komponen-
komponen cuaca, dapat dilakukan perkiraan cuaca pada waktu dan lokasi tertentu. Untuk itu,
sangatlah penting dilakukan pengamatan dan penelitian mengenai cuaca, iklim, dan komponen-
komponen pembentuknya.

1) Penyinaran Matahari sebagai Komponen Penting Pembentuk Cuaca dan Iklim

Matahari adalah sumber panas bagi bumi. Walaupun bumi sudah memiliki panas sendiri yang
berasal dari dalam, panas bumi lebih kecil artinya dibandingkan dengan panas matahari. Panas
matahari mencapai 60 gram kalori/cm2 tiap jam, sedangkan panas bumi hanya mencapai 55
gram/cm2 tiap tahunnya. Besarnya sinar matahari yang mencapai bumi hanya sekitar 43% dari
keseluruhan sinar yang menuju bumi dan >50% lainnya dipantulkan kembali ke angkasa. Panas
bumi sangat tergantung kepada banyaknya panas yang berasal dari matahari ke bumi.
Perbedaan temperatur di bumi dipengaruhi oleh letak lintang dan bentuk keadaan alamnya.
Indonesia termasuk wilayah beriklim tropis karena terletak pada lintang antara 6°08′ LU dan
11°15′ LS, ini terbukti di seluruh wilayah Indonesia menerima rata-rata waktu penyinaran matahari
cukup banyak. Panas matahari yang sampai ke permukaan bumi sebagian dipantulkan kembali,
sebagian lagi diserap oleh udara, awan, dan segala sesuatu di permukaan bumi. Banyak sedikitnya
sinar matahari yang diterima oleh bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut.

a) Lama penyinaran matahari, semakin lama penyinaran semakin tinggi pula temperaturnya.

b) Tinggi rendah tempat, semakin tinggi tempat semakin kecil (rendah) temperaturnya.

c) Sudut datang sinar matahari, semakin tegak arah sinar matahari (siang hari) akan semakin
panas. Tempat yang dipanasi sinar matahari yang datangnya miring (pagi dan sora hari) lebih luas
daripada yang tegak (siang hari).

d) Keadaan tanah, yaitu tanah yang kasar teksturnya dan berwarna hitam akan banyak
menyerap panas dan tanah yang licin (halus teksturnya) dan berwarna putih akan banyak
memantulkan panas.

e) Angin dan arus laut, adanya angin dan arus laut yang berasal dari daerah dingin akan
mendinginkan daerah yang dilaluinya.

f) Keadaan udara, banyaknya kandungan awan (uap air) dan gas arang, akan mengurangi
panas yang terjadi.
g) Sifat permukaan, daratan lebih cepat menyerap dan menerima panas daripada lautan.

Panas matahari yang sampai ke permukaan bumi akan berangsur memanasi udara di sekitarnya.
Pemanasan terhadap udara melalui beberapa cara, yaitu turbulensi, konveksi, kondensasi, dan
adveksi.

Turbulensi ialah penyebaran panas secara berputar-putar dan penyebaran panasnya menyebabkan
udara yang sudah panas bercampur dengan udara yang belum panas. Konveksi ialah pemanasan
secara vertikal dan penyebaran panasnya terjadi akibat adanya gerakan udara secara vertikal,
sehingga udara di atas yang belum panas ini menjadi panas karena pengaruh udara bawahnya yang
sudah terlebih dahulu panas. Konduksi ialah pemanasan secara kontak langsung atau
bersinggungan langsung. Pemanasan ini terjadi karena molekul-molekul udara yang dekat dengan
permukaan bumi akan menjadi panas setelah bersinggungan dengan bumi yang memiliki panas
dari dalam. Adveksi ialah penyebaran panas secara horizontal yang mengakibatkan perubahan
fisik udara di sekitarnya, yaitu udara menjadi panas.

Letak astronomis Indonesia berada pada 94°45′ BT – 141°05′ BT dan 6°08’LU – 11°15′ LS serta
dilalui oleh garis khatulistiwa sehingga sangat memengaruhi keadaan suhu udara rata-rata setiap
hari sepanjang tahunnya. Posisi Indonesia yang terletak pada daerah lintang rendah menyebabkan
suhu rata-rata tahunan yang tinggi, yaitu kurang lebih kurang lebih 26°C. Perbedaan suhu juga
dipengaruhi oleh ketinggian suatu daerah dari permukaan laut, semakin tinggi suatu tempat,
semakin rendah suhunya. Perbedaan suhu ini memengaruhi habitat beragam jenis tanaman yang
tumbuh di dalamnya. Wilayah Indonesia merupakan kepulauan sehingga luas wilayah perairan
sangat luas, hal ini sangat memengaruhi kondisi suhu di wilayahnya. Karena kondisi tersebut
menimbulkan tidak terjadinya perbedaan suhu yang besar antara suhu maksimum dan suhu
minimum tahunannya.

Perubahan suhu di Indonesia terjadi karena faktor-faktor seperti berikut ini:

1) adanya perbedaan suhu siang dan malam; suhu maksimum terjadi pada siang hari sekitar
pukul 13.00–14.00, sedangkan suhu minimum terjadi saat menjelang pagi lebih kurang pukul
04.30;

2) adanya perbedaan tinggi tempat dari permukaan laut, setiap kenaikan 100 m suhunya turun
lebih kurang 0,5°C.

2) Komponen-Komponen Cuaca

Komponen cuaca antara lain terdiri atas temperatur udara, tekanan udara, curah hujan, angin,
awan, kelembapan udara, dan curah hujan.

a) Suhu atau Temperatur Udara


Panas bumi bersumber dari matahari. Tingkat dan derajat panas matahari diukur dengan
menggunakan alat termometer. Suhu udara di bumi semakin naik ke atmosfer semakin turun,
dengan teori setiap kita naik 100 m suhu akan turun 1°C (udara dalam keadaan kering). Secara
horizontal, suhu di berbagai tempat di permukaan bumi tidak sama. Dengan menggunakan peta
isoterm perbandingan suhu satu tempat dengan tempat yang lain akan mudah dilihat. Garis isoterm
adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan suhu rata-rata yang sama. Perubahan
suhu sepanjang hari dapat diketahui dengan melihat catatan suhu pada termograf dan termometer.
Suhu tertinggi biasa terjadi pada pukul satu atau dua siang, sedangkan suhu terendah biasa terjadi
pukul empat atau lima pagi. Dari rata-rata derajat panas sepanjang harinya didapatkan suhu harian.

Dalam satu bulan terdapat catatan suhu harian yang tidak sama setiap harinya. Dari catatan suhu
harian selama satu bulan kemudian diambil rata-rata dan dihasilkan suhu bulanan. Suhu bulanan
juga tidak sama setiap bulannya. Daerah dengan topografi rendah relatif lebih panas dibandingkan
daerah berbukit dan pegunungan. Daerah khatulistiwa yang bersifat tropis lebih panas dibanding
daerah subtropis dan kutub.

Perbedaan suhu udara di banyak tempat dipengaruhi faktorfaktor sebagai berikut.

1) Letak lintang.

2) Ketinggian tempat.

3) Jenis permukaan.

4) Kelembapan udara.
5) Tutupan awan di angkasa.

6) Arus samudra.

7) Jarak dari laut.

b) Tekanan Udara

Permukaan bumi ini secara langsung ditekan oleh udara karena udara memiliki massa. Karena
udara adalah benda gas yang menyelubungi bumi dan mempunyai massa, akan terjadi peristiwa di
bawah ini.

1) Massa udara menumpuk di permukaan bumi dan udara di atas menindih udara di bawahnya,
tekanan ini dinamakan tekanan udara.

2) Massa udara dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Hal ini menyebabkan semakin dekat
dengan bumi udara semakin mampat dan semakin ke atas semakin renggang. Akibatnya, semakin
dekat dengan bumi tekanan udara semakin besar dan sebaliknya.

3) Massa udara jika mendapatkan panas akan memuai dan jika mendapatkan dingin akan
menyusut.

Tekanan udara dapat diukur dengan menggunakan barometer. Toricelli pada tahun 1643
menciptakan barometer air raksa. Karena barometer air raksa tidak mudah dibawa ke mana-mana,
dapat menggunakan barometer aneroid sebagai penggantinya. Tekanan udara akan berbanding
terbalik dengan ketinggian suatu tempat sehingga semakin tinggi tempat dari permukaan laut
semakin rendah tekanan udarannya. Kondisi ini karena makin tinggi tempat akan makin berkurang
udara yang menekannya. Satuan hitung tekanan udara adalah milibar, sedangkan garis pada peta
yang menghubungkan tempat-tempat dengan tekanan udara yang sama disebut isobar.

Ketinggian suatu tempat dari permukaan laut juga dapat diukur dengan menggunakan barometer.
Kenaikan 10 m suatu tempat akan menurunkan permukaan air raksa dalam tabung sebesar 1 mm.
Dalam satuan milibar (mb), setiap kenaikan 8 m pada lapisan atmosfer bawah, tekanan udara turun
1 mb, sedangkan pada atmosfer atas dengan kenaikan > 8 m tekanan udara akan turun 1 mb.
Barometer aneroid sebagai alat pengukur ketinggian tempat dinamakan juga altimeter yang biasa
digunakan untuk mengukur ketinggian kapal udara yang sedang terbang.

c) Angin

Perbedaan tekanan udara di satu tempat dengan tempat yang lain menimbulkan aliran udara. Pada
dasarnya angin terjadi disebabkan oleh perbedaan penyinaran matahari pada tempat-tempat yang
berlainan di muka bumi. Perbedaan temperatur menyebabkan perbedaan tekanan udara. Aliran
udara berlangsung dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke tempat dengan tekanan udara yang
lebih rendah. Udara yang bergerak inilah yang disebut angin.

Arah angin dapat diketahui dengan menggunakan beberapa cara, salah satunya adalah dengan
menggunakan bendera angin. Arah angin juga dapat diketahui dengan menggunakan baling-baling
angin. Pada saat ini telah ditemukan alat yang mampu mengukur arah dan kecepatan angin secara
bersamaan. Arah angin biasanya dinyatakan dalam derajat, 360° atau 0° berarti angin utara; 90°
angin timur; 180° angin selatan; dan 270° angin barat. Kecepatan angin dapat diukur dengan
menggunakan alat yang disebut anemometer. Biasanya digunakan anemometer mangkuk, yang
terdiri atas bagian inti berupa tiga sampai empat mangkuk yang dapat berputar pada sumbu tegak
lurus. Mangkuk-mangkuk tersebut akan berputar jika bagian yang cekung ditiup angin. Arah dan
kecepatan angin pada suatu waktu dapat diketahui melalui anemometer dan hasil catatannya
anemogram yang berupa skala.
Salah satu kegunaan pengukuran arah dan kecepatan angin adalah untuk keperluan
penerbangan dan navigasi di samping untuk keperluan lain. Dengan mengetahui arah dan
kecepatan angin di permukaan bumi, dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan arah
dan panjang landasan pacu pesawat terbang, jumlah penumpang yang harus diangkut, serta bahan
bakar yang diperlukan. Untuk itu, perlu diadakan penye lidikan mengenai arah dan kecepatan
angin pada lapisan udara atas.

Studi dan penelitian tentang angin biasa menggunakan balon udara yang diikuti arah geraknya
dengan menggunakan alat theodolit. Theodolit merupakan teropong yang berfungsi untuk
mengukur sudut harizontal dan vertikal. Dengan mengetahui kedudukan balon tiap menitnya akan
diketahui pula arah dan kecepatan angin pada ketinggian tertentu. Cara ini hanya terbatas pada
ketinggian 6 sampai 7 km. Pengukuran di atas ketinggian tersebut dilakukan dengan alat yang
disebut rawin. Alat ini terdiri atas balon yang lebih besar dan dilengkapi dengan reflektor atau
pemancar radio. Dalam penelitian-penelitian modern sekarang ini, satelit mempunyai peranan
penting di dalam melakukan pengukuran pada lapisan-lapisan udara, termasuk penelitian tentang
angin.

Kecepatan angin dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain, sebagai berikut :

1) Gradien barometrik Gradien barometrik yaitu angka yang menunjukkan perbedaan tekanan
udara melalui dua garis isobar yang dihitung untuk tiap-tiap 111 km = 1° di ekuator. Satuan jarak
diambil dari 1° di ekuator yang panjangnya sama dengan 111 km (1/360 × 40.000 km = 111 km).

2) Hukum Stevenson Hukum ini menyatakan bahwa kecepatan angin bertiup berbanding lurus
dengan gradien barometriknya. Semakin besar gradien barometriknya semakin besar
kecepatannya.

3) Relief permukaan bumi Angin bertiup kencang pada daerah yang reliefnya rata dan tidak
ada rintangan dan sebaliknya.

4) Ada tidaknya pohon-pohon yang lebat dan tinggi Kecepatan angin dapat dihambat oleh
adanya pohon-pohon yang lebat dan tinggi.
Buys Ballot seorang meteorolog berkebangsaan Belanda membuat hukum mengenai arah angin,
yaitu:

”Udara mengalir dari daerah bertekanan maksimum ke daerah bertekanan minimum. Arah angin
akan membelok ke kanan di belahan bumi utara, serta membelok ke kiri di belahan bumi selatan”.

Pembiasan arah angin terjadi disebabkan oleh rotasi bumi dari barat ke timur, serta bentuk bumi
yang bulat.

Efek Coriolis

Angin bertiup dari daerah yang bertekanan tinggi (TT) ke daerah bertekanan rendah (TR). Bila
Bumi tidak berotasi, maka arah aliran angin lurus dari TT ke TR. Tetapi, karena Bumi berotasi,
maka arah aliran angin menjadi berbelok. Pembelokan arah aliran angin ini dikenal dengan efek
Coriolis. Coriolis adalah seorang ilmuwan dari Prancis yang pertama kali menjelaskan gejala ini.

Gejala ini dapat dicontohkan sebagai berikut. Suatu roket diluncurkan dari Kutub Selatan dengan
target berlokasi di khatulistiwa. Roket membutuhkan waktu satu jam untuk sampai target. Selama
satu jam, Bumi telah berotasi 15° ke arah timur. Setelah satu jam, maka roket mengalami
penyimpangan arah sebesar 15° ke kiri dari target.

Efek Coriolis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Pembelokan mengarah pada sudut yang benar terhadap arah angin.

b. Berdampak hanya pada arah angin, bukan kecepatan angin.

c. Dipengaruhi kecepatan angin. Angin yang bertiup lebih cepat, maka penyimpangan juga lebih
besar.

d. Pengaruh paling kuat di daerah kutub dan melemah ke arah khatulistiwa. Bahkan, tidak terjadi
di daerah khatulistiwa.

Berdasarkan gerakan dan sifatnya, angin dapat dibedakan menjadi:


1) Angin Pasat dan Angin Antipasat

Angin pasat terdiri atas angin pasat tenggara yang bertiup di belahan Bumi selatan dan angin pasat
timur laut yang bertiup di belahan Bumi utara. Angin pasat bertiup tetap sepanjang tahun dari
daerah subtropik menuju daerah ekuator (khatulistiwa). Angin antipasat adalah nama lain dari
angin barat, yang merupakan kebalikan dari angin pasat.

Angin di atas khatulistiwa yang mengalir ke daerah kutub dan turun di daerah maksimum
subtropik. Angin ini disebut angin antipasat. Di belahan Bumi utara disebut angin antipasat barat
daya dan di belahan Bumi selatan disebut angin antipasat barat laut. Pada daerah sekitar lintang
20°– 30°LU dan LS, angin antipasat kembali turun secara vertikal sebagai angin kering. Angin
kering ini menyerap uap air di udara dan permukaan daratan. Akibatnya, terbentuk gurun di muka
Bumi. Misalnya gurun di Arab Saudi, gurun Afrika, atau gurun di Australia.

2) Angin Muson/Muson

Di Indonesia, terdapat dua jenis angin muson, yaitu angin muson barat dan angin muson timur.
Angin muson barat bertiup pada bulan Oktober–April, saat itu kedudukan Matahari berada di
belahan Bumi selatan atau Benua Australia. Sedangkan angin muson timur bertiup pada bulan
April–Oktober, saat itu kedudukan Matahari berada di belahan Bumi utara atau Benua Asia.

Angin muson yang terjadi di Indonesia ada dua, yaitu angin muson barat dan angin muson timur.
Angin muson barat terjadi pada bulan Oktober–April. Pergerakan angin muson barat yang kaya
uap air mengakibatkan sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim hujan. Saat itu
kedudukan Matahari berada di belahan Bumi selatan. Nah sampai di sini, tentu kamu tahu daerah-
daerah yang bertekanan udara tinggi dan tekanan udaranya rendah serta ke mana arah pergerakan
angin muson barat. Angin muson timur terjadi pada bulan April–Oktober. Angin muson timur
yang bersifat kering mengakibatkan sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim
kemarau. Saat itu kedudukan Matahari berada di belahan Bumi utara.

3) Angin Lokal

Angin lokal hanya dirasakan di wilayah yang relatif sempit dan pengaruhnya tidak luas.

1) Angin Darat dan Angin Laut

Pada saat siang hari daratan lebih cepat panas daripada lautan, sementara itu pada malam hari
daratan lebih cepat dingin dari lautan. Perbedaan suhu ini akan mempengaruhi tekanan udara
antara darat dan laut. Pada siang hari tekanan udara daratan lebih rendah daripada lautan sehingga
udara bergerak dari laut ke darat dan disebut angin laut. Sebaliknya, pada malam hari tekanan
udara daratan lebih tinggi daripada lautan sehingga udara bergerak dari darat ke laut dan disebut
angin darat.

2) Angin Lembah dan Angin Gunung

Pada malam hari puncak gunung lebih cepat dingin daripada lembah. Sementara itu, pada siang
hari puncak gunung lebih cepat panas daripada lembah. Perbedaan suhu udara antara puncak
gunung serta lembah ini akan mempengaruhi tekanan udaranya dan akhirnya akan mempengaruhi
kondisi angin yang bertiup. Pada malam hari tekanan udara di puncak gunung lebih tinggi daripada
lembah sehingga angin bertiup dari puncak gunung ke lembah dan disebut angin gunung.
Sebaliknya, pada siang hari tekanan udara di puncak gunung lebih rendah daripada di lembah,
akibatnya angin bertiup dari lembah ke puncak gunung dan disebut angin lembah.

4) Angin Fohn

Angin fohn merupakan kelanjutan dari proses terjadinya hujan orografis. Setelah terjadi hujan di
salah satu sisi lereng gunung, angin yang sudah tidak membawa uap air ini tetap meneruskan
embusannya menuruni sisi lereng gunung yang lain. Oleh karena sifatnya yang kering, tumbuhan
yang dilaluinya menjadi layu sehingga berdampak negatif pada usaha pertanian.
Di Indonesia penyebutan angin fohn berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Penyebutan itu antara lain:

a) Angin brubu di Sulawesi Selatan.

b) Angin bahorok di Deli (Sumatra Utara).

c) Angin kumbang di Cirebon (Jawa Barat).

d) Angin gending di Pasuruan dan Probolinggo (Jawa Timur).

e) Angin wambrau di Papua.

5) Angin Siklon dan Angin Antisiklon

Angin siklon dan angin antisiklon antara belahan Bumi utara dan selatan arahnya berbeda.
Perhatikan gambar di samping. Dari gambar tersebut bagaimana pendapatmu mengenai angin
siklon dan antisiklon, baik di belahan Bumi utara ataupun belahan Bumi selatan? Angin siklon
merupakan udara yang bergerak dari beberapa daerah bertekanan udara tinggi menuju titik pusat
tekanan udara rendah di bagian dalam.

Sementara angin antisiklon bergerak dari daerah pusat tekanan udara tinggi menuju tekanan udara
rendah yang mengelilinginya di bagian luar. Gerakan arah angin ini berputar. Di daerah tropis,
angin siklon sering terjadi di laut. Penyebutan angin siklon di beberapa daerah berbeda-beda di
antaranya sebagai berikut :

a) Hurricane, yaitu angin siklon di Samudra Atlantik.

b) Taifun, yaitu angin siklon di Laut Cina Selatan.

c) Siklon, yaitu angin siklon di Teluk Benggala dan Laut Arab.

d) Tornado, yaitu angin siklon di daerah tropis Amerika.

e) Sengkejan, yaitu angin siklon di Asia Barat.


6) Angin yang Bersifat Dingin

Jenis angin yang bersifat dingin antara lain sebagai berikut.

a) Angin Mistral Angin ini berasal dari pegunungan menuju ke dataran rendah di pantai.
Sebagai contoh angin yang bertiup di pantai Laut Tengah, selatan Prancis.

b) Angin Bora Angin bora bertiup di wilayah Balkan. Angin ini turun dari Dataran Tinggi
Balkan ke Pantai Istria dan Albania.

7) Daerah Konvergensi Antartropik (DKAT)

Daerah Konvergensi Antartropik (DKAT) merupakan daerah pertemuan antara angin pasat
tenggara dan angin pasat timur laut atau disebut equator thermal. Daerah ini ditandai dengan
keadaan di sekitarnya memiliki suhu tinggi. Akibat kenaikan massa udara, wilayah DKAT
terbebas dari angin topan dan dinamakan Doldrum atau daerah tenang khatulistiwa (equatorial
calm). DKAT selain sebagai tempat terbentuknya konvergensi massa udara naik, juga sebagai
pembentuk awan yang menimbulkan hujan lebat. Pengaruh DKAT di Indonesia, yaitu:

a) Menyebabkan hujan frontal dan hujan zenit.

b) Penguapan tinggi, karena suhu tinggi dan laut Indonesia sangat luas.

c) Garis DKAT terbentuk karena suhu udara di sekitar khatulistiwa tinggi.

Angin Puting Beliung

Pada awal tahun 2007 sejumlah daerah di Indonesia dihantam angin puting beliung. Akibatnya,
banyak bangunan porak-poranda dan beberapa penghuninya mengalami luka-luka karena diterjang
angin tersebut. Mengapa angin puting beliung ini bertiup? Pada musim pancaroba itulah, angin
selalu berubah arah karena perbedaan pola tekanan. Saat angin bergerak dari arah tenggara ke barat
karena tekanan udara di Australia (tenggara) lebih tinggi dari Asia (barat). Namun, kadang tekanan
udara di Asia lebih tinggi dari Australia sehingga arah angin berubah arah. Inilah yang
menyebabkan arah angin kerap berubah yang menimbulkan terjadinya angin puting beliung.
Namun, intensitas angin puting beliung kian berkurang begitu memasuki awal musim hujan. Pada
bulan itu angin sepenuhnya akan berbalik arah, yaitu dari Asia ke Australia karena tekanan udara
di Asia lebih tinggi dari tekanan udara di Australia. Yang perlu diingat angin puting beliung bisa
terjadi lagi pada masa peralihan musim hujan ke musim kemarau. Angin puting beliung biasanya
melakukan aksinya antara 5–10 menit. Angin itu memiliki gerak turbulensi dari atas, bawah, atas,
dan seterusnya yang ditimbulkan karena perbedaan tekanan. Angin ini selalu membawa partikel-
partikel air. Dengan kecepatan berkisar 60 km/jam dan beraksi 5–10 menit ditambah gerak
turbulen yang membawa partikel air, angin ini mempunyai daya rusak yang cukup besar.

d) Awan

Awan ialah kumpulan titik-titik air atau kristal-kristal es yang halus dalam udara di atmosfer yang
terjadi karena adanya pengembunan dan pemadatan uap air yang terdapat di udara setelah
melampaui keadaan jenuh. Kondisi awan dapat berupa cair, gas, atau padat karena sangat
dipengaruhi oleh keadaan suhu.

Pembagian awan berdasarkan hasil kongres international tentang awan yang dilaksanakan di
Munchen, Jerman pada tahun 1802 dan Uppsala, Swedia pada tahun 1894, sampai saat ini masih
digunakan sebagai acuan utama. Pembagian awan menurut para pakar tersebut adalah sebagai
berikut.

1) Awan tinggi, berada pada ketinggian antara 6 km– 12 km, terdiri dari kristal-kristal es karena
ketinggiannya. Kelompok awan tinggi, antara lain sebagai berikut.

a) Cirrus (Ci): Awan ini halus dengan struktur seperti serat, berbentuk menyerupai bulu burung
dan tersusun seperti pita yang melengkung di langit sehingga tampak bertemu di satu atau dua titik
pada horizon, dan sering terdapat kristal es. Awan ini tidak menimbulkan hujan.

b) Cirro Stratus (Ci-St): Awan ini berbentuk menyerupai kelambu putih yang halus dan rata
menutup seluruh langit sehingga tampak cerah, atau terlihat seperti anyaman yang bentuknya tidak
beraturan. Awan ini sering menimbulkan terjadinya hallo, yaitu lingkaran yang bulat dan
mengelilingi matahari atau bulan, dan biasa terjadi pada musim kering.
c) Cirro Cumulus (Ci-Cu): Awan ini berpola terputus-putus dan penuh dengan kristal-kristal
es sering kali berbentuk seperti segerombolan domba dan sering dapat menimbulkan bayangan di
permukaan bumi.

2) Awan menengah, berada pada ketinggian antara 3–6 km. Kelompok awan menengah, antara
lain sebagai berikut.

a) Alto Cumulus (A-Cu): Awan ini berukuran kecil-kecil, tetapi berjumlah banyak dan
berbentuk seperti bola yang agak tebal berwarna putih sampai pucat dan ada bagian yang kelabu.
Awan ini bergerombol dan sering berdekatan sehingga tampak saling bergandengan.

b) Alto Stratus (A-St): Awan ini bersifat luas dan tebal dengan warna awan adalah kelabu.

3) Awan rendah, berada pada ketinggian kurang dari 3 km. Kelompok awan rendah, antara lain
sebagai berikut.

a) Strato Cumulus (St-Cu): Awan ini berbentuk bola-bola yang sering menutupi seluruh langit
sehingga tampak menyerupai gelombang di lautan. Jenis awan ini relatif tipis dan tidak
menimbulkan hujan.

b) Stratus (St): Awan ini berada pada posisi yang rendah dan agihan yang sangat luas dengan
ketinggian <2000 m. Jenis awan ini menyebar seperti kabut dan tampak berlapis-lapis. Antara
kabut dan awan stratus pada dasarnya tidak berbeda. Awan ini tidak menimbulkan hujan.

c) Nimbo Stratus (Ni-St): Awan ini berbentuk tidak menentu dengan tepi compang-camping
tak beraturan. Awan ini hanya menimbulkan hujan gerimis, berwarna putih kegelapan, dan
penyebarannya di langit cukup luas.

4) Awan yang terjadi karena udara naik, berada pada ketinggian antara 500 m–1.500 m.
Kelompok awan ini, antara lain sebagai berikut.

a) Cumulus (Cu): Awan tebal dengan puncak-puncak yang agak tinggi, terbentuk pada siang
hari karena udara yang naik, dan akan tampak terang jika mendapat sinar langsung dari matahari
dan terlihat bayangan berwarna kelabu jika mendapat sinar matahari dari samping atau sebagian
saja.

b) Cumulus Nimbus (Cu-Ni): Awan inilah yang dapat menimbulkan hujan dengan kilat dan
guntur, bervolume besar dengan ketebalan yang tinggi, posisi rendah dan puncak yang tinggi
sebagai menara atau gunung dengan puncaknya yang melebar.
Terjadinya hujan tidak tergantung pada tebal tipisnya awan, tetapi lebih tergantung pada musim.
Pada waktu musim kering, meskipun ketebalan awan tinggi belum tentu mendatangkan hujan
disebabkan oleh faktor angin yang dominan, begitu sebaliknya pada musim hujan. Awan yang
rendah pada permukaan bumi disebut kabut.

e) Kelembapan Udara

Kelembapan udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

Kelembapan mutlak dan kelembapan nisbi. Kelembapan mutlak (absolut) ialah jumlah massa uap
air yang ada dalam suatu satuan volume di udara. Kelembapan nisbi (relatif) ialah banyaknya uap
air di dalam udara berupa perbandingan antara jumlah uap air yang ada dalam udara saat
pengukuran dan jumlah uap air maksimum yang dapat ditampung oleh udara tersebut.
Angka-angka persentase tersebut menunjukkan bahwa jika suhu udara naik, kelembapan relatifnya
berkurang. Oleh sebab itu, nilai kelembapan relatif tertinggi terjadi pada pagi hari dan nilai
terendah terjadi pada sore hari. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembapan nisbi adalah
higrometer rambut. Higrometer yang mencatat kelengkapan data secara geometris disebut
higrograf.

f) Curah Hujan

Hujan atau presipitasi ialah peristiwa jatuhnya butir-butir air atau es dari lapisan-lapisan troposfer
ke permukaan bumi. Banyaknya hujan yang jatuh pada suatu tempat di bumi dapat diketahui
dengan mengukur besarnya curah hujan tersebut menggunakan alat penakar hujan. Ada pula
beberapa sebutan untuk alat penakar hujan yaitu sering disebut fluviometer ataupun ombrometer.
Curah hujan atau presipitasi adalah banyaknya air hujan atau kristal es yang jatuh hingga
permukaan bumi. Alat pengukur curah hujan berfungsi untuk mengukur jumlah hujan yang jatuh
selama sehari di dalam suatu gelas ukur. Alat pencatat hujan otomatik berfungsi mencatat secara
otomatis jumlah curah hujan pada kertas pencatat yang setiap hari atau minggu diganti dengan
yang baru. Cara menghitung curah hujan dalam sebulan adalah dengan menjumlah curah hujan di
tiap hari dalam satu bulan. Besarnya curah hujan tidak merata di setiap wilayah Indonesia. Jumlah
curah hujan tidak sama sepanjang tahun, paling banyak ialah selama bertiup angin musim barat.

Apakah ukuran butir-butir hujan sama? Hujan memiliki ukuran butir yang berbeda-beda.
Berdasarkan ukuran butirannya, hujan dibedakan sebagai berikut.

1) Hujan gerimis (drizzle), diameter butir-butir air hasil kondensasi kurang dari 0,5 mm.
2) Hujan salju (snow), terdiri atas kristal-kristal es dengan suhu udara berada di bawah titik
beku.

3) Hujan batu es, merupakan curahan batu es yang turun di dalam uap panas dari awan dengan
suhu udara di bawah titik beku.

4) Hujan deras (rain), yaitu curahan air yang turun dari awan dengan suhu udara di atas titik
beku dan diameter butirannya kurang lebih 5 mm.

Ada bermacam-macam jenis hujan yang dapat dijelaskan berikut ini.

1) Hujan zenithal, adalah hujan yang terjadi di daerah tropis, disebut juga hujan naik
ekuatorial, biasa terjadi pada waktu sore hari setelah terjadi pemanasan maksimal antara pukul
14.00–15.00. Di daerah tropis selama setahun mengalami dua kali hujan zenithal, sedangkan
daerah lintang 23½° LU/LS mengalami satu kali hujan zenithal. Di daerah tropis, daerah lintang
10° LU–10° LS, hujan ini terjadi bersamaan waktunya dengan kedudukan matahari pada titik
zenitnya, atau beberapa waktu sesudahnya.

2) Hujan muson, adalah hujan yang terjadi di daerah-daerah muson. Hujan zenithal di daerah
muson mengalami perubahan karena daerahdaerah ini dipengaruhi oleh angin muson.

3) Hujan siklonal, adalah hujan yang terjadi karena udara panas naik disertai angin berputar
atau cyclon. Karena kondisi di atas dingin, udara menjadi jenuh, dan setelah itu terjadilah prosesi
kondensasi yang menimbulkan awan dan akhirnya hujan siklonal terjadi.

4) Hujan musim dingin, adalah hujan yang terjadi di daerah-daerah subtropis. Daerah
subtropis di pesisir barat kontinen-kontinen pada waktu musim dingin mengalami hujan, ketika
matahari berada pada posisi nadir. Daerah hujan musim dingin, antara lain: Portugal, Spanyol,
Afrika Utara, Palestina, Mesopotamia, dan California Barat Daya.
5) Hujan musim panas, adalah hujan yang terjadi di daerah subtropis, di sekitar pesisir timur
kontinen-kontinen. Daerahnya terletak antara 30°– 40° LU/LS, yaitu sebelah tenggara Amerika
Serikat, Argentina Utara, Uruguay, Cina Timur, Jepang, dan lain-lain.

6) Hujan frontal, adalah hujan yang terjadi jika massa udara yang dingin dengan kekuatan
besar memecah massa udara yang panas dan kemudian massa yang lebih ringan terangkat ke atas.
Pergolakan udara dengan pusaran-pusaran bergerak ke atas sehingga bertemulah massa udara
panas dan dingin yang dibatasi oleh garis yang disebut garis front. Di sekitar garis inilah terbentuk
awan yang bergumpal dan bergerak ke atas dengan cepat sehingga terjadilah hujan lebat atau hujan

frontal.

7) Hujan pegunungan atau hujan orografis, adalah hujan yang terjadi di daerah
pegunungan, di mana udara yang mengandung uap air bergerak naik ke atas pegunungan. Gerakan
itu menurunkan suhu udara tersebut sehingga terjadi kondensasi dan turunlah hujan pada lereng
yang berhadapan dengan arah datangnya angin.
Beberapa daerah yang jarang turun hujan adalah di daerah pedalaman benua. Misalnya, Gurun
Sahara, Gurun Gobi, Daerah Tibet, Semenanjung Arabia, pedalaman Persia, Turkistan, bagian
barat Afrika Selatan, dan di sebagian daerah subtropis. Sebutan daerah basah dan kering sangat
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya curah hujan yang turun di daerah tersebut. Daerah basah
mempunyai curah hujan tinggi, di atas 3.000 mm/tahun. Contohnya adalah Dataran Tinggi
Sumatra Barat, Sibolga, Ambon, Bogor, Batu Raden, dan Dataran Tinggi Irian Jaya (Papua).
Daerah kering mempunyai curah hujan rendah, kurang dari 1.000 mm/tahun. Contohnya adalah
daerah padang rumput di Nusa Tenggara dan sekitar Palu dan Luwuk di Sulawesi Tengah. Daerah
di sekitar garis ekuator 0°–10° LU/LS secara umum merupakan daerah panas dan daerah dingin
terletak antara 66 ½°–90° LU/LS.

Di samping itu, letak lintang dan tinggi tempat menentukan panas dinginnya suatu daerah di muka
bumi. Misalnya:

(1) Zona panas, terletak di ketinggian 0–700 meter dpl.


(2) Zona sedang terletak di ketinggian antara 700–1.500 meter dpl.

(3) Zona sejuk terletak di ketinggian antara 1500–2.500 meter dpl.

(4) Zona dingin terletak di ketinggian antara 2.500–3.300 meter dpl.

Pengukuran Hujan

Jumlah hujan yang jatuh di suatu daerah selama

waktu tertentu disebut curah hujan. Untuk mengetahui besarnya curah hujan digunakan alat yang
disebut penakar hujan (rain gauge). Alat ini terdiri atas corong dan penampung air hujan. Corong
berfungsi mengumpulkan air hujan dan menyalurkan ke penampung. Air hujan yang tertampung
secara teratur harus dikosongkan dan jumlahnya diukur menggunakan tabung penakar. Curah
hujan biasanya diukur dalam milimeter (mm) atau sentimeter (cm).

Jumlah hujan yang sudah diukur kemudian dicatat untuk berbagai tujuan. Beberapa jenis data
hujan dapat diperoleh dari hasil pengukuran hujan, antara lain:

1) Jumlah curah hujan harian. Merupakan hasil pengukuran hujan selama 24 jam.

2) Curah hujan bulanan. Merupakan jumlah total curah hujan harian selama sebulan.

3) Curah hujan tahunan. Merupakan jumlah total curah hujan harian selama 12 bulan.

Persebaran Curah Hujan di Indonesia

Hujan terjadi ketika uap air membentuk awan di angkasa dan jatuh ke permukaan Bumi setelah
mengalami kondensasi. Turunnya hujan melalui beberapa proses dan menurut keadaan wilayah
yang berbedabeda. Di wilayah yang luas, hujan turun tidak merata dengan jumlah tidak sama.

Keadaan Curah Hujan di Indonesia

Wilayah Indonesia sangat luas dan memiliki topografi yang berbeda-beda seperti pegunungan,
dataran tinggi, dan dataran rendah. Keadaan ini menjadikan hujan yang turun sangat bervariasi.
Perhatikan curah hujan beberapa kota di Indonesia yang tercatat di stasiun iklim pada tabel berikut
ini.

Berdasarkan tabel di atas, Kota Padang memiliki curah hujan paling banyak dalam setahun, yaitu
4.569 mm. Sedang curah hujan bulanan tercatat paling tinggi terjadi di Kota Makassar, yaitu 658
mm (Januari). Kota Kupang dalam setahun hanya menerima curah hujan 1.620 mm (terkecil).

Pengaruh Curah Hujan terhadap Vegetasi Alam di Indonesia

Curah hujan sebagai unsur utama iklim memengaruhi vegetasi alam yang tumbuh di Indonesia.
Wilayah Indonesia yang terletak antara 5° LU–11° LS atau beriklim tropis memiliki curah hujan
tinggi (> 2.000 mm) dalam setahun dan suhu udara tahunan rata-rata sekitar 28° C. Keadaan ini
menjadikan vegetasi alam yang tumbuh berupa hutan tropis. Jenis hutan tropis yang tumbuh di
Indonesia didominasi oleh hutan hujan tropis (tropical rainforest). Selain itu, terdapat juga hujan
monsun tropis (tropical monsun forest) dan hutan mangrove (mangrove forest). Hutan mangrove
banyak tumbuh di sepanjang pantai, delta, muara, dan sungai.

Klasifikasi dan Tipe Iklim

a) Iklim dan Faktor Pembentuknya

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kondisi iklim di suatu tempat, sebagai berikut:

(1) letak garis lintang,

(2) tinggi tempat,

(3) banyak sedikitnya curah hujan yang jatuh,

(4) posisi daerah: dekat dengan laut, gunung, dataran pasir, atau dengan bentang alam lain,

(5) daerah pegunungan yang dapat memengaruhi posisi bayangan hujan,

(6) keadaan awan dan suhu udara,


(7) pengaruh luas daratan,

(8) kelembapan udara dan keadaan awan,

(9) pengaruh arus laut,

(10) panjang pendeknya musim setempat, dan

(11) pengaruh topografi dan penggunaan lahan (vegetasi).

b) Macam-Macam Iklim

Macam-macam iklim yang disesuaikan dengan dasar dalam pembagian daerah-daerah iklim
sebagai berikut :

(1) Iklim Matahari

Dasar perhitungan dalam melakukan pembagian daerah iklim matahari adalah kedudukan dan
pergeseran semu matahari yang memengaruhi banyaknya sinar matahari yang diterima oleh
permukaan bumi. Karena matahari selalu bergeser di antara lintang 23½° LU sampai dengan 23½°
LS, terjadilah perbedaan penyinaran di muka bumi. Secara teoritis dapat dinyatakan bahwa makin
jauh suatu tempat dari khatulistiwa, makin besar sudut datang sinar matahari. Ini berarti makin
sedikit pula jumlah sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Pembagian daerah iklim
matahari berdasarkan pada letak garis lintangnya, sebagai berikut :

i. Daerah iklim tropis, berada pada 0° LU–23½° LU dan 0° LS–23½° LS.

ii. Daerah iklim sedang, berada pada 23½°LU–66½° LU dan 23½° LS–66½° LS.
iii. Daerah iklim dingin, berada pada 66½° LU–90° LU dan 66½° LS–90° LS.

Karena pembagian iklim matahari didasarkan pada suatu teori, temperatur udara makin rendah jika
letaknya makin jauh dari khatulistiwa, para ahli menyebut iklim matahari dengan istilah iklim
teoritis. Pada kondisi yang sebenarnya di beberapa tempat terjadi distorsi terhadap teori tersebut.

(2) Iklim Fisis

Iklim fisis ialah iklim yang pembagiannya didasarkan pada kenyataan kondisi sebenarnya suatu
daerah yang disebabkan pengaruh lingkungan alamnya. Faktor-faktor lingkungan itu sebagai
berikut:

(a) pengaruh daratan yang luas,

(b) pengaruh penutup lahan (vegetasi),


(c) pengaruh topografi (relief),

(d) pengaruh arus laut,

(e) pengaruh lautan, dan

(f) pengaruh angin.

Iklim fisis dapat dibedakan menjadi:

(a) iklim laut atau maritim,

(b) iklim darat atau kontinental,

(c) iklim dataran tinggi,

(d) iklim gunung dan pegunungan, dan

(e) iklim musim (muson).

(3) Iklim Menurut Koppen

Pada tahun 1918, seorang ahli iklim Jerman bernama W. Koppen membagi dunia menjadi lima
zona iklim pokok berdasarkan temperatur dan hujan, dengan menggunakan ciri-ciri temperatur dan
hujan berupa huruf-huruf besar dan huruf-huruf kecil. Kelima iklim pokok tersebut masih dirinci
lagi menjadi sebelas macam iklim sebagai variasinya. Ciri-ciri temperatur menurut Koppen
sebagai berikut :

a) Temperatur normal dari bulan-bulan terdingin paling rendah 18°C. Suhu tahunan antara
20°C sampai 25°C dengan curah hujan rata-rata dalam setahun > 60 mm.

b) Temperatur normal dari bulan-bulan yang terdingin antara 18°C – 3°C.

c) Temperatur bulan-bulan terdingin < 3°C.

d) Temperatur bulan-bulan terpanas > 0°C.


e) Temperatur bulan-bulan terpanas < 10°C.

f) Temperatur bulan-bulan terpanas <0°–10°C.

g) Temperatur bulan-bulan terpanas < 0°C.

Ciri-ciri hujan sebagai berikut:

(a) iklim kering dengan hujan di bawah batas kering;

(b) selalu basah karena hujan jatuh dalam semua musim;

(c) bulan-bulan kering terjadi pada musim panas di belahan bumi tempat tersebut;

(d) bulan-bulan kering terjadi pada musim dingin di belahan bumi tempat tersebut;

(e) bentuk peralihan di mana hujan cukup untuk membentuk hutan dan musim keringnya pendek.

Koppen membedakan iklim menjadi lima kelompok utama, sebagai berikut.

(a) Iklim A yaitu iklim khatulistiwa yang terdiri atas:

(1) Af : iklim hutan hujan tropis

(2) Aw : iklim sabana

(b) Iklim B yaitu iklim subtropik yang terdiri atas:

(1) BS : iklim stepa

(2) BW : iklim gurun

(c) Iklim C yaitu iklim sedang maritim yang terdiri atas:

(1) Cf : iklim sedang maritim tidak dengan musim kering

(2) Cw : iklim sedang maritim dengan musim dingin yang kering


(3) Cs : iklim sedang maritim dengan musim panas yang kering

(d) Iklim D yaitu iklim sedang kontinental yang terdiri atas:

(1) Df : iklim sedang kontinental yang selalu basah

(2) Dw : iklim sedang kontinental dengan musim dingin yangkering

(e) Iklim E yaitu iklim arktis atau iklim salju yang terdiri atas:

(1) ET : iklim tundra

(2) EF : iklim dengan es abadi Ciri iklim di pegunungan menurut Koppen sebagai berikut:

(1) Iklim RG : iklim pegunungan ketinggian < 3.000 m.

(2) Iklim H : iklim pegunungan ketinggian > 3.000 m.

(3) Iklim RT : iklim pegunungan sesuai dengan ciri- ciri iklim ET (tundra).

Untuk menentukan tipe iklim suatu daerah menurut W. Koppen dapat dilakukan dengan
menghubungkan jumlah hujan pada bulan terkering dengan jumlah hujan setahun, secara lurus
pada diagram Koppen.

(4) Iklim Menurut Oldeman

Oldeman mengklasifikasikan iklim berdasar pada banyaknya bulan basah dan bulan kering dalam
penentuan tipe iklimnya yang dikaitkan dengan sistem pertanian di suatu daerah tertentu, yaitu
kebutuhan air yang digunakan tanaman pertanian untuk hidup. Penggolongan iklim tersebut lebih
sering disebut zona agroklimat.

Curah hujan merupakan sumber utama dari tanaman yang beririgasi nonteknis (tadah hujan).
Tanaman pertanian pada umumnya dapat tumbuh normal dengan curah hujan antara 200 mm –
300 mm, dan curah hujan di bawah 200 mm sudah mencukupi untuk tanaman palawija. Zona
agroklimat pada klasifikasi ini dibagi menjadi lima subdivisi utama. Kemudian dari tiap-tiap
subdivisi tersebut terdapat bulan kering yang berurutan sesuai dengan masa tanamnya, dengan
tidak menambahkan faktor-faktor lain yang memengaruhinya, tetapi penggolongan iklim ini
sangat berguna bagi pemanfaatan lahan pertanian dan cenderung bersifat ringkas dan praktis.

Berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering yang telah diketahui tersebut, pengelolaan lahan
pertanian mendapatkan informasi yang berguna dalam perencanaan pola tanam dan sistem
tanamnya. Hasil ini juga sangat mungkin digunakan untuk kepentingan lain selain bidang
pertanian.

Distribusi Curah Hujan di Indonesia

Indonesia terletak di daerah ekuatorial dan secara geografis menyebabkan besarnya penguapan
yang terjadi. Hal tersebut ditunjukkan masih cukup besarnya curah hujan yang jatuh pada musim
kemarau. Suhu yang tinggi dan luas perairan yang dominan menyebabkan penguapan udara yang
terjadi sangat tinggi, dan mengakibatkan kelembapan udara yang tinggi pula. Kelembapan udara
yang tinggi inilah yang menyebabkan curah hujan di Indonesia selalu tinggi, apalagi dipengaruhi
oleh wilayah hutan yang luas.

Besar kecilnya curah hujan di suatu tempat sangat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

(1) letak daerah konvergensi antartropis,

(2) posisi geografis suatu daerah,

(3) bentuk bentang lahan dan arah kemiringan lerengnya,

(4) panjang medan datar sebagai jarak perjalanan angin, dan

(5) arah angin yang sejajar dengan pantai.

Curah hujan di Indonesia tergolong tinggi dengan rata-rata > 2.000 mm/tahun. Rata-rata curah
hujan tertinggi terdapat di daerah Baturaden di kaki Gunung Slamet, dengan curah hujan rata-rata
> 589 mm/bulan, sedangkan rata-rata curah hujan terkecil terdapat di daerah Palu, Sulawesi
Tengah, dengan curah hujan rata-rata ± 45,6 mm/bulan.
Distribusi Jenis Vegetasi Alam Berdasarkan Bentang Alam dan Iklimnya

Kondisi iklim dan cuaca suatu wilayah berpengaruh besar terhadap keadaan makhluk hidup yang
tinggal di dalamnya. Di samping manusia, flora dan fauna unsur abiotik pun sangat dipengaruhi
oleh kondisi iklim. Bentang alam, bentang budaya, kebiasaan hidup, bahkan tradisi hidup manusia
di suatu daerah merupakan cerminan dari kondisi iklim daerah tersebut. Kondisi tersebut dapat
dilihat dari jenis bahan dan bentuk rumah, jenis dan bentuk pakaian, makanan pokok penduduk,
jenis alat transportasi, dan sebagainya.

1) Korelasi antara Tipe Iklim dan Bentang Alam

Bentang lahan adalah gabungan dari bentuk lahan, yaitu kenampakan tunggal seperti bukit atau
sebuah lembah sungai. Kombinasi dari kenampakan-kenampakan tersebut membentuk suatu
bentang lahan. Bentang alam adalah bagian yang tampak langsung di alam seperti permukaan
tanah, vegetasi, dan daerah perairan. Perubahan bentang alam relatif sangat kecil jika dibandingkan
dengan bentang budaya. Komponen bentang alam relatif stabil keberadaannya, sedangkan bentang
budaya yang terdiri dari komponen pokok manusia dan juga lingkungannya lebih bersifat dinamis
dan selalu mengalami perubahan.

Perubahan penggunaan lahan dari hutan ke pertanian merupakan salah satu ciri perubahan bentang
alam yang stabil menjadi bentang budaya akibat interaksi dan kebutuhan manusia untuk
mempertahankan hidupnya. Demikian juga pertambahan penduduk yang menuntut penambahan
sarana perumahan dan fasilitas hidup tentu makin mengurangi luas areal bentang alam. Hubungan
timbal balik antara manusia dan lingkungan alam merupakan salah satu indikator seberapa jauh
manusia mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungan alamnya.

Bentang alam yang berubah menjadi bentang budaya menimbulkan perubahan perilaku, kebiasaan,
dan budaya penduduk. Sebagai contoh penambahan dan perluasan jalan dan penambahan lokasi
permukiman menuntut adanya penambahan fasilitas lain apalagi jika ditambah dengan
pembangunan pertokoan besar dan lokasi industri.

Iklim di suatu tempat dapat mencerminkan sejauh mana kemajuan peradaban dan kebudayaan di
suatu tempat. Hal tersebut terjadi karena faktor berikut.
a) Iklim dapat membatasi atau mendukung aktivitas dan perilaku manusia

1. Manusia cenderung memilih tempat tinggal di daerah yang beriklim baik. Contohnya di
daerah beriklim sedang, artinya tidak terlalu panas ataupun dingin dan terdapat sumber air.
2. Bidang-bidang usaha tertentu seperti pertanian dan perkebunan, sangat dibatasi oleh
kondisi iklim yang ekstrem yaitu terlalu dingin, panas, atau kering.

b) Kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh kondisi dan perubahan iklim

1. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk seperti demam berdarah dan malaria
terjadi pada musim penghujan dan terjadinya genangan-genangan air.
2. Penyakit diare dan muntah berak terjadi pada musim panas yang banyak hujan, yang
biasanya disebabkan oleh sanitasi dan tingkat kebersihan penduduk yang kurang karena
pengaruh hujan.

2) Iklim dan Pengaruhnya terhadap Jenis-Jenis Vegetasi Alam

Faktor iklim suatu daerah berpengaruh besar terhadap persebaran floranya, terutama jumlah hujan
dan temperaturnya. Tumbuhan di Indonesia hidup sepanjang tahun karena suhu rata-rata yang
cukup tinggi dan didukung persediaan air yang cukup. Kondisi ini lain dengan negaranegara di
daerah subtropis yang mengalami musim gugur. Di Indonesia terdapat perbedaan jenis tumbuhan
dan kemampuan tumbuh flora di daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Berdasarkan jumlah hujan yang berbeda-beda itu, flora di Indonesia dibagi menjadi sebagai
berikut.

a) Hutan Hujan Tropis

Hutan ini terdiri dari tumbuh-tumbuhan berpohon besar dan rindang yang berada di daerah dengan
suhu tinggi dan curah hujan yang tinggi pula. Tumbuhan yang hidup seperti kamper, meranti,
kruing, rotan, dan tumbuhan lainnya. Karakter lain adalah adanya tumbuhan epifit yang hidup pada
pohon-pohon besar tersebut, antara lain, anggrek dan rotan. Di samping tumbuhan epifit juga
terdapat tumbuh-tumbuhan kecil berupa paku-pakuan, perdu, dan pakis di sela-sela tumbuhan
besar yang ada. Karena lebatnya, sinar matahari kadang tidak mampu menembus sampai ke dalam
hutan hujan tropis. Di Indonesia sebaran hutan hujan tropis berada di Pulau Kalimantan, Sulawesi,
Sumatra, dan Papua.

b) Hutan Musim

Hutan musim adalah hutan yang keberadaan tanaman di dalamnya sangat tergantung oleh musim,
disebut juga hutan meranggas. Hutan meranggas berarti hutan yang daun-daunnya meranggas di
musim kemarau dan akan tumbuh lagi ketika musim hujan datang. Hutan ini dapat ditemui pada
daerah beriklim sedang yang terlihat dengan nyata adanya musim gugur dan musim semi. Di
Indonesia sebaran hutan musim terdapat di Jawa dan Sulawesi yang berupa hutan jati, sengon, dan
akasia.

c) Sabana

Sabana merupakan padang rumput yang berselang-seling dengan semak belukar dan berada pada
daerah dengan suhu yang tinggi dengan curah hujan sedikit. Di Indonesia sabana terdapat di Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, juga di sebagian Sulawesi Tengah.

d) Stepa

Stepa merupakan padang rumput di daerah dengan curah hujan sedikit dan bersuhu udara tinggi.
Di Indonesia stepa dapat ditemui di Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara
Timur.

3) Hubungan Ketinggian Tempat dengan Jenis Vegetasi

Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, suhunya akan semakin dingin. Oleh karena itu,
suhu di daerah pegunungan lebih dingin dibandingkan dengan dataran rendah.

J.W. Junghuhn, seorang ahli tumbuhan dari Jerman, telah membagi kelompok tumbuhan menurut
tinggi rendahnya suatu tempat yang didasarkan pada tanaman perkebunan, sebagai berikut:

a) daerah panas, dengan ketinggian antara 0–700 meter dpl, merupakan areal yang tepat untuk
pertumbuhan tanaman perkebunan seperti: cokelat, kopi, karet, tembakau, dan kelapa;
b) daerah sedang, dengan ketinggian antara 700–1.500 meter dpl, merupakan areal yang tepat
untuk tanaman perkebunan seperti: pinang, kopi, teh, dan kina;

c) daerah dingin, dengan ketinggian antara 1.500–2.500 meter, merupakan areal yang tepat
untuk jenis tanaman cemara;

d) daerah sangat dingin, dengan ketinggian antara 2.500–3.500 meter, merupakan areal yang
tepat untuk rumput-rumput kerdil dan hutan alpin;

e) daerah salju, yang berketinggian >3.500 meter, merupakan areal yang tidak mampu
ditumbuhi tanaman karena permukaannya diliputi salju.

4) Hubungan Bentang Lahan dan Keadaan Tanah dengan Jenis Vegetasi

Bentang lahan dengan tanah subur yang berasal dari material vulkanis merupakan tempat yang
biasa ditumbuhi oleh hutan lebat dan berbagai macam tumbuhan di dalamnya. Daerah ini
mempunyai jenis tanaman yang beraneka ragam yang biasa disebut hutan heterogen. Bentang
lahan dengan tanah kurang subur yaitu di tanah yang tandus yang biasanya merupakan lapukan
dari material kapur, lebih banyak ditumbuhi oleh semak belukar, rumput, dan alang-alang. Bentang
lahan daerah pantai berawa-rawa dan bertanah lumpur yang biasa disebut daerah rawa, didominasi
oleh tumbuhan hutan mangrove (bakau).

5) Distribusi Jenis-Jenis Vegetasi Alam

Seorang ahli biologi bernama Hart Meeriem pada tahun 1889, menemukan tipe agihan tumbuhan
berdasarkan variasi ketinggiannya. Ia menelusuri Gunung San Fransisco mulai dari kaki hingga
puncak. Meeriem berkesimpulan bahwa tipe tumbuhan pada suatu daerah sangat tergantung pada
temperatur dan kelembapannya. Terbukti bahwa kelembapan lebih berperan daripada temperatur
dalam tipe agihan tumbuhan. Jenis tumbuhan besar membutuhkan curah hujan yang lebih tinggi
daripada jenis tumbuhan kecil. Akibatnya, semakin ke daerah bercurah hujan kecil dan sangat
kecil, akan semakin banyak kita lihat dominasi tumbuhan kecil seperti belukar, padang rumput,
dan akhirnya kaktus atau tanaman padang pasir pada daerah yang sangat minim hujannya.
Di dunia komunitas organisme tumbuhan dibagi menjadi enam macam tumbuhan utama yang
tersebar sepanjang perubahan kekeringan dan kelembapan. Enam macam komunitas tumbuhan
tersebut adalah sebagai berikut :

a) Padang Rumput

Daerah padang rumput mempunyai kisaran curah hujan sebesar 250 mm sampai dengan 500
mm/tahun, dan pada beberapa padang rumput, curah hujan dapat mencapai 1.000 mm. Daerah ini
terbentang dari daerah tropika sampai ke daerah subtropika. Karena hujan yang turun tidak teratur
dan kondisi porositas rumput yang relatif rendah, tumbuhan kesulitan dalam mendapatkan air,
sehingga hanya tumbuhan rumput yang mampu bertahan hidup dan beradaptasi dengan kondisi
tersebut.

b) Gurun Daerah

gurun mempunyai kisaran curah hujan sekitar 250 mm/tahun atau kurang sehingga termasuk curah
hujan rendah dan tidak teratur. Gurun banyak terdapat di daerah tropis yang berbatasan dengan
padang rumput. Keadaan alam dari padang rumput ke arah gurun, biasanya makin jauh dari padang
rumput kondisinya makin gersang. Panas yang tinggi karena teriknya matahari mencapai >40°C
sehingga menimbulkan suhu yang panas di siang hari dan penguapan yang tinggi pula. Amplitudo
harian yaitu perbedaan pada siang dan malam hari sangat besar. Tumbuhan yang hidup menahun
di gurun adalah tumbuhan yang dapat beradaptasi terhadap kekurangan air dan penguapan yang
cepat, sehingga tumbuhan yang hidup di gurun biasanya berdaun kecil seperti duri atau tidak
berdaun, tetapi berakar panjang untuk mengambil air. Jaringan spons pada tumbuhan di sini
berfungsi menyimpan air.

c) Tundra

Daerah tundra memiliki dua musim yaitu musim dingin yang panjang dan gelap serta musim panas
yang panjang serta terang terus-menerus. Daerah tersebut hanya terdapat di belahan bumi utara
dan terletak di sebagian besar lingkungan kutub utara. Daerah tundra di kutub ini dapat mengalami
gelap berbulan-bulan karena matahari hanya mencapai 23½° LU/LS. Di daerah tundra banyak
terdapat lumut dan pohon yang tertinggi hanya berupa semak yang relatif pendek. Jenis lumut yang
hidup, antara lain, lumut kerak dan sphagnum. Tumbuhan semusim di daerah tundra biasanya
berbunga dengan warna yang mencolok dengan masa

pertumbuhan yang sangat pendek. Tumbuhan di daerah ini mampu beradaptasi terhadap keadaan
dingin meskipun dalam keadaan beku masih tetap bertahan hidup.

d) Hutan Basah

Hutan-hutan basah tropika di seluruh dunia mempunyai persamaan, di antaranya, terdapatnya


beratus-ratus spesies tumbuhan di dalamnya. Sepanjang tahun hutan basah mendapatkan cukup air
sehingga memungkinkan tumbuhnya tanaman dalam jangka waktu yang lama sehingga komunitas
hutan tersebut akan sangat kompleks. Hutan basah tropika terdapat di daerah tropika dan
subtropika, misalnya, di Indonesia, daerah Australia bagian Irian Timur, Amerika Tengah, dan
Afrika Tengah.

Ketinggian pohon-pohon utama berkisar antara 20 sampai dengan 40 meter dengan cabang-
cabangnya yang lebat sehingga membentuk tudung (canopy) yang mengakibatkan hutan menjadi
gelap. Tidak ada sumber air lainnya selain air hujan, dan air hujan sulit mencapai dasar hutan
tersebut secara langsung. Di dalam hutan ini juga terdapat perubahan-perubahan iklim, tetapi
hanya bersifat mikro (dari todung hutan sampai dasar hutan saja). Kelembapan di hutan basah
tinggi dan suhu sepanjang hari hampir sama sekitar 25°C. Di samping pepohonan yang tinggi,
terdapat liana dan epifit yang berupa rotan dan anggrek yang merupakan tumbuhan khas di daerah
itu.

e) Hutan Gugur
Hutan gugur tumbuh di daerah beriklim sedang. Di sana umumnya juga terdapat padang rumput
dan gurun. Curah hujan merata sepanjang tahun sebesar 750 sampai 1.000 mm per tahun. Terdapat
pula musim dingin dan musim panas yang dengan adanya musim tersebut tumbuhan di sana
beradaptasi dengan menggugurkan daunnya menjelang musim dingin. Musim gugur adalah musim
yang ada sebelum musim dingin tiba. Tumbuhan yang bersifat menahun dari musim gugur sampai
dengan musim semi berhenti pertumbuhannya, sedangkan tumbuhan yang sifatnya semusim akan
mati pada musim dingin. Tumbuhan semusim hanya meninggalkan bijinya saja dan hanya mampu
bertahan pada suhu dingin, dan akan berkecambah pada saat menjelang musim panas tiba.

f) Taiga

Taiga adalah hutan pohon pinus yang daunnya seperti jarum dan merupakan bioma yang hanya
terdiri atas satu spesies pohon. Daerah persebarannya terdapat di belahan bumi utara seperti Rusia,
Siberia, dan Kanada. Beberapa contoh pohon yang hidup di hutan taiga, antara lain: konifer,
terutama pohon spruce (picea), alder (alnus), birch (betula), dan juniper (juniperus). Masa
pertumbuhan spesies ini pada musim panas, berlangsung antara 3 sampai dengan 6 bulan.

d. Gejala Alam Penyebab Perubahan Iklim Global

Faktor-faktor berupa gejala alam yang menyebabkan gangguan terhadap iklim global dunia, antara
lain: gejala meningkatnya suhu udara di bumi yang disebut Efek Rumah Kaca, kondisi yang
menyebabkan kekeringan pada rentang waktu lama disebut El Nino, dan kondisi yang
menyebabkan hujan lebat pada rentang waktu lama disebut La Nina.

1) Efek Rumah Kaca

Efek rumah kaca adalah terjadinya peningkatan suhu udara di muka bumi akibat semakin
banyaknya gas pencemar di dalam udara. Industri-industri, pabrik-pabrik, kendaraan bermotor,
dan semua sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia yang menggunakan bahan bakar bensin,
solar, minyak tanah, dan batu bara menghasilkan gas buang berupa: CO2, CO, NO2, SO2,, HCN,
HCl, H2S, HF, dan NH4. yang terus meningkat jumlahnya. Besarnya CO2 dan gas pencemar lain
yang terakumulasi semakin hari semakin tinggi, hal tersebut menghambat radiasi sinar matahari
yang mencapai permukaan bumi. Sinar matahari sebagian dipantulkan oleh akumulasi gas-gas
pencemar tersebut kembali ke angkasa, tetapi tertahan oleh gas lain yang kembali dipantulkan ke
bumi yang berakibat semakin panasnya udara di permukaan bumi. Kenaikan suhu bumi ini akan
berakibat lebih jauh yaitu: mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan air laut akibat es
yang mencair, terendamnya areal pertanian di tepi pantai akibat naiknya air laut, dan menurunnya
produksi hasil pertanian karena terendamnya areal pertanian di tepi pantai.

2) El Nino

El Nino adalah terjadinya pemanasan temperatur air laut di pantai barat Peru–Ekuador yang
menyebabkan gangguan iklim secara global. El Nino datang mengganggu setiap dua tahun sampai
tujuh tahun sekali. Peristiwa ini diawali dari memanasnya air laut di perairan Indonesia yang
kemudian bergerak ke arah timur menyusuri ekuator menuju pantai barat Amerika Selatan sekitar
wilayah Peru dan Ekuador. Bersamaan dengan kejadian tersebut air laut yang panas dari pantai
barat Amerika Tengah, bergerak ke arah selatan sampai pantai barat Peru-Bolivia sehingga
terjadilah pertemuan air laut panas dari kedua wilayah tersebut. Massa air panas dalam jumlah
besar terkumpul dan menyebabkan udara di daerah itu memuai sehingga proses konveksi ini
menimbulkan tekanan udara menurun (minus). Kondisi ini mengakibatkan seluruh angin yang ada
di sekitar Pasifik dan Amerika Latin bergerak menuju daerah tekanan rendah tersebut. Angin
muson di Indonesia yang datang dari Asia dengan membawa uap air juga membelok ke daerah
tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador.

Peristiwa
tersebut mengakibatkan angin yang menuju Indonesia hanya membawa uap air yang sedikit
sehingga kemarau yang sangat panjang terjadi di Indonesia. Akibat peristiwa tersebut juga
dirasakan di Australia dan Afrika Timur. Sementara itu, di Afrika Selatan justru terjadi banjir besar
dan menurunnya produksi ikan akibat melemahnya up-welling. Kemarau panjang akibat El Nino
biasanya disertai dengan kebakaran rumput dan hutan. Pada tahun 1994 dan 1997, baik Indonesia
maupun Australia mengalami kebakaran akibat peristiwa El Nino.

3) La Nina
Peristiwa La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. La Nina berarti bayi perempuan. La Nina
berawal dari melemahnya El Nino sehingga air laut yang panas di pantai Peru dan Ekuador
bergerak ke arah barat dan suhu air laut di daerah itu berubah ke kondisi semula (dingin) sehingga
up-welling muncul kembali sehingga kondisi cuaca kembali normal.

La Nina juga berarti kembalinya kondisi ke keadaan normal setelah terjadinya El Nino. Air laut
panas yang menuju arah barat tersebut pada akhirnya sampai di Indonesia yang bertekanan dingin
sehingga seluruh angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Indonesia bergerak menuju
Indonesia. Angin tersebut menyebabkan hujan lebat dan banjir karena sangat banyaknya uap air
yang dibawa. Peristiwa La Nina di Indonesia pada tahun 1955, 1970, 1973, 1975, 1995, dan 1999
terhitung sejak Indonesia merdeka (1945).

J. Hubungan tanah dengan vegetasi

Kehadiran vegetasi erat kaitannya dengan faktor Iingkungan. Salah satu faktor yang erat
kaitannya adalah tanah, pembentukan tanah akan mempengaruhi perkembangan vegetasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunitas vegetasi dengan kesuburan
taoah dan ketebalan gambut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan
dalam pengelolaan hutan rawa gambut yang berasaskan kelestarian produksi dan lingkungan.
Penelitian dilaksanakan selama dua bulan, yaitu mulai bulan Mei sampai Juni 2000 di HPH PT.
Diamond Raya Timber, Bagan Siapi-api, Riau. Metode analisis vegetasi yang digLinakan dalam
penelitian ini adalah metode petak tunggal. Penempatan setiap petak pengamatan dilakukan seeara
Stratified Random Sampling yaitu pemilihan petak pengamatan berdasarkan ketebalan gam but
(ketebalan gambut 300, 400 dan 500 em). Petak pengamatan dibuat seluas 1 ha (100 m x 100 m)
masing-masing 1 petak di setiap ketebalan gam but. Oi setiap petak pengamatan dilakukan analisis
vegetasi tingkat semai, pancang, tiang dan pahon, dan diamati pula tingkat kematangan gam but
pada tiap lapisannya. Untuk mengetahui kesuburan tanah di lokasi penelitian tersebut diambil
eontoh tanahnya dengan eara pengeboran untuk selanjutnya dianalisis sifat-sifat tanahnya (sifat
kimia tanahlkesuburan tanah) di Laboratorium Jurusan IImu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Untuk
mengetahui bentuk stratifikasi tajuk di setiap petak pengamatan dibuat petak dengan ukuran 20 m
x 40 m. Semua pohon yang berdiameter lebih besar atau sama dengan 10 em yang terdapat pada
petak terse but diukur proyeksi vertikal maupun horisontalnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa di lokasi penelitian ditemukan 40 jenis dari 25 suku yang berbeda Pada tingkat semai di
ketebalan gambut 300, 400 dan 500 em jenis yang paling mendominasi yaitu milas (Parastemon
urophyllum). Pada tingkat paneang dan tiang di ketebalan gambut 300 dan 400 em jenis yang
mendominasi yaitu jambu (Eugenia sp.), sedangkan di ketebalan 500em didominasi oleh jenis
bintangur (Calophyllum soulatln) dan jenis malam (Diospyros pendula). Pada tingkat pohon
masing-masingjenis yang mendominasi di ketebalan gambut 300, 400 dan 500 em yaitu jenis milas
(Parastemon urophyllum), suntai (Palaquium dasyphylium) dan ramin (Gonystylus bancanus).
Perbedaan ketebalan gambut menyebabkan perbedaan jum lah jenis pada tingkat semai, pancang,
tiang dan pohon. lumlah jenis pada tingkat semai di ketebalan 300 em sebanyak 18 jenis, di
ketebalan 400 em sebanyak 14 jenis, sedangkan di ketebalan 500 em sebanyak 25 jenis. Jumlah
jenis pada tingkat paneang di ketebalan 300 em sebanyak 21 jenis, di ketebalan 400 em sebanyak
15 jenis, sedangkan di ketebalan 500 em sebanyak 25 jenis. Pada tingkat tiang jumlah jenis di
ketebalan 300 em sebanyak 27 jenis, di ketebalan 400 em sebanyak 26 jenis, sedangkan di
ketebalan 500 em sebanyak 19 jenis. Pada tingkat pohon jumlah jenis di ketebalan 300 em
sebanyak 27 jenis, di ketebalan 400 em sebanyak 22 jenis, sedangkan di ketebalan 500 em
sebanyak 25 jenis. Kehadiran jenis-jenis tersebut dipengarnhi oleh kesuburan tanah dan ketebalan
gambut. Jenis gambut tempat tumbuh di lokasi penelitian tergolong gambut ombrogen dengan
tingkat kesuburan yang rendah. Tanah sangat masam dengan pH 3,80 - 4,60. Nilai KTK dan C-
organik tergolong sangat tinggi, sedangkan nilai-nilai yang lain berfluktuasi dari sangat rendah
sampai sangat tinggi. Lapisan atas tanah gambut berbeda dengan lapisan di bawahnya. Lapisan
atas tanah gambut lebih subur dibanding lapisan di bawahnya, dan lapisan atas gambut dangkal
lebih subur dibanding lapisan atas gambut dalam. Nilai-nilai seperti KTK, C-organik, Ca, Mg,
K,O, CaO dan yang lainnya menunjukkan nilai yang lebih rendah di ketebalan gambut 500 em.
Dengan demikian tingkat kesuburan di ketebalan gambut 500 em lebih rendah dibanding dengan
di ketebalan gambut 300 em dan 400 em. Kesuburan yang rendah menyebabkan kerapatanljumlah
individu per ha semakin sedikit, yaitu dari 560 individu di ketebalan gambut 300 em, menjadi 552
individu di ketebalan gambut 400 em kemudian menjadi 389 individu di ketebalan 500 em, namun
keberadaan tingkat pohon tergolong tinggi. Strnktur tegakan pada komunitas di masing-masing
ketebalan masih tergolong stabil, yaitu masih banyaknya pohon yang berdiameter besar yang
menyebabkan volume bertambah besar dengan semakin tebalnya gambut. Kemungkinan itu terjadi
karena pohon yailg besar telah melewati tahap adaptasi dan seleksi yang sulit sehingga lebih
mampu untuk beltahan dan juga telah mempunyai sistem perakaran yang knat. Hasil pengamatan
stratifikasi tajuk menunjukkan bahwa di masing-masing ketebalan terdapat jenis-jenis yang
menempati strata tertentu. Jenis yang menempati strata teratas seperti meranti batu (Shorea
uliginosa) di ketebalan 300 em, meranti bunga (Shorea teysmanniana) dan suntai (Pa/aquiulll
dasyphyl/ulll) di ketebalan 400 em dan ramin (Gonysly/us bancanus)di ketebalan 500 em,
menandakan bahwa jenis tersebut telah bersaing dengan jenis lainnya, baik dalam memperoleh
unsur hara maupun dalam kebutuhannya akan eahaya. Tinggi total yang menempati strata teratas
meneapai 40 m dan setiap jenis tersebar merata di luasan yang diamati tersebut. Dari hasil analisis
regresi diperoleh nilai R2 (koefisien detemlinasi) hubungan antara ketebalan gambut dengan
kerapatan, volume dan lbds sebesar 69,5 %, 66, 7% dan 77,1 %. Hubungan antara ketebalan
gambut dengan kerapatan pohan ditunjukkan oleh nilai R1 sebesar 69,5 % yang berarti 69,5 %
besarnya kerapatan dapat dijelaskan oleh ketebalan gambut, dengan kata lain ada pengarull
ketebalan gambut dan sisanya dipengaluhi oleh faktar lain. Begitu pula volume dan Ibds (Iuas
bidang dasar) dipengarnhi oleh ketebalan gambut. Dari hasil penelitian dapat disarankan bahwa
untuk mempertahankan keseimbangan ekosistem hutan rawa gambut, penebangan yang dilakukan
harus disesuaikan dengan jumlah jenis dan distribusi pohon per kelas diameter berdasarkan
ketebalan gambut.
I. Interaksi Antara Tumbuhan Dengan Tumbuhan

Dalam ekosistem terdapat interaksi anatara makhluk hidup dengan lingkungannya, serta
antar makhluk hidup itu sendiri.
Pola interaksi tersebut dapat saling menguntungkan, merugikan satu pihak tetapi pihak lain tidak
diuntungkan maupun dirugikan, dua pihak saling memperebutkan satu hal, serta pihak yang satu
menghambat pihak lain.
Hubungan tumbuhan dengan tumbuhan terdapat dalam bentuk kompetisi akan berbagai
kebutuhannya seperti substrat tempat tumbuh atau ruang, serta factor kimia dan fisika lingkungan
lainnya.
Adapun pola-pola interaksi tersebut adalah :
A) Simbiosis
Simbiosis merupakan interaksi antara makhluk hidup berbeda jenis dalam satu
tempat dan waktu tertentu yang hubungannya sangat erat.
( Surasana, Eden: 1990).
Simbiosis merupakan hubungan dimana dua jenis organisme tinggal/hidup bersama-
sama. Contoh dari simbiosis kita dapat menggambarkan bangsa lumut, hubungan
antara jamur dan ganggang hijau atau cyanobacteria, mikoryza, hubungan jamur dan
akar tumbuhan
1. Simbiosis Mutualisme

Simbiosis mutualisme adalah hubungan antara dua makhluk hidup yang bersifat
saling menguntungkan kedua belah pihak.

Contoh :

lichenes merupakan simbiosis anemon laut dengan ikan badut

antara jamur dan ganggang.

Lebah dengan bunga kumbang dengan bunga

Kupu- kupu dengan bunga lalat dengan bunga


2. Simbiosis Parasitisme

Simbiosis parasitisme adalah hubungan antara dua makhluk hidup yang


mengakibatkan makhluk hidup yang satu mendapatkan keuntungan,sedangkan
makhluk hidup lainnya mengalami kerugian.Misalnya, hubungan antara tanaman
jeruk dengan benalu, bunga raflesia dengan inangnya.Benalu merasa untung karena
mendapatkan makanan dari tanaman jeruk, sedangkan tanaman jeruk dirugikan
karena makanannya diambil oleh benalu. Contoh: Tumbuhan tali putri dengan
tanaman jeruk dengan benalutanaman beluntas.

Dalam parasitisme, satu organisme parasit mendapatkan makananya dari


organisme lain atau inangnya. Meskipun biasanya kita menganggap bahwa parasit
mengkonsumsi bagian- bagian inanya, pada beberapa kasus yang terjadi ketika burung
organisme memanfaatkan perilaku organisme lain. Contoh paling terkenal adalah
parasitisme penggeraman ( brood parasitism) yang terjadi ketika burung cowbird dan
burung tekukur Eropa meletakkan telurnya dalam sarang species lain.

Menurut Hedy, dkk.( 1986), parasit memperoleh makanan dari inangnya


dan dapat tetap tinggal di bagian dalam tubuh inangnya sehingga disebut
endoparasit( parasit internal) ,atau tinggal di bagian luar tubuh inannya sehingga di
sebut ektoparasit ( parasit eksternal)

Di dalam asosiasi hidup parasit, organisme yang di sebut parasit


sesungguhnya tidak bermaksud membunuh inangnya, meskipun demikian lambat
laun inang itu akan mati karena organisme parasit selalu memanfaatkan sumber
pakan yang berasal dari tubuh inangnya. Setelah inangnya mati parasit dapat juga
ikut mati atau mencari dan menemukan inang yang baru. ( indriyanto, 2006)

3. Simbiosis Komensalisme

Merupakan hubungan antara dua makhluk hidup yang


menguntungkan salah satu pihak, tetapi tidak merugikan pihak lain. Contoh: bunga
anggrek dengan pohon yang ditumpanginya. Bunga anggrek merupakan tanaman
epifit yaitu tumbuhan hijau yang tumbuh menempel pada batang tumbuhan yang
tinggi. Tujuannya untuk mendapatkan cahaya matahari guna proses fotosintesis.
Berbagai metabolit yang dihasilkan tumbuh-tumbuhan, belum banyak diketahui kegunaannya.
Diduga pula bahwa tumbuhan-tumbuhan dapat menghasilkan zat-zat kimia yang dapat
merangsang atau meracuni jenis tumbuhan lain ataupun meracuni jenis tanaman itu sendiri..dalam
hubungan sesama tumbuhan dimaksud ada beberapa kemungkinan akibatnya dan diduga
disebabkan oleh beberapa factor sebagai berikut:

1. Karena adanya kompetisi disebabkan kekurangan sumber energy atau sumber


daya lainnya yang terbatas seperti sinar matahari, unsur hara, air kompetisi ini
disebut juga alelospoli.

2. Tumbuhan tertentu apakah masih hidup maupun sudah mati mengahasilkan


senyawa kimia yang dapat mempengaruhi yumbuhan lain yang tertentu pula.
Senyawa kimia ini disebut juga alelopati

3. Adanya pengaruh-pengaruh baik terhadap factor fisik maupun biologis


lingkungan yang dapaat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jenis
jenis tumbuhan yang bertindak sebagai tuan rumah atau inang. Misal, jenis
tumbuhan tertentu menjadi habitat serangga, namun serangga tersebut mencari
makan atau memakan tumbuhan lain dalam komunitasnya. Gangguan semacam
ini disebut alelosmediasi

( Irwan zoer’aini.1992)

4. Simbiosis protokoperasi

Merupakan hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup yang berbeda
spesies, dimana jika kedua organisme tersebut bersimbiosis akan menjadi lebih
baik. Contoh : lichene yang merupakan perpaduan antara jamur dan ganggang.

Protooperasi adalah asosiasi antara dua atau lebih spesies organisme yang berakibat
keduanya saling beruntung akan tetapi asosiasinya bukan merupakan keharusan
(indriyanto, 2006: 98). Misalnya:

- interaksi antara kerbau dengan burung jalak, bahwa asosiasi antara


keduanya tidak harus, akan tetapi jika kerbau dan jalak bertemu akan menjadi
interaksi yang saling menguntungkan.
- Antara Jamur dengan semut atau serangga

5. Simbiosis amensalisme

Merupakan interaksi dimana saat satu pihak dirugikan dan pihak lainnya tidak
diuntungkan maupun dirugikan.

Amensalisme merupakan hubungan antara dua organisme, yang satu pihak di


rugikan sedangkan pihak lain tidak berakibat apa- apa.( indriyanto, 2006: 94)

Contoh: pada pohon walnut yang menghasilkan senyawa alelopati


6. Simbiosis kompetisi

Dimana kedua pihak saling merugikan, biasanya terjadi melalui kompetisi dalam
memperebutkan makanan.Contoh : pengeluaran zat alelopati pada tumbuhan.

7. Simbiosis netralisme

Dimana kedua pihak tidak saling diuntungkan maupun dirugikan.Interaksi antara


kedua spesies tidak menyebabkan keuntungan maupun kerugian bagi keduanya.

B) Alelopati

Merupakan interaksi antar populasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat dapat
menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contoh alang-alang yang mampu
mengeluarkan alelopati sehingga menghalangi tumbuhan populasi lain.

Dialam dapat digolongkan 2 bentuk alelopati yaitu :

Alelopati yang sebenarnya

Alelopati merupakan pelepasan senyawa beracun dari tumbuhan ke lingkungan


sekitarnya dalam bentuk senyawa asli yang dilepaskannya.
Alelopati yang fungsional
Golongan alelopati ini adalah senyawa kimia yang dilepaskannya kemudian
senyawa tersebut telah mengalami modifikasi oleh mikroba tanah.
Alelopati diartikan sebagai pengaruh yang merugikan( menghambat,
merusak) secara langsung maupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap
tumbuhan lain melalui produksi senyawa kimia yang di lepaskan dan di bebaskan
ke dalam lingkungan hidup tumbuhan ( Rice, 1974).
Pada alelopati, proses yang terjadi merupakan pengaruh yang merugikan
tumbuhan di sebabkan oleh senyawa – senyawa kimia yang di hasilkan oleh
tumbuhan lain ke lingkungannya ( Killham, 1996).
Semua jaringan tumbuhan-tumbuhan mempunyai potensi menghasilkan
senyawa-senyawa alelopati.Apakah itu akar, rizom, batang, daun,bunga,buah atau
biji. Senyawa alelopati ini dapat dilepaskan dari jaringan tumbuhan dalam berbagai
cara misalnya melalui penguapan, eskudat akar, pencucian dan dan pembusukan
bagian-bagian organ yang membusuk.(Irwan zoer’aini.1992)
C) Kompetisi

Merupakan interaksi bersaing antara individu tumbuhan dengan individu tumbuhan


lainnya dalam hal penggunaan sumber daya alam dan pemenuhan kebutuhan seperti
nutrisi, air,cahaya, ruang dan sebagainya jadi kompetisi akan timbul jika individu
tumbuhan mempunyai daur hidup dan keperluan yang sama dengan individu tumbuhan
lainnya baik untuk jenis tumbuhan yang sama maupun yang berbeda jenis. Tumbuhan
yang lebih efisien memanfaatkan sumber dayanya untuk bertahan, dan yang lainnya
tersingkir.Contoh : kompetisi antara tanaman jagung dan kacang hijau. Faktor yang di
kompetisikan anatara lain hara, cahaya, co2, dan ruang tum

Persaingan ( kompetisi) yang di lakukan oleh organisme- organisme dapat berupa


keaktifan dalam memperebutkan kebutuhan ruang ( tempat), makanan, unsur hara, air,
sinar, udara, agen penyerbukan, agen dispersal, atau faktor- faktor ekologi lainnya
sumber daya yang di butuhkan oleh tiap- tiap organisme untuk hidup dan
pertumbuhannya.

Persaingan di antara dua atau lebih spesies organisme terhadap sumber daya alam
akan menimbulkan efek yang merugikan kedua belah pihak, bahkan salah satu dari
spesies yang bersaing dapat tersingkir ( di tekan oleh yang lain) akibat
persaingan.persaingan yang terjadi di antara spesies – spesies organisme dalam
memanfaatkan sumber daya alam akan semakin keras ketika sumber daya alam
semakin terbatas persediaannya.
Persaingan dapat terjadi di antara individu- individu dari spesies yang sama dan di
sebut persaingan intraspesifik, juga dapat terjadi di antara individu dari spesies yang
berbeda di sebut persaingan interspesifik ( Gopal dan bhardwaj,1979)

II. Interaksi Antara vegetasi Dengan hewan

Interaksi yang dapat terjadi antara hewan dengan tumbuhan meliputi herbivori, insektifori,
polinatori, serta koevolusi.
1. Herbivori
Herbivori merupakan pola interaksi antara hewan pemakan vegetasi dengan
tumbuhan dimana interaksi yang paling sering terjadi adalah grazing dan browsing.
Grazing adalah interaksi yang melibatkan hewan pemakan rumput-rumputan seperti
sapi, kuda, dan kambing. Sedangkan browsing merupakan interaksi yang melibatkan
hewan pemakan pucuk atau bagian tanaman lainnya. Browsing kerap kali terjadi
misalnya antara jerapa atau gajah dengan tanaman Accacia auricuriformisatau biji
tanaman yang dikonsumsi oleh burung.

Pengaruh yang disebabkan oleh interaksi tersebut meliputi :


a. Bagi Tumbuhan
Kotoran hewan dapat membantu menyuburkan tanah sehingga pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tidak terhambat
Adanya hewan pemakan biji menjadi salah satu cara tumbuhan untuk menyebarkan
bijinya sehingga tumbuhan tersebut dapat memperbanyak keturunannya di wilayah
lain. Namun, Biji suatu jenis tanaman yang terbawa oleh hewan bisa saja terjatuh
atau ditempatkan pada lahan/wilayah yang tidak kondusif seperti laut atau rawa-
rawa sehingga penyebaran biji tidak berhasil dan eksistensi tanaman tersebut
berkurang.
Hewan pemakan pucuk kerap kali merobohkan tumbuhan, terutama tumbuhan
dengan habitus pohon. Perobohan tersebut dapat mengurangi dominansinya
terhadap tumbuhan kecil/semak. Semakin banyak perobohan tumbuhan berhabitus
pohon oleh hewan maka semakin besar kemungkinan tumbuhan tersebut menjadi
langka hingga akhirnya mengalami kepunahan
b. Bagi Hewan
Karena tumbuhan merupakan produsen primer maka interaksi ini jelas sangat
menguntungkan hewan terutama dalam hal pemenuhan nutrisi/sumber makanan
Bagi sebagian besar hewan, tumbuhan menjadi habitat (rumah) serta tempat
berlindung dari predator
2. Insektifori
interaksi yang melibatkan jenis tumbuhan pemakan hewan yang dalam hal ini
adalah serangga. Jenis tumbuhan ini biasanya terdapat pada wilayah yang kekurangan
unsur N (nitrogen) sehingga untuk mendapatkan asupan unsur tersebut jenis tumbuhan
tertentu mengambil unsur N dari serangga.
Contohnya adalah Kantong semar dan sebagian besar jenis dari famili
Nepenthaceae,serta tumbuhan Venus dimana daunnya terdiferensiasi menjadi
semacam alat gerak untuk menangkap serangga. Interaksi ini dapat menyebabkan
kelangkaan beberapa jenis serangga, termasuk serangga-serangga yang berperan dalam
peristiwa polinasi, sehingga akan berdampak buruk bagi spesies tanaman lain yang
penyerbukannya bergantung pada serangga tersebut.

3. Polinatori
Polinatori merupakan interaksi antara tumbuhan dengan hewan yang sebenarnya
bersifat kebetulan karena sebenarnya ”kunjungan” suatu hewan pada tumbuhan,
khususnya bunga, bertujuan untuk mencari makan. Karena itulah dalam proses
penyerbukan harus terjalin hubungan timbal balik antara tanaman berbunga dengan
polinatornya.
Interaksi ini akan terbentuk jika tanaman berbunga dapat menyediakan apa yang
dibutuhkan oleh polinator untuk kelangsungan hidupnya. Ketika polinator memperoleh
banyak manfaat dari kontaknya dengan bunga, yang dapat berupa makanan, tempat
berlindung dan membangun sarang atau tempat melakukan perkawinan maka kontak
tersebut dapat menjadi bagian yang tetap dalam hidupnya sehingga akan terbentuk
interaksi yang konstan dengan tanaman tersebut. (Griffin dan Sedgley, 1989). Oleh
karena itu tanaman berbunga harus mampu menarik polinatornya sehingga
mendapatkan kunjungan polinator secara kontinu. Dengan demikian terdapat jaminan
terjadinya transfer tepung sari yang mendukung pembuahan (Pacini, 2000).
4. Koevolusi
Koevolusi merupakan interaksi yang melibatkan adaptasi evolusioner yang bersifat
resiprok pada dua spesies.Interaksi ini misalnya terjadi pada Passionflower
vine dengan larva kupu-kupu dari genus Heliconius. Passionflower vine menghasilkan
zat kimia beracun yang membantu melindungi daunnya dari serangga herbivora. Suatu
kontra adaptasi berkembang pada Heliconius dimana ia mampu mencerna
daun Passionflower vine yang beracun tersebut dengan suatu enzim pencernaan
khusus.
Resistensi larva Heliconius ini merupakan suatu kekuatan selektif yang mengarah
pada terjadinya evolusi pertahanan yang dilakukan oleh tumbuhan tersebut. Caranya
adalah beberapa daun Passionflower vine kerap terlihat memiliki bintik-bintik kuning
dimana bintik-bintik kuning ini merupakan ”senjata” untuk melawan larva Heliconius.
Larva Heliconius mengira bintik-bintik kuning tersebut adalah telur dari individu
Heliconius yang lain sehingga Heliconius pertama tidak akan meletakkan telurnya pada
daun tersebut untuk menghindari adanya kompetisi sehingga kerusakan
daun Passionflower vine dapat berkurang (Campbell, 2004).

E. INTERAKSI TUMBUHAN DENGAN FUNGI


Salah satu contoh interaksi tumbuhan yang bersifat biotik adalah dengan jamur. Hubungan
tersebut bisa berupa hubungan yang saling merugikan (parasitisme) karena menyebabkan
pohon/tanaman menjadi sakit,atau hubungan yang saling menguntungkan(mutualisme),misalnya
mikoriza. Istilah mikoriza diambil dari bahasa yunani yang secara harfiah berarti fungi
(mykes=miko) dan akar (rhiza). Istilah ini diusulkan pertama kali oleh Albert berhard frank pada
tahun 1885 untuk menjelaskan bentuk simbiosis antara fungi dan akar tumbuhan.
a. Interaksi yang menguntungkan
Mikoriza merupakan hubungan simbiosis mutualisme yang terjadi antara fungi
dengan akar tanaman. Fungi mendapatkan nutrien organik dari tanaman sedangkan
tanaman akan terlindungi dari tanaman patogen lain. Fungi mikoriza memproduksi
substansi alelopati yang bersifat toksik yang akan menghambat pertumbuhan tanaman
disekitar tanaman tersebut sehingga mengurangi kompetisi. Pada lingkungan yang
basah mikoriza dapat meningkatkan nutrisi khusunya ketersediaan fosfat. Sedangkan
pada daerah yangkering mikoriza membantu pengambilan air, peningkatan tranpirasi.
Ketika berasosiasi dengan akar tanaman, jamur ini terus berkembang dan selama
itu pula berfungsi membantu tanaman. Adanya mikoriza, resitensi akar terhadap
gerakan air menurun, sehingga tranfer air ke akar meningkat. Keberadaan mikoriza
menyebabkan keberadaan pospat dalam tanaman meningkat, sehingga menyebabkan
tanaman bermikoriza lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak bermikoriza.
Mikoriza ada yang ditemukan sebagai sumber biofertilizer potensial yang dapat
meningkatkan produktivitas budidaya tanaman. Biofertilizer atau pupuk hayati
semacam ini bersifat ramah lingkungan dan dapat mempertahankan kualitas tanah
secara berkelanjutan. Mikoriza mempunyai peran dalam mempercepat suksesipada
habitat yang terganggu secara ekstrem.
Mikoriza berperan juga sebagai bioprotektor terhadap patogen tanaman,
bioremediator bagi tanah-tanah yang tercemar dan membantu petumbuhan tanaman
pada tanah yang tercemar. Jamur mikoriza merupakan asosiasi antara tanaman dan
cendawan yang memiliki sifat dan peran yang unik bagi tanaman, manusia dan
lingkungan hidup. Asosiasi ini diketahui memiliki fungsi yang menguntungkan
tanaman simbionnya.
Mikoriza dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis menurut Kabirun (1994), yaitu
endomikoriza dan ektomikoriza. Namun pada umumnya mikoriza lebih banyak
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu dengan adanya penambahan kelompok mikoriza yang
merupakan bentuk peralihan dari kedua jenis tadi, yaitu ektendomikoriza (Harley and
Smith 1983).
1. Ektomikoriza
Ektomikoriza biasanya ditemukan di daerah yang beriklim sedang, berasosiasi
dengan tumbuhan tingkat tinggi dan beberapa semak. Tumbuhan yang membentuk
ektomikoriza antara lain pohon cemara, oak, meranti, kruing, kamper (jenis-jenis
Dipterocarapaceae), pasang, mempening (jenis-jenis Fagaceae), pinus, beberapa jenis
Myrtaceae (jambu-jambuan) dan beberapa jenis legum. Tumbuhan yang tumbuh pada
hutan temperata yang tumbuh pada kondisi dingin biasanya mengandung ektomikoriza,
yang terdiri dari komponen fungi dari Basidiomycetes, Ascomycetes atau Zygomycetes.
Tetapi kebanyakan yang membentuk mikoriza ialah Basidiomycetes (famili Amanitaceae,
Boletaceae, Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rhizopogonaceae, dan
Sclerodermataceae).
Ektomikoriza tumbuh pada sekitar akar tanaman yang akarnya berada tidak jauh dari
permukaan tanah terutama pada ujung akar, selanjutnya terjadi penetrasi fungi dan
mengganggu sebagian lamela tengah di antara sel korteks, hal ini umumnya dijumpai pada
jenis kayu cemara atau tanaman berdaun jarum. Susunan hifa di sekeliling sel korteks ini
disebut jaringan Hartig. Ektomikoriza biasanya juga menyusun jaringan hifa dengan sangat
rapat pada permukaan akar, yang disebut selubung/mantel. Selubung ini sering disebut
dengan selubung Pseudoparenkim (Kabirun 1994).
Banyak dari jamur ini menunjukkan inang spektrum luas.Salah satu fungi yang
terpenting pada Ektomikoriza adalah Pisolitus tinctorius. Bila fungi ini diinokulasikan ke
dalam akar tumbuhan, pertumbuhannya menjadi lebih cepat, dibandingkan dengan
tumbuhan yang tidak diinokulasi fungi tersebut.
2. Endomikoriza
Endomikoriza merupakan fungi yang tidak dapat berkembang tanpa tumbuhan inang,
dan biasanya fungi ini berasal dari kelompok Zygomycetes. Hubungan hifa fungi yang
harus masuk ke sel pada akar tanaman, kemudian tumbuh dalam sel/intraseluler dan
membentuk gumpalan (lilitan), sehingga membentuk pembengkakan.
Endomikoriza bersimbiosis dengan akar tanaman inang yang berada relatif lebih
dalam dari permukaan tanah.Fungi dapat memecah lignin dan seluosa dan karena ikut
menyumbang dalam pembusukan bahan organic. Dalam hal ini, fungi tersebut berbeda
dengan fungi ektomikoriza yang tergantung dengan inangnya dalam hal nutrisi karbonnya.
3. Esktendomikoriza
Ektendomikoriza, merupakan bentuk intermediet antara ektomikoriza dan
endomikoriza.Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis dan adanya jaringan
Hartig, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya.
Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoiza
tipe ini sangat terbatas.
Mikoriza endotrofi dijumpai pada tanaman gandum, jagung, buncis, jeruk dan
tanaman komersial lain serta jenis rumput-rumputan tertentu. Terdapat bukti bahwa, pada
lingkungan tumbuhan, mikoriza dapat meningkatkan persaingan antar tumbuhan tersebut.
Pada lingkungan yang basah Mikoriza dapat meningkatkan nutrisi, khususnya ketersediaan
fosfat. Sedangkan pada daerah yang kering/gersang, Mikoriza membantu dalam
pengambilan air, peningkatan transpirasi, dibandingkan dengan tanpa adanya mikoriza
pada tumbuhan. Dan ini akan memberikan manfaat dalam penggantian energi yang
diperlukan untuk fotosintesis tumbuhan.
b. Interaksi yang Merugikan
contoh interaksi tumbuhan dengan jamur yang merugikan.
1. Karat Daun - Jamur Hemileia vastatrix
Penyakit karat pada daun disebabkan oleh jamur, tanaman budidaya yang paling
sering terserang oleh jamur ini ialah tanaman kopi.
2. Busuk Akar - Jamur Phytium sp
Busuk akar disebabkan oleh serangan jamur Phytium sp. Busuk akar terjadi karena
media tanam terlalu basah dan berkelembaban tinggi. Air yang terlalu lama
menggenang menyebabkan media menjadi becek dan dalam waktu singkat
menyebabkan akar menjadi busuk, daun menjadi pucat, layu lalu busuk.
3. Layu Fusarium - jamur Fusarium oxysporum . Layu Fusarium yang menyerang
tanaman cabai dan tomat. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Fusarium
oxysporum. Gejala yang ditimbulkan adalah memucatnya tulang daun terutama
daun bagian atas kemudian menggulunggnya daun yang lebih tua dan akhirnya layu
secara keseluruhan. Menggulungnya daun ini mengakibatkan kemampuan daun
menerima cahaya matahari menurun dan berdampak pada laju fotosintesis.
Penurunan laju fotosintesis berberdampak pada produktivitas tanaman
tersebut (Endah, 2002).

F. INTERAKSI TUMBUHAN DENGAN BAKTERI


1. Interaksi yang Menguntungkan
Interaksi antara bakteri Rhizobum dengan akar kacang-kacangan
akarnya memiliki bintil-bintil berisi bakteri yang mampu menambat nitrogen udara,
sehingga nitrogen tanah yang telah diserap tanaman dapat diganti. Simbiosis antara
tanaman dan bakteri saling menguntungkan untuk kedua pihak. Bakteri
mendapatkan zat hara yang kaya energi dari tanaman inang sedangkan tanaman
inang mendapatkan senyawa nitrogen dari bakteri untuk melangsungkan
kehidupannya.
Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam
bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terhadap pertumbuhan
tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman
inangnya. Suatu pigmen merah yang disebut
leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung
membrane yang mengelilinginya. Jumlah leghemeglobin di dalam bintil akar
memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi.
Tumbuhan yang bersimbiosis dengan rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk
hijau seperti Crotalaria, Tephrosia dan Indigofera. Akar tanaman polong-polongan
tersebut menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri melalui
kemampuannya mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen
sedikit sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam
tanah tempat tanaman kacang polong-polongan hidup. Dengan demikian terjadi
penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Rhizobium didalam tanah berperan dalam pengaturan siklus nitrogen yaitu
melakukan fiksasi nitrogen dan mengubahnya menjadi Ammonia (NH3). Dalam sel
bakteri ini terdapat sebuah alat yang berperan dalam biokatalis yaitu enzim
nitrogenase. Enzim inilah yang berperan dalam mengubah N2 menjadi NH3
2. Interaksi yang merugikan
adanya interaksi bakteri Pseudomonas solanacearumyang menyebabkan
penyakit “Darah Pisang”. Penyakit ini disebabkan oleh bakteriPseudomonas
solanacearum. Disebut penyakit darah karena bila akar tinggal tanaman sakit
dipotong maka keluar cairan kental yang berwarna kemerahan dari bekas
pembuluh. Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui bibit terinfeksi, serangga
yang mengunjungi bunga, alat-alat penangkasan dan kontak akar.
bakteri Erwinia coratovora yang menyebabkan penyakit layu pada tanaman
terutama di daerah subtropis dan tropis. Bateri ini termasuk ganas karena mampu
merusak tanaman dalam waktu singkat. Serangannya dapat menyebabkan
melunaknya daun dan batang pada tanaman disertai perubahan warna menjadi
coklat sambil mengeluarkan bau busuk. Sedangkan bagian tanaman yang diserang
akan mengeluarkan lendir putih, kental dan lengket tersebut kedalam jaringan.

G. INTERAKSI TUMBUHAN DENGAN VIRUS


1. Interaksi yang merugikan
Interaksi antara chilli veinal mottle virus dengan tanaman cabai. Virus tumbuhan
sebagian besar mempunyai materi genetic RNA (ss-RNA). Kaspidnya umumnya
berbentuk iksohedral/silindrikal. Virus tumbuhan dapat berpindah melalui
perantara serangga, fungi, nematoda, dan kontaminan dari mesin. Salah satu contoh
virus yang inangnya tumbuhan adalah ChiVMV (chilli veinal mottle virus).
Penyakit mosaik yang disebabkan oleh virus merupakan salah satu factor pembatas
penting dalam budidaya cabai.

Terjadinya infeksi virus pada tanaman cabai dapat menurunkan pertumbuhan dan
produksi tanaman, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Syamsidi et al., 1997).
Beberapa virus yang umum menyerang tanaman cabai yaitu : virus CMV (Cucumber
mosaic virus), TMV (Tobacco mosaic virus ), TEV (Tobacco etch virus), PVY (Potato
virus Y), ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan TYLCV (Tomato yellow leaf curl
virus) (Semangun, 1994; dan Pracaya, 1994).

Untuk mengendalikan virus yang menyerang tanaman, hal yang sangat penting
dilakukan adalah mendiagnosis virus yang menyerang tanaman tersebut. Dengan hasil
diagnosis tersebut, dapat digunakan sebagai panduan untuk pemberantasan (eradikasi)
beberapa sumber virus yang potensial, sehingga tanaman cabai maupun tanaman dari
spesies lain terhindar dari infeksi virus yang menyerang tanaman cabai (Edwarson dan
Christie, 1997).
Tanaman cabai seringkali terserang virus dengan menunjukkan gejala mosaik,
sehingga dapat menurunkan produksi buah cabai. Penyakit virus tersebut pada
umumnya tersebar karena adanya vektor misalnya, Myzus persicae (aphids), Bemisia
tabaci (lalat putih), Thrips tabaci (Pracaya, 1994). TMV merupakan virus yang
diketahui dapat ditularkan melalui benih (seed transmission).
Virus menginfeksi tanaman dan berkembang biak dalam jasad inang. Ketika
ChiMV(chilli veinal mottle virus) menulari tanaman cabai, virus memasuki mekanis
yaitu melalui dinding sel tumbuhan pecah dan bereplikasi. Gejala yang terlihat yaitu
gejala daun yang memperlihatkan banyak daerah kecil berubah wama, yang kontras
dengan warna asalnya dan cenderung berupa lingkaran terang seperti cincin. Pola
bagian hijau yang bersiku kontras dengan wama kuning; daerah yang dikelilingi cincin
klorotik yang memberikan mosaik kuning di atas warna hijau. Jika daerah warna yang
berbeda jadi menyatu, akan menghasilkan gejala belang.
Virus dapat bertahan dan bersifat infektif selama beberapa tahun. Virus bersifat
sangat stabil dan mudah ditularkan dari benih kepembibitan pada saat pengelolaan
tanaman secara mekanis misalnya pada saat pemindahan bibit ke pertamanan. Gejala
serangan daun tanaman yangterserang menjadi berwarna belang hijau muda sampai
hijau tua. Ukuran daun relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran daun normal.
Jika yang diserang tanaman muda, pertumbuhan tanaman akan terhambat dan akhirnya
kerdil. Virus ini mampu menular secara mekanis yakni melalui tangan manusia saat
memetik buah cabai, buah cabai yang tidak dicuci sebelum menggunakannya.

H. INTERAKSI TUMBUHAN DENGAN MANUSIA


Manusia memperoleh makanan salah satunya dari tumbuhan. Dengan adanya tumbuhan,
manusia dapat memenuhi kebutuhan makanannya.Hewan juga merupakan konsumen dari tumbuh-
tumbuhan. Hewan-hewan juga dapat dimanfaatkan manusia sebagai bahan makanan.
Lingkungan akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan tanaman dan organisme lain
yang hidup di muka bumi. Oleh sebab itu pengetahuan tentang lingkungan tumbuh tanaman sangat
dibutuhkan agar budidaya tanaman yang dilakukan dapat menghasilkan produksi yang
optimum.Dalam agroekosistem lingkungan tumbuh tanaman menjadi bahan pertimbangan dalam
rancang bangun aktivitas budidaya yang akan dilakukan.
Lingkungan akan mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan pada
kawasan, penjadwalan dan teknik budidaya yang digunakan. Oleh karenanya pengetahuan
tentang lingkungan sangat penting artinya bagi sektor pertanian.
Interaksi tumbuhan dengan manusia ada yang menguntungka dan ada yang merugikan.
Tumbuhan itu banyak di manfaatkan oleh manusia, misalnya saja manusia memanfaatkan
tumbuhan untuk membuat perumahan ( papan), sandang, dan pangan.
manusia untuk mendirikan sebuah rumah membutuhkan tiang, tiang tersebut di ambil dari
tumbuhan, jika tidak ada tumbuhan yang akan di jadikan sebagai tiang, maka rumah tersebut tidak
akan bisa berdiri. Peralatan – peralatan manusia tersebut kebanyakan terbuat dari tumbuhan, jika
tidak ada peralatan tersebut, maka manusia tidak bisa bertahan hidup. Begitu penting tumbuhan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tapi manusia itu sendiri tidak bisa menjaga dan melestarikan
tumbuhan dengan baik, akan tetapi manusia memakai tumbuhan dengan seenaknya saja. Misalnya
manusia menebang hutan secara sembarangan.
DAFTAR PUSTAKA

Irwan, zoer’aini.1992.Prinsip-Prinsip Ekologi Dan Organisasi Ekosistem, Komunitas Dan


Lingkungan.jakarta:PT Bumi Aksara.
Surasana,Eden.1990.Ekologi Tumbuhan.Bandung:FMIPA ITB
Iswandi U.2012.Ekologi dan Ilmu lingkungan.Padang:UNP Press
Indriyanto.2006.Ekologi Hutan.Jakarta:PT Bumi Aksara
Campbel.2004.Biologi Jilid 3, Edisi ke 5. Erlangga : Jakarta
Gopal dan bhardwaj.1979.
Rice, 1974
Killham, 1996
Raven Johnson,1986
http://matakuliahbiologi.blogspot.co.id/2012/04/interaksi-mikroba-dengan-tanaman.html.Diakses
tanggal 14 oktober 2015
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-Diakses
tanggal 14 oktober 2015
KUSNADI/BUKU_COMMON_TEXT_MIKROBIOLOGI,_Kusnadi,dkk/BAB_X_INTERAKSI
_MIKRO..pdf.diakses tanggal 14 oktober 2015
http://forda-mof.org/files/Tekno_6.1.2013-2.EnnyWidyati.pdf.Diakses tanggal 14 oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai